BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1.
Tinjauan Pustaka
Beton merupakan salah satu bahan konstruksi yang terdiri dari campuran semen, air, dan agregat dengan atau tanpa bahan campuran tambahan yang sangat bervariasi mulai dari bahan kimia tambahan, serat sampai bahan buangan non kimia pada perbandingan tertentu (Tjokrodimuljo, 1996). Beton kuat terhadap tekan tetapi lemah terhadap tarik. Oleh karena itu, perlu tulangan untuk memikul beban-beban yang bekerja pada beton. Adanya tulangan ini seringkali digunakan untuk memperkuat daerah tarik pada penampang balok. Tulangan baja tersebut perlu untuk beban-beban berat dalam hal ini untuk mengurangi lendutan jangka panjang (Nawy, 1998). Geser dalam beton selalu diikuti oleh desak dan tarik oleh lenturan sehingga dalam pengujian tidak mungkin menghilangkan elemen lentur (L.J Murdock dan K.M Brook, 1981). Kondisi kritis geser akibat lentur ditunjukkan dengan timbulnya tegangan-regangan tarik tambahan di tempat-tempat tertentu pada komponen struktur terlentur. Hal ini terjadi karena kekuatan tarik beton jauh lebih kecil dibandingkan dengan kekuatan tekannya sehingga desain terhadap geser merupakan hal yang sangat penting dalam struktur beton (Nawy, 1990).
Bahan tambah adalah bahan selain unsur pokok penyusun beton (air, semen, dan agregat), yang ditambahakan sebelum atau selama pengadukan beton. Tujuannya adalah mengubah satu atau lebih dari sifat-sifat beton sewaktu masih dalam keadaan segar atau setelah mengeras, misalnya menambah encer adukan, mempercepat pengerasan, menambah kuat tekan, menambah daktilitas, mengurangi sifat getas, mengurangi retak-retak pengerasan dan sebagainya (Tjokrodimuljo, 1996).
5
6
Berbagai eksperimen telah menunjukkan bahwa penambahan serat seperti ini dalam jumlah yang memadai yakni sekitar 1-5% ke dalam beton konvensional (Balaguru dan Shah, 1992), sehingga dapat meningkatkan kuat tarik beton secara signifikan (Sudarmoko, 1993). Penelitian yang dilakukan Apriyatno (2009) dengan penambahan porypropylene fiber pada beton mutu tinggi didapatkan kuat lentur atau fluxtural strength meningkat 9,7 % dan 22,6 % dari mutu beton normal. Kemudian penelitian Bambang Suhendro (1991) dengan penambahan serat baja hasil kuat lentur yang meningkat sebesar 50 %. dari hasil sebelumnya tersebut diharapkan hal sama berlaku untuk penggunaan serat bendrat. Abu sekam padi memiliki aktivitas pozzolanic yang sangat tinggi sehingga lebih unggul dari SCM lainnya seperti fly ash, slag, dan silica fume (Bakri, Jurnal Perennial, 5(1): 9-14). Dari penelitian (Houston, 1972; Priyosulistyo dkk., 1999), abu sekam padi dengan kandungan silika yang cukup tinggi dapat dimanfaatkan sebagai bahan pozzolan untuk pembuatan beton. Selain itu abu sekam padi yang memiliki ukuran partikel lebih kecil dari semen dapat berfungsi sebagai microfiller untuk meningkatkan kerapatan komposit semen. (Nehdi,2004).
Penelitian dengan bahan tambah pernah dilakukan Widyastuti (2000) tentang variasi pemakaian bahan tambah abu sekam dan superplasticizer terhadap kuat tekan beton dan diperoleh hasil kuat tekan dengan peningkatan 70,67% dan pada umur 14 hari mengalami peningkatan 69,56% dari kuat tekan beton rencana semula. Penambahan bestmittel dan abu sekam pada umur beton 14 hari yang memberikan kuat tekan maksimum pada persentase abu sekam 10 % yaitu sebesar 11,250 MPa. Pada umur beton 28 hari kuat tekan maksimum tetap pada persentase abu sekam 10 % yaitu sebesar 16,071 MPa, selanjutnya untuk penambahan 20% mengalami pengurangan kuat tekan sebesar 7,379 MPa dan 30% sebesar 4,118 MPa. Bila ditinjau dari beton normal, beton dengan penambahan bestmittel dan abu sekam pada umur 14 hari mengalami penambahan kuat tekan sebesar 9,467 %, sedangkan untuk umur 28 hari mengalami
penambahan sebesar 2,155 %.
Berdasarkan hal tersebut, maka pada penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui peningkatan kuat tekan dan kuat geser pada beton dengan variasi serat bendrat dan abu sekam padi dan bestmittel sebagai bahan tambah.
7
2.2.
