BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1.
Tinjauan Pustaka
Penggunaan beton banyak dipakai secara luas sebagai struktur bangunan. Beton diperoleh dengan cara mencampurkan semen, air, dan agregat (dan kadangkadang bahan tambah, yang sangat bervariasi mulai dari bahan kimia tambahan, serat, sampai bahan bangunan non-kimia) pada perbandingan tertentu. Campuran tersebut bila dituang dalam cetakan kemudian dibiarkan maka akan mengeras seperti batuan (Tjokrodimulyo, 1996).
Pada umumnya beton mutu tinggi adalah beton yang mempunyai kuat tekan yang disyaratkan (f’c) lebih dari 41 MPa untuk benda uji silinder atau 50 MPa untuk benda uji kubus pada umur 28 hari. (Nyoman Parka, 1992).
Bahan tambah ialah bahan selain unsur pokok beton (air, semen, dan agregat) yang ditambahkan pada adukan beton, sebelum, segere atau selama pengadukan beton. Tujuannya ialah mengubah satu atau lebih sifat-sifat beton sewaktu masih dalam keadaan segar atau setelah mengeras, misalnya mempercepat pengerasan, menambah encer adukan, menambah kuat tekan, menambah daktilitas mengurangi sifat getas, mengurangi retak-retak pengerasan dan sebagainya (Tjokrodimuljo, 1996)
Menurut Kardiyono Tjokrodimujo (1996), bahan tambahan dapat berupa bahan kimia, pozolan dan serat. Beton yang diberi bahan tambah serat disebut beton serat (fibre reinforced concrete). Serat pada umumnya berupa batang dengan diameter anatara 5-500 µm (mikrometer) dengan panjang 25 mm -100 mm. Serat dapat berupa asbestos, gelas/kaca, plastik, baja, serat tumbuhan. Serat dalam beton berguna untuk mencegah adanya retak-retak pada beton sehingga menjadikan beton serat lebih daktail daripada beton biasa.
5
6
Beton serat didefinisikan sebagai beton yang dibuat dari campuran semen, agregat, air dan sejumlah serat yang disebar secara random. Prinsip penambahan serat adalah memberi tulangan pada beton yang disebar merata kedalam adukan beton dengan orientasi random untuk mencegah terjadinya retakan-retakan beton yang terlalu dini di daerah tarik akibat panas hidrasi maupun akibat pembebanan (Soroushian dan Bayasi, 1987)
Ide dasar penambahan serat adalah beton diberi tulangan serat baja yang ditambahkan pada beton saat membuat adukan dimana serat dimasukkan dengan cara ditaburkan, dengan adanya serat baja yang tertanam dalam beton tersebut dapat mencegah terjadinya retakan-retakan beton didaerah tarik yang terlalu awal akibat pembebanan (Soroushian & Bayasi, 1987).
Ravindrarajah and Tam (1984) menambahan serat kedalam campuran beton. Dihasilkan adanya peningkatan kekuatan tekan dan sekaligus kuat lentur dari beton ringan
Penelitian yang dilakukan oleh Sukoyo (2011) dengan penambahan serat bendrat pada beton mutu tinggi didapatkan kuat tekan dan modulus elastisitas beton berturut-turut yaitu 1,37% untuk kuat tekannya dan 16,99% untuk modulus elastisitas beton.
Pada penelitian yang dilakukan oleh A. Pujianto (2010) untuk penambahan abu sekam padi pada beton yaitu semakin besar kadar abu sekam padi semakin menurun nilai slumpnya, hal tersebut diakibatkan karena abu sekam padi lebih banyak menyerap air jika dibandingkan dengan semen, sehingga adukan menjadi lebih kering yang kemudian mempengaruhi nilai slump beton segar menjadi semakin rendah sesuai dengan kadar abu sekam padi yang ditambahkan.
7
2.2.
Landasan Teori
2.2.1.
Beton
Kata beton dalam bahasa Indonesia berasal dari kata yang sama dalam bahasa Belanda. Kata concrete dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Latin concretus yang berarti tumbuh bersama atau menggabungkan menjadi satu. Dalam bahasa Jepang digunakan kata kotau-za, yang arti harafiahnya material-material seperti tulang, mungkin karena agregat mirip tulang-tulang hewan (Antoni dan Paul Nugraha, 2007)
Menurut Wang dkk (1986), beton bertulang adalah gabungan logis dari beton polos yang mempunyai kuat tekan tinggi akan tetapi kuat tarik rendah, dan batangan-batangan baja yang ditanamkan di dalam beton dapat memberikan kuat tarik yang diperlukan.
2.2.2.
Kelebihan dan Kelemahan Beton
2.2.2.1. Kelebihan Beton
Kelebihan dari struktur beton dibandingkan dengan materi struktur yang lain adalah: a.
Ketersediaan (availability) material dasar 1.
Agregat dan air pada umumnya bisa didapat dari daerah setempat. Semen pada umumnya juga dapat didapatkan dan dibuat di daerah setempat, bila tersedia. Dengan demikian, biaya pembuatan relatif lebih murah karena semua bahan bisa didapat di dalam negeri, bahkan bisa di daerah setempat. Bahan termahal adalah semen, yang bisa diproduksi di dalam negeri.
2.
Tidak demikiannya dengan struktur baja, karena harus dibuat di pabrik, apalagi kalau masih harus impor. Pengangkutan menjadi masalah tersendiri bila proyek berada di tempat yang sulit untuk dijangkau,
8
sementara beton akan lebih mudah karena masing-masing material bisa diangkut sendiri. 3.
