PENDAHULUAN Ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas dapat melalui penyelenggaran pendidikan yang berkualitas. Menurut Damanik (2006) pendidikan merupakan sarana dan jembatan atau fondasi menuju keterbaikan bangsa. Secara khusus tujuan pendidikan adalah untuk mencerdaskan peserta didik dan mendampingi mereka agar menjadi pribadi yang baik, Ikhsan, 2006 (dalam Renny, 2007). Pendidikan merupakan salah satu persyaratan utama dalam meningkatkan martabat dan kualitas bangsa. Pencapaian tujuan pendidikan dapat diketahui melalui kegiatan pengukuran yang disebut evaluasi. Salah satu bentuk evaluasi
yang
dilakukan
pemerintah
adalah
dengan
menyelenggarakan Ujian Nasional (UN). Pemerintah mulai menyelenggarkan ujian nasional (UN) sekitar tahun ajaran 2002/2003. Mengacu pada pasal 66 ayat (1) bagian IV bab X Peraturan Pemerintah RI No. 19/2005 tentang Standart Nasional Pendidikan dan pasal 2 permendiknas No. 78/2008 tentang ujian nasional SMP/MTs/SMPLB, SMALB, dan SMK tahun pelajaran 2008/2009, ujian nasional bertujuan menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi. Pasal 68 bagian IV bab X Peraturan Pemerintah RI No. 19/2005 tentang Standart Nasional Pendidikan dan pasal 3 Pemendiknas No. 78/2008 tentang Ujian Nasional SMP/MTs/SMPLB,
SMALB,
dan
SMK
tahun
pelajaran
2008/2009, menjelaskan bahwa ujian nasional berfungsi sebagai alat pemeta mutu program dan atau satuan pendidikan, dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya, penentu kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan, dan sebagai dasar pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam
upaya
meningkatkan
mutu
pendidikan.
Hal
ini
menunjukkan ujian nasional menjadi dasar penentu keberlanjutan pendidikan siswa ke jenjang berikutnya. Standar ini di buat untuk menyeragamkan standar kelulusan di seluruh tanah air. Hal ini sangat penting, mengingat standar itu sangat dibutuhkan karena berkaitan dengan nama baik dunia pendidikan di Indonesia (Damanik, 2006). Pelaksanaan ujian nasional sampai sekarang masih banyak menimbulkan kontroversi yang berkepanjangan dan pelaksanaan Ujian Nasional juga dirasakan sebagai beban yang semakin bertambah berat apalagi dengan adanya Standar Kompetensi Lulusan Ujian Nasional (SKLUN) yang setiap tahun bisa terus meningkat membuat orang tua, guru, serta yang paling utama siswa. Tidak heran jika banyak orang tua yang berusaha keras untuk memberikan berbagai macam kegiatan belajar anak seperti mengikuti les tambahan atau mengikuti bimbingan belajar di luar jam sekolah untuk mendalami materi (pelajaran) yang akan di ujikan pada saat Ujian Nasional nanti agar berhasil dalam Ujian Nasional dan mencapai nilai yang membanggakan. Selain itu juga siswa harus mengikuti les tambahan di sekolahnya dan
melakukan berbagai persiapan mental serta pendekatan spiritual, agar siap dan sukses dalam menghadapi Ujian Nasional sehingga waktu mereka buat istirahat berkurang, hal ini membuat siswa merasa cemas dan belum siap untuk menghadapi ujian nasional nanti. Menurut Branca, 1965 (dalam Dewi, 2006) mendefinisikan kecemasan sebagai perasaan tidak nyaman yang terjadi pada saat frustasi dan yang paling tidak pasti mengenai masa depan serta harapan dari rasa sakit, kegagalan, atau ancaman kegagalan, atau bisa juga dikatakan bahwa kecemasan adalah reaksi umum terhadap peristiwa yang tidak mengenakkan atau melukai yang mungkin terjadi di masa depan. Kecemasan tersebut memiliki segi yang didasari seperti rasa takut, terkejut, tidak berdaya, rasa bersalah, dan