Landasan Teori
2.2.1. Bahan Dasar Beton 2.2.1.1. Agregat Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran mortar atau beton. Kira-kira 70 % volume mortar atau beton diisi oleh agregat. Agregat sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat mortar atau beton, sehingga pemilihan agregat merupakan suatu bagian penting dalam pembuatan mortar atau beton (Tjokrodimuljo,1996). Penggunaan agregat bertujuan untuk memberi bentuk pada beton, memberi kekerasan yang dapat menahan beban, goresan dan cuaca, mengontrol workability, serta agar lebih ekonomis karena menghemat pemakaian semen. Agregat yang dipakai campuran beton dibedakan menjadi dua jenis yaitu agregat halus dan agregat kasar. a. Agregat Halus Menurut Tjokrodimuljo (1996), agregat halus adalah agregat yang berbutir kecil (antara 0,15 mm dan 5 mm). Dalam penelitian agregat halus harus benar-benar memenuhi persyaratan yang telah ditentukan karena sangat berpengaruh pada pengerjaan (workability), kekuatan (strength), dan tingkat keawetan (durability) dari beton yang dihasilkan. Pasir sebagai pembentuk mortar bersama semen dan air, berfungsi mengikat agregat menjadi satu kesatuan yang kuat dan padat. Pasir harus memenuhi gradasi dan persyaratan yang ditentukan sebagai agregat halus. Tabel 2.1. Batasan Susunan Butiran Agregat Halus Ukuran Saringan (mm) 9,5 4,75 2,36 1,18 0,85 0,3 0,15
Daerah 1 100 90 - 100 60 - 95 30 - 70 15 - 34 5 - 20 0 - 10
Sumber : Tjokrodimuljo (1996)
Persentase Lolos Saringan Daerah 2 Daerah 3 Daerah 4 100 100 100 90 - 100 90 - 100 95 - 100 75 - 100 85 - 100 95 - 100 55 - 90 75 - 100 90 - 100 35 - 59 60 - 79 80 - 100 8 - 30 12 - 40 15 - 50 0 - 10 0 - 10 0 - 15
8
Keterangan : Daerah 1
: Pasir kasar
Daerah 2
: Pasir agak kasar
Daerah 3
: Pasir agak halus
Daerah 4
: Pasir halus
b.
Agregat Kasar
Agregat kasar adalah agregat yang ukuran butirannya lebih dari 5 mm (PBI 1971). Agregat kasar untuk beton dapat berupa kerikil atau batu pecah. Kerikil adalah bahan yang terjadi sebagai hasil desintegrasi alami sedangkan batu pecah adalah bahan yang diperoleh dari batu yang digiling (dipecah) menjadi pecahanpecahan berukuran 5-70 mm. Tabel 2.2. Batasan Susunan Butiran Agregat Kasar Persentase Lolos Saringan (%)
UkuranSaringan (mm)
40 mm
20 mm
40
95 - 100
100
20
30 - 70
95 - 100
10
10 - 35
25 - 55
4,8
0-5
0 - 10
Sumber : Tjokrodimuljo (1996)
2.2.1.2. Air
Dalam pelaksanaan suatu proyek, air adalah bahan yang sangat penting dan vital yang berfungsi antara lain : a. Pembuatan adukan beton. b. Pembuatan adukan untuk spesi. c. Perawatan beton dan kegiatan penunjang lainnya.
9
Air diperlukan pada pembuatan beton agar terjadi reaksi kimiawi dengan semen yang menyebabkan pengikatan dan berlangsungnya pengerasan, untuk membasahi agregat dan untuk melumas butir-butir agregat agar dapat mudah dikerjakan dan dipadatkan. Untuk bereaksi dengan semen, air yang diperlukan hanya sekitar 25% dari berat semen, namun dalam kenyataannya nilai faktor air semen yang dipakai sulit kurang dari 0,45. Beton mempunyai proporsi air sangat kecil menjadi kering dan sukar dipadatkan sehingga dibutuhkan tambahan air untuk menjadi pelumas campuran agar mudah dikerjakan dan karena seluruh bagian air menguap ketika beton mengering dengan meninggalkan rongga-rongga, maka penting dalam hal ini untuk menjaga agar air yang digunakan seminimal mungkin. Air yang digunakan harus memenuh syarat-syarat air untuk pengerjaan beton. Menurut SNI 03-2847-2002 syarat-syarat air yang boleh digunakan antara lain: a. Tidak boleh mengandung minyak, asam, alkali, garam-garam, dan bahan-bahan kimia (asam alkali), bahan organik yang dapat merusak beton atau baja tulangan. b. Sebaiknya dipakai air bersih yang dapat diminum. c. Air yang dapat dipakai sebaiknya diuji dulu sehingga dapat diketahui jenis dan kadar mineral yang terkandung didalamnya.
2.2.1.3. Semen Portland Semen berfungsi untuk merekatkan butir-butir agregat agar terjadi suatu massa yang padat dan juga mengisi rongga-rongga diantara butiran-butiran agregat. Salah satu jenis semen yang biasa dipakai dalam pembuatan beton ialah semen portland. Bahan dasar pembentuk semen portland terdiri dari kapur, silika, alumina dan oksida besi. Oksida tersebut bereaksi membentuk suatu produk akibat peleburan. Unsur-unsur pembentuk semen dapat dilihat pada Tabel 2.1.
10
Tabel 2.3 Susunan Unsur Semen Portland Oksida
Persen (%)
Kapur (CaO) Silika (SiO2) Alumina (Al2O3) Besi (Fe2O3) Magnesium (MgO) Sulfur (SO3) Soda/potash (Na2O+K2O)
60 - 65 17 - 25 3-8 0,5 - 6 0,5 - 4 1-2 0,5 - 1
Sumber : Kardiyono Tjokrodimuljo (1996). Pada umumnya semen portland diklasifikasikan menjadi 5 jenis, seperti yang tercantum pada Tabel 2.4. Tabel 2.4 Jenis-jenis semen portland Jenis Semen
Karakteristik Umum
Jenis I
Semen portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus. Jenis II Semen portland yang penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang. Jenis III Semen portland yang penggunaannya memerlukan persyaratan kekuatan awal yang tinggi setelah pengikatan. Jenis IV Semen portland yang penggunaannya menuntut panas hidrasi rendah. Jenis V Semen portland yang penggunaannya menuntut persyaratan sangat tahan terhadap sulfat. Sumber : Kardiyono Tjokrodimuljo (1996 : 11) Dalam pedoman beton 1989 disyaratkan dalam pembuatan beton harus memenuhi syarat-syarat SNI 0013-18 “Mutu dan Cara Uji Semen”. Dalam penelitian ini digunakan semen jenis I yang digunakan untuk tujuan umum.
