BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1.
Tinjauan Pustaka
2.1.1.
Bambu
2.1.1.1.Umum Bambu merupakan tanaman jenis rumput-rumputan dengan rongga dan ruas dibatangnya. Bambu tumbuh dengan subur di Indonesia dan memiliki pertumbuhan yang sangat cepat. Bambu juga merupakan bahan bangunan yang sangat terkenal di Indonesia khususnya bagi masyarakat pedesaan. Bambu cocok untuk digunakan sebagai tulangan alternatif untuk daerah pedalaman bila tulangan baja tidak tersedia atau harganya sangat mahal. Menurut Sudarsana (2015)
[28]
,
dalam hal material konstruksi terutama beton bertulang, pemanfaatan material alternatif sebagai pengganti baja tulangan telah banyak dilakukan
seperti
pengunaan serat sintetis seperti karbon, gelas dan aramid serta penggunaan serat alami seperti bambu. Baru-baru ini, mengingat adanya pemanasan global, berkurangnya sumber daya dan masalah ramah lingkungan, penggunaan dari material alami telah menjadi pembicaraan ramai di industri konstruksi (Prem Kumar V et al, 2014, dalam Nugrahani, 2015) [25]. Bambu sebagai salah satu bahan konstruksi tertua telah dianggap memiliki kekuatan tarik tinggi dan sedang digunakan sebagai struktur utama komponen untuk rumah-rumah sederhana. Bambu menjadi produk komposit alami dan karena banyak aspek positif seperti ketersediaan, kekuatan, dan ekonomi dapat dianggap sebagai bahan bangunan alternatif pengganti baja (Farhana Naznin, 2015) [24]. Indonesia termasuk sebagai daerah rawan gempa sehingga penggunaan bambu sebagai material bangunan lebih baik karena strukturnya yang ringan
4
5
menyebabkan ketahanan yang lebih tinggi terhadap getaran gempa (Andrian, 2014)[1]. Hal tersebut dirasa sesuai apabila diterapkan di wilayah Indonesia dimana termasuk daerah rawan gempa. Janssen, JAA (1988) dalam Morisco (1999) [23] memberikan rekomendasi tentang keunggulan bambu sebagai berikut: a. Bambu dapat tumbuh sangat cepat dan dapat dibudidayakan secara cepat serta modal dapat diputar berkesinambungan. b. Bambu mempunyai sifat-sifat mekanika yang baik. c. Pengerjaan bambu hanya membutuhkan peralatan yang sederhana. d. Kulit luar bambu mengandung banyak silika yang membuat bambu terlindungi. 2.1.1.2.Sifat-Sifat Bambu Pemanfaatan bambu sebagai alternatif tulangan beton untuk struktur bangunan sederhana, diperlukan pengetahuan yang cukup mengenai sifat mekanik dan sifat fisika dari bahan tersebut agar memenuhi persyaratan ekonomis, keamanan, dan kenyamanan bagi penggunanya melalui uji laboratorium. a.
Sifat Fisika Bambu
1) Kadar Air dan Berat Jenis (ISO 3130-1975)[14] Bambu mempunyai afinitas terhadap air, baik dalam bentuk uap maupun cairan. Bambu mempunyai kemampuan mengabsorpsi atau desorpsi yang tergantung dari suhu dan kelembaban udara disekelilingnya. Hal itu tergantung dari umur, waktu penebangan dan jenis bambu. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Triwiyono dan Morisco (2000) dalam Morisco (2004) diketahui kadar air serta berat jenis bambu khususnya bambu petung. Pengukuran kadar air dan berat jenis masing-masing dilakukan dua kali yaitu pada saat bambu basah yang dilakukan sehari setelah penebangan dan pada saat bambu kering udara setelah diinapkan selama 45 hari. Hasil pengukuran disajikan pada Tabel 2.1.
