7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 . FIBRINOGEN 2.1.1. Struktur Fibrinogen Fibrinogen adalah glikoprotein yang larut dalam plasma dengan BM 340 kDa dan terutama dibentuk di hati. Fibrinogen terdiri dari 3 pasang rantai polipeptida, yaitu Aα, Bβ dan 𝛾𝛾 . Ketiga pasang rantai ini dihubungkan oleh
ikatan disulfida untuk membentuk molekul yang
simetris dan terbagi dua. Daerah tengah sepanjang fibrinopeptida A (Fp A) dan fibrinopeptida B (Fp B) disebut E-domain sedangkan dua daerah identik yang terletak pada ujung karboksi terminal menuju ke arah luar disebut D-domain. Daerah D-domain dan E-domain dihubungkan oleh suatu ruangan kumparan antara rantai α, β dan 𝛾𝛾 .1,2
Fibrinogen manusia mengandung 610 asam amino pada rantai Aα,
461 asam amino pada rantai Bβ dan 411 pada rantai 𝛾𝛾 yang dihubungkan
dengan jembatan disulfida. Selama pembekuan darah, trombin bereaksi pada rantai N terminal dari 16 asam amino rantai α dan 14 asam amino rantai β yang juga dikenal sebagai fibrinopeptida A dan B. Pemisahan 2 rantai polipeptida tersebut melepaskan fibrinopeptida A dan B untuk membentuk fibrin monomer. Fibrinopeptida A disebut fibrin monomer, sedangkan fibrinopeptida B disebut fibrin monomer II. Fibrin monomer ini akan berpolimerasi dimana ujung-ujung molekul tersebut berikatan satu
Universitas Sumatera Utara
8
sama lain membentuk non-cross linked fibrin. Faktor XIII yang sudah diaktifkan trombin dan kalsium adalah enzim transglutaminase yang bekerja mengikat gugus 𝛾𝛾 glutamil dan 𝜀𝜀 lisin yang terletak pada sisi-sisi dari fibrin monomer. Ikatan akan terjadi antara 2 rantai 𝛾𝛾 membentuk 𝛾𝛾
dimer dan beberapa rantai α membentuk α polimer. Fibrin yang terikat demikian ini disebut cross linked fibrin (fibrin polimer).1,2,3,4 2.1.2. Produksi dan Metabolisme Fibrinogen Fibrinogen terutama dibentuk oleh sel hati, dalam jumlah kecil oleh megakariosit dan dikumpulkan di dalam granul alfa trombosit. Kecepatan produksinya sekitar 1,7 – 5,0 gram perhari (30-60 mg/kg BB) dan memiliki cadangan sintesis apabila diperlukan sebanyak 20 kali. Waktu paruh fibrinogen adalah sekitar 3-5 hari. Produksi di hati distimulasi oleh sitokin (IL-6) yang disekresi oleh makrofag yang aktif atau sel endotel yang rusak dan mekanisme umpan balik yang berhubungan dengan terbentuknya FDP. Selain sitokin, sintesis fibrinogen juga dapat dipacu oleh asam lemak bebas, prostaglandin E1 dan E2.1,2,3 Sekitar 20% dari fibrinogen plasma mengalami penghancuran yang berlangsung terus menerus. Perubahan fibrinogen menjadi derivat yang larut dengan berat molekul rendah oleh karena adanya aktifitas trombin dan plasmin. Sebagian mekanisme dan metabolisme fibrinogen belum jelas, diduga terjadi di hati. Fibrinogen yang berada di dalam granul α trombosit diabsorbsi ke permukaan trombosit pada reseptor fibrinogen yaitu kompleks glikoprotein IIb dan IIIa (GPIIb, GPIIIa).2,4,24,25
Universitas Sumatera Utara
9
2.1.3. Fungsi Fibrinogen Fungsi fibrinogen yang paling penting adalah membentuk bekuan darah pada proses koagulasi. Selain itu fibrinogen juga berfungsi meningkatkan viskositas darah, agregasi trombosit dan eritrosit, adhesi leukosit dan sebagai reaktan fase akut pada reaksi inflamasi. 1.2 Jumlahnya
dalam
plasma
dapat
mempengaruhi
thrombogenesis,
mempengaruhi aliran darah, viskositas darah dan agregasi thrombosit, dan kadarnya yang meningkat telah terbukti dalam menyebabkan faktor resiko penyakit kardiovaskular.4,5
Gambar 2.1 Plasma fibrinogen, thrombogenesis and atherogenesis.4
Walaupun hubungan diantara fibrinogen dan komponen dari SM lebih lemah dari faktor hemostasis seperti PAI-1 dan FVII, penelitian epidemiologi secara konsisten telah menemukan hubungan yang signifikan diantara kadar fibrinogen, kadar insulin yang hanya pada wanita glucose toleran, index massa tubuh dan pengurangan HDL, meskipun
Universitas Sumatera Utara
10
bukti-bukti hubungan antara fibrinogen dan kadar trigliserida telah konsisten. Kadar fibrinogen meningkat relatif dalam tahap awal kesehatan pada pasien-pasien dengan DM type 2 dan meramalkan perkembangan dari DM type 2 pada individu yang sehat, walaupun hubungan ini dilemahkan secara signifikan dengan dimasukkannya index massa tubuh dan sensitifitas insulin dalam analisis multivarian.26,27,28,55 Proses koagulasi jalur intrinsik dan ekstrinsik pada akhirnya akan membentuk trombin dari protrombin. Trombin yang terbentuk akan memecah fibrinogen menjadi fibrin dan bersama dengan agregasi trombosit akan membentuk bekuan darah. Selanjutnya agar tak terjadi trombus maka fibrin dipecah oleh plasmin menjadi fibrinogen degradation product (FDP). Aktivasi plasmin dan plasminogen dapat dirangsang oleh berbagai aktifator fibrinolisis, diantaranya adalah tissue plasminogen activator. FDP akan menghambat polimerasi fibrin dan kerja trombin melalui mekanisme umpan balik.29,30 Fibrinogen disamping memegang peranan penting pada proses trombosis baik primer (agregasi trombosit) maupun sekunder (koagulasi darah), juga berperan dalam meningkatkan viskositas darah sehingga memicu
terjadinya
proses
pembentukan
plak
atheromatous
dan
selanjutnya trombosis. Terbentuknya plak ini bersamaan dengan adanya pengendapan kolesterol LDL. Halle juga mengatakan bahwa kadar fibrinogen meningkat pada pasien dengan peninggian kadar trigliserida dan kolesterol LDL (small dense).24,31
Universitas Sumatera Utara
11
Pada reaksi inflamasi, fibrinogen berfungsi sebagai jembatan molekul dalam interaksi sel-sel. Fibrinogen dan fibrin dapat memodulasi respon seluler melalui suatu jenis sel yang berbeda, meliputi sel endotel, sel epitel, leukosit, trombosit dan fibroblast. Kadar fibrinogen yang berkisar pada 330-370 mg/dl dianggap meningkatkan resiko terjadinya penyakit kardiovaskular. Akibat adanya peningkatan kadar fibrinogen di dalam plasma ini maka viskositas
plasma juga akan meningkat, sehingga
meningkatkan agregasi trombosit dan eritrosit. Hal ini tentu saja akan memperburuk keadaan penderita penyakit kardiovaskular.1,7,32,33
Gambar 2.2.Hubungan komponen SM dengan PKV.34
Universitas Sumatera Utara
12
2.1.4.Kadar Fibrinogen Plasma Pada penderita dislipidemia dimana terjadi hiperkolesterolemia, hipertrigliserida dan penurunan kadar kolesterol HDL, terjadi juga perubahan pada kadar fibrinogen. Halle mengatakan bahwa kadar fibrinogen meningkat pada pasien dengan peninggian kadar trigliserida dan kolesterol LDL. Demikian juga halnya pada penderita dengan kadar kolesterol HDL yang menurun. Kecepatan sintesa fibrinogen di hati ditingkatkan oleh glukosa dan FFA, terutama oleh palmitat. Hipotesa lain mengatakan bahwa partikel LDL kolesterol disintesa dan disekresi secara langsung
oleh
hati.
Pada
hiperfibrinogenemia
dimana
dijumpai
peningkatan FFA dan trigliserida mungkin menyebabkan stimulasi baik fibrinogen dan apolipoprotein secara bersamaan.24,31,35 Ada beberapa cara untuk memeriksa kadar fibrinogen, seperti yang tertulis pada tabel : Tabel 2.1. Metode pemeriksaan kadar fibrinogen.36
Method
Principle
Gravimetry
Fibrin clot weight Fibrinogen fibrin conversion Nitrogen content of the clot Fibrinogen fibrin conversion Ag – Ab raction Plasma vs serum viscosity measurement Heat – precipitation Imunoprecipitation
Turbidimetry Total clottable fibrinogen Clotting time Radial imunodiffusion Viscometry Nephelometry
Universitas Sumatera Utara
13
2.2.
Sindroma Metabolik
2.2.1 Defenisi Sindroma metabolik adalah kumpulan kelainan metabolik lipid dan karbohidrat yang ditandai oleh adanya penurunan HDL-kolesterol, peningkatan trigliserida, gula darah yang tinggi, resistensi insulin, obesitas, dan hipertensi.19,22,37,38 Pada tahun 1998, Dr Gerald Reaven mengemukakan tentang the role of insulin resistance in human disease yang meliputi topik utama yaitu adanya sejumlah tanda-tanda dan gejala sehingga muncul sindroma yang disebut “Sindrom X”, dan menghubungkan sindrom ini dengan resistensi insulin (RI) dia juga membuat hipotesa bahwa resistensi insulin dapat menjadi penyebab awal faktor resiko SM.10,39,40 Konsep dari SM telah ada sejak ±80 tahun yang lalu, pada tahun 1923, Kylin, seorang dokter Swedia, merupakan orang pertama yang menggambarkan sekumpulan dari gangguan metabolik, yang dapat menyebabkan
resiko
penyakit
kardiovaskular
aterosklerosis
yaitu
hipertensi, hiperglikemi dan gout.41 Tahun 1991, Zimmet mengemukakan obesitas sentral, masuk dalam sindrom dan mengubah nama sindrom X menjadi sindrom resistensi insulin atau sindroma metabolik. Pada tahun 1998 oleh World Health Organization memakai istilah “Sindroma Metabolik” yang banyak dipakai sampai sekarang ini.11 Terdapat beberapa kriteria SM yang digunakan yaitu:
Universitas Sumatera Utara
14
1. Kriteria The world Health Organization (WHO) 2. National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III (NCEP:ATP III). 3. International Diabetes Federation Criteria (IDF). 4. American Heart Association / National Heart, LUNG and Blood Institute Criteria (AHA/NHLBI). 5. The European Group for the Study of Insulin Resistance Definition (EGIR). 6. American College of Endocrinology Criteria (ACE) Kriteria WHO 1999 menekankan adanya toleransi glukosa terganggu atau DM, dan atau resistensi insulin yang disertai sedikitnya dua faktor resiko lain yaitu hipertensi, dislipidemia, obesitas sentral dan mikroalbuminuria.42
Tabel 2.2. Kriteria Diagnosa SM menurut IDF 2005.43 Komponen SM
Batasan
LP≥94cm (pria Eropa) LP>90cm (Pria Asia Selatan,Cina dan Jepang) LP>80cm (wanita) Trigliserida meningkat ≥ 150 mg/dl (1,7 mmol/l) atau dalam pengobatan untuk trigliserida Kolesterol HDL rendah Pria < 40 mg/dl ; wanita < 50 mg/dl atau Dalam pengobatan untuk kolesterol HDL Tekanan darah meningkat TDS ≥ 130 mmHg atau TDD ≥ 85 mmHg atau dalam pengobatan hipertensi Kadar gula darah puasa > 100 mg/dl atau dalam pengobatan meningkat untuk kadar gula darah Diagnosa Obesitas ditambah 2 komponen lain Obesitas
Keterangan: LP: Lingkar Pinggang, HDL: High Density Lipoprotein, TDS: Tekanan Darah Sistole, TDD: Tekanan Darah Diastole
Tabel 2.3. Kriteria Diagnosa SM.42,43,44,45
Universitas Sumatera Utara
15
Komponen sindrom metabolik
WHO
NCEP:ATPIII
EGIR
ACE
AHA/NHL BI
Hipertensi
TD≥140/90 mmHg
TD≥130/85 mmHg atau sedang terapi antihipertensi
TD≥140/90 mmHg atau sedang terapi antihipertensi
TD≥130/85 mmHg atau sedang terapi antihipertensi
Dislipidemia
TG≥150mg/dL HDL<35mg/dL (pria) HDL<39mg/dL (wanita)
TG≥150mg/dL atau sedang terapi menurunkan TG HDL<40mg/dL (pria) HDL<50mg/dL (wanita) atau sedang terapi menaikkan HDL
TG>190 mg/dL atau HDL<40 mg/dL
TG≥150mg/dL atau sedang terapi menurunkan TG HDL<40mg/dL(p ria) HDL<50mg/dL( wanita) atau sedang terapi menaikkan HDL
Obesitas
IMT>30kg/m2 atau WHR>0,90 (pria) WHR>0,85 (wanita) DMT2 atau IGT
LP > 102cm(pria) LP>88cm (wanita)
LP ≥ 94cm (pria) LP ≥ 80cm (wanita)
KGDP≥110mg/dL atau sedang terapi hiperglikemia
KGDP≥110mg /dL
TD≥130/85 mmHg atau sedang terapi antihipertens i TG≥150mg/ dL atau sedang terapi menurunkan TG HDL<40mg/ dL(pria) HDL<50mg/ dL(wanita) atau sedang terapi menaikkan HDL LP≥102cm (≥40in)pada pria LP≥ 88 cm(≥ 35 in) pada wanita KGDP≥100 mg/dL atau dinyatakan DM sebelumnya
-
Resisten Insulin atau hiperinsulinem ia
Gangguan metabolisme glukosa Lain-lain
Kriteria Diagnosa
Mikroalbuminu ri atau Laju ekskresi albumin urin≥20μg/min atau ACR≥30mg/dL DMT2 atau IGT ditambah 2 dari kriteria lain
Dijumpai 3 komponen SM
dari
KGDP 110125mg/dL KGD2jamPP 140-200mg/dL
Resisten insulin diikuti dengan 2 atau lebih komponen SM
Dijumpai minimal 3 dari komponen
Keterangan: TD: Tekanan Darah, HDL: High Density Lipoprotein, TG: Trigliserida, LP: Lingkar Pinggang, DMT2: Diabetes Melitus Tipe 2, KGDP: Kadar Gula Darah Puasa, ACR: Albumin Creatinin Ratio.
Sedangkan hal terpenting pada SM menurut kriteria National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III (NCEP-ATP III) adalah obesitas sentral . Pada obesitas sentral didapatkan lebih banyak asam lemak bebas yang akan mengakibatkan terjadinya resistensi insulin melalui hambatan terhadap reseptor insulin dan
transport glukosa
Universitas Sumatera Utara
16
kedalam sel, selain itu meningkatnya asam lemak bebas akan meningkatkan terbentuknya small dense LDL dan menurunnya HDL. Secara keseluruhan, berbagai kelainan akibat obesitas dan resistensi insulin
mempermudah
terjadinya
aterosklerosis.
Aterosklerosis
mempunyai keterkaitan yang erat dengan penyakit kardiovaskular.44 2.2.2. Epidemiologi Tercatat prevalensi tertinggi di dunia adalah penduduk asli Amerika, sekitar 60% pada wanita berusia 45-49 tahun dan 45% pada laki-laki berusia 45-49 tahun dengan memakai kriteria NCEP:ATP III. Di Prancis, SM pada usia 30-64 tahun <10% pada pria dan wanita, sedangkan pada umur 60-64 tahun sekitar 17,5%.41 Prevalensi SM sangat bervariasi dikarenakan banyak hal yang antara lain adalah ketidak seragaman kriteria yang digunakan, perbedaan ras atau etnis, jenis kelamin, dan umur. Peningkatan prevalensi obesitas secara langsung juga meningkatkan prevalensi SM.46,47 Penelitian Hooven dkk pada family Medicine Centre di Canada tahun 2004 yang menggunakan Kriteria NCEP ATP III dengan subjek penelitian berusia 40-60 tahun, menemukan prevalensi pria sebanyak 35% dan wanita sebanyak 32%, dan prevalensi yang lebih tinggi pada kelompok usia 50-60 tahun daripada kelompok usia 40-49 tahun.( Hooven et al.,2006) Berdasar data National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) III, prevalensi SM di Amerika Serikat adalah 34% pada pria dan 35% pada wanita.21,41
Universitas Sumatera Utara
17
Penelitian Soegondo (2004) menunjukkan prevalensi SM di Indonesia adalah 13,13%. Dalam penelitiannya yang dilakukan di Depok (2001) didapat prevalensi SM sebesar 25,7% pada pria dan 25% pada wanita,
Soewondo
dkk
(2006)
meneliti
prevalensi
SM
dengan
menggunakan NCEP:ATP III yang dimodifikasi dengan kriteria Asian sebagai kriteria SM di Jakarta. Didapati prevalensi 30,4% SM pada pria dan 25,4% pada wanita, prevalensi cenderung meningkat sesuai dengan kenaikan umur.20,37 Ervin R.B (2009) dari division of Health and Nutrition Examination Surveys ,prevalensi SM pada pria sebanyak 20% dan wanita 16% dengan usia dibawah 40 tahun, kemudian 41% pada pria dan 37% pada wanita dengan usia 40-59 tahun, 52% pada pria dan 54% pada wanita dengan usia 60 tahun.48 Prevalensi sindroma metabolik bervariasi di dunia, secara umum prevalensi sindroma metabolik meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Faktor resiko terjadinya sindroma metabolik meliputi ; 35,49 1. Obesitas. 2. Kurangnya aktivitas 3. Usia 4. Diabetes Melitus 5. Penyakit Jantung Koroner 6. Lipodystrophi
Universitas Sumatera Utara
18
2.2.3.Etiologi Sindroma Metabolik Etiologi SM belum dapat diketahui secara pasti . Suatu hipotesis menyatakan bahwa primer dari SM adalah resistensi insulin. Resistensi insulin didefinisikan sebagai suatu kondisi dijumpainya produksi insulin yang normal namun telah terjadi penurunan sensitifitas jaringan terhadap kerja insulin, sehingga terjadi peningkatan sekresi insulin sebagai bentuk kompensasi sel Beta. Resistensi insulin mempunyai korelasi dengan timbunan lemak visceral yang dapat ditentukan dengan pengukuran lingkar pinggang atau waist to hip ratio. Hubungan antara resistensi insulin dan penyakit kardiovaskular diduga dimediasi oleh
terjadinya stress
oksidatif yang menimbulkan disfungsi endotel yang akan menyebabkan kerusakan vaskular dan pembentukan atheroma. Resistensi insulin ini sering mendahului onset dari diabetes tipe 2 dan mempunyai kontribusi dalam perkembangan terjadinya keadaan hiperglikemi. Dan resistensi insulin dijumpai pada sebagian besar pasien dengan SM. 8,12,45 2.2.4.Obesitas Obesitas adalah suatu keadaan dimana ditemukan adanya kelebihan lemak dalam tubuh. Obesitas umumnya diakibatkan oleh ketidak seimbangan antara asupan dan penggunaan energi, dimana asupan lebih besar daripada penggunaan energi. Obesitas disebabkan oleh banyak hal tetapi terutama oleh faktor genetik dan lingkungan.16,22 Obesitas dapat diketahui dengan berbagai cara tetapi yang umum digunakan adalah Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT menurut WHO dapat
Universitas Sumatera Utara
19
dihitung dengan membagi berat badan dalam kilogram dengan tinggi badan dalam meter pangkat dua (kg/m2), dinyatakan obesitas jika IMT=30,0-39,9. Untuk Kelompok Asia Pasifik WHO menentukan IMT menjadi 25kg/m2. Selain dengan menentukan IMT, obesitas dapat juga diukur dengan menentukan distribusi jaringan lemak yaitu obesitas sentral atau perifer. Ada beberapa cara untuk menentukan obesitas sentral misalnya pemeriksaan rasio lingkar pinggang terhadap lingkar panggul dan pemeriksaan lingkar pinggang. Pemeriksaan lingkar pinggang adalah yang paling sederhana dan praktis. Diantara kedua pemeriksaan ini, IDF dan NCEP ATP III lebih merekomendasikan untuk menggunakan pemeriksaan lingkar pinggang sebagai pemeriksaan obesitas sentral. .Obesitas sentral atau abdominal atau visceral didapatkan lebih banyak sel lemak besar yang mempunyai ciri lebih resisten terhadap insulin dan lebih banyak mengandung reseptor adrenergik. Sebaliknya pada obesitas perifer, lebih banyak didapatkan sel lemak yang lebih kecil, dengan ciri yang lebih sensitif
terhadap insulin dan mengandung lebih sedikit
reseptor adrenergik.50,51
Universitas Sumatera Utara
20
Tabel 2.4. Klasifikasi BMI untuk dewasa Asia.51 Klasifikasi
IMT (kg/m2)
Underweight
< 18,5
Normal range
18,5-22,9
Overwight • At risk • Obese I • Obese II
>23 23 – 24,9 25 – 29,9 ≥30
Resiko Comorbidities Rendah (Resiko tinggi masalah klinik lain) Sedang
Rendah Sedang Berat
Tabel 2.5. Klasifikasi IMT.37,50 Negara/grup etnis Eropa Asia Selatan Populasi China, Melayu, dan Asia-India China Jepang Amerika Tengah Sub-Sahara Afrika Timur Tengah
Lingkar pinggang (cm) pada obesitas Pria >94 Wanita >80 Pria >90 Wanita >80 Pria >90 Wanita >80 Pria >85 Wanita >90 Gunakan rekomendasi Asia Selatan hingga tersedia data spesifik Gunakan rekomendasi Eropa hingga tersedia data spesifik Gunakan rekomendasi Eropa hingga tersedia data spesifik
2.2.5.Dislipidemia Kadar HDL, LDL dan trigliserida adalah kriteria yang dipakai untuk diagnosis metabolik sindrom. Dimana terjadi peningkatan asam lemak ke hati yang juga menyebabkan peningkatan produksi very low density lipoprotein (VLDL). Pada resistensi insulin terjadi peningkatan sintesa
Universitas Sumatera Utara
21
trigliserida
hepatik,
menghambat
namun
daripada
pada
kondisi
meningkatkan
fisiologis
sekresi
insulin
VLDL
ke
lebih
sirkulasi
sistemik.52,53
Pada Hipertrigliseridemia dapat terjadi penurunan isi ester kolesterol dari inti lipoprotein yang juga menyebabkan penurunan isi kolesterol HDL dengan peningkatan trigliserida (TG), menjadikannya partikel kecil dan padat, sebagian dari fungsi cholesterol ester transfer protein (CETP), menyebabkan peningkatan bersihan di sirkulasi. Peningkatan kadar kolesterol LDL dan trigliserida yang tinggi diikuti dengan
penurunan
kolesterol
HDL
mengakibatkan
terjadinya
peningkatan juga pada fibrinogen yang akhirnya dapat meningkatkan resiko penyakit kardiovaskular, hal ini telah cukup lama diketahui, tetapi mekanismenya masih belum jelas sampai sekarang.20,54 2.3.Patofisiologi Sindroma Metabolik Pada obesitas sentral didapatkan lebih banyak asam lemak bebas dan tumor necrosis factor-α (TNF-α) yang akan mengakibatkan terjadinya resistensi insulin melalui beberapa jalur antara lain pembentukan protein kinase C (PK-C) yang selanjutnya berpengaruh terhadap reseptor insulin dan juga melalui hambatan terhadap transport glukosa ke dalam sel. Semua pengaruh asam lemak bebas tersebut pada gilirannya akan menyebabkan terjadinya resistensi insulin. Resistensi insulin didefinisikan sebagai suatu kondisi dijumpainya produksi insulin yang normal namun
Universitas Sumatera Utara
22
telah terjadi penurunan sensitifitas jaringan terhadap kerja insulin, sehingga terjadi peningkatan sekresi insulin sebagai bentuk kompensasi sel Beta. Resistensi insulin ini sering mendahului onset dari diabetes tipe 2 dan mempunyai kontribusi dalam perkembangan terjadinya keadaan hiperglikemi. Dan resistensi insulin juga merupakan salah satu faktor yang berperan pada sebagian besar pasien dengan sindroma metabolic.7,8,55 Obesitas sentral juga berhubungan dengan profil lipid yang atherogenik, yaitu peningkatan kolesterol LDL, kolesterol total, VLDL dan trigliserida, serta penurunan kolesterol HDL. Hal tersebut disebabkan karena
adanya
resistensi
insulin
yang
mengakibatkan
terjadinya
peningkatan aktifitas lipolisis dan menyebabkan meningkatnya kadar asam lemak bebas disirkulasi. Asam lemak bebas yang meningkat akan menyebabkan peningkatan trigliserida sehingga pembentukan VLDL juga meningkat. VLDL akan dipecah menjadi LDL yang kaya trigliserida dan sangat atherogenik. LDL ini juga akan mudah ditangkap oleh makrofag yang ada pada dinding pembuluh darah akibat disfungsi endotel dan adanya Monocyte Chemotractant Protein-1 (MCP-1) dan membentuk sel busa yang memudahkan terjadinya atherogenesis. Selain itu VLDL dengan bantuan Cholesterol Ester Transfer Protein (CETP) akan memberikan trigliserida pada HDL sehingga HDL akan mengandung banyak trigliserida dan akan mengalami lipolisis oleh enzim hepatik lipase menjadi bentuk yang lebih kecil. Selanjutnya HDL yang telah mengalami
Universitas Sumatera Utara
23
lipolisis akan masuk ke sirkulasi dan menjadi lebih mudah dikeluarkan oleh ginjal, akibatnya akan terjadi penurunan HDL.10,41,56 Obesitas juga menyebabkan resistensi insulin yang disebabkan oleh peningkatan TNF-α,leptin, IL-6, PAI-1 dan penurunan adiponektin. Selain PAI-1, jaringan adipose yang berlebihan juga meningkatkan pelepasan fibrinogen serum, faktor Von Willebrand, faktor VII dan thrombin sehingga mencetuskan keadaan protrombik yang dapat merangsang terjadinya atherogenesis dan menimbulkan kerentanan untuk mengalami kejadian kardiovaskular seperti sindroma koroner akut.14,17,57 Peningkatan tekanan darah berhubungan dengan obesitas dan biasanya terjadi pada resistensi insulin. Mekanisme penyebab utama terjadinya hipertensi pada obesitas diduga berhubungan dengan kenaikan volume tubuh, peningkatan curah jantung, dan menurunnya resistensi vaskular sistemik.58
Universitas Sumatera Utara
24
Gambar 2.3. Patofisiologi penyakit kardiovaskular pada sindroma metabolik.59
Universitas Sumatera Utara
25
2.4. Fibrinogen Sebagai Faktor Resiko pada Penyakit Kardiovaskular Penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor pembekuan darah juga berpengaruh terhadap perkembangan aterosklerosis sedang peningkatan viskositas darah akan meningkatkan resiko thrombosis. Fibrinogen merupakan salah satu faktor pembekuan darah yang penting dan peningkatan kadar fibrinogen akan meningkatkan viskositas darah dan mengakibatkan peningkatan resiko penyakit kardiovaskular. Selain dari peningkatan viskositas, fibrinogen juga mengikat trombosit yang telah teraktivasi melalui glikoprotein IIb / IIIa sehingga terjadi agregasi trombosit. Kadar fibrinogen yang tinggi juga membuat formasi dari fibrin dan sebagai protein fase akut fibrinogen juga mempunyai peran dalam keadaan inflamasi.4,60 Halcox et al (2009) dalam penelitiannya mengatakan bahwa kadar fibrinogen yang berkisar 330-370 mg/dl dianggap meningkatkan resiko terjadinya penyakit kardiovaskular. Demikian pula Framingham Heart Study menyatakan bahwa hiperfibrinogenemia sebagai faktor resiko independen untuk terjadinya PJK, dimana pada perokok dengan kadar fibrinogen sebesar 312 mg/dl maka resiko infark miokard menjadi 6 kali lipat.(Kamath,2003; Kannel et al,1987). Penelitian PROCAM (Prospective Cardiovascular Munster) mengatakan bahwa dengan adanya peningkatan kadar fibrinogen disertai peningkatan kadar LDL kolesterol maka resiko PJK menjadi 6 kali lipat (Lee,1993).4,61,62
Universitas Sumatera Utara
26
Penelitian Ernst menyatakan bahwa peningkatan plasma fibrinogen juga mempertinggi resiko untuk terjadinya PJK, demikian juga dengan Tarallo yang juga menyatakan fibrinogen sebagai faktor independen pada PJK.63,64 2.5. Kerangka Konsep
OBESITAS
RESISTENSI INSULIN SINDROMA METABOLIK
DISFUNGSI ENDOTEL
Aktifasi platelet
Thrombus
FIBRINOGEN
PKV
Universitas Sumatera Utara