11
2.2.2. Bestmittel
Bestmittel merupakan formula khusus yang sangat ekonomis dalam proses pengecoran sehingga menjadikan beton lebih cepat keras dalam usia muda serta mengurangi pemakaian air pada saat pengecoran sehingga meningkatkan mutu/kekuatan beton. Bestmittel sangat membantu untuk pengecoran dengan jadwal waktu yang sangat ketat karena beton beton cepat mengeras pada usia awal (7-10 hari) serta dapat meningkatkan mutu/kekuatan beton 5% - 10%. Keunggulan yang dimiliki bestmittel adalah dapat mempersingkat proses pembetonan, cetakan beton dapat dilepas lebih cepat dan keunggulan bestmittel lainnya adalah dapat mengurangi penggunaan dari air 5% - 20% sehingga dapat menjadikan beton lebih solid dan lebih plastis.
Bahan dasar pembentuk bestmittel adalah Lignin Sulfonic Acid. Dosis pemakaian bestmittel adalah 1 Kg bestmittel dapat dipakai untuk 200 kg – 450 kg semen ( 0,2% - 0,6% dikali berat semen ). Cara Pemakaian bestmittel adalah : 1.
Siapkan air sejumlah 1/2 dari berat semen yang akan dipakai.
2.
Siapkan bestmittel sebanyak 0,2% - 0,6% dari berat semen
3.
Encerkan bestmittel dengan menggunakan sebagian air yang telah disiapkan.
4.
Aduk semen, pasir, koral dengan air yang belum dicampur bestmittel hingga merata
5.
Kemudian tambahkan bestmittel yang telah diencerkan kedalam adukan sampai merata. Bila adukan beton terlalu encer, air yang sudah disiapkan dapat dikurangi jumlahnya
6.
Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, tutuplah dengan karung basah setelah pengecoran selesai.
12
2.2.3. Abu Sekam Padi (Rice Husk Ash)
Campuran beton terdiri atas semen, air, agregat kasar (split, kerikil) dan agregat halus (pasir). Adanya bahan tambah yang dimasukkan ke dalam campuran beton menjadi satu faktor penting lain yang turut menentukan kinerja beton secara keseluruhan. ASTM C125 mendefinisikan bahan tambah (additive) sebagai bahan selain air, agregat, semen hidrolis, dan serat, yang digunakan dalam beton atau mortar dan ditambahkan dalam campuran segera sebelum atau selama pengadukan. Abu Sekam padi merupakan bahan berlignoselulosa seperti biomassa lainnya namun mengandung silika yang tinggi. Abu sekam padi memiliki aktivitas pozzolanic yang sangat tinggi sehingga lebih unggul dari SCM lainnya seperti fly ash, slag, dan silica fume. Beberapa hasil ikutan industri dan pertanian seperti slag, fly ash, dan rice husk ash ternyata merupakan polutan potensil yang dapat digunakan sebagai bahan subtitusi atau bahan tambahan semen.
Penggunaan abu sekam padi dengan kombinasi campuran yang sesuai pada semen akan menghasilkan semen yang lebih baik (Singh et al., 2002). Abu sekam padi telah digunakan
sebagai bahan pozzolan reaktif yang sangat tinggi
untuk
meningkatkan mikrostruktur pada daerah transisi interfase antara pasta semen dan agregat beton yang memiliki kekuatan tinggi.
Penggunaan abu sekam padi pada komposit semen dapat memberikan beberapa keuntungan seperti meningkatkan kekuatan dan ketahanan, mengurangi biaya bahan, mengurangi dampak lingkungan limbah bahan, dan mengurangi emisi karbon dioksida (Bui et al., 2005).
13
Ditinjau dari komposisi kimiawinya, sekam mengandung beberapa unsur penting sebagai yang tercantum pada Tabel 2.5. Tabel 2.5. Komposisi kimia sekam padi. Komposisi Kimia Sekam Padi (% berat) Komponen Kadar air
% Berat 32,40 – 11,35
Protein kasar
1,70 – 7,26
Lemak
0,38 – 2,98
Ekstrak nitrogen bebas
24,70 – 38,79
Serat
31,37 – 49,92
Abu
13,16 – 29,04
Pentosa
16,94 – 21,95
Sellulosa
34,34 – 43,80
Lignin
21,40 – 46,97
Kandungan kimia dari abu hasil pembakaran sekam padi adalah seperti yang tercantum pada Tabel 2.6. Tabel 2.6. Komposisi kimia abu sekam padi. Komposisi Abu Sekam Padi Komponen
% Berat
SiO2
86,90 – 97,30
K2O
0,58 – 2,50
Na2O
0,00 – 1,75
CaO
0,20 – 1,50
MgO
0,12 – 1,96
Fe2O3
0,00 – 0,54
P2O5
0,20 – 2,84
SO3
0,10 – 1,13
Cl
0,00 – 0,42
Sumber : (http://digilib.unimed.ac.id/public/UNIMED-Undergraduate-225465.%20BAB%20II.pdf).
14
2.2.4. Pengertian Serat Serat merupakan bahan tambah yang dapat digunakan untuk memperbaiki sifat atau kekuatan beton (Tjkrodimuljo, 1992). Serat memiliki peranan yang penting dalam komposit karena menentukan kinerja komposit secara keseluruhan (Balaguru dan Shah, 1992). Kinerja antar muka (Interface) antara serat dan matrik sangat ditentukan oleh kinerja serat, karena istilah lain untuk mempresentasikan antar muka adalah zona transisi antar muka, ZTA (Interfacial Transition Zona) (Bentur, et. al, 1996). Perkembangan serat dimulai pada tahun 1960-an, dengan diterapkannya aplikasi serat anorganik sebagai tambahan pada beton, yaitu serat baja lurus (Balaguru dan Shah, 1992). Sejak tahun1970-an, serat polimer sintetis mulai digunakan secara komersial dengan tujuan antara lain sebagai kontrol retak awal. Inovasi ini diikuti aplikasi serat kaca yang tahan terhadap alkali, pada tahun 1980-an sampai dengan tahun 1990-an serat karbon mulai digunakan karena memiliki kuat tarik dan modulus elastisitas yang lebih tinggi dibandingkan serat polimer sintetis (Balaguru dan Shah, 1992). Ada beberapa jenis serat yang sudah dikenal saat ini, antara lain: 1. Naturally occuring fibers atau serat alami yang berasal dari alam, seperti serat tebu, serat kelapa, dan serat kayu. 2. Steel fibers atau serat baja, seperti kawat bendrat, seng, galvalum. 3. Fiberglass atau serat kaca 4. Polimeric fiber atau serat polimer, yakni serat yang berasal dari serat sintetis. Serat polimer terdiri dari polypropylene, polyethylene, polyester, nylon, carbon, dan acrylic.
15
2.2.5. Mekanisme Kerja Serat
Teori yang dipakai sebagai pendekatan untuk menjelaskan mekanisme kerja serat yaitu: a. Spacing Concept Spacing concept dalam teori ini diartikan dengan mendekatkan jarak antar serat dalam campuran beton sehingga beton akan lebih mampu membatasi ukuran retak dan mencegah berkembangnya retak menjadi lebih besar. b. Composite Material Concept Composite material concept atau konsep material komposit merupakan salah satu pendekatan yang cukup populer yang memperkirakan kuat tarik maupun kuat lentur dari beton serat. Konsep ini dikembangkan untuk memperkirakan kekuatan material komposit pada saat timbul retak pertama/first crack strength. Dalam konsep ini diasumsikan bahwa bahan penyusun saling melekat sempurna, bentuk serat menerus, dan angka poisson dari material dianggap nol.
Serat yang digunakan dalam beton serat adalah ukuran pendek/short fiber dan bukan continous fiber, maka perlu dikoreksi berdasarkan pertimbanganpertimbangan berikut: a. Orientasi dari short fiber yang ramdom akan mengurangi efisiensi penulangan serat terhadap material komposit b. Lekatan yang tidak sempurna serta ukuran serat yang pendek dapat menyebabkan adanya alur retakan yang tidak melewati serat c. Distribusi alur retakan yang sembarang menyebabkan alur retak tidak selalu memotong serat tepat di tengah-tengah d. Efektifitas beton dapat menahan tarik pada saat timbul retak. Mekanisme kerja serat dalam adukan beton secara bersama-sama adalah sebagai berikut: a. Serat bersama pasta beton akan membentuk matriks komposit, dimana serat akan menahan beban yang ada sesuai dengan modulus elastisitasnya.
16
Gaya Desak
Retakan
Serat Beton Mutu Tinggi
Gambar 2.1 Serat dalam Beton
b. Pasta beton akan semakin kokoh/stabil dalam menahan beban karena aksi serat (fiber bridding) yang sangat mengikat di sekelilingnya.
P
Aksial pasak Penampang silinder beton
Gambar 2.2 Aksi Serat Bersama Pasta Semen.
c. Serat akan melakukan dowel action (aksi pasak) sehingga pasta yang sudah retak dapat stabil/kokoh menahan beban yang ada.
serat
P e
Aksial pasak
retak
Gambar 2.3 Aksi Pasak dalam Beton.
17
2.2.6. Beton Serat
ACI (American Concrete Institute) memberikan definisi untuk beton serat, sebagai suatu konstruksi yang tersusun dari bahan semen,agregat halus dan kasar serta sejumlah kecil serat. Menurut Tjokrodimuljo (1996), beton serat ialah bahan komposit yang terdiri dari beton biasa dan bahan lain yang berupa serat. Serat dalam beton ini berguna untuk mencegah adanya retak-retak sehingga menjadikan beton serat lebih daktail daripada beton biasa. Beberapa sifat-sifat beton dapat diperbaiki dengan penambahan serat, di antarannya adalah meningkatnya daktilitas, ketahanan, kuat tarik dan lentur, ketahanan terhadap kelelahan, ketahanan terhadap pengaruh susutan, ketahanan terhadap abrasi, ketahanan terhadap pecahan atau fragmentasi, ketahanan terhadap pengelupasan.