6
Tabel 2.1. Kadar Air dan Berat Jenis Bambu Petung Bambu Basah Posisi
Nomor
Kadar Air (%)
Pangkal
Tengah
Ujung
Berat Jenis
Bambu Kering Udara Kadar Air (%)
Berat Jenis
1
28,610
0,634
5,381
0,646
2
34,256
0,680
4,390
0,663
3
35,361
0,603
5,909
0,682
rata-rata
36,076
0,639
5,227
0,664
1
41,129
0,695
6,250
0,711
2
36,402
0,701
6,926
0,702
3
35,965
0,712
6,859
0,769
rata-rata
37,832
0,703
6,678
0,727
1
38,699
0,754
6,034
0,763
2
36,078
0,712
8,756
0,697
3
35,517
0,686
6,818
0,820
rata-rata
36,765
0,717
7,203
0,760
(sumber : Triwiyono dan Morisco, 2000 dalam Morisco, 2004) 2) Kembang Susut (ISO 3130-1975)[14] Pengembangan (swelling) dan penyusutan (shrinkage) diartikan sebagai perubahan dimensi bahan yang disebabkan adanya perubahan kadar air pada bahan. Bambu dikenal sebagai bahan yang memiliki angka penyusutan yang tinggi oleh karena itu diperlukan pemahaman dalam pengerjaan dan penggunaannya sebagai material struktur. b.
Sifat Mekanik Bambu
1) Kuat Tekan (ISO 3132-1975)[15] Kekuatan tekan merupakan kekuatan bambu untuk menahan gaya dari luar yang datang pada arah sejajar serat yang cenderung memperpendek atau menekan bagian bambu secara bersama-sama (Pathurahman, 1998) [26].
7
Menurut penelitian Morisco (1999)[23] kekuatan tekan bambu juga dipengaruhi oleh posisinya yaitu di bagian pangkal, tengah, dan ujung. Hasil pengujian kekuatan tekan beberapa jenis bambu ditampilkan pada Tabel 2.2. Tabel 2.2. Kuat Tekan Rata- Rata Bambu Kering Oven Jenis Bambu
Petung
Tutul
Galah
Tali
Dendeng
Bagian
Kuat Tekan (kg/cm2)
Pangkal
2,769
Tengah
4,089
Ujung
5,479
Pangkal
5,319
Tengah
5,428
Ujung
4,639
Pangkal
3,266
Tengah
3,992
Ujung
4,048
Pangkal
2,152
Tengah
2,880
Ujung
3,354
Pangkal
4,641
Tengah
3,609
Ujung
3,238
(Sumber: Morisco, 1999) Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa kuat tekan bambu petung yang paling tinggi berada pada bagian ujung kemudian tengah lalu bagian pangkal. 2) Kuat Tarik (ISO 3346-1975)[17] Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Morisco (1999)
[23]
, yang
memperlihatkan perbandingan kuat tarik bambu Ori dan petung dengan baja struktur bertegangan leleh 2400 kg/cm2 mewakili baja beton yang banyak terdapat di pasaran, kuat tarik kulit bambu petung cukup tinggi yaitu mencapai 3000 kg/cm2 melebihi tegangan leleh baja. Hasil uji ini dapat dilihat pada Gambar 2.1.
8
Gambar 2.1. Diagram Tegangan - Regangan Bambu dan Baja (Sumber: Morisco, 1999) Kuat tarik merupakan kemampuan bambu dalam menahan gaya-gaya yang berusaha menarik lepas bagian bambu satu sama lain. Kekuatan tarik dibedakan menjadi dua jenis yaitu kuat tarik sejajar arah serat dan kuat tarik tegak lurus arah serat. Nilai kuat tarik sejajar arah serat akan lebih besar jika dibandingkan dengan kuat tarik tegak lurus arah serat. Morisco (1999)
[23]
juga melakukan pengujian spesimen pada beberapa macam
bambu untuk mengetahui perbedaan kekuatan bambu bagian luar dengan bagian dalam. Bambu dibelah tangensial sehingga tebalnya sekitar setengah tebal bambu utuh (Gambar 2.2) hasil pengujian disajikan dalam Tabel 2.3. Hasil pengujian menunjukan bahwa bambu bagian dalam memiliki kekuatan yang jauh lebih rendah dari pada bagian luar, hal tersebut dikarenakan bagian luar bambu terdapat kulit bambu yang berkontribusi besar bagi kuat tariknya.
9
Gambar 2.2. Pengambilan Spesimen Bambu (Sumber: Morisco, 1999) Tabel 2.3. Kuat Tarik Bambu Tanpa Buku / Nodia Kering Oven Tegangan Tarik (MPa) Jenis Bambu Bagian Dalam
Bagian Luar
Ori
164
417
Petung
97
285
Wulung
96
237
(Sumber: Morisco, 1999) Tabel 2.4 dibawah menunjukan perbedaan kekuatan tarik sejajar sumbu batang pada bambu tanpa buku dengan kekuatan tarik sejajar sumbu batang pada bambu yang memiliki buku. Buku/nodia merupakan bagian batang bambu yang paling lemah karena sebagai serat bambu berbelok dan sebagian lagi tetap lurus, sehingga pada buku arah gaya tidak lagi sejajar semua serat. Mengingat buku adalah bagian terlemah maka pada perancangan struktur bambu sebagai batang tarik perlu didasarkan pada bagian buku. Tabel 2.4. Kuat Tarik Rata-Rata Bambu Kering Oven Tegangan Tarik (MPa) Jenis Bambu Tanpa Nodia
Dengan Nodia
Ori
291
128
Petung
190
116
Wulung
166
147
(Sumber: Morisco, 1999)
10
3) Kuat Geser (ISO 3347-1976)[19] Kekuatan geser adalah ukuran kekuatan bambu dalam hal kemampuannya menahan gaya-gaya yang membuat suatu bagian bambu bergeser dari bagian lain didekatnya. Kuat geser bambu sangat rendah, maka dari itu perancangan bambu sebagai struktur sebagai batang tunggal lebih efektif bila dibandingkan batang ganda. 4) Kuat Lentur (ISO 3133-1975[16] dan ISO 3349-1975[18]) Kuat lentur merupakan ukuran kemampuan suatu bahan menahan lentur (beban) yang bekerja tegak lurus sumbu memanjang serat di tengah-tengah bahan yang ditumpu pada kedua ujungnya tanpa terjadi perubahan bentuk yang tetap. Kuat lentur dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu kuat lentur statik dan kuat lentur pukul. Kuat lentur statik menunjukkan kekuatan bambu dalam menahan gaya yang mengenainya perlahan-lahan, sedangkan kuat lentur pukul adalah kekuatan bambu dalam menahan gaya yang mengenainya secara mendadak. 2.1.1.3.Pengawetan Bambu Bambu merupakan material alami yang sangat mudah diserang oleh serangga untuk mencari makannya. Untuk melindungi bambu dari serangan serangga maka perlu dilakukan proses pengawetan. Proses pengawetan bambu dapat dilakukan dengan berbagai metode, salah satu metode yang paling sederhana adalah dengan cara perendaman bambu dengan air yang ditambahkan zat boraks dan asam borik. Asam Borik atau lebih dikenal dengan Boric Acid memiliki rumus kimia H3BO3. Boraks adalah senyawa dengan nama Natrium Tetraborat (Na2B4O7) yang mengandung tidak kurang dari 99 % dan tidak lebih 105,0 % Na2B4O7.10H2O dengan sifat hablur transparan, tidak berbau, warna putih sangat sedikit larut dalam air dingin tetapi lebih larut dalam air panas. Besar daya pengawet mungkin disebabkan senyawa aktif asam borak. Senyawa borak ini dikenal sebagai bahan yang mampu membunuh bakteri pembusuk (Handayani, 2007)[12].
11
Hasil penelitian Susilaning dkk (2012) [30], perendaman bambu petung dengan air yang ditambahkan zat borak dan asam borik dengan perbandingan 3:2, dengan konsentrasi 10 % dalam waktu 5 hari menunjukan kerusakan yang ditimbulkan akibat serangga sebesar 1,36 % dan 0,97% pada masing-masing bambu ampel dan petung. Pengawetan dengan merendam bambu digunakan air mengalir selama 3 bulan lalu menunjukan kerusakan sebesar 1,01 % dan 0,72 % pada masingmasing bambu ampel dan petung. Penelitian ini akan menggunakan pengawetan bambu dengan perendaman selama lima hari menggunakan air yang ditambahkan zat borak dan asam borik dengan perbandingan 3:2, konsentrasi 10%. 2.1.1.4. Tegangan Ijin Bambu Untuk Perancangan Penelitian-penelitian yang pernah dilakukan telah mendapatkan angka-angka yang menunjukan kekuatan bambu, tetapi perlu diingat bahwa bambu merupakan bahan organik yang tumbuh secara alami sehingga memiliki kekuatan yang tidak seragam pada satu jenisnya. Hal tersebut dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, kesuburan tanah serta lokasi tempat tumbuh. Departemen Pekerjaan Umum melalui Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemukiman telah melakukan penelitian mendalam tentang bambu khususnya untuk mengetahui sifat fisik dan mekanika bambu. Pada laporan Tular dan Sutidjan(1961) dalam Morisco(1999)[23] nilai modulus elastisitas E bambu berkisar 98070-294200 kg/cm2, tetapi untuk perancangan dipakai E sebesar 294200 kg/cm2. Hasil penelitian selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.5. Tabel 2.5. Kuat Batas dan Tegangan Ijin Bambu Kuat Batas