Permasalahan tidak seberat baja, namun penggunaannya secara masal akan menyebabkan masalah lingkungan, sebagai salah satu penyebab utama kerusakan hutan.
b.
Kemudahan untuk digunakan (versatility) 1.
Pengangkutan bahan mudah, karena masing-masing bisa diangkat secara mudah
2.
Beton bisa dipakai untuk berbagai struktur, seperti bendungan, fondasi, jalan, landasan bandar udara, pipa, perlindungan dari radiasi, insulator panas.
3.
Beton bertulang bisa dipakai untuk berbagai struktur yang lebih berat, seperti jembatan, gedung, tandon air, bangunan maritim, instalasi militer dengan beban kejut besar, landasan pacu pesawat terbang, kapal dan sebagainya.
c.
Kemampuan beradaptasi (adaptability) 1.
Beton bersifat monolit sehingga tidak memerlukan sambungan seperti baja.
d.
2.
Beton dapat dicetak
3.
Beton dapat diproduksi
Kebutuhan pemeliharaan yang minimal
Secara umum ketahanan (durability) beton cukup tinggi, lebih tahan karat, sehingga tidak perlu dicat seperti struktur baja, dan lebih tahan terhadap bahaya kebakaran.
2.2.2.2. Kelemahan Beton
Disamping segala keunggulan diatas, beton sebagai struktur juga mempunyai beberapa kelemahan yang perlu dipertimbangkan.
9
a.
Berat sendiri beton yang besar, sekitar 2400 kg/m³ untuk beton bertulang dan 2200 kg/m³ untuk beton tak bertulang.
b.
Kekuatan tariknya rendah, meskipun kekuatan tekannya besar.
c.
Beton cenderung untuk retak, karena semennya hidraulis. Baja tulangan bisa berkarat, meskipun tidak terekspose separah struktur baja.
d.
Kualitas sangat tergantung dari cara pelaksanaan di lapangan. Beton yang baik maupun yang buruk dapat terbentuk dari rumus dan campuran yang sama.
e.
Struktur beton sulit untuk dipindahkan. Pemakaian kembali atau daur ulang sulit dan tidak ekonomis.
2.2.3.
Beton Mutu Tinggi
Beton mutu tinggi adalah sebuah istilah untuk menggambarkan beton dengan ciri khusus dimana tidak dimiliki oleh beton normal. Beton mutu tinggi dapat diartikan sebagai beton yang memiliki satu atau lebih karakteristik seperti: susut yang kecil, permeabilitas yang rendah, modulus elastisitas yang tinggi atau kuat tekan yang tinggi. Menurut American Concrete Institute (ACI), beton mutu tinggi adalah beton dengan perlakuan khusus dan persyaratan yang seragam yang tidak dapat selalu dicapai secara rutin hanya dengan penggunaan material konvensional dan pencampuran secara normal, penempatan dan cara perawatannya. Disyaratkan terdapat kontrol terhadap pemilihan dan desain dari material penyusun beton dengan penambahan bahan tambah yang tepat.
Dalam hubungannya dengan kuat tekan beton, pengertian istilah beton mutu tinggi telah mengalami perubahan secara significant dalam beberapa tahun sebelumnya. Pada waktu tertentu kuat tekan 40 MPa telah dipertimbangkan sebagai beton mutu tinggi, untuk kemudian kekuatan 60 MPa telah ditetapkan sebagai beton mutu tinggi. (L. J. Parrot : 1988) definisi beton mutu tinggi adalah beton yang workable yang memiliki kuat tekan lebih besar dari 70 MPa yang dibuat dengan metode seperti pada beton normal namun dengan unsur-unsur yang terpilih.
10
Dalam penelitiannya, menurut Nawy (1996) beton mutu tinggi didefinisikan sebagai beton dengan kuat tekan yang lebih besar dari 6000 psi atau 42 Mpa pada umur 28 hari, dapat dilihat pada tabel 2.1 Tabel 2.1. Klasifikasi High strength Concrete, High Performance Concrete Parameter
High Strength
Very High
Ultra High
Strength
Strength
Kuat Tekan (Strength), 6000-14500
14500-21750
psi (Mpa)
(42-100)
(100-150)
W/(C+P) ratio
0.45-0.30
0.30-0.24
<0.24
Bahan Tambah Kimiaa
WRA/HRWR
HRWR
HRWR
Silica fumeb
Silica fumeb
10-12
<10-14
>21750 (150)
Fly ash atau Bahan Tambah Mineral
dikombinasika n dengan silica fume
Koeffesien Permeabilitas (cm/sec)
c
10-11
Freeze-thaw protection
No
freezeable
water
(Sumber : Edward G Nawy, 1996) WRA a
: Water Reducer Agent
HRWR : High Range Water Reducer (Superplasticizer)
b
Dapat juga dicampur dengan fly ash
Koefisien permeabilitas untuk beton normal adalah≈10-10 Manfaat beton mutu tinggi dibidang teknik sipil : a.
Menghasilkan beton dengan ketahanan tinggi (high durability);
b.
Menghasilkan beton dengan kuat tekan awal yang tinggi dan mempercepat pelaksanaan konstruksi;
11
c.
Meningkatkan nilai modulus elastisitas dan mengurangi efek rangkak (creep);
d.
Memungkinkan pembangunan konstruksi bangunan tingkat tinggi (high rise contruction);
e.
Memperkecil dimensi kolom, sehingga penggunaan ruang lantai lebih effisien;
f.
Secara ekonomi dapat meningkatkan penggunaan box girder dan solid girder bridge dengan design yang lebih simpel.
Adapun kelemahan penggunaan beton mutu tinggi adalah: 1.
Meningkatkan biaya beton per unit volume;
2.