Beton serat didefinisikan sebagai beton yang dibuat dari campuran semen, agregat, air dan sejumlah serat yang disebar secara random seperti terlihat pada Gambar 2.1. Prinsip penambahan serat adalah memberi tulangan pada beton yang disebar merata ke dalam adukan beton dengan orientasi random untuk mencegah terjadinya retakan-retakan beton yang terlalu dini di daerah tarik akibat panas hidrasi maupun akibat pembebanan (Soroushian dan Bayasi, 1987). Penambahan serat pada beton ringan diharapkan penambahan tulangan untuk memikul beban yang sama pada suatu konstruksi yang dipikul oleh beton normal dapat tergantikan oleh serat tersebut. Penyebaran serat dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4. Serat tersebar merata dalam beton
18
2.2.7. Beton Metode Dreux Dreux (1979) dalam penelitiannya telah memberikan rumus :
σ28
= G. σc(𝐶⁄𝐸 – 0,5) ……………………………………………………… (2.1)
Dengan ketentuan σ28, kekuatan tekan rata-rata beton pada umur 28 hari yang didasarkan atas benda uji silinder dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm. Jika menggunakan kubus, maka silinder (15 cm x 15 cm) = 0,83. σkubus (15 cm x 15 cm x 15 cm). G adalah faktor granular, yang menunjukkan besar volume yang diisi oleh bahan butiran, σc adalah kekuatan semen berdasarkan data yang diperoleh dari pabrik semen yang dipakai maupun informasi dari lembaga penelitian bahan. C adalah berat semen perkubikasi beton dan E adalah berat air perkubikasi beton. Menurut Dreux (1979), besarnya faktor granular G pada rumus (2.1), diatas sangat dipengaruhi oleh kualitas butiran dan besarnya diameter maksimum agregat kasar yang digunakan pada perancangan campuran beton. Permukaan agregat yang kasar akan mempengaruhi kekuatan beton dan lebih kuat bila dibandingkan agregat yang permukaannya halus. Gradasi dan ukuran agregat maksimum berhubungan dengan rasio air dan semen, dimana jumlah pasta semen harus menutupi seluruh partikel sehingga nilai luas permukaan kecil, maka akan lebih sedikit pasta semen, sehingga jumlah air yang dibutuhkan juga sedikit.
2.2.8. Beton Mutu Tinggi/High Strength Concrete
Beton sebagai campuran antara semen portland atau semen hidrolik yang lainnya, agregat halus, agregat kasar dan air dengan atau tanpa bahan campuran tambahan membentuk massa padat. Nawy (1990) mendefinisikan beton sebagai sekumpulan interaksi mekanis dan kimiawi dari material pembentuknya Neville dan Brooks (1987).
19
Achmad Basuki (2012) menyatakan bahwa beton yang dibuat secara konvensional umumnya mempunyai kuat tekan antara 18 - 32 MPa dan berat 2,4 ton/m3 biasanya disebut sebagai beton normal/konvensional, sedangkan beton yang mempunyai kuat tekan di atas 35 MPa biasanya disebut dengan beton mutu tinggi. Ada beberapa fakta yang mempengaruhi kekuatan beton mutu tinggi, yaitu : 1. Faktor Air Semen (FAS) Tri mulyono (2004) Secara umum, semakin besar nilai FAS semakin rendah mutu kekuatan beton. Dengan demikian untuk menghasilkan sebuah beton yang bermutu tinggi FAS dalam beton haruslah rendah, sayangnya hal ini menyebabkan kesulitan dalam pengerjaan. Umumnya nilai FAS minimum untuk beton normal sekitar 0,4 dan nilai maksimal 0,65. Tujuan pengurangan FAS ini adalah untuk mengurangi hingga seminimal mungkin porositas beton yang dibuat sehingga akan dihasilkan beton mutu tinggi.
2. Kualitas Agregat Menurut Larrad (1990), Umumnya agregat halus mempunyai modulus halus butiran (MHB) sekitar 1,50-3,8. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai 2,5< MHB <3,0 umumnya menghasilkan beton mutu tinggi dengan FAS yang rendah dan mempunyai kekuatan tekan dan kelecakan yang optimal. Ukuran butir agregat maksimum juga akan mempengaruhi mutu beton yang akan dibuat. Hasil penelitian Larrad (1990) menyebutkan bahwa butiran maksimum yang memberikan arti nyata untuk membuat beton mutu tinggi tidak boleh lebih dari 15 mm. Namun demikian pemakaian butiran agregat sampai dengan 25 mm masih memungkinkan di perolehnya beton mutu tinggi dalam proses produksinya.
3. Bahan Tambah Bestmittel merupakan formula khusus yang sangat ekonomis dalam prosen pengecoran sehingga menjadikan beton lebih cepat keras dalam usia muda serta mengurangi pemakaian air pada saat pengecoran sehingga meningkatkan mutu/kekuatan beton.
20
Bestmittel sangat membantu untuk pengecoran dengan jadwal waktu yang sangat ketat karena beton beton cepat mengeras pada usia awal (7-10 hari) serta dapat meningkatkan mutu/kekuatan beton 5% - 10%. Keunggulan yang dimiliki bestmittel adalah dapat mempersingkat proses pembetonan, cetakan beton dapat dilepas lebih cepat dan keunggulan bestmittel lainnya adalah dapat mengurangi penggunaan dari air 5% - 20% sehingga dapat menjadikan beton lebih solid dan lebih plastis. 4. Kontrol Kualitas Untuk menghasilkan beton yang bermutu tinggi, faktor kontrol terhadap kualitas proses produksi beton pada saat pengambilan sampel, pengujian maupun proses penakaran sampai perawatan mutlak menjadi perhatian penting.