Tegangan Ijin
(kg/cm2)
(kg/cm2)
Tarik
981-3920
294,2
Lentur
686-2940
98,07
Tekan
245-981
78,45
98070-294200
196100
Macam Tegangan
E. Tarik
(Sumber: Tular dan Sutidjan, 1961 dalam Morisco, 1999)
12
Selanjutnya pada tahun 1987, departemen yang sama melakukan penelitian lanjutan terhadap 3 spesies bambu di Indone sia antara lain Gigantochloa apus Kurz, Gigantochloa Verticillata Munro, dan Dendrocalamus asper Backer. Tabel 2.6 menunjukan hasil pengujian berdasarkan laporan Siopongco dan Munandar (1987) dalam Morisco (1999) [10]. Tabel 2.6. Hasil Pengujian 3 Spesies Bambu, Gigantochloa Apus Kurz, GigantochloaVerticillata Munro, dan Dendrocalamus Asper Backer............... Sifat
Kisaran
Jumlah Spesimen
Kuat tarik
1180-2750 kg/cm2
234
Kuat lentur
785-1960 kg/cm2
234
Kuat tekan
499-588 kg/cm2
234
E tarik
87280-313810 kg/cm2
54
E tekan
55900-211820 kg/cm2
234
0,0037-0,0244
54
0,67-0,72
132
10,04-10,81%
117
Batas regangan tarik Berat jenis Kadar lengas
(Sumber: Siopongco dan Munandar, 1987 dalam Morisco, 1999) Tegangan ijin yang direkomendasikan di atas dapat dipakai pada berbagai macam bambu. Tegangan ijin rekomendasi tersebut cenderung berada pada sisi aman, sehingga apabila digunakan sebagai dasar perancangan akan memperoleh struktur yang
konservatif
(Morisco,
1999)[23].
Lebih
lanjut
Morisco
(1999)[23]
menambahkan bahwa untuk mendapatkan hasil perancangan yang baik, yaitu aman dan ekonomis, maka pengujian kekuatan bahan perlu dilakukan. Hasil yang diperoleh, sebelum dipakai untuk perancangan perlu dikombinasikan dengan faktor aman secukupnya. 2.1.2.
Baja
Baja adalah suatu jenis logam yang didapat dari campuran besi (Fe) dan carbon (C) dan nlogam logam lainnya dengan perbandingan tertentu, dimana besi (Fe) sebagai bahan utama dan carbon (C) sebagai bahan pencampur. Konsentrasi dari
13
carbon (C) sangat memepengaruhi perilaku baja, semakin tinggi nilai carbon (C) akan menghasilkan baja yang semakin getas. Nilai tegangan leleh dan tegangan maksimum baja dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: σleleh = σmaks =
……………………………………………………………….…. (2.1)
Dengan:
2.1.3.
σleleh σmaks
= tegangan leleh baja (kgf/mm2)
Pleleh
= gaya tarik leleh baja (kgf)
Pmaks
= gaya taril maksimum baja (kgf)
A
= Luas penampang (mm2)
= tegangan maksimum baja (kgf/mm2)
Beton
Beton adalah campuran agregat kasar, agregat halus, semen, air dengan atau tanpa bahan tambahan lain, dimana semen dan air berperan sebagai pengikat. Penggunaan beton dapat dengan mudah dijumpai pada kontruksi jalan, jembatan, waduk, bendungan, dll. Analisa bahan terhadap material penyusun beton sangat diperlukan untuk mencapai mutu beton yang ingin dibuat. Ketidak telitian dalam analisa bahan dapat membuat beton yang dibuat tidak mencapai mutu yang diinginkan. Beton diperoleh dari pencampuran agregat halus, semen dan air serta terkadang ditambah bahan tambah lainnya. Semen jika diaduk dengan air akan terbentuk adukan pasta semen, sedangkan jika diaduk dengan air kemudian ditambah pasir maka akan menjadi mortar semen dan jika ditambah dengan kerikil atau batu pecah sehingga mengeras maka akan disebut beton. Pengujian bahan-bahan penyusun beton seperti agregat sangat diperlukan untuk menentukan apakah agregat tersebut layak atau tidak digunakan, pengujian tersebut antara lain adalah:
14
a. Gradasi Agregat Halus (ASTM C-136)[3] Menghitung modulus kehalusan dengan menggunakan rumus : Modulus kehalusan pasir = ………………………………………………... (2.2) Dimana: d = ∑ prosentase kumulatif berat pasir yang tertinggal selain dalam pan. e = ∑ prosentase berat pasir yang tertinggal. b. Kadar Lumpur Agregat Halus (ASTM C-117)[3] Berat pasir awal G0 = 100 gram, berat pasir akhir = G1, sehingga dapat ……………………...……......… (2.3)
dirumuskan: Kadar lumpur =
c. Spesific Gravity Agregat Halus (ASTM C-128)[3] Menganalisa hasil pengujian dengan Persamaan sebagai berikut: Bulk Specific gravity
=
Bulk Specific gravity SSD
=
Apparent Specific gravity
=
Absorbtion
=
………………………....…....... (2.4)
d. Gradasi Agregat Kasar (ASTM C-136)[3] ………………………………....……... (2.5)
Prosentase yang hilang = Dimana:
a = berat awal (gram) b = berat setelah diayak (gram)
Modulus Kehalusan = Dimana:
………………………………………………….….. (2.6)
a = ∑ prosentase kumulatif serta agregat kasar yang tertinggal selain dalam pan. b = ∑ prosentase berat agregat kasar yang tertinggal.
e. Abrasi Agregat Kasar (ASTM C-131)[3] Presentase yang hilang = Dengan :
……………………………………....… (2.7)
a = berat sampel oven mula-mula. b = berat sampel tertahan pada ayakan.
15
f. Spesific Gravity Agregat Kasar (ASTM C-127)[3] Menghitung berat agregat dalam air dengan cara mengurangkan hasil penimbangan langkah ke-6 dengan kontainer (c). Bulk Spesific Gravity
=
Bulk Spesific Gravity SSD
=
Apparent Spesific Gravity
=
Absorbsion
=
……………….........……………. (2.8)
2.2. Landasan Teori 2.2.1. Sifat Fisika dan Mekanika Bambu Pengujian sifat fisika dan mekanika bambu dilakukan mengikuti standar pengujian ISO 3129-1975[13] dan Bamboo Current Research. a. Kadar Air, Berat Jenis, dan Kerapatan (ISO 3130-1975)[14] Pengujian kadar air bambu dilakukan dengan mengeringkan sampel benda uji dalam oven dengan suhu sekitar (103±2ºC) sampai berat sampel menjadi konstan. Kadar air bambu dihitung dengan Persamaan 2.9. ..........................................................................................(2.9) Keterangan:
Ka
= Kadar air bambu (%)
Wb
= Berat benda uji sebelum di oven (gram)
Wa
= Berat benda uji kering oven (gram)
Perhitungan besarnya berat jenis kering tanur bambu dipergunakan Persamaan 2.10 dengan benda uji sama seperti benda uji kadar air. BJ
Wa Gb
........................................................................................................(2.10)
Keterangan:
BJ
= Berat jenis bambu
Wa
= Berat benda uji kering oven (gram)
Gb
= Berat air yang volumenya sama dengan volume benda uji
kering oven (gram)
16
Sedangkan pengujian kerapatan bambu dihitung menggunakan Persamaan 2.11.
w
mw ......................................................................................................(2.11) Vw
Keterangan:
w
= Kerapatan bambu pada kadar air w (gram/cm3)
mw
= Massa bambu pada kadar air w (gram)
Vw
= Volume bambu pada kadar air w (cm3)
b. Kuat Tarik (ISO 3346-1975)[17], Kuat Tekan (ISO 3132-1975)[15], Kuat Geser (ISO 3347-1976)[19], dan Kuat Lentur (ISO 3133-1975[16] dan ISO 33491975[18]) Pengujian sifat mekanika bambu dilakukan dengan mesin Universal Testing Machine (UTM). Untuk pengujian kuat tarik sejajar serat dapat dihitung menggunakan Persamaan 2.12.
tr //
Pmaks ................................................................................................(2.12) A
Keterangan:
tr //
= Kuat tarik sejajar serat (MPa)
Pmaks
= Gaya tarik maksimum bambu (N)
A
= tebal x lebar = luas bidang yang tertarik (mm2)
Pengujian kuat tekan sejajar serat bambu dihitung menggunakan Persamaan 2.13.
tk //
Pmaks .................................................................................................(2.13) A
Keterangan:
tk //
= Kuat tekan sejajar serat (MPa)
Pmaks
= Gaya tekan maksimum bambu (N)
A
= tebal x lebar = luas bidang yang tertekan (mm2)
Pengujian kuat geser sejajar serat bambu dihitung menggunakan Persamaan 2.14.
//
Pmaks ..................................................................................................(2.14) A
Keterangan:
//
= Kuat geser sejajar serat (MPa)
Pmaks
= Gaya geser maksimum bambu (N)
A
= tebal x panjang = luas bidang yang tergeser(mm2)
17
Selanjutnya untuk menghitung kuat lentur (MOR) dan modulus elastisitas (MOE) bambu dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.15 dan 2.16. MOR
3Pmaks L ..............................................................................................(2.15) 2bt 2
MOE
Pmaks L3 ................................................................................................(2.16) 4bt 3
Keterangan:
MOR = Modulus lentur bambu (MPa) MOE = Modulus elastisitas bambu (MPa) Pmaks
= Beban maksimum (N)
L
= Panjang (mm)
b
= Lebar bambu (mm)
t
= Tebal bambu (mm)
= Lendutan proporsional dari benda uji (mm)
2.2.2. Material Penyusun Beton 2.2.2.1. Semen Portland Semen portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menggiling terak semen portland terutama yang terdiri atas kalsium silikat yang bersifat hidrolis dan digiling bersama-sama dengan bahan tambahan berupa satu atau lebih bentuk kristal senyawa kalsium sulfat dan boleh ditambah dengan bahan tambahan lain (SNI 15-2049-2004)[9]. Penelitian ini menggunakan jenis semen PPC (Portland Pozzolan Cement) dimana semen PPC adalah semen hidrolisis yang terdiri dari campuran yang homogen antara semen Portland dengan bahan pozzolan (Trass atau Fly Ash) halus, yang diproduksi dengan menggiling klinker semen Portland dan bahan pozzolan bersama-sama. Semen PPC merupakan semen yang sering digunakan masyarakat umum untuk keperluan konstruksi bangunan rumah sederhana, semen PPC juga mudah ditemukan di pasaran. Berdasarkan tujuan penggunaannya, semen portland di Indonesia dibagi menjadi lima jenis seperti tertera pada Tabel 2.7.
18
Tabel 2.7. Jenis dan Penggunaan Semen Portland. Jenis Semen Jenis I
Penggunaan yaitu semen portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada jenis-jenis lain.
Jenis II
yaitu semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat atau kalor hidrasi sedang.
Jenis III
semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan tinggi pada tahap permulaan setelah pengikatan terjadi.
Jenis IV
yaitu semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kalor hidrasi rendah.
Jenis V
yaitu semen portland yang dalam penggunaanya memerlukan ketahanan tinggi terhadap sulfat.
(Sumber: SNI 15-2049-2004) 2.2.2.2.Agregat Agregat memenuhi sekitar 75 % dari isi total beton, sehingga perilaku beton sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat agregat. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya agregat biasanya terdiri dari 2 macam yaitu agregat halus yang umumnya berupa pasir dan agregat kasar yang pada umumnya berupa kerikil. Agregat halus adalah bahan yang lolos dari saringan no. 4 (lebih kecil dari 3/16 inci, berdasarkan ASTM). Dan agregat kasar adalah bahan-bahan yang berukuran lebih besar yaitu lolos saringan nomor 19 dan tertahan pada saringan nomor 9,5.
19
Persyaratan gradasi agregat halus dapat dilihat dalam Tabel 2.8 berikut ini: Tabel 2.8. Persyaratan Gradasi Agregat Halus Ukuran Saringan
Persentase Lolos Saringan(%)
9,5 mm(3/8 in)
100
4,75 mm(No.4)
95 – 100
2,36 mm(No.8)
80 – 100
1,18 mm(No.16)
50 – 85
600 mm (No.30)
25 – 60
300 mm (No.50)
5 – 30
150 mm (No.100)
0 -10
(Sumber: ASTM C33-03) Persyaratan gradasi untuk agregat kasar dapat dilihat pada Tabel 2.9 berikut ini: Tabel 2.9. Persyaratan Gradasi Untuk Agregat Kasar Ukuran Saringan
Persentase Lolos Saringan(%)
2 in (50 mm) 1,5 in (38 mm) 3/4 in (19mm) 3/8 in (9,5mm) No.4 (4,75 mm) (Sumber: ASTM C33-03)
100 95 -100 35 -70 10 -30 0 -5
2.2.2.3.Air Air merupakan salah satu faktor penting dalam pembuatan beton, karena air akan bereaksi dengan semen dan menjadi pasta pengikat agregat dari yang paling besar sampai paling halus dan menjadi bahan pelumas antara butir-butir agregat agar dapat mudah dikerjakan dalam proses pengadukan, penuangan, maupun pemadatan. Air yang memenuhi syarat sebagai air minum, memenuhi syarat pula untuk bahan campuran beton, tetapi tidak berarti air bahan campuran harus memenuhi persyaratan air minum, jika diperoleh air dengan standar air minum, maka dapat dilakukan pemeriksaan secara visual yang menyatakan bahwa air tidak berwarna, tidak berbau, tidak asin dan cukup jernih, jika masih diragukan, dapat dilakukan uji laboratorium sehingga memenuhi persyaratan sebagai berikut:
20
a. Tidak mengandung lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2 gram/liter. b. Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton (asam, zat organik, dan sebagainya) lebih dari 15 gram/liter. c. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter. d. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter. 2.2.3. Balok 2.2.3.1.Anggapan-Anggapan Menurut
Istimawan
(1994)[20],
pendekatan
dan
pengembangan
metode
perencanaan kekuatan di dasarkan atas anggapan-anggapan sebagai berikut: a. Prinsip Navier - Bernoulli tetap berlaku. b. Tengangan beton dapat disederhanakan menjadi tegangan kotak. c. Kuat tarik beton diabaikan (tidak diperhitungkan) dan seluruh gaya tarik dilimpahkan kepada tulangan bambu.
Gambar 2.3. Distribusi Tegangan dan Regangan Pada Penampang Beton Tinggi luasan tekan pada balok dan nilai beta dapar dihitung dengan persamaan a = β1 x c..........................................................................................................(2.17) Dimana :
c
= jarak serat tekan garis terluar ke garis netral
β1
= konstanta yang merupakan fungsi dari kelas kuat beton
Menurut SNI 2847 2013[10], menetapkan nilai β1 sebagai berikut: 17 < fc’ < 28 MPa
β1 = 0,85
fc’ ≥ 28 MPa
β1 = 0,85 harus direduksi sebesar 0,05 untuk setiap
kelebihan kekuatan sebesar 7 Mpa tetapi β1 tidak boleh kurang dari 0,65.
21
2.2.3.2.Analisis Balok
L
Gambar 2.4. Diagram SFD dan BMD Reaksi Tumpuan:
=( (
)
(
)
(
)
(
)
(
(
))
)
=
......................................................................................................(2.18)
22
Momen: (
)
(
)
)
=*( =
+
(
(
) )
(
( )
(
(
)) )
...................................................................................(2.19) 𝜀𝑐
𝑓𝑐
𝑎
𝑐𝑏
𝑑
𝐶𝑐
𝛽𝑐𝑏
𝑐𝑏
𝑍
(𝑑 𝑇
𝑓𝑐𝑎𝑏
𝑎
)
𝐴𝑠𝑏 𝑓𝑦
𝜀𝑠
Gambar 2.5. Distribusi Tegangan dan Regangan Pada Penampang Beton Kondisi regangan seimbang (balance) terjadi jika: = 0,003 dan
=
=
Pada kondisi balans didapat:
a
=β
Cc
= 0,85 f’c b a
T
= Asb fy.................................................................................................(2.20)
Karena ∑ H = 0, maka T = Cc Asb fy = 0,85 f’c b a
Mn
= T (d - a/2)
Mu
= 0,80 Mn.............................................................................................(2.21)
23
Berdasarkan hasil analisa balok dapat diketahui besarnya beban P yang dapat bekerja pada balok yang berguna untuk menghitung besarnya momen maksimum yang dapat dilayani, kedua nilai momen hasil dari analisis dan hasil pengujian akan dibandingkan. 2.2.3.3.Perhitungan Tulangan Geser Vc = ⁄ √ ɸVs = Vu - ɸVc
V n = Vu / ɸ Vn = Vs + Vc Kontrol : ɸVn ≥ Vu .................................................................................................(2.22)
2.2.4. Uji Statistik Statistika adalah ilmu yang mempelajari tentang bagaimana merencanakan, mengumpulkan dan menganalisis data. Statistika merupakan ilmu yang berkenaan dengan data, sedang statistik adalah data, informasi, atau hasil penerapan algoritma statistika pada suatu data. Pengujian statistik yang digunakan pada penelitian ini meliputi pengujian normalitas dan outlier. 2.2.5. Kajian Analisis Struktur Analisis struktur bangunan sederhana (rumah 2 lantai) dilakukan dengan menggunakan program analisis struktur yang berbasis metode elemen hingga. Analisis struktur ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan balok beton bertulang bambu petung vertikal tersebut dalam menahan gaya luar yang dibebankan kepadanya. Hasil analisis tersebut diharapkan dapat digunakan dalam mendesain rumah sederhana sesuai dengan kemampuan balok bertulang bambu petung vertikal tersebut. 2.2.6. Perancangan Campuran Beton ( Mix Design ) Mix design dilakukan untuk menentukan proporsi campuran material pembentuk beton agar memenuhi persyaratan umum maupun teknis, sehingga menghasilkan mutu beton sesuai dengan yang direncanakan. Perancangan proporsi campuran
24
beton ini menggunakan metode SNI 03-2834-2000 (Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal)[5]. a.
Penentuan Jenis Agregat
Penentuan jenis agregat yang digunakan berupa agregat alami atau batu pecah berdasarkan Tabel 2.10. Tabel 2.10. Perkiraan Kekuatan Tekan (MPa) Beton dengan Faktor Air-Semen, dan Agregat Kasar Yang Biasa Dipakai di Indonesia Jenis semen Semen Portland Tipe I Atau Semen tahan sulfat Tipe II, V Semen Portland Tipe III
Jenis agregat kasar Batu tak dipecahkan Batu pecah Batu tak dipecahkan Batu pecah Batu tak dipecahkan Batu pecah Batu tak dipecahkan Batu pecah
Kekuatan tekan (MPa) Pada umur (hari) Bentuk benda uji 3 7 28 91 17 19
23 27
33 37
40 45
Silinder
20 23
28 32
40 45
48 54
Kubus
21 25
28 33
38 44
44 48
Silinder
25 30
31 40
46 53
53 60
Kubus
(Sumber: SNI 03-2834-2000)
b.
Penentuan Nilai Faktor Air Semen
Penentuan nilai faktor air semen yang digunakan dalam rencana mix design berdasarkan Tabel 2.11.
25
Tabel 2.11. Persyaratan Jumlah Semen Minimum dan Faktor Air Semen Maksimum Untuk Berbagai Macam Pembetonan Dalam Lingkungan Khusus
Lokasi
Jumlah Semen
Nilai
minimum per
faktor Air-
m3 beton (kg)
Semen maksimum
Beton di dalam ruang bangunan: a. keadaan keliling non-korosif
275
0,60
b. keadaan keliling korosif disebabkan oleh
325
0,52
325
0,60
275
0,60
325
0,55
kondensasi atau uap korosif
Beton di luar ruangan bangunan : a. tidak terlindung dari hujan dan terik matahari langsung b. terlindung dari hujan dan terik matahari langsung
Beton masuk ke dalam tanah : a. mengalami keadaan basah dan kering bergantiganti b. mendapat pengaruh sulfat dan alkali dari tanah
Tabel
Beton yang kontinyu berhubungan : a. air tawar b. air laut
Tabel
(Sumber: SNI 03-2834-2000)
c.
Jumlah Air yang Digunakan
Penentuan jumlah air yang diperlukan per meter kubik beton,berdasarkan ukuran maksimum agregat, jenis agregat dan nilai slump yang diinginkan.
26
Tabel 2.12. Perkiraan Kadar Air Bebas (kg/m3) Yang Dibutuhkan Untuk Beberapa Tingkat Kemudahan Pekerjaan Adukan Beton Besar Ukuran
Jenis
Maks. Kerikil (mm)
Batuan
10
20
40
Slump (mm) 0 − 10
10 − 30
30 − 60
60 − 180
Alami
150
180
205
225
Batu pecah
180
205
230
250
Alami
135
160
180
195
Batu pecah
170
190
210
225
Alami
115
140
160
175
Batu pecah
155
175
190
205
(Sumber: SNI 03-2834-2000) d.
Penentuan Daerah Gradasi Agregat Halus
Daerah gradasi agregat halus ditentukan berdasarkan Tabel 2.13. Tabel 2.13. Daerah Gradasi Agregat Halus Persen Berat Butir yang Lewat Ayakan
Lubang Ayakan (mm)
1
2
3
4
10
100
100
100
100
4,8
90 – 100
90 - 100
90 - 100
95 – 100
2,4
60 – 95
75 - 100
85 - 100
95 – 100
1,2
30 – 70
55 - 90
75 - 100
90 – 100
0,6
15 – 34
35 - 59
60 - 79
80 – 100
0,3
5 – 20
8 - 30
12 - 40
15 – 50
0,15
0 – 10
0 - 10
0 – 10
0 – 15