terancam. Kecemasan juga memiliki segi di luar kesadaran dan tidak jelas seperti takut tanpa mengetahui sebabnya dan tidak bisa menghindari perasaan yang tidak menyenangkan itu. Pada dasarnya kecemasan dalam tingkat rendah dan sedang berpengaruh positif terhadap penampilan belajar siswa, salah satunya dapat meningkatkan motivasi belajar. Sebaliknya, akan memberikan pengaruh yang negatif apabila kecemasan tersebut pada taraf yang tinggi (Elliot, dkk, 1996). Mengamati banyak fenomena siswa SMA yang mengalami kecemasan dalam menghadapi Ujian Nasional, tentunya ini menjadi tugas penting bagi guru untuk membantu siswa yang mengalami kecemasan, karena guru adalah orang yang paling
banyak melakukan interaksi edukatif dengan siswa di sekolah. Guru juga harus mempersiapkan peserta didik yang mempunyai perbedaan seperti tingkat kecerdasan, perbedaan latar belakang, perbedaan sarana prasarana pendukung kegiatan belajar di rumah (Purwantini & Purwanti, 2007). Mengacu pada pasal 28 ayat (3) bagian I Bab VI Peraturan Pemerintah RI No 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan Pasal 3 ayat (2) Bagian I Bab II Peraturan Pemerintah No. 74/2008 tentang Guru dan Dosen, kompetensi guru terdiri dari empat
bentuk
yaitu
kompetensi
pedagogik,
kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Dengan masih rendahnya tingkat kompetensi pegadogik yang dimiliki oleh seorang guru terutama dalam hal untuk memahami karakteristik peserta didik dari berbagai aspek yaitu aspek sosial, moral, kultural, emosional, dan intelektual, maka peneliti hanya akan mengambil satu dari keempat kompetensi yang dimiliki oleh guru yaitu kompetensi pedagogik. Dikarenkan kompetensi pedagogik merupakan salah satu dasar yang paling utama untuk mencapai ke dalam kompetensi selanjutnya. Baik guru maupun siswa tentu saja terjadi interaksi, baik di luar maupun di dalam kelas, sehingga antara guru dan siswa dapat saling memberikan penilaian. Persepsi siswa terhadap gurunya dapat diartikan sebagai penerimaan, pengorganisasian, dan penginterpretasi siswa terhadap kemampuan, pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku gurunya baik pada saat mengajar di
dalam kelas maupun di luar kelas. Melalui persepsi tersebut, siswa dapat melihat jika gurunya tidak mempunyai kompetensi yang diandalkan, maka dapat berdampak pada tumbuhnya keraguan pada diri siswa. Hal tersebut akan mempengaruhi bagaimana sikap siswa terhadap gurunya, yang nantinya juga akan berpengaruh pada kelancaran proses belajar mengajar siswa itu sendiri terutama dalam mempersiapkan ujian nasional. Setiap siswa dituntut untuk mempunyai prestasi yang baik dalam berbagai bidang mata pelajaran, salah satunya adalah matematika, karena tidak dapat dipungkiri matematika sebagai salah satu ilmu dasar. Mata pelajaran matematika sekarang ini masih dirasakan interaksinya di berbagai bidang ilmu lain seperti ekonomi, dan teknologi. Hal ini senada dengan pendapat Unpar, 2002 (dalam Widayanti, 2007) yang mengemukakan bahwa ilmu matematika sekarang ini makin banyak digunakan dalam berbagai bidang kehidupan seperti bidang industri, asuransi, pertanian, dan banyak bidang sosial maupun teknik. Berdasarkan uraian di atas, dapat dilihat jika guru beserta kompetensinya terutama kompetensi pedagogik guru mata pelajaran matematika merupakan
salah satu faktor yang ikut
berperan dalam pencapaian tujuan pembelajaran dan pendidikan di sekolah, termasuk dalam mensukseskan Ujian Nasional dan kecemasan menghadapi Ujian Nasional bukanlah hal yang bisa dianggap remeh.