2.2.9. Perawatan Beton (Curing) Pengadaan air mempengaruhi reaksi kimia yang terjadi selama proses pengikatan dan pengerasan beton. Meskipun dalam keadaan normal, air tersedia dalam jumlah yang memadai untuk hidrasi penuh selama pencampuran, namun perlu adanya jaminan bahwa masih ada air yang tertahan atau jenuh untuk memungkinkan kelanjutan reaksi kimia. Penguapan dapat menyebabkan suatu kehilangan air yang cukup berarti sehingga mengakibatkan terjadinya proses hidrasi, dengan konsekuensi berkurangnya kekuatan. Disamping itu penguapan juga dapat menyebabkan penyusutan kering yang terlalu awal dan cepat sehingga berakibat timbul tegangan tarik yang menyebabkan retak, kecuali bila beton telah mencapai kekuatan yang cukup untuk menahan kekuatan. Perlu dilakukan perawatan untuk mempertahankan kelembaban beton, sejak adukan dipadatkan sampai beton dianggap cukup keras. Dalam hal ini agar beton berada dalam suhu yang dikehendaki pada waktu yang ditentukan dan diperhatikan agar terhindar dari perbedaan suhu yang besar baik dalam betonnya sendiri maupun dalam hubungannya dengan keadaan sekelilingnya.
21
Perawatan yang baik akan memperbaiki kualitas beton. Disamping lebih kuat dan lebih awet terhadap agresi kimia, beton yang dirawat dengan baik akan lebih tahan terhadap aus dan lebih kedap air.
2.2.10. Kuat Geser Beton
Kuat geser adalah kekuatan suatu komponen struktur atas penampang yang berfungsi untuk meningkatkan kekakuan struktur dan menahan gaya-gaya lateral. Menurut Wang dan Salmon (1991), pengaruh-pengaruh geser yang timbul merupakan akibat dari torsi dan kombinasi torsi dengan lentur. Kondisi tegangan geser maksimum dari suatu penampang balok terletak pada sumbu netral penampang. Gambar 2.5. menunjukan distribusi tegangan geser dari balok homogen persegi dengan lebar b dan tinggi h.
Gambar 2.5. Distribusi tegangan geser.
Perilaku kuat geser ditandai dengan munculnya tegangan tarik pada beton dan baja yang menimbulkan adanya retak. Pertambahan retak ini dapat terbentuk pada momen yang lebih tinggi jika tegangan tarik didalam beton sudah terlampaui. Retak miring akibat geser di badan balok bertulang dapat terjadi tanpa disertai retak akibat lentur di sekitarnya, atau dapat juga sebagai kelanjutan proses retak lentur sebelumnya.
22
Retak miring pada balok yang sebelumnya tidak mengalami retak lentur dinamakan retak geser badan, sedangkan retak miriing yang dimulai sebagai kelanjutan dari retak lentur yang telah timbul sebelumnya dinamakan retak geser lentur. Menurut Wang dan Salmon, transfer dari geser di dalam unsur-unsur beton bertulang terjadi dari suatu kombinasi antara mekanisme sebagai berikut : 1. Perlawanan geser dari beton yang belum retak (Vcz) 2. Gaya interlock (lekatan) antar agregat atau transfer geser permukaan antar butir agregat Va, dalam arah tangensial sepanjang retak. 3. Aksi pasak (dowel action) Vd, sebagai perlawanan dari penulangan longitudinal terhadap gaya transversal. 4. Perlawanan tulangan geser dari sengkang vertikal atau miring. 5. Aksi pelengkung (arch action) pada balok yang bersifat tinggi. Untuk menyediakan kekuatan geser dengan jalan memperbolehkan suatu redistribusi dari gaya-gaya dalam menyeberangi retak miring yang terjadi, maka penulangan geser mempunyai 3 fungsi utama yaitu : 1. Memikul sebagian dari geser 2. Melawan pertumbuhan retak miring dan ikut memelihara lekatan antara agregat. 3. Mengikat batang tulangan memanjang untuk tetap di tempatnya, sehingga meningkatkan kekuatan pasak.
Gambar 2.6. Bidang Geser Balok.
23
Untuk harga Vd/M yang besar, tegangan geser nominal Vcr pada saat terjadinya retak diagonal mendekati 0,3√𝑓𝑐 . Vcr = 0,3√𝑓𝑐 MPa.............................................................................................(2.2) Dan untuk harga Vd/M yang sangat kecil, harga Vcr mendekati Vcr= 0,17√𝑓𝑐 MPa............................................................................................(2.3) Dari data hasil percobaan, harga tegangan geser nominal ketika terjadinya retak geser-lentur diagonal dapat didekati dengan rumus : Vcr= 1/7(√𝑓𝑐 + 120𝜌
𝑉𝑑 𝑀
) MPa........................................................................(2.4)
Nilai ρ merupakan rasio tulangan diagonal. Dengan meningkatkan rasio ρ, yaitu memperbesar luas tulangan longitudinal, dapat meningkatkan kekuatan geser penampang. Faktor Vd/M juga berpengaruh terhadap geser lentur. Bila a menyatakan rasio momen dibagi geser M/V, berdasarkan nilai rasio a/d atau (M/Vd). Kekuatan geser beton dengan atau tanpa tulangan adalah sama, yaitu merupakan nilai gaya geser yang menyebabkan keretakan miring. Dalam hal ini, tulangan geser dianggap hanya akan menahan kelebihan gaya geser dari yang dapat ditahan oleh beton tanpa tulangan.
Langkah-langkah perencanaan penampang terhadap gaya geser adalah : 1) Hitung gaya geser terfaktor Vu pada penampang-penampang kritis di sepanjang batang / elemen. 2) Untuk suatu penampang kritis, hitung kekuatan geser beton Vc. 3) a. Bila ( Vu - ɸVc ) > 2/3 b.d √𝑓𝑐 , ukuran balok diperbesar. b. Bila ( Vu - ɸVc ) < 2/3 b.d √𝑓𝑐 , tentukan jumlah tulangan geser untuk menahan kelebihan tegangan. c. Bila Vu > 0,5 ɸVc, gunakan tulangan geser minimum. Vu=ɸ Vn...................................................................................................(2.5) dengan Vu adalah gaya geser terfaktor yang bekerja pada penampang yang ditinjau, sedangkan Vn merupakan kuat geser nominal yang dihitung dari :
24
Vn =Vc+Vs...............................................................................................(2.6) Dengan Vc = kekuatan geser nominal yang diberikan oleh beton. Vs = kekuatan geser nominal yang diberikan oleh tulangan badan. 4) Harga Vc dihitung berdasarkan kondisi sebagai berikut : Kekuatan geser beton sesuai dengan SNI.03-2847-2013. Untuk komponen struktur yang hanya dibebani oleh geser dan lentur berlaku : 𝑉𝑐 = 0,17 . λ . √𝑓𝑐 ′. 𝑏. 𝑑..........................................................................(2.7) Kekuatan geser beton sesuai dengan SNI.03-2847-2013. Untuk komponen struktur yang hanya dibebani oleh geser dan lentur dengan analisis yang lebih rinci berlaku : 𝑉𝑐 = (0,16 . λ . √𝑓𝑐 ′ + 17 . 𝜌𝑤 .
𝑉𝑢 .𝑑 𝑀𝑢
). 𝑏. 𝑑.............................................(2.8)
5) Untuk kondisi tersebut di atas, berlaku ketentuan sebagai berikut : a. Jika Vu > ɸVc, perlu tulangan badan / sengkang dengan gaya yang harus ditahan oleh sengkang sebesar : 𝑉 𝑉𝑠 = ( 𝑢⁄𝜙) − 𝑉𝑐 ....................................................................................(2.9) Untuk sengkang vertikal : 𝑉𝑠 =
𝐴𝑣 .𝐹𝑦 .𝑑 𝑠
............................................................................................(2.10)
Untuk sengkang miring : 𝑉𝑠 =
𝐴𝑣 .𝐹𝑦 .𝑑(𝑠𝑖𝑛𝛼 + 𝑐𝑜𝑠𝛼) 𝑠
..........................................................................(2.11)
Dengan : s = jarak sengkang & α = sudut kemiringan sengkang jarak maksimum s haruslah s = d/2 < 600 mm, kecuali jika Vs > 4 √𝑓𝑐 bwd, jarak ini menjadi s < d/4 < 300 mm. b. Jika Vu < ɸVc dan jika Vu > ½ ɸVc, secara teoritis tidak perlu tulangan badan, tetapi hanya disarankan sengkang minimum. c. Jika Vu > ½ ɸVc, tidak memerlukan sengkang.
25
2.2.11. Perilaku Kuat Geser Beton Perilaku kuat geser ditandai dengan munculnya tegangan tarik pada beton dan baja yang menimulkan adanya retak. Pertambahan retak ini dapat terbentuk pada momen yang lebih tinggi jika tegangan tarik didalam beton sudah terlampaui. Retak miring akibat geser di badan balok bertulang dapat terjadi tanpa disertai retak akibat lentur disekitarnya atau dapat juga sebagai kelanjutan proses retak lentur sebelumnya. Retak miring pada balok yang sebelumnya tidak mengalami retak lentur dinamakan retak geser badan, sedangkan retak miring yang dimulai sebagai kelanjutan dari retak lentur yang telah timbul sebelumnya dinamakan retak geser lentur.
Retak geser lentur pada beton bertulang diharapakan terjadi dibawah beban kerja. Retak lentur yang merambat hampir vertikal kedalam balok tidak menimbulkan pengurangan tegangan sampai timbulnya suatu kombinasi yang kritis dari tegangan lentur dan geser didekat salah satu retak, setelah itu retak lentur terbentuk. Menurut Wang dan Salmon, transfer dari geser didalam unsur-unsur beton bertulang terjadi dari suatu kombinasi antara beberapa mekanisme sebagai berikut:
Struktur terlentur didasarkan pada asumsi bahwa beton menahan sebagian dari gaya geser, sedangkan kekuatan geser diatas kemampuan beton untuk menahannya dilimpahkan kepada tulangan geser. Menurut SNI 03-2847-2013 menyatakan kapasitas kemampuan beton (tanpa penulangan geser) untuk menahan gaya geser Vc adalah 𝑉𝑐 = 0,17 . λ . √𝑓𝑐 ′. 𝑏. 𝑑 dengan : fc
= nilai kuat tekan beton (MPa)
b
= lebar balok (mm)
d
= tinggi balok efektif (mm)
𝜆
= Faktor koreksi yang berkaitan dengan unit massa beton.
26
Kuat geser ideal beton dikenakan factor reduksi kekuatan Ø = 0,6, sehingga menjadi kuat geser beton. Sedangkan kuat geser Vu didapat dari hasil penerapan faktor beban dimana nilai Vu lebih mudah ditentukan dengan diagram gaya geser. Apabila gaya geser yang bekerja Vu lebih besar dari kapasitas geser beton ØVc, maka diperlukan tulangan geser untuk memperkuatnya. Apabila gaya geser yang bekerja disembarang tempat sepanjang bentang lebih besar dari 0,5 ØVc, paling tidak memasang tulangan geser minimum yang disyaratkan. Pada SNI 03-2847-2013 menyatakan bahwa dasar perencanaan penulangan geser adalah Vu < ØVn Vn = Vc + Vs Vu = ØVc + ØVs.
Kapasitas yang dimiliki oleh sengkang dapat dihitung sesuai SNI 03-2847-2013 adalah Vs =
𝐴𝑣.𝑓𝑦.𝑑 𝑠
2.2.12. Perencanaan Penulangan Geser pada Beton Bertulang
Perencanaan tulangan geser adalah usaha menyediakan sejumlah tulangan baja untuk menahan gaya tarik arah tegak lurus terhadap retak tarik diagonal sehingga mampu mencegah bukaan retak lebih lanjut. Perencanaan geser untuk komponen akibat lentur ditunjukan dengan timbulnya tegangan-regangan tarik tambahan di tempat-tempat tertentu pada komponen struktur terlentur. Menurut Nawy, hal ini terjadi karena kekuatan tarik beton jauh lebih kecil dibandingkan dengan kekuatan tekannya, sehingga desain terhadap geser merupakan hal yang sangat penting dalam beton. Kuat geser beton dapat ditentukan dengan tegangan geser
27
Gaya geser hasil uji dihitung berdasarkan rumus :
Gambar 2.10. Skema pembebanan perhitungan gaya geser
28
τ= τ=
𝑉.𝑄 𝐼.𝑡
=
3/2.𝑉 𝑏.ℎ
dengan :
1 2
𝑉. .ℎ.𝑏.1/4.ℎ
τ
1/12.𝑏ℎ^3.𝑏
𝑉.1/8
= 1
𝑏.ℎ
12
=
12 8
.
𝑉 𝑏.ℎ
…………………………………………………………….... (2.12)
= tegangan geser
V = gaya geser b
= lebar balok
h
= tinggi balok
2.2.13. Keruntuhan Balok
Keruntuhan atau kegagalan pada balok tanpa penulangan tarik diagonal terjadi pada keadaan yang beragam. Lebih mudah menggolongkan keruntuhan-keruntuhan geser sehubungan dengan jarak antara beban pengujian dan titik perletakan, suatu jarak yang ditetapkan sebagai bentang geser atau a. Pada dasarnya terdapat 3 macam keruntuhan yang terjadi pada balok, yaitu : 1.
Keruntuhan Lentur
a/d > 5,5 Gambar 2.11. Balok dengan keruntuhan lentur. Keruntuhan lentur pada balok terjadi apabila perbandingan (a/d) lebih besar dari 5,5 untuk beban terpusat dan (a/d) melebihi 15 untuk beban terdistribusi. Apabila beban terus bertambah, retak awal yang sudah terjadi akan semakin lebar dan panjang.
29
2.
Keruntuhan Tarik Diagonal (Diagonal Tension Failure).
2,5 < a/d < 5,5 Gambar 2.12. Balok dengan kerutuhan tarik diagonal.
Kegagalan tarik diagonal terjadi apabila bentang geser lebih besar dari 3d atau 4d. atau dapat dikatakan terjadi pada (a/d) antara 2,5 sampai 5,5 untuk beban terpusat. Retak mulai terjadi di tengah bentang berupa retak halus yang diakibatkan oleh lentur dan diikuti dengan rusaknya lekatan antara tulangan dan beton disekitarnya.
3.
Keruntuhan Tekan Geser (Shear Compression failure)
1,5 < a/d < 2,5 Gambar 2.13. Balok dengan keruntuhan tekan geser.
Balok yang mengalami keruntuhan tekan geser terjadi pada (a/d) antara 1 sampai 2,5 untuk beban terpusat dan kurang dari 5 untuk beban terdistribusi. Keruntuhan ini dimulai dengan terjadinya retak lentur halus ditengah bentang dan tidak terus menjalar, karena terjadinya kehilangan lekatan antara tulagan longitudinal dengan beton disekitarnya pada perletakan. Setelah itu diikuti retak miring yang lebih curam daripada retak diagonal tarik secara tiba-tiba dan menjalar menuju sumbu netral.
30
Retak akibat tarik diagonal merupakan salah satu cara terjadinya kerusakan geser. Untuk bentang geser yang lebih pendek, kerusakan akan timbul sebagai kombinasi dari pergeseran, remuk dan belah. Untuk balok beton bertulang dengan bentang geser yang lebih panjang retak karena tegangan tarik lentur akan terjadi lebih dahulu sebelum retak karena tarik diagonal. Terjadinya retak tarik lentur pada beton tanpa tulangan merupakan peringatan akan kerusakan geser.