Memerlukan kontrol kualitas terhadap mutu beton dan kebutuhan produksi;
3.
Workability kurang baik dan seringkali menurun dengan cepat setelah waktu pencampuran;
4.
Waktu pengangkutan beton pendek dan penambahan superplasticizer sangat kritis;
5.
Waktu perkerasan beton sangat cepat;
6.
Menghasilkan panas hidrasi yang tinggi sehingga perlu menurunkan hidrasi semennya;
7.
Membutuhkan waktu lebih dari 28 hari untuk mencapai kuat tekan yang spesifik.(Sumber : L. J. Parrot, 1988).
2.2.4.
Bahan Penyusun Beton Mutu Tinggi
Kualitas beton yang diinginkan dapat ditentukan dengan pemilihan bahan-bahan pembentuk beton yang baik, perhitungan proporsi yang tepat, cara pengerjaan dan perawatan beton dengan baik, serta pemilihan bahan tambah yang tepat dengan dosis optimum yang diperlukan. Bahan pembentuk beton adalah semen, agregat, air, dan biasanya dengan bahan tambah.
12
2.2.4.1. Semem Portland
Semen portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker yang terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis dengan gips sebagai bahan tambahan (PUBI-1982, dalam Tjokrodimuljo, 1996).
Arti kata semen adalah bahan yang memiliki suatu sifat adhesif maupun kohesif, yaitu bahan pengikat. Menurut Standart Industri Indonesia, SII 0013-1981, definisi semem portland adalah semen hidraulis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidraulis bersama bahan-bahan yang biasa digunakan, yaitu gipsum.
Ordinary Portland Cement atau yang akan disebut semen portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menggiling terak semen portland terutama yang terdiri atas kalsium silikat yang bersifat hidrolis dan digiling bersama-sama dengan bahan tambahan berupa satu atau lebih bentuk kristal senyawa kalsium sulfat dan boleh ditambah dengan bahan tambahan lain. Seperti yang sudah pernah kita ketahui, Semen portland terbagi lagi menjadi 5 jenis yang didasarkan pada tujuan penggunaannya,lima tipe tersebut yaitu: 1.
Jenis I yaitu semen portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan persyaratan-persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada jenis-jenis lain.
2.
Jenis II yaitu semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat atau kalor hidrasi sedang.
3.
Jenis III semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan tinggi pada tahap permulaan setelah pengikatan terjadi.
4.
Jenis IV yaitu semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kalor hidrasi rendah.
5.
Jenis V yaitu semen portland yang dalam penggunaanya memerlukan ketahanan tinggi terhadap sulfat.
13
2.2.4.2. Agregat
2.2.4.2.1. Agregat Kasar
Agregat kasar adalah agregat yang ukuran butirannya lebih dari 5 mm (PBI 1971). Agregat kasar untuk beton dapat berupa kerikil atau batu pecah. Kerikil adalah bahan yang terjadi sebagai hasil desintegrasi alami sedangkan batu pecah adalah bahan yang diperoleh dari batu yang digiling (dipecah) menjadi pecahan-pecahan berukuran 5-70 mm. Tabel 2.2. Batasan Susunan Butiran Agregat Kasar Persentase Lolos Saringan (%) UkuranSaringan (mm)
40 mm
20 mm
40
95 – 100
100
20
30 – 70
95 – 100
10
10 – 35
25 – 55
4,8
0–5
0 – 10
Sumber : Tjokrodimuljo (1996;27)
2.2.4.2.2. Agregat Halus
Menurut Tjokrodimuljo (1996), agregat halus adalah agregat yang berbutir kecil (antara 0,15 mm dan 5 mm). Agregat halus sering disebut dengan pasir, baik berupa pasir alami yang diperoleh langsung dari sungai atau tanah galian maupun hasil pemecahan batu. Pada umumnya yang dimaksudkan dengan agregat halus adalah agregat dengan besar butir kurang dari 4,75 mm. Agregat halus mempunyai peran penting sebagai pembentuk beton dalam pengendalian workability, kekuatan (strength), dan keawetan beton (durability) dari mortar yang dihasilkan. Pasir sebagai agregat halus harus memenuhi gradasi dan persyaratan yang telah ditentukan.
Dalam penelitian agregat halus harus benar-benar memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Karena sangat berpengaruh pada pengerjaan (workability),
14
kekuatan (strength), dan tingkat keawetan (durability) dari beton yang dihasilkan. Pasir sebagai pembentuk mortar bersama semen dan air, berfungsi mengikat agregat menjadi satu kesatuan yang kuat dan padat.
Agregat halus sering disebut dengan pasir, baik berupa pasir alami yang diperoleh langsung dari sungai atau tanah galian maupun hasil pemecahan agregat kasar. Syarat – syarat agregat halus (pasir) sebagai bahan material pembuatan beton sesuai dengan ASTM C 33 adalah: a.
Material dari bahan alami dengan kekasaran permukaan yang optimal sehingga kuat tekan beton besar.
b.
Butiran tajam, keras, kekal (durable) dan tidak bereaksi dengan material beton lainnya.
c.
Berat jenis agregat tinggi yang berarti agregat padat sehingga beton yang dihasilkan padat dan awet.
d.
Gradasi sesuai spesifikasi dan hindari gap graded aggregate karena akan membutuhkan semen lebih banyak untuk mengisi rongga.
e.
Bentuk yang baik adalah bulat, karena akan saling mengisi rongga dan jika ada bentuk yang pipih dan lonjong dibatasi maksimal 15% berat total agregat.
f.
Bentuk yang baik adalah bulat, karena akan saling mengisi rongga dan jika ada bentuk yang pipih dan lonjong dibatasi maksimal 15% berat total agregat.
Untuk memperoleh hasil beton yang seragam, mutu pasir harus dikendalikan. Oleh karena itu pasir sebagai agregat halus harus memenuhi gradasi dan persyaratan yang ditentukan.
15
Tabel 2.3. Batasan Susunan Butiran Agregat Halus Ukuran Saringan (mm) 9,5 4,75 2,36 1,18 0,85 0,3 0,15
Persentase Lolos Saringan Daerah 1 Daerah 2 Daerah 3 Daerah 4 100 100 100 100 90-100 90-100 90-100 95-100 60-95 75-100 85-100 95-100 30-70 55-90 75-100 90-100 15-34 35-59 60-79 80-100 5-20 8-30 12-40 15-50 0-10 0-10 0-10 0-15
Sumber : Tjokrodimuljo (1996)
Keterangan : Daerah 1
: Pasir kasar
Daerah 2
: Pasir agak kasar
Daerah 3
: Pasir agak halus
Daerah 4
: Pasir halus
2.2.4.3. Air
Air adalah salah satu bahan material penyusun beton yang penting walaupun harganya murah. Air berfungsi untuk memicu proses kimiawi,semen tidak bisa menjadi pasta tanpa air. Air yang diperlukan untuk bereaksi dengan semen hanya sekitar 25% dari berat semen, tapi dalam kenyataan nya nilai faktor air semen (fas) yang dipakai sulit kurang dari 0,35. Kelebihan air ini dapat dijadikan sebagai pelumas, tetapi tidak berlebihan karena kekuatan beton akan menjadi rendah dan mengakibatkan bleeding pada beton segar.
Dalam pelaksanaan suatu proyek, air adalah bahan yang sangat penting dan vital yang digunakan untuk: a.
Pembuatan adukan beton.
b.
Pembuatan adukan untuk spesi.
c.
Perawatan beton dan kegiatan penunjang lainnya.
Air diperlukan pada pembuatan beton agar terjadi reaksi kimiawi dengan semen yang menyebabkan terjadinya pengikatan dan pengerasan, untuk membasahi
16
agregat dan untuk melumas butir-butir agregat agar dapat mudah dikerjakan dan dipadatkan Persyaratan yang harus dipenuhi oleh air yang agar dapat digunakan antara lain: a.
Tidak mengandung lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2 gram/liter;
b.
Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton. (asam, zat organik, dsb)lebih dari 15 gram/liter;
c.
Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter;
d.
Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.
2.2.4.4. Bahan Tambah
Bahan tambah merupakan bahan selain unsur pokok bahan dalam pembentukan beton konvensional (air, semen, dan agregat) yang ditambahkan kedalam adukan campuran material penyusun beton sebelum, selama atau setelah proses pencampuran. Bahan tambah ini biasanya ditambahkan kedalam campuran bertujuan untuk mengubah sifat-sifat beton dalam keadaan segar maupun setelah mengeras. Penelitian ini menggunakan serat bendrat, dan abu sekam padi.
2.2.4.4.1. Kawat Bendrat
Jika serat yang dipakai memiliki modulus elastisitas lebih tinggi daripada beton misalnya kawat baja, maka beton serat akan mempunyai kuat tekan, maupun kuat tarik, maupun modulus elastisitas yang sedikit lebih tinggi dari beton biasa. Tabel 2.4. Sifat-Sifat Berbagai Macam Kawat Yang Digunakan Sebagai Fiber No
Jenis Kawat
Kuat Tarik
Perpanjangan Pada Saat Putus
Specific
(Mpa)
(%)
Gravity
1
Kawat Baja
230
10,5
7,77
2
Kawat Bendrat
38,5
5,5
6,68
3
Kawat Biasa
25
30
7,70
(sumber: Suhendro, 2000)
17
2.2.4.4.2. Abu Sekam Padi (Risk Husk Ash)
Campuran beton terdiri atas semen, air, agregat kasar (split, kerikil) dan agregat halus (pasir). Adanya bahan tambah yang dimasukkan ke dalam campuran beton menjadi satu faktor penting lain yang turut menentukan kinerja beton secara keseluruhan. ASTM C125 mendefinisikan bahan tambah (additive) sebagai bahan selain air, agregat, semen hidrolis, dan serat, yang digunakan dalam beton atau mortar dan ditambahkan dalam campuran segera sebelum atau selama pengadukan.
Abu sekam padi atau RHA merupakan bahan berlignoselulosa seperti biomassa lainnya namun mengandung silika yang tinggi. Kandungan kimia sekam padi terdiri atas 50 % selulosa, 25 – 30 % lignin, dan 15 – 20 % silika (Ismail and Waliuddin, 1996). Sekam padi saat ini telah dikembangkan sebagai bahan baku untuk menghasilkan abu yang dikenal di dunia sebagai RHA (rice husk ash).
Abu sekam padi yang dihasilkan dari pembakaran sekam padi pada suhu 800 C akan menjadi silika amorphous dan pada suhu lebih besar dari 850 C akan menjadi silika kristalin. Silika amorphous yang dihasilkan dari abu sekam padi diduga sebagai sumber penting untuk menghasilkan silikon murni, karbid silikon, dan tepung nitrid silikon (Katsuki et al., 2005). Konversi sekam padi menjadi abu silika setelah mengalami proses karbonisasi juga merupakan sumber pozzolan potensil sebagai SCM (Supplementary Cementitious Material). Abu sekam padi memiliki aktivitas pozzolanic yang sangat tinggi sehingga lebih unggul dari SCM lainnya seperti fly ash, slag, dan silica fume. Beberapa hasil ikutan industri dan pertanian seperti slag, fly ash, dan rice husk ash (abu sekam padi) ternyata merupakan polutan potensil yang dapat digunakan sebagai bahan subtitusi atau bahan tambahan semen.