Rumusan Masalah Berdasarkan dari latar belakang
di atas maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah “Adakah hubungan negatif yang signifikan antara persepsi terhadap kompetensi pedagogik guru matematika dengan kecemasan menghadapi Ujian Nasional (UN)?”. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui mengenai “mengetahui hubungan yang signifikan antara persepsi siswa terhadap kompetensi pedagogik guru matematika dengan kecemasan menjelang Ujian Nasional (UN)”. Manfaat penelitian Manfaat dari penelitian ini meliputi manfaat yang bersifat teoritis dan manfaat yang bersifat praktis. Manfaat tersebut yakni: 1. Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kajian teoritis dalam bidang psikologi pendidikan dan psikologi sosial. 2. Praktis a) Guru dan Sekolah Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi pihak guru dan sekolah mengenai korelasi antara persepsi terhadap kompetensi guru dengan kecemasan menghadapi Ujian Nasional, sehingga
diharapkan
adanya
peningkatan
dan
pengembangan kompetensi guru dan dapat mensukseskan
Ujian Nasional untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu. b) Siswa Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu siswa akan pentingnya mengolah persepsi terhadap kompetensi guru
dengan
menjaga
objektivitas
penilaianterhadap
kompetensi guru, dalam membantu untuk meminimalisir kecemasan siswa dalam menghadapi Ujian Nasional (UN). TEORI Pengertian Kecemasan Menurut Alwi (2005) kecemasan berasal dari kata cemas yang
berarti
khawatir,
gelisah,
dan
takut.
Kecemasan
menunjukkan suatu keadaan yang tidak bisa diungkapkan , gemetar, dan tidak beralasan. Selain itu kecemasan sebagai perasaan takut dan kugundahan yang tidak jelas dan tidak menyenangkan (Santrock, 2007). Kecemasan memiliki segi yang disadari, seperti rasa takut, terkejut, tidak berdaya, rasa bersalah maupun terancam. Selain itu juga kecemasan memiliki segi diluar kesadaran, seperti takut tanpa mengetahui sebabnya dan tidak bisa menghindari perasaan yang tidak menyenangkan. Menurut pendapat Freud (dalam Julianti, 2005) kecemasan merupakan suatu keadaan perasaan, dimana individu merasa lemah sehingga tidak berani dan tidak mampu untuki bersikap serta bertindak secara rasional sesuai dengan keharusannya. Selain itu kecemasan memiliki karakteristik berupa munculnya perasaan takut dan kehati-hatian (kewaspadaan) yang tidak jelas
dan tidak menyenangkan (Davidson, Neule dalam Julianti, 2001) dimana gejala kecemasan yang muncul dapat berbeda pada masing-masing individu. Adalah normal, jika siswa kadang merasa cemas atau khawatir saat menghadapi kesulitan di sekolah, seperti saat akan mengerjakan ujian (Santrock, 2007) Sejalan dengan pendapat diatas Elliot, dkk (1996), mengungkapkan pada dasarnya kecemasan dalam tingkat rendah dan sedang berpengaruh positif terhadap penampilan belajar siswa, salah satunya dapat meningkatkan motivasi belajar. Sebaliknya, dapat memberikan pengaruh yang buruk atau negatif apabila kecemasan berada dalam tingkat tinggi. Searah dengan pendapat tersebut, Sukmadinata (2003), mengungkapkan bahwa kecemasan dan kekhawatiran memiliki nilai positif asal intensinya tidak begitu kuat, sebab kecemasan dan kekhawatiran yang ringan dapat menjadi motivasi. Kekhawatiran dan kecemasan yang sangat kuat bersifat negatif, karena dapat menimbulkan gangguan baik secara psikis maupun secara fisik. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kecemasan merupakan keadaan yang tidak beralasan dan tidak bisa diungkapkan atau perasaan takut yang tidak jelas dan tidak menyenangkan dimana individu atau siswa merasa lemah sehingga tidak berani dan tidak mampu untuk bertindak sesuai dengan keharusannya dalam hal ini persiapan siswa untuk menghadapi Ujian Nasional.
