BAB 2 STUDI REFERENSI
Penelitian ini menggunakan metode videogrametri. Konsep yang digunakan dalam metode videogrametri pada dasarnya sama dengan konsep dalam metode fotogrametri. Konsep utamanya adalah penentuan posisi dengan metode triangulasi (interseksi) menggunakan minimal foto dari dua eksposur yang berbeda dengan terlebih dahulu mengetahui posisi dan orientasi sensor yang digunakan yang dapat diperoleh dari proses reseksi. 2.1 Fotogrametri dan Videogrametri Fotogrametri merupakan seni dan ilmu untuk menentukan ukuran dan bentuk suatu objek dari data foto. Citra foto ini diperoleh melalui proses perekaman dengan menggunakan kamera baik dengan wahana terbang maupun secara terestris. Kamera yang digunakan ada yang disebut sebagai kamera metrik yaitu kamera yang didesain untuk keperluan fotogrametri, memiliki stabilitas parameter internal, memiliki mekanisme lensa yang hampir sempurna, sehingga kesalahan distorsi dari foto yang dihasilkan sangat kecil. Selain itu juga ada jenis kamera yang disebut kamera nonmetrik. Kamera ini memiliki parameter internal yang tidak stabil, dari desain awal tidak untuk keperluan fotogrametri sehingga pengukuran pada foto non-metrik masih dihinggapi distorsi. Videogrametri sendiri menggunakan prinsip yang sama dengan fotogrametri, hanya saja perekaman data dilakukan dengan menggunakan kamera video. Video yang digunakan untuk penelitian ini merupakan jenis non-metrik.
Gambar 2-1 Kamera non-Metrik (Butler, Westlake, & Britton, 2011)
2.2 Triangulasi atau Interseksi Triangulasi adalah prinsip yang digunakan dalam fotogrametri maupun survey terestris menggunakan theodolit untuk menghasilkan koordinat 3-dimensi titik 5
pengukuran. Secara matematis, dengan perpotongan garis-garis optis konvergen dari minimal 2 kamera, maka lokasi yang tepat dari titik dalam ruang dapat ditentukan. Tetapi tidak seperti theodolit, dengan menggunakan fotogrametri dapat diukur beberapa titik secara bersamaan.
Gambar 2-2 Triangulasi (Marlow, 2012)
Dalam kasus theodolit, dua sudut diukur untuk menghasilkan garis dari masingmasing theodolit. Dalam kasus fotogrametri, diukur koordinat citra 2-dimensi (x,y) dari titik target pada foto. Dengan mengambil foto dari setidaknya dua lokasi yang berbeda dan dengan mengukur koordinat citra dari target yang sama dalam foto, maka koordinat 3-dimensi titik pengukuran dapat dihitung. Syarat yang harus dipenuhi sebelumnya adalah posisi dan orientasi kamera ketika mengambil foto harus sudah diketahui. Untuk menentukan posisi dan orientasi kamera tersebut, maka biasanya dilakukan prosedur perpotongan ke belakang atau biasa disebut reseksi. 2.3 Reseksi atau Perpotongan ke Belakang Reseksi adalah prosedur yang digunakan untuk menentukan posisi dan orientasi (parameter orientasi luar) dari kamera saat foto diambil. Biasanya semua titik yang terlihat dan dikenal di XYZ pada gambar digunakan untuk menentukan orientasi ini. Untuk melakukan reseksi, diperlukan minimal 3 titik kontrol yang diketahui koordinat 3D nya, akan tetapi untuk memenuhi prinsip least square maka pada umumnya digunakan 4 titik atau lebih. Titik kontrol tersebut didesain sedemikian rupa sehingga tidak berada dalam satu garis.
6
Gambar 2-3 Parameter Orientasi Luar Kamera (Marlow, 2012)
2.4 Prinsip Kesegarisan Kondisi kesegarisan merupakan kondisi dimana titik eksposur sensor (pusat perspektif), titik objek pada sistem koordinat 2-dimensi (sistem koordinat foto), dan titik objek pada sistem koordinat ruang berada pada satu garis yang sama.
Gambar 2-4 Kondisi Kesegarisan (Shortis, 1998)
Berdasarkan kondisi tersebut dapat dibentuk persamaan matematis yang disebut dengan persamaan kesegarisan.
7
Persamaan 2-1
[
( (
) )
( (
) )
( (
) ] )
[
( (
) )
( (
) )
( (
) ] )
Persamaan 2-2
Dengan menggunakan persamaan ini proses reseksi (perpotongan ke belakang) dan proses triangulasi (pada fotogrametri disebut interseksi) dapat dilakukan. 2.5 Perataan Berkas Dalam kaitannya dengan fotogrametri rentang dekat prinsip kesegarisan ini diterapkan dalam proses perataan berkas (bundle adjustment) yang digunakan untuk menentukan beberapa parameter orientasi luar kamera dan parameter posisi dari objek yang akan ditentukan secara bersamaan sehingga di dalam proses perataan berkas sendiri terdapat 2 langkah yang diterapkan yaitu reseksi dan juga interseksi. Terkadang proses kalibrasi juga dilakukan dalam perataan berkas untuk mendapatkan parameter orientasi dalam. Di dalam penelitian ini parameter orientasi dalam dihitung terlebih dahulu, kemudian dilakukan perataan berkas. Reseksi merupakan langkah pertama dalam proses perataan berkas. Proses ini menentukan parameter orientasi luar kamera yaitu XA, YA, ZA, ω, γ, κ. Keenam parameter orientasi luar kamera ini menunjukkan posisi dan orientasi dari kamera saat dilakukan pengambilan foto. Dalam persamaan kesegarisan, parameter ω, γ, κ dituliskan dalam bentuk matriks rotasi. Syarat dilakukannya proses reseksi ini adalah adanya koordinat foto xp, yp begitu pula koordinat tanah Xp, Yp, Zp dari 3 titik kontrol (GCP) di tanah. Interseksi merupakan langkah kedua setelah proses reseksi. Hasil yang didapat dari proses ini adalah koordinat ruang dari suatu titik. Syarat terjadinya proses ini adalah titik yang akan ditentukan koordinat ruangnya harus dalam daerah pertampalan minimal 2 foto, dan juga diketahui koordinat fotonya.
8
2.6 Pengadaan Kerangka Dasar Menggunakan ETS 2.6.1 Kerangka Dasar Horizontal Kerangka yang digunakan sebagai acuan planimetri dinamakan Kerangka Dasar Horizontal (KDH). Kerangka dasar horizontal (KDH) dapat diukur dengan berbagai cara, seperti trilaterasi, triangulasi, dan juga poligon. Pada pengukuran kali ini, pengadaan pengukuran Kerangka Dasar Horizontal digunakan Metode Poligon Tertutup. Poligon merupakan rangkaian titik-titik yang membentuk suatu rangkaian segi banyak. Pada rangkaian tersebut diperlukan jarak mendatar dan sudut mendatar yang di gunakan untuk menentukan posisi horizontal relatif titik-titik poligon, artinya letak satu titik terhadap titik lainnya dalam suatu sistem koordinat. Alat yang digunakan yaitu ETS (Electronic Total Station). Pada poligon tertutup, titik awal dan titik akhir berada pada koordinat yang sama atau titik yang sama, dengan syarat adanya sudut jurusan awal. Kontrol yang diaplikasikan adalah kontrol sudut dan kontrol absis dan ordinat. 2.6.2 Kerangka Dasar Vertikal Berbeda dengan posisi horizontal suatu titik, di mana setiap titik dinyatakan dalam bentuk 2 dimensi (2D), maka pada posisi vertikal setiap titik hanya dinyatakan dengan bentuk 1 dimensi (1D). Posisi vertikal ini lebih dikenal dengan istilah "ketinggian". Posisi vertikal dapat memberikan gambaran atas relief (naik/turun) dan bentuk permukaan bumi (topografi). Dalam pemetaan dan surveying telah dikenal suatu istilah “kerangka dasar” yaitu satu titik atau lebih yang dijadikan sebagai acuan dari titik-titik detail yang akan dipetakan. Kerangka dasar ini tidak hanya digunakan sebagai acuan posisi horizontal namun juga sebagai acuan posisi vertikal. Untuk menentukan posisi vertikal setiap titik dalam kerangka dasar untuk pengukuran kali ini menggunakan metode Trigonometri. Untuk menentukan beda tinggi dengan cara trigonometris diperlukan alat pengukur sudut dan jarak, yaitu ETS. Untuk dapat mengukur sudut-sudut zenith. Dengan mengukur jarak dan membaca sudut zenith, maka akan kita dapatkan beda tinggi dua titik dengan pemanfaatan formulasi trigonometri.
9