Bab 2 Pembangunan Sumber Daya Manusia Berkualitas
Pendahuluan Sumber daya manusia (SDM) berkualitas merupakan aset paling utama dalam pembangunan sebuah bangsa. Sebuah bangsa yang memiliki banyak SDM berkualitas akan menjadi bangsa yang memiliki kemandirian dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk bidang ekonomi, sosial dan budaya. Oleh karena itu, sebuah bangsa dengan aset SDM yang berkualitas akan menjadi bangsa yang mampu bersaing di kancah internasional serta era global (Todaro, 2000). SDM berkualitas juga berperan sebagai penentu dalam percepatan pembangunan sosial dan ekonomi suatu bangsa. SDM merupakan modal dasar dari kekayaan suatu bangsa. Usaha-usaha pembangunan manusia, termasuk di dalamnya usaha pengembangan pemberdayaan manusia merupakan bentuk human investment yang memiliki efek jangka panjang menguntungkan (Todaro, 2000). SDM berkualitas memiliki dua dimensi penting. Pertama, dimensi kualitatif yaitu mencakup potensi yang terkandung pada setiap diri manusia. Dimensi ini ditunjukkan dengan SDM yang memiliki ide, gagasan, pengetahuan, sikap, dan ketrampilan yang memberi pengaruh terhadap kapasitas kemampuan manusia untuk melaksanakan pekerjaan yang produktif. Kedua, dimensi kuantitatif yaitu berupa prestasi atau produktivitas kerja. Kedua dimensi tersebut memiliki arti yang sama penting. Kuantitas SDM tanpa disertai dengan kualitas yang baik akan menjadi beban pembangunan. Selain dimensi SDM tersebut di atas, Kualitas SDM juga menyangkut dua aspek, yaitu aspek fisik dan
21
Momentum Emas Pembentukan SDM Berkualitas (Kajian Sosial Budaya Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif di Masyarakat Kendal Jawa Tengah)
non fisik yang menyangkut kemampuan mencapai prestasi atau produktivitas kerja (Effendi, 2002). Pembentukan SDM berkualitas yang mencakup dimensi kualitatif maupun kuantitatif, serta mencakup aspek fisik dan nonfisik membutuhkan adanya program kesehatan dan gizi yang memadai. Dalam bidang kesehatan dan gizi, program inisiasi menyusu dini dan pemberian ASI eksklusif merupakan program yang memiliki daya ungkit besar dalam pembentukan aset SDM berkualitas (Effendi, 2002). Dalam pembangunan, SDM berkualitas dari suatu bangsa diperoleh melalui upaya yang berlangsung secara terus menerus. Perubahan SDM dari kurang berkualitas menjadi lebih berkualitas tersebut, dapat terbentuk dengan sendirinya (self-sustaining proces), atau bisa juga dengan pengaruh atau arahan dari pemerintah (Effendi, 2002). Namun demikian, pemerintah dalam hal ini harus menjadi aktor penentu melalui kesanggupannya dalam membuat regulasi tentang pembangunan SDM. Hal ini dimaksudkan agar SDM yang terbentuk sebagian besar merupakan hasil dari proses pembangunan, dan bukan hasil dari suatu ketidaksengajaan. Pembangunan dapat didefinisikan sebagai upaya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat dari suatu keadaan yang kurang baik menjadi sesuatu yang lebih baik, dengan menggunakan sumbersumber daya yang ada demi terciptanya kemajuan masyarakat. Dari definisi tersebut, secara sederhana dapat dikatakan bahwa tujuan pembangunan adalah mengarah pada suatu perubahan dan perbaikan kearah yang akan datang. Dengan kata lain upaya pembangunan harus ditujukan atau berorientasi pada kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Untuk tujuan tersebut, pembangunan sumber daya manusia merupakan hal mendasar yang harus diperhatikan dalam pembangunan nasional (Effendi, 2002). Pembangunan suatu bangsa pada hakikatnya adalah membangun manusia menjadi lebih berkualitas sesuai dengan harkat dan martabatnya. Sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas tersebut, dalam konteks pembangunan akan menjadi aset yang tidak
22
Pembangunan Sumber Daya Manusia Berkualitas
ternilai harganya. Oleh karena itu, dalam pembangunan suatu bangsa, manusia merupakan subjek dan sekaligus objek dari pembangunan itu sendiri (Soekirman, 2005).
Intervensi Gizi Kaitannya dengan Pembangunan SDM Fakta bahwa pemberian ASI secara eksklusif mempunyai dampak positif terhadap kesehatan dan kecerdasan anak telah mendorong munculnya pasal tentang ASI eksklusif dalam UU kesehatan No. 36 Tahun 2009. Pada pasal 128 ayat 1 undang-undang dimaksud, disebutkan adanya hak bayi untuk mendapat ASI eksklusif, yaitu “Setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu eksklusif sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, kecuali atas indikasi medis”. Pemberian ASI merupakan salah satu investasi gizi yang potensial. Laporan Bank Dunia yang dikutip Soekirman (2005) menyebutkan bahwa perbaikan gizi (salah satunya melalui pemberian ASI secara eksklusif) merupakan suatu investasi yang sangat menguntungkan. Setidaknya terdapat tiga alasan suatu negara perlu melakukan intervensi ini. Pertama, perbaikan gizi, termasuk pemberian ASI memiliki keuntungan ekonomi (economic returns) yang tinggi. ASI merupakan makanan dengan nilai gizi dan nilai cerna yang terbaik bagi bayi. Selain itu ASI juga lebih murah dibandingkan dengan susu formula. Kedua, intervensi gizi melalui pemberian ASI secara tidak langsung terbukti mendorong pertumbuhan ekonomi. Ketiga, pemberian ASI membantu menurunkan angka kesakitan, dan pengurangan biaya pengobatan. Keadaan sebaliknya, yaitu penggunaan susu formula yang tidak diikuti dengan standart higiene personal yang memadai bahkan terbukti meningkatkan risiko kesakitan akibat diare (Soekirman, 2005). Dalam perspektif pembangunan nasional, IMD dan ASI eksklusif merupakan salah satu aspek penting untuk tercapainya tujuan nasional mencerdaskan kehidupan bangsa. Berikut ini adalah bagan yang menggambarkan keterkaitan IMD dan ASI Eksklusif terhadap pembangunan kualitas SDM.
23
Momentum Emas Pembentukan SDM Berkualitas (Kajian Sosial Budaya Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif di Masyarakat Kendal Jawa Tengah)
prasayarat Berhasil ASI Eksklusif
Berhasil IMD
Ibu Menyusui yang sehat Usia 3 tahun IQ 4,6 point lebih tinggi Ibu Hamil yang sehat
Usia 8,5 tahun IQ 8,3 point lebih tinggi
Lansia yang sejahtera
Usia 9,5 tahun IQ 12,9 point lebih tinggi
Dewasa/ usia kerja yang produktif
Peta IQ point anak yang mendapat ASI Eksklusif dibanding yang tidak mendapat ASI eksklusif menurut usia
Usia 18 Bulan IQ 4,3 point lebih tinggi
Remaja /Anak usia sekolah berprestasi
(Sumber: Roesli, 2000; Soekirman, 2005; Richard, et al, 2012; Elizabeth et al, 2009; Bernado dan Cesar, 2013)
Gambar 2.1. Skema Peta kaitan IMD dan ASI Eksklusif dengan Kualitas SDM
Dari gambar 2.1 tersebut di atas tampak bahwa dalam jangka panjang program IMD dan ASI secara eksklusif memberi dasar yang kuat bagi terbentuknya SDM yang berkualitas. Keberhasilan IMD dan
24
Pembangunan Sumber Daya Manusia Berkualitas
ASI Eksklusif akan memberi dasar keadaan kesehatan dan kecerdasan yang baik pada fase bayi dan anak. Keadaan ini selanjutnya akan menjadi faktor promotor dalam terbentuknya remaja yang sehat dan cerdas, demikian selanjutnya sampai pada usia dewasa yang sehat dan produktif. Kecerdasan pada anak merupakan satu variabel yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Dengan kata lain, kecerdasan yang diperoleh anak tidak hanya diperoleh dari praktik pemberian ASI saja. Namun demikian, ASI tetap merupakan determinan penting dalam pembentukan kecerdasan anak. Hal ini disandarkan pada banyaknya penelitian yang telah terkonfirmasi dan berhasil membuktikan adanya pengaruh pemberian ASI terhadap kecerdasan anak. Peran ASI yang besar dalam pembentukan kecerdasan anak, menunjukkan bahwa kesberhasilan programm IMD dan ASI eksklusif merupakan investasi yang berharga dalam pembentukan SDM berkualitas. Keberhasilan dalam pembentukan SDM berkualitas dengan penerapan program IMD dan ASI ekslusif ini akan menjadi dasar penilaian bahwa SDM berkualitas yang terbentuk merupakan upaya sistematis dari pemerintah, dan bukan merupakan suatu ketidaksengajaan belaka.
Teori Barker Teori Barker dapat digunakan untuk melihat peran inisiasi menyusu dini dan ASI eksklusif terhadap kualitas SDM pada masa depan. Teori Barker pertama kali dipublikasikan pada tahun 1995. Dalam teori ini dijelaskan bahwa malnutrisi pada masa bayi akan memberi dampak buruk pada timbulnya masalah penyakit degeneratif pada usia dewasa. Sebagai mekanisme keseimbangan, pada keadaan kekurangan gizi, maka tubuh akan meningkatkan kemampuan mencerna dan menyerap zat gizi. Keadaan ini pada akhirnya akan menjadi suatu cetak biru pada tubuh anak sehingga kemampuan mencerna dan menyerap zat gizi ini akan terbawa sampai daur hidup selanjutnya. Selanjutnya pada saat usia dewasa jika seseorang dengan
25
Momentum Emas Pembentukan SDM Berkualitas (Kajian Sosial Budaya Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif di Masyarakat Kendal Jawa Tengah)
cetak biru sistem pencernaan ini mendapat kesempatan untuk mendapat asupan gizi yang cukup, maka tubuh akan optimal memanfaatkannya. Kondisi ini selanjutnya akan berpotensi menimbulkan permasalahan gizi lebih. Masalah gizi lebih ini pada gilirannya akan memicu terjadinya penyakit degeneratif seperti penyakit jantung dan pembuluh darah (Barker, 1995). Data status gizi balita di Indonesia menunjukkan bahwa masalah kurang gizi banyak terjadi setelah usia 6 bulan. Hal ini disebabkan pola pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) yang kurang berkualitas, sementara itu kandungan gizi ASI pada usia ini sudah tidak mencukupi kebutuhan bayi. Keadaan malnutrisi juga banyak dijumpai pada keadaan kegagalan pemberian ASI secara eksklusif. Data cakupan ASI ekslusif masih lebih rendah dibanding target nasional sebesar 90%, yaitu hanya sebesar 60 %. Hal ini menjadi indikasi adanya ancaman gizi kurang pada bayi dan balita (Depkes, 2006). Data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan prevalensi gizi kurang pada balita mencapai 13,9% meningkat dibanding data tahun 2010 sebesar 13,0%. Demikian pula prevalensi gizi buruk pada tahun 2010 sebesar 4,9% meningkat menjadi 5,7% pada tahun 2013. Berdasarkan kecenderungan peningkatan situasi gizi kurang di atas serta merujuk pada teori Barker, maka dapat ditarik simpulan bahwa kegagalan inisiasi menyusu dini dan ASI eksklusif akan menjadi ancaman terhadap timbulnya masalah gizi kurang pada balita, dan selanjutnya berpotensi menimbulkan penyakit degeneratif pada usia dewasa (Depkes, 2014). Ilustrasi peran ASI terhadap status kesehatan seseorang pada masa usia dewasa merupakan sebuah refleksi penting untuk menggugah kesadaran kampanye program inisiasi menyusu dini dan ASI eksklusif. Kegagalan program inisiasi menyusu dini dan ASI eksklusif tidak saja menimbulkan dampak buruk terhadap permasalahan kesehatan, namun juga menimbulkan masalah terkait SDM berkualitas. SDM penyandang masalah kesehatan akibat kegagalan program inisiasi menyusu dini dan ASI eksklusif pada gilirannya akan menjadi beban bagi negara.
26
Pembangunan Sumber Daya Manusia Berkualitas
Simpulan dari teori ini adalah bahwa kegagalan program inisiasi menyusu dini dan ASI eksklusif akan meningkatkan risiko meningkatnya masalah gizi kurang pada balita. Masalah gizi kurang pada balita selanjutnya akan meningkatkan risiko terjadinya masalah penyakit kronik degeneratif pada usia dewasa. Meningkatnya masalah penyakit kronik degeneratif ini akan menghambat pembentukan SDM berkualitas. Oleh karena itu untuk pembentukan SDM berkualitas diperlukan adanya dukungan program inisiasi menyusu dini dan ASI eksklusif yang optimal.
27