Gejala Kecemasan Menurut Williams (1997) bahwa sebagian besar individu pernah mengalami kecemasan terutama jika menghadapi situasi yang mengancam dan stres. Perasaan tersebut adalah reaksi normal terhadap stres. Sedangkan menurut Hyman dan Pedrick (2012) ada 3 tingkat kecemasan, yaitu fisik, mental, dan perilaku. Menurut Kaplan, dkk (dalam Julianti, 1994) kecemasan dalam taraf tertentu dapat mendorong meningkatnya performa. Misalnya seorang siswa yang cemas dalam tingkat rendah untuk mengahadapi UN yang dianggap tingkat ketidaklulusannya cukup tinggi dan soal-soal dalam UN sulit, membuat siswa harus belajar keras
dan mempersiapkan diri
untuk
menghadapi
ujian
(facilitating anxiety). Namun kecemasan yang berlebihan terhadap UN dapat membuat siswa mengalami hambatan (blocking) dan tidak bisa mengerjakan soal-soal dalam ujian (debilitating anxiety). Berdasarkan aspek-aspek diatas, penulis mengacu pada aspek tingkat kecemasan menurut Hyman dan Pedrick (2012) yaitu fisik, mental, dan perilaku. Pengertian Ujian Nasional (UN) Dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 20 tahun 2005 tentang ujian nasional (UN) tahun ajaran 2005/2006, dijelaskan bahwa ujian nasional adalah kegiatan pengukuran dan penilaian kompetensi peserta didik secara nasional untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah. Sedangkan pada Pasal 68 bagian IV bab X Peraturan Pemerintah RI No. 19/2005 tentang Standart
Nasional Pendidikan dan pasal 3 Pemendiknas No. 78/2008 tentang Ujian Nasional SMP/MTs/SMPLB, SMALB, dan SMK tahun pelajaran 2008/2009, menjelaskan bahwa ujian nasional berfungsi sebagai alat pemeta mutu program dan atau satuan pendidikan, dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya, penentu kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan, dan sebagai dasar pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan. Hal ini menunjukkan ujian nasional menjadi dasar penentu keberlanjutan pendidikan siswa ke jenjang berikutnya. Pemberian standar kelulusan Ujian Nasional (UN) dirintis sejak enam tahun terakhir ini yang merupakan kebijakan baru di dunia pendidikan di Indonesia. Standar ini di buat untuk menyeragamkan standar kelulusan di seluruh tanah air. Hal ini sangat penting, mengingat standar itu sangat dibutuhkan karena berkaitan dengan nama baik dunia pendidikan di Indonesia (Damanik, 2006). Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ujian nasional (UN) adalah kegiatan pengukuran dan penilaian atau evaluasi peserta didik dari jenjang pendidikan dasar sampai ke jenjang menengah. Ujian nasional (UN) juga berfungsi sebagai alat pemeta mutu pendidikan dan pembinaan kepada satuan pendidikan serta menjadi dasar untuk masuk ke jenjang pendidikan
berikutnya
dalam
pendidikan di seluruh Indonesia.
upaya
meningkatkan
mutu
Fungsi Ujian Nasional (UN) Ujian Nasional (UN) memiliki 3 fungsi, diantaranya fungsi Akademis, fungsi Politis, dan fungsi Pedagogis. Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional (UN) Menurut
Freud
(dalam
Julianti,
2005)
kecemasan
merupakan suatu keadaan perasaan, dimana individu merasa lemah sehingga tidak berani dan tidak mampu untuk bersikap serta bertindak secara rasional sesuai dengan semestinya. Adalah normal, jika siswa kadang merasa cemas atau khawatir saat menghadapi kesulitan di sekolah, seperti saat akan mengerjakan ujian (Santrock, 2007). Sedangkan Ujian nasional (UN) adalah sebagai penentu siswa untuk melanjutkan ke jenjang berikutnya. Mengingat subjek dalam penelitian ini adalah siswa SMA kelas XII, maka salah satu lingkungan sosial yang dihadapi siswa adalah sekolah (Meichati, 1983), yang menurut pendapat Sukmadinata (2003), salah satu komponen lingkungan sosial sekolah adalah hubungan siswa dan guru. Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa kecemasan
menghadapai ujian nasional (UN) adalah suatu
keadaan perasaan, dimana individu merasa lemah sehingga tidak berani dan tidak mampu untuk bersikap serta bertindak secara rasional sesuai dengan semestinya, dalam hal ini siswa menghadapi ujian nasional.
Pengertian Persepsi Branca, Woodworth, dan Marquis, 1965 (dalam Walgito, 1992)
menyatakan persepsi merupakan suatu proses yang
didahului oleh penginderaan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera. Stimulus yang diindera itu kemudian oleh individu diorganisasikan dan diinterpretasikan sehingga individu menyadari, mengerti apa yang telah diindera itu. Persepsi tidak hanya didasarkan kepada ingatan tentang masa lalu dan kemampuan menghubungkan pengalaman sekarang dengan pengalaman masa lalu (kognisi) saja, akan tetapi juga melibatkan unsur perasaan (afeksi) (Schiffman, dalam Sukmana, 2003). Walgito (2002), menyatakan bahwa objek manusia disebut sebagai person perception atau social perception dan objek non manusia sering disebut sebagai nonsocial perception atau things perception. Pada penelitian ini, objek yang dimaksud adalah objek manusia atau person perception, yaitu guru berserta kompetensi pedagogiknya. Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah proses yang didahului oleh penginderaan atau bagaimana cara seseorang memandang terhadap stimulus yang
diterima
yang
akhirnya
individu
tersebut
akan
memahaminya. Faktor-faktor Persepsi Beberapa faktor persepsi menurut Walgito (1992), yaitu objek yang dipersepsi, alat indera atau reseptor, syaraf dan pusat susunan syaraf, dan perhatian.
Kompetensi Pedagogik Guru Matematika Kompetensi menurut Pasal 3 ayat (1) bagian I bab II Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 74/2008 tentang Guru,
dijelaskan
bahwa
kompetensi
sebagai
seperangkat
pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dan diaktualisasikan
oleh
guru
dalam
melaksanakan
tugas
keprofesionalan. Selain itu, guru mempunyai standar kompetensi. Standar kompetensi guru ialah suatu ukuran yang ditetapkan atau dipersyaratkan dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan perilaku perbuatan bagi seorang guru agar berkelayakan untuk menduduki jabatan fungsional sesuai bidang tugas, kualifikasi, dan jenjang pendidikan. Kompetensi pedagogik pada dasarnya adalah kemampuan yang harus dimiliki guru dalam mengajarkan materi tertentu kepada siswanya. Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi kedua, 1995) matematika adalah ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kompetensi pedagogik guru matematika adalah kemampuan seorang guru yang berpengalaman dalam mengajar tentang ilmu bilangan dan penyelesaiannya terhadap peserta didik, serta kemampuan pembelajaran peserta didik dalam penampilan kerja yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasional untuk mencapai tujuan dan suatu ukuran yang telah ditetapkan dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan perilaku sebagai seorang
guru agar layak untuk menduduki jabatan fungsional sesuai dengan bidang, kualitas, dan jenjang pendidikan. Persepsi Siswa terhadap Kompetensi Pedagogik Guru Matematika Walgito
(1997)
mendefinisikan
persepsi
sebagai
pengorganisasian, penginterpretasian, terhadap stimulus yang diinderanya sehingga merupakan sesuatu yang berarti, dan merupakan respon yang integritas dalam diri individu. Persepsi tersebut tidak hanya didasarkan kepada ingatan tentang masa lalu dan kemampuan menghubungkan pengalaman sekarang dengan pengalaman masa lalu (kognisi) saja, akan tetapi juga melibatkan unsur perasaan (afeksi) (Schiffman, dalam Sukmana, 2003). Pada penelitian ini, objek yang dimaksud adalah objek manusia atau person perception, yaitu guru berserta kompetensinya. Nasution (1987) mengemukakan bahwa siswa kelompok orang atau individu yang dididik dalam proses pembelajaran. Adapun siswa itu sendiri mempunyai karakteristik seperti siswa penurut, siswa pendiam, siswa dapat berdiri sendiri, dan siswa menarik perhatian. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi siswa terhadap kompetensi pedagogik guru matematika didefinisikan sebagai suatu proses penerimaan, pengorganisasian dan penginterpretasian baik yang didasarkan kepada ingatan masa lalu dan kemampuan menghubungkan pengalaman sekarang dengan masa lalu (kognisi) dan unsur perasaan (afeksi) siswa
yang melibatkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang dimiliki gurunya dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan
terutama dalam mata pelajaran matematika yaitu bagaimana guru dapat memahami karakteristik peserta didik dari berbagai aspek yaitu aspek sosial, moral, kultural, emosional, dan intelektual. Hubungan Antara Persepsi Siswa Terhadap Kompetensi Pedagogik Guru Matematika dengan Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional Setiap siswa dituntut oleh guru untuk mempunyai persepsi yang baik dalam berbagai bidang pelajaran dan seorang guru harus tahu bagaimana situasi kelas yang dihadapinya. Menurut Zainal (2002), pembelajaran adalah upaya mengorganisasikan lingkungan untuk menciptakan kondisi belajar bagi peserta didik. Proses belajar merupakan rangkaian kegiatan yang lebih terfokus pada keaktifan siswa dalam kegiatan belajar, dan pengajar lebih bersifat sebagai fasilitator, mediator, dan motivator serta menyiapkan dan menetapkan materi pembelajaran sesuai dengan bidang mata pelajaran yang diampunya. Guru harus dapat memahami bahwa belajar bagi siswa adalah ingin tahu, ingin mengerti, melihat, mencari, dan dapat menemukan permasalahan serta memecahkan masalah yang dihadapi serta guru memberikan kesempatan siswanya untuk berinteraksi dengan temannya dalam menyelesaikan tugas-tugas sekolah yang dianggap sulit. Tapi bila siswa mempunyai pandangan negatif tentang kemampuan mengajar guru maka siswa akan menjadi malas untuk mengikuti
pelajaran, tidak ada motivasi dan malas untuk melakukan pekerjaan atau kegiatan sekolahnya. Kompetensi pedagogik guru matematika yang kurang baik tidak akan mampu mengembangkan prestasi belajar siswanya. Sebaliknya, bila kompetensi pedagogik guru matematika yang ditampilkan melalui penguasaan dan mampu memberikan materi dengan baik maka dapat meningkatkan prestasi belajar peserta didiknya terutama dalam mata pelajaran matematika. Hal ini menunjukkan bila siswa memiliki persepsi yang positif tentang kompetensi pedagogik para guru terutama matematika maka siswa merasa senang, nyaman, memiliki kepercayaan, dan semakin tekun dalam belajar serta berusaha meningkatkan prestasi belajarnya sehingga siswa memiliki keyakinan diri dan siap untuk menghadapi ujian. Hal ini akan membantu siswa untuk mengurangi kecemasan yang mereka rasakan pada saat ujian nanti. Namun, jika semakin negatif persepsi siswa tentang kompetensi pedagogik para guru matematika maka siswa merasa tidak nyaman, tidak tekun dalam belajar, tidak adanya motivasi mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru sehingga dapat mempengaruhi belajarnya. Hal tersebut akan meningkatkan kecemasan siswa dalam menghadapi ujian dan menghambat siswa dalam pencapaian nilai ujian secara maksimal, karena konsentrasi belajar siswa teralih pada gejala kecemasan yang dirasakannya.
METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan didalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2012). Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah siswa dan siswi SMA kelas XII. Sampel adalah sebagian dari jumlah dan berkarakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Sampel diambil dari populasi harus representatif atau mewakili (Sugiyono, 2006) sampel inilah yang dalam penelitian diambil datanya untuk membuat suatu kesimpulan. Dalam penelitian ini yang menjadi sampel adalah sebagian siswa dan siswi SMA kelas XII. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan mengunakan teknik snowball sampling yaitu teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian sampel ini disuruh memilih teman-temannya untuk dijadikan sampel (Sugiyono, 2006). Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah skala. Skala merupakan suatu alat ukur berupa daftar pernyataan mengungkap indikator dari aspek yang diukur, dan jawaban yang diberikan tergantung pada interpretasi subjek terhadap pernyataan tersebut (Azwar, 1999). Terdapat 2 skala
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu skala Persepsi Siswa terhadap kompetensi Pedagogik Guru Matematika dan skala Kecemasan Siswa Menghadapi Ujian yang diberikan kepada siswa-siswi kelas XII SMA. Persiapan Alat Ukur untuk Skala Persepsi Siswa terhadap Kompetensi Pedagogik Guru Matematika dibuat berdasarkan UU No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen, yaitu kompetensi pedagogik guru tentang memahami karakteristik peserta didik dari berbagai aspek yaitu aspek sosial, moral, kultural, emosional, dan intelektual. Pada skala ini terdapat 34 aitem terdiri dari 17 aitem favorable dan 17 aitem unfavorable. Sedangkan untuk Skala kecemasan siswa menjelang ujian nasional dibuat berdasarkan teori dari Hyman dan Pedrick (2012) yang terdapat ada 3 gejala kecemasan yaitu mental, fisik, dan perilaku. Pada skala ini terdapat 42 aitem terdiri dari 33 aitem favorable dan 9 aitem unfavorable. Dalam penelitian ini try out dilakukan pada 30 orang untuk skala perspesi siswa terhadap kompetensi pedagogik guru matematika dan diperoleh dari hasil perhitungan korelasi itemtotal dengan bantuan program SPSS 17.0 for windows, terdapat 14 dari 34 item dinyatakan gugur karena memiliki koefisien korelasi ≤ 0,30. Jumlah item yang lolos seleksi sebanyak 20 item. Koefisien korelasi item-total pada skala ini bergerak dari angka 0,316 sampai
dengan 0,702, dengan pengujian reliabilitas
sebanyak dua kali putaran maka diperoleh koefisien reliabilitas α
= 0,864 dari 20 aitem valid. Dalam penelitian try out dilakukan pada 40 orang untuk skala kecemasan siswa menjelang ujian nasional dan diperoleh hasil perhitungan korelasi item-total dengan bantuan program SPSS 17.0 for windows, terdapat 9 dari 42 item dinyatakan gugur karena memiliki koefisien korelasi ≤ 0,20. Jumlah item yang lolos seleksi sebanyak 33 item. Koefisien korelasi item-total pada skala ini bergerak dari angka 0,223 sampai dengan 0,708, dengan pengujian reliabilitas sebanyak dua kali putaran maka diperoleh α = 0,886. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan di Kota Salatiga pada siswa-siswi kelas XII SMA di Kota Salatiga dengan teknik snowball sampling dan mendapatkan 25 siswa-siswi kelas XII SMA yang sedang beