BAB 2 STUDI REFERENSI
Pada bab ini akan dijelaskan berbagai macam teori yang digunakan dalam percobaan yang dilakukan. Teori-teori yang didapatkan merupakan hasil studi dari beragai macam referensi. Akan dibahas pada bab ini mengenai geometri kamera, bundle adjustment, dan RTK-GPS. Juga akan dibahas mengenai pemanfaatan GPS pada fotogrametri juga mengenai offset GPS-Kamera. 2.1. Geometri Kamera Untuk membangun model fungsional untuk fotogrametri rentang dekat (FRD) dimulai dari proyeksi perspektif, yang diilustrasikan pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 proyeksi perspektif (Atkinson, 1996)
Pada Gambar 2.1 titik A pada sistem koordinat ruang diproyeksikan ke bidang proyeksi oleh garis
dari
bidang proyeksi. Sumbu perspektif
melewati
dan jatuh pada titik
orthogonal terhadap bidang proyeksi
dan berpotongan di titik , yaitu principal point/titik utama, dan jarak pusat proyeksi
di
dari
ke bidang proyeksi adalah principal distance/jarak utama,
yang biasa dinotasikan . Titik
dan titik
adalah titik sekawan (Atkinson,
1996). Kondisi di atas nantinya diturunkan menjadi persamaan kesegarisan. 2.1.1. Orientasi Dalam Kamera Orientasi dalam mendefinisikan karakteristik dari kamera atau sensor yang dibutuhkan untuk merekonstruksi bundel sinar dari titik citra yang sesuai. Karakteristik tersebut setidaknya mendefinisikan panjang 6
fokus atau jarak utama lensa, lokasi dari titik utama di bidang gambar, dan deskripsi dari distorsi lensa (Mikhail et al, 2001). Distorsi pada lensa terjadi saat sinar dalam sistem citra tidak paralel dengan sinar pada sistem ruang, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 distorsi lensa (Atkinson, 1996)
Gambar 2.2 mengilustrasikan bahwa pada sistem lensa yang sebenarnya, pusat perspektif dibagi menjadi front and rear nodal point/ titik nodal depan dan belakang. Selain pergeseran sumbu yang kecil, sistem lensa berperilaku seolah-olah titik nodal depan dan belakang berpapasan pada satu pusat perspektif. Berkas sinar melalui titik nodal depan akan keluar dari titik nodal belakang dengan sudut yang sama terhadap sumbu optis, kecuali dikarenakan efek distorsi lensa. Komponen radial dari distorsi lensa diberikan oleh (Mikhail, Bethel, & McGlone, 2001):
Komponen tangensial dari distorsi lensa juga dapat muncul. Pengulangan dan presisi ukuran juga dapat mendeteksi kesalahan sistematis dari kerataan film. Beberapa dari semua parameter sensor tersebut ditentukan saat kalibrasi kamera atau sensor.
7
2.1.1.1. Kalibrasi Kamera Menurut
Ziemann
dan
El-Hakim,
sebagaimana
dijabarkan oleh Atkinson bahwa kalibrasi kamera memiliki tujuan sebagai berikut:
Evaluasi dari kinerja lensa;
Evaluasi dari stabilitas lensa;
Penentuan parameter optik dan geometrik dari sebuah lensa;
Penentuan parameter optik dan geometrik dari sistem lensacamera; atau
Penentuan parameter optik dan geometrik dari sistem akuisisi data citra. Pada kamera metrik yang digunakan untuk fotogrametri
udara, kalibrasi kamera dilakukan di laboratorium khusus dengan menggunakan alat Multi-Collimator dan Goniometer. Metode ini kurang populer di kalangan komunitas FRD, dimana biaya yang mahal dan waktu kalibrasi yang lama tidak cocok dengan tujuan utama FRD dimana produksinya diharapkan cepat dan hemat biaya. Brown (1968) merintis metode yang dia namakan simultaneous multi-frame analytical calibration (SMAC) dimana deformasi film, kedataran film, dan pengaturan fokus tidak bisa diatur sepanjang urutan eksposur (Atkinson, 1996). Metode yang dikenal juga dengan nama kalibrasai diri (self-calibration) ini merupakan metode dimana parameter kalibrasi kamera ditentukan bersama-sama dengan parameter orientasi luar kamera, dengan target yang diketahui koordinatnya. 2.1.2. Orientasi Luar Kamera Orientasi luar, mendefinisikan posisi dan orientasi dari berkas sinar, terhadap sistem koordinat ruang. Setiap berkas membutuhkan enam elemen independen; tiga untuk posisi dan tiga untuk orientasi (Mikhail, Bethel, & McGlone, 2001). 8
Untuk setiap berkas sinar, tiga elemen posisi mendefinisikan lokasi dari pusat perspektif dalam koordinat ruang. Tiga elemen posisi tersebut dinotasikan dengan [
]
Hanya dengan posisi titik tersebut diketahui, berkas sinar tersebut masih bisa beroientasi bebas di dalam ruang. Mikhail, Bethel, & McGlone dalam bukunya mengatakan bahwa orientasi dari berkas sinar tersebut bisa dideskripsikan oleh tiga parameter independen. Dimana tiga parameter tersebut dibutuhkan untuk mendeskripsikan matriks rotasi, yang menghubungkan koordinat ruang dan koordinat citra. Orientasi luar mendefinisikan hubungan antara sistem koordinat ruang dan citra lewat persamaan berikut (Mikhail, Bethel, & McGlone, 2001): [ dimana (
]
[
]
) adalah koordinat citra,
adalah faktor skala,
adalah matriks 3x3 yang berisi parameter rotasi, dan (
)
merepresentasikan posisi titik objek. 2.1.2.1. Kondisi Kesegarisan Pada percobaan ini, prinsip utama yang digunakan adalah prinsip kesegarisan, yaitu posisi 3D suatu titik, koordinatnya pada citra, dan pusat proyeksi kamera berada pada satu garis lurus (Wolf & Dewitt, 2000). Hal ini bisa dilihat pada Gambar 2.3.
9
Gambar 2.3 kondisi kesegarisan (Wolf & Dewitt, 2000)
Setiap objek yang terdefinisi dalam sistem koordinat foto akan menghasilkan dua buah persamaan kesegarisan, yang menghubungkannya dengan posisi titik tersebut dalam sistem 3D (
). Secara matematis hubungan ini dinyatakan
dengan persamaan (Wolf & Dewitt, 2000):
[ [
] ]
[ [
] ]
Dimana: : koordinat objek pada sistem koordinat foto : koordinat titik eksposur pada sistem koordinat ruang : koordinat objek pada sistem koordinat ruang : matriks rotasi baris ke
dan kolom ke
: panjang lensa kamera
10
Persamaan di atas menjadi basis dari perataan berkas atau dikenal dengan nama Bundle Adjustment. Penjelasan mengenai bundle adjustment akan dijelaskan pada subbab 2.2. 2.2. Bundle Adjustment Setiap citra pada umumnya bisa dianggap sebagai sebuah kumpulan berkas sinar yang berkumpul di satu titik dengan orientasi bebas pada ruang. Bundle adjustment menetapkan posisi dan orientasi dari setiap berkas, menggunakan sinar dari setiap berkas dan informasi titik kontrol darat yang diberikan (Mikhail, Bethel, & McGlone, 2001). Bundle adjustment berdasar pada persamaan kesegarisan dengan anu berupa enam parameter orientasi luar, dan tiga parameter koordinat ruang dari objek. Dan persamaan pengamatan merupakan koordinat citra dari objek. Penambahan parameter kalibrasi dan informasi bidang epipolar bisa ditambahkan untuk meningkatkan akurasi dan presisi. Juga data navigasi dari GPS bisa dimasukkan untuk mengurangi jumlah titik kontrol yang digunakan. 2.3. Global Positioning System GPS adalah sistem satelit navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit. Sistem yang dapat digunakan oleh banyak orang sekaligus dalam segala cuaca ini, didesain untuk memberikan posisi dan kecepatan tiga dimensi yang teliti, dan juga informasi mengenai waktu, secara teliti di seluruh dunia (Abidin, 2007). Pada dasarnya konsep dasar penentuan posisi dengan GPS adalah reseksi jarak, yaitu pengukuran jarak secara simultan ke beberapa satelit yang koordinatnya diketahui (Abidin, 2007). Ilustrasi dari prinsip penentuan posisi dengan GPS dapat dilihat pada Gambar 2.4.
11
Gambar 2.4 prinsip dasar penentuan posisi dengan GPS (Abidin, 2007)
Posisi dalam GPS diberikan dalam datum WGS 84 yang didefinisikan dan dipelihara oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat. Pendefinisian sistem koordinatnya mengikuti kriteria yang ditetapkan oleh IERS (Internatinal Earth Rotation Services) sebagai berikut (Abidin, 2007 dari IERS, 1996):
Titik Nol Sistem koordinat adalah titik pusat massa Bumi (geosentrik), dimana massa Bumi mencakup lautan dan atmosfer.
Skalanya adalah kerangka Bumi lokal dalam terminologi teori relativitas dari gravitasi.
Orientasi awal dari sumbu-sumbu koordinatnya adalah seperti yang didefinisikan oleh orientasi Bureau Internatinal de l’Heure (BIH) epok 1984.0.
Sumbu Z mengara ke IERS Referencee Pole. Sumbu X-nya berada di ekuator dan berada pada bidang IERS Reference Meridian (IRM). Sumbu Ytegak lurus sumbu X dan Z, dan membentuk sistem koordinat tangan kanan (right-handed system).
Evolusi waktu dari orientasinya tidak mempunyai residu pada rotasi global terhadap kerak bumi. Ketelitian posisi yang didapat dengan pengamatan GPS secara umum
akan tergantung pada empat faktor yaitu: metode penentuan posisi yang digunakan, geometri dan distribusi dari satelit-satelit yang diamati, ketelitian data yang digunakan, dan strategi/ metode pengolahan data yang diterapkan. Masing-masing faktor tersebut mempunyai beberapa parameter yang 12
berpengaruh pada ketelitian posisi yang akan diperoleh dari GPS (Abidin, 2007). Contoh beberapa parameter tersebut diberikan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 faktor dan parameter yang mempengaruhi ketelitian penentuan posisi dengan GPS (Abidin, 2007)
Faktor
Parameter
Ketelitian data
Geometri satelit
Metode posisi
penentuan
Strategi pemrosesan data
Tipe data yang digunakan (pseudorange, fase) Kualitas receiver GPS Level dari kesalahan dan bias Jumlah satelit Lokasi dan distribusi satelit Lama pengamatan Absolut & differential positioning Static, rapid static, pseudo-kinematic, stop-andgo, kinematic One & multi station referensis Real time & post processing Strategi eliminasi dan pengkoreksian kesalahan dan bias Metode estimasi yang digunakan Pemrosesan baseline dan perataan jaringan Kontrol kualitas
2.3.1. Metode Penentuan Posisi dengan GPS Pada dasarnya tergantung pada mekanisme pengaplikasiannya metode penentuan posisi dengan GPS dapat dikelompokkan atas beberapa metode yaitu: absolute, differential, static, rapid static, pseudokinematic, dan stop-and-go, seperti ditunjukkan secara skematik pada Tabel 2.2 (Abidin, 2007). Tabel 2.2 Metode-metode penentuan posisi dengan GPS (Abidin, 2007)
Metode
ABSOLUT DIFERENSIAL Titik
Receiver
STATIC
Diam
KINEMATIK
Bergerak
RAPID STATIC
Diam
Diam (singkat)
PSEUDOKINEMATIC
Diam
Diam dan bergerak
STOP-ANDGO
diam
Diam dan bergerak
Diam Bergerak
13
Pada penilitian ini, metode yang akan digunakan adalah sistem RTK (Real-Time Kinematic). Dimana sistem tersebut termasuk kedalam metode penentuan posisi differensial kinematik. Penjelasan mengenai sistem RTK dijelaskan lebih lanjut pada subbab 2.3.2. 2.3.2. Penentuan Posisi dengan Sistem RTK-GPS Sistem RTK (Real-Time Kinematic) adalah suatu akronim yang sudah umum digunakan untuk sistem penentuan posisi real-time secara diferensial menggunakan data fase (Abidin, 2007). Untuk merealisasikan tuntutan real-time-nya, stasiun referensi harus mengirim data fase dan pseudorange-nya ke pengguna secara real-time menggunakan sistem komunikasi tertentu seperti diilustrasikan pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Sistem RTK (Abidin, 2007)
Ketelitian tipikal posisi yang diberikan oleh sistem RTK adalah sekitar 1-5 cm, dengan asumsi bahwa ambiguitas fase bisa ditentukan dengan benar (Abidin, 2007). Ketelitian tersebut dapat dicapai jika sistem RTK dapat menentukan ambiguitas fase dengan jumlah data terbatas dan selagi receiver bergerak. Untuk dapat menentukan ambiguitas secara cepat dan benar umumnya diperlukan penggunaan data fase dan pseudorange dua frekuensi, geometri satelit yang relatif baik, algoritma perhitungan yang relatif andal, dan mekanisme eliminasi kesalahan dan bias yang relatif baik dan tepat (Abidin, 2007).
14
2.4. Aplikasi GPS Untuk Fotogrametri Tujuan utama dari penggunaan GPS untuk fotogrametri adalah untuk mengurangi jumlah titik kontrol tanah dan untuk menambah akurasi. Saat ini GPS umum digunakan pada fotogrametri udara dengan menggunakan GPS dengan akurasi tinggi. Pada FRD, penggunaan GPS sebagai alat bantu pengukuran belum marak digunakan. Saat ini sudah beberapa penelitian yang mengintegrasikan FRD dengan GPS diantaranya (Ragab & Ragheb, 2010), (Choi, Ahn, Kim, & Han, 2008), dan (Kubo, Yan, Yonemura, & Watanabe, 2004). Dimana pada penilitiannya, mereka membahas bagaimana mendapatkan akurasi yang baik, memangkas waktu pekerjaan, dan melakukan georeferensi objek secara simultan saat pengolahan data.
Gambar 2.6 Kamera yang dilengkapi dengan receiver GPS (Ragab & Ragheb, 2010)
Perlu ditekankan bahwa menurut Mikhail et al, 2001 metode pengukuran GPS yang cukup teliti untuk diterapkan pada proses fotogrammetri adalah metode diferensial dengan menggunakan data fase. Hal ini dibuktikan oleh Ragab & Ragheb, 2010 yang melakukan penelitian dengan menggunakan receiver GPS tipe navigasi yang terintegrasi dengan kamera (Gambar 2.6), dimana ketelitian posisi yang dihasilkan hampir 89 cm. Ketelitian yang lebih baik dihasilkan oleh Kubo et al, 2004 yang menggunakan sistem RTK-GPS. Ketelitian yang dicapai sekitar 30 cm dengan kamera yang hanya memiliki resolusi 1.3 megapiksel. Dari dua penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa penggunaan RTK-GPS dapat meningkatkan akurasi posisi yang dihasilkan.
15
Sebenarnya data GPS yang diukur saat pemotretan digunakan untuk mengisi elemen posisi dari parameter orientasi luar kamera. Elemen posisi ini biasanya ikut menjadi parameter yang dihitung saat melakukan proses Bundle Adjustment. 2.4.1. GPS-Kamera Offset Pada pengaplikasian GPS untuk fotogrametri, hal yang perlu diingat adalah adanya offset atau selisih posisi antara pusat fase antena GPS dan juga pusat proyeksi kamera. Offset ini perlu terlebih dahulu diukur sebelum dilakukan pemotretan di lapangan. Vektor offset harus ditentukan dalam sistem koordinat kamera (Novak, 1993). Hubungan antara pusat proyeksi kamera, koordinat GPS, dan juga vektor offset ditunjukkan lewat persamaan berikut (Novak, 1993):
Dengan: : Posisi GPS pada eksposur i : Pusat proyeksi dari citra i : Matriks rotasi citra i : offset vektor dalam sistem koordinat kamera
16