Penggunaan bahan pengganti sebagian semen (SCM) melalui komposisi campuran yang inovatif akan mengurangi jumlah semen yang digunakan sehingga secara ekologis dapat mengurangi emisi gas-gas rumah kaca dan penggunaan
18
konsumsi energi fosil bumi pada industri semen. Pembakaran sekam padi dengan menggunakan
metode
konvensional
seperti
fluidised
bed
combustors
menghasilkan emisi CO antara 200 – 2000 mg/Nm3 dan emisi NOx antara 200 – 300 mg/Nm3 (Armesto et al., 2013). Metode pembakaran sekam padi yang dikembangkan oleh COGEN-AIT mampu mengurangi potensi emisi CO2 sebesar 14.762 ton, CH4 sebesar 74 ton, dan NO2 sebesar 0,16 ton pertahun dari pembakaran sekam padi sebesar 34.919 ton pertahun (Mathias, 2000).
Penggunaan abu sekam padi dengan kombinasi campuran yang sesuai pada semen akan menghasilkan semen yang lebih baik (Singh et al., 2013). Abu sekam padi telah digunakan sebagai bahan pozzolan reaktif yang sangat tinggi untuk meningkatkan mikrostruktur pada daerah transisi interfase antara pasta semen dan agregat beton yang memiliki kekuatan tinggi. Penggunaan abu sekam padi pada komposit semen dapat memberikan beberapa keuntungan seperti meningkatkan kekuatan dan ketahanan, mengurangi biaya bahan, mengurangi dampak lingkungan limbah bahan, dan mengurangi emisi karbon dioksida (Bui et al., 2005).
2.2.5.
Beton Serat
2.2.5.1. Definisi
Beton serat (fiber reinforced) adalah beton yang tersusun dari bahan semen hidrolis, agregat halus, agregat kasar dan sejumlah kecil serat sebagai bahan tambahan yang tersebar secara merata berorientasi random dan dengan proporsi tertentu. Tujuan penambahan serat kedalam beton adalah untuk meningkatkan kuat tarik beton, mengingat beton mempunyai kuat tarik yang rendah pada beton bertulang bagian yang mengalami tegangan tarik akan retak terlebih dahulu. Sebelum tulangan baja memberikan dukungan terhadap tarikan secara optimal yang akibatnya terjadi retak-retak rambut yang secara struktur tidak berbahaya, tapi apabila ditinjau dari segi keawetan bangunan akan berkurang (ACI committee 544,1993 dalam Vian Dhalik Pratama, 2007)
19
Dalam pembagian beton serat, jenis beton serat dapat kita bedakan menjadi 2 jenis, yaitu beton serat alami dan beton serat buatan. Serat alam umumnya terbuat dari bermacam- macam tumbuhan. Karena sifat umumnya mudah menyerap dan melepaskan air, serat alam mudah lapuk sehingga tidak dianjurkan digunakan pada beton bermutu tinggi atau untuk penggunaan khusus. Yang termasuk serat alam antara lain rami, ijuk, sabut kelapa dan lain-lain..
Serat buatan umumnya dibuat dari senyawa-senyawa polimer. Mempunyai ketahanan tinggi terhadap perubahan cuaca. Mempunyai titik leleh, kuat tarik, dan kuat lentur tinggi. Digunakan untuk beton bermutu tinggi dan yang akan digunakan secara khusus. Dalam sifat fisik beton, penambahan serat menyebabkan perubahan terhadap sifat beton tersebut. Dibandingkan dengan beton yang bermutu sama tanpa serat, maka beton dengan serat membuatnya menjadi lebih kaku sehingga memperkecil nilai slump serta membuat waktu ikat awal lebih cepat juga. Sedangkan dalam sifat mekanis nya, penambahan serat sampai batas optimum umunya meningkatkan kuat tarik dan kuat lentur, tetapi menurunkan kekuatan tekan. Jenis serat tertentu yang dapat meningkatkan kinerja beton adalah serat kawat (baja) dan serat tembaga.
Serat bendrat dapat berupa potongan-potongan kawat yang dibuat khusus dengan permukaan halus/rata atau diaform, lurus atau bengkok yang bertujuan untuk memperbesar lekatan dengan campuran beton. Serat baja akan berkarat di permukaan beton namun akan sangat awet jika didalam beton.
Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan diperoleh bahwa penambahan fiber kedalam adukan akan menurunkan kelecakan (workability) secara cepat sejalan dengan pertambahan konsentrasi fiber dan aspek rasio fiber. Sehingga untuk mendapatkan hasil yang optimal ada dua hal yang harus diperhatikan dengan seksama yaitu (1) Fiber aspect ratio, yaitu rasio antara panjang fiber (l) dan diameter fiber (d), dan (2) Fiber volume fraction (Vf), yaitu persentase volume fiber yang ditambahkan pada setiap satuan volume beton. (Suhendro,1990). Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa dengan menambahkan
20
fiber kedalam adukan beton maka selain kemampuan untuk menahan lentur ditingkatkan, sekaligus daktilitasnya (kemampuan menyerap energi) secara dramatis juga meningkat (Suhendro,1990). Selain itu juga dengan menambahkan serat fiber kedalam adukan beton maka akan mempertinggi kuat tarik beton. (Sudarmoko,1991).
2.2.5.2. Hal yang Perlu Diperhatikan Dalam Memilih Serat Untuk Beton
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih serat untuk menambah kekuatan beton adalah sebagai berikut: a. Syarat-syarat serat yang efektif: Syarat serat yang efektif untuk digunakan dalam beton fiber adalah:
Serat yang digunakan harus lebih kaku atau modulus elastisitasnya tinggi.
Volume serat yang digunakan harus cukup.
Serat yang digunakan dapat terikat satu sama lain secara baik.
Panjang serat harus cukup.
Serat harus memiliki diameter yang cukup.
b. Jenis Serat Menurut Soroushian dan Bayasi (1991) ada beberapa jenis baja yang biasa digunakan sesuai dengan kegunaannya masing-masing, jenis-jenis baja tersebut adalah sebagai berikut: 1. Bentuk fiber baja (Steel fiber shapes)
Lurus (straight)
Berkait (hooked)
Bergelombang (crimped)
Double duo form
Ordinary duo form
Bundel (paddled)
Kedua ujung ditekuk (enfarged ends)
Tidak teratur (irregular)
Bergerigi (idented)
2. Penampang fiber baja (steel fiber cross section)
21
Lingkaran (round/wire)
Persegi / lembaran (rectangular / sheet)
Tidak teratur / bentuk dilelehkan (irregular / melt extract)
3. Fiber dilekatkan bersama dalam satu ikatan (fibers glued together into a bundle).
Gambar. 2.1. Jenis-jenis Serat c. Aspect Ratio Dari penelitian yang telah dilakukan dengan menambahkan fiber sebanyak 0,75 sampai dengan 1 % dari volume beton dan dengan menggunakan aspect ratio sekitar 60 - 70 akan memberikan hasil yang optimal. Sudarmoko meneliti pengaruh aspek rasio serat (nilai banding panjang dan diameter serat) yang dinyatakan panjang serat, terhadap sifat-sifat struktural adukan beton yang mengandung serat yang meliputi kuat tekan, kuat tarik dan modulus elastik.
Dengan panjang serat kawat bendrat 60, 80 dan 100 mm dengan konsentrasi serat 1 % dari volume adukan disimpulkan hasil terbaik ditunjukan oleh beton serat dengan panjang serat 80 mm merupakan nilai yang optimal untuk ditambahkan pada adukan beton ditinjau dari sudut peningkatan kuat tarik dan kuat tekan sedang pada pengujian modulus elastik panjang serat 100 mm memberi hasil yang terkesan tetap dengan nilai yang tidak terlalu
22
menyimpang dari benda uji dengan panjang serat 80 mm sehingga dapat disimpulkan bahwa panjang 80 mm adalah panjang serat yang optimal. d. Konsentrasi Serat Konsentrasi serat merupakan prosentase volume serat yang ditambahkan pada adukan beton. Makin tinggi konsentrasi serat, makin kecil nilai slump yang didapat, sehingga untuk mendapat nilai slump yang tetap makin banyak dibutuhkan penambahan air dan semen. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Leksono (1995), pemakaian hooked fiber dari kawat bendrat kedalam adukan beton dapat menurunkan kelecakan adukan sehingga beton sulit dikerjakan. Perlu diperhatikan juga diameter agregat kasar yang digunakan. Karena jika semakin besar diameternya maka serat tidak mampu mengisi pori-pori antar agregat karena terhalang butiran agregat kasar.
Karena penambahan serat berdasarkan volume adukan beton, untuk memperoleh berat kawat bendrat dalam gram atau kilogram maka harus dihitung dengan menggunakan persamaan, yaitu: 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑒𝑟𝑎𝑡 = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑑𝑢𝑘𝑎𝑛 𝑥 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 𝑠𝑒𝑟𝑎𝑡 Dengan volume adukan = prosentase serat x volume benda uji yang digunakan. Berat jenis kawat bendrat sebesar 6680 kg/m3, maka dapat diketahui berat kebutuhan kawat bendrat tiap m3 nya.
2.2.5.3. Mekanisme Kerja Beton Serat
Mekanisme kerja serat dalam adukan beton secara bersama-sama adalah sebagai berikut: a.
Serat bersama pasta beton akan membentuk matriks komposit, serat akan menahan beban yang ada sesuai dengan modulus elastisitasnya.
d p
Gambar 2.2 Serat dalam Beton
23
b.
Pasta beton akan semakin kokoh/stabil dalam menahan beban karena aksi serat yang sangat mengikat di sekelilingnya.
Gambar 2.3 Aksi Serat Bersama Pasta Semen c.
Serat akan melakukan dowel action (aksi pasak) sehingga pasta yang sudah retak dapat stabil/kokoh menahan beban yang ada.
2.2.5.4. Beton Metode ACI
Kriteria dasar perancangan beton adalah kekuatan takan dan hubungannya dengan faktor air semen yang digunakan. Kriteria ini sebenarnya kontradiktif dengan kemudahan pengerjaannya arena menurut Abram, 1920 (Neville, 1981) untuk menghasilkan kekuatan yang tinggi penggunaan air dalam campuran beton harus minimum.
Tujuan utama mempelajari sifat-sifat beton adalah untuk perencanaan campuran (mix design), yaitu pemilihan dari bahan-bahan beton yang memadai, serta menentukan proporsi masing-masing bahan untuk menghasilkan beton yang ekonomis dengan kualitas yang baik.
Metode American Concrete Institute (ACI) mensyaratkan suatu campuran perancangan beton dengan mempertimbangkan sisi ekonomisnya dengan memperhatikan ketersediaan bahan-bahan di lapangan, kemudahan pekerjaan, serta keawetan kekuatan dan pekerjaan beton. Cara ACI melihat bahwa dengan ukuran agregat tertentu, jumlah air perkubik akan menentukan tingkat konsistensi
24
dari campuran beton yang pada akhirnya akan mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan (workability)
2.2.5.5. Perencanaan Sebelum melakukan perancangan, data-data yang dibutuhkan harus dicari. Jika data-data yang dibutuhkan tidak ada, dapat diambil dari tabel-tabel yang telah dibuat untuk membantu penyelesaian perancangan cara ACI ini. Bagian alir perancangan dengan metode ACI dapat dilihat pada Gambar 2.5. Mulai
Mempersiapkan Data Perencanaan Menghitung deviasi standar Menghitung faktor air semen Menentukan slump Menentukan jumlah air yang diperlukan
Menghitung Jumlah Semen
Menghitung Volume Agregat Kasar
Menghitung Volume Agregat Halus
Kontrol Hitungan
Komposisi Beton 1m3
Selesai
Gambar 2.4. Diagram Alir Perancang Beton Menggunakan Metode ACI
25
2.2.5.6. Langkah Perancangan Data yang diketahui adalah: Kuat tekan beton yang direncanakan f’c = 50 MPa Volume pekerjaan kecil dan mutu pekerjaan cukup. Beton di dalam ruangan dengan kondisi sekeliling kering non korosif Jenis struktur adalah balok dan kolom gedung Ukuran maksimum kerikil 12,5 mm Semen tipe I Berat satuan kerikil = 1,40 Berat jenis kerikil = 2,47 Berat jenis pasir = 2,5 Modulus halus butir pasir = 2,31
1. Menghitung Standar Deviasi Tabel 2.5. Nilai Deviasi Standar (kg/cm2) Mutu Pelaksanaan
Volume Pekerjaan (m3)
Baik sekali
baik
cukup
Kecil
< 1000
45 < s ≤ 55
55 < s ≤ 65
65 < s ≤ 85
Sedang
1000-3000
35 < s ≤ 45
45 < s ≤ 55
55 < s ≤ 75
besar
> 3000
25 < s ≤ 35
35 < s ≤ 45
45 < s ≤ 65
Volume pekerjaan kecil dan mutu pekerjaan cukup, diambil nilai 75 kg/cm2 atau 7,5 MPa. m
= 1,64 Sd = 1,64 . 7,5 = 12,3 MPa
f/cr
= f’c + m = 50 + 12,3 = 62,3 MPa
26
2. Menghitung Faktor Air Semen Tabel 2.6. Hubungan Faktor Air-Semen dan Kuat Tarik Rata-Rata Silinder Beton pada Umur 28 Hari. Faktor air-semen
Perkiraan kuat tekan rata-rata (MPa)
0,35 42 0,44 35 0,53 28 0,62 22,4 0,71 17,5 0,80 14 Karena kuat tekan rencana 62,3 MPa, tidak terdapat dalam tabel maka ditentukan fas 0,3 dari Gambar 2.5.
. Gambar 2.5. Grafik Hubungan Kuat Tekan Rata-Rata Dengan Faktor Air-Semen.
27
Tabel 2.7. Faktor Air Semen Maksimum Beton di dalam ruang bangunan: a. Keadaan keliling non-korosif b. Keadaan keliling korosif, disebabkan oleh kondensasi atau uap korosif Beton di luar ruang bangunan: a. Tidak terlindung dari hujan dan terik matahari langsung b. Terlindung dari hujan dan terik matahari langsung Beton yang masuk ke dalam tanah: a. Mengalami keadaan basah dan kering berganti-ganti b. Mendapat pengaruh sulfat alkali dari tanah atau air tanah Beton yang kontinu berhubungan dengan air a. Air tawar b. Air laut
0,60 0,52
0,60 0,60
0,55 0,52
0,57 0,52
3. Menetapkan Nilai Slump dan Ukuran Maksimum Agregat Ditentukan nilai slump 25 – 50 mm.
4. Menetapkan Jumlah Air yang Diperlukan Ditentukan berdasarkan ukuran maksimum agregat dan nilai slump yang diinginkan atau pada Tabel 2.8. Tabel 2.8. Perkiraan Kebutuhan Air Berdasarkan Nilai Slump dan Ukuran Agregat Maksimum (liter). Slump (mm) 25 – 50 75 – 100 150 – 175 Udara terperangkap
Ukuran maksimum agregat (mm) 10 20 30 206 182 162 226 203 177 240 212 188 3% 2% 1%
28
Dengan slump 25 – 50 mm dan ukuran maksimum agragat adalah 12,5 mm maka diperoleh jumlah air per m3 dengan cara interpolasi sebesar 200 liter atau 0,2 m3 dan udara terperangkap sebesar 2,75%.
5. Menghitung Semen yang Diperlukan Dengan rumus, Ws
= A/fas = 0,2/0,3 = 0,67 ton.
6. Menetapkan Volume Agregat Kasar Berdasarkan tabel 2.9. Tabel 2.9. Perkiraan Kebutuhan Agregat Kasar Permeter Kubik Beton, Berdasarkan Ukuran Maksimum Agregat dan Modulus Halus Pasirnya, dalam m3 Modulus halus butir pasir 2,4 2,6 2,8 3,0 0,46 0,44 0,42 0,40 0,65 0,62 0,61 0,59 0,76 0,74 0,72 0,70 0,84 0,82 0,80 0,78 0,90 0,88 0,86 0,84 agregat 12,5 mm dan modulus kehalusan butirnya 2,5.
Ukuran maksimum agregat (mm) 10 20 40 80 150 Ukuran maksimum
Dengan cara interpolasi diperoleh volume kerikil sebesar 0,4975 m3. Dengan berat satuan kerikil 1,40 maka: Berat kerikil, Wk = 0,4975 . 1,40 = 0,6965 ton
7. Jumlah volume absolut air, semen, kerikil, dan udara adalah Va + Vs +Vk + Vu
= 0,2 + (0,67/3,15) + (0,6965/2,47) +0,0275 = 0,722 m3
Volume absolut pasir : Vp
= 1 – 0,722 = 0,278 m3
Berat pasir
= 0,278 . 2,5 = 0,695 ton
29
8. Kontrol Hitungan Berat beton
= Wa + Ws + Wk + Wp = 0,2 + 0,67 + 0,6965 + 0,695 = 2,2615 ton
Diperkirakan benar, karena bear beton berkisar 2200 – 2400 kg/m3.
Hasil perhitungan direkapitulasi pada tabel dibawah ini. Tabel 3.0. Rekapitulasi Rancang Campur Metode ACI No. Uraian 1. Kuat tekan yang disyaratkan, pada umur 28 hari 2. Deviasi Standar (sd) 3. Nilai Tambah (m) 4. Kuat tekan rata-rata yang direncanakan (f’cr) 5. Faktor air semen 6. Faktor air semen maksimum 7. Faktor air semen yang digunakan 8. Nilai slump 9. Kebutuhan air 10. Kebutuhan semen 11. Udara terperangkap 12. Volume kerikil 13. Berat kerikil 14. Volume pasir 15. Berat pasir Kesimpulan
50 MPa 7,5 MPa 12,3 MPa 62,3 MPa 0,3 0,6 0,3 25 – 50 mm 0,2 m3 0,67 ton 2,75% 0,4975 m3 0,6965 kg 0,278 m3 0,695 kg
Volume
Berat total
Air
Semen
Ag halus
Ag kasar
1 m3 1 adukan: Silinder Balok
2261,5 kg
200 kg
670 kg
696,5 kg
695 kg
11,99 kg 21,71 kg
1,06 kg 1,92 kg
3,55 kg 6,43 kg
3,69 kg 6,68 kg
3,68 kg 6,67 kg
30
2.2.6.
Kuat Tekan
Kekuatan tekan beton merupakan salah satu dari kinerja utama beton. Kuat tekan merupakan kemampuan dari beton untuk dapat menerima gaya tekan persatuan luas. Pengujian kuat tekan dilakukan untuk mengetahui kekuatan dari beton yang diinginkan hasilnya sesuai dengan yang sudah direncanakan. Pengujian nilai kuat tekan benda uji silinder berpedoman pada standart ASTM C 39-86 ’Standart Test Method for Compressive Strenght of Cylindrical Concrete Specimens’.
P
h
d Gambar 2.6. Ilustrasi Kuat Tekan Dengan; P
= Gaya
h
= Tinggi Silinder
d
= Diameter Silinder
Nilai kuat tekan beton beragam sesuai dengan umurnya dan biasanya ditentukan ketika beton berumur 28 hari setelah pengecoran. Umumnya pada umur 7 hari kuat tekan beton mencapai 70% dan pada umur 14 hari mencapai 85% sampai 90% dari kuat tekan beton umur 28 hari (Istimawan Dipohusodo, 1994 : 10).
31
2.2.7. Kapasitas Lentur Maksimum
Kapasitas lentur maksimum balok beton adalah kemampuan balok beton yang diletakan pada dua perletakan untuk menahan gaya maksimum dengan arah tegak lurus sumbu benda uji yang diberikan padanya, hingga benda uji patah dan dinyatakan dalam Mega Pascal (MPa) gaya tiap satuan luas (SNI 0-4431-1997).
Beton mampu menahan kuat tekan tetapi lemah dalam menahan tegangan tarik. Pada saat balok beton mengalami beban, bagian atas balok beton mengalami gaya tekan dan pada bagian bawah mengalami gaya tarik. Jika beban yang bekerja terus ditingkatkan, maka retak akan terbentuk pada bagian bawah penampang yang mengalami momen maksimum. Retak terjadi karena tegangan tarik pada tepi bawah penampang melebihi kuat tarik materialnya.
Sehingga tegangan tarik yang terjadi diteruskan ke tulangan baja. Jika beban terus ditingkatkan, pada akhirnya tulangan baja akan mengalami leleh, P leleh merupakan kondisi pada tulangan baja saat beban yang diterima nilainya tetap tetapi regangan baja meningkat. Saat baja tulangan mengalami leleh, maka kekakuan balok beton berkurang sehingga kelengkungan balok beton meningkat hingga akhirnya runtuh. P maks merupakan beban maksimum yang mampu ditahan balok beton hingga akhirnya runtuh.
P
P/2
h
P/2
L/3 5cm
L/3 L
b
L/3 5cm
Gambar 2.7. Perletakan dan Pembebanan Balok Uji (SNI 03-4431-1997)
32
Keterangan :
L = Jarak (bentang) antara dua garis perletakan b = Lebar tampak patah arah horizontal P = Beban tertinggi yang ditunjukkan oleh mesin uji
2.2.8. Analisis Kapasitas Lentur Maksimum Balok Beton Bertulang
Analisis kapasitas lentur maksimum pada balok beton bertulang untuk mengetahui momen maksimum yang diperoleh pada benda uji dengan penambahan abu sekam dan serat bendrat. Perhitungan kapasitas lentur maksimum diperoleh dengan rumus: 1 1 𝑀𝑢 = 𝑞𝐿2 + 𝑃𝐿 8 6 Dengan: Mu
= Momen ultimate (Nm)
q
= beban sendiri balok (kg/cm3)
L
= jarak tumpuan balok (mm)
P
= gaya yang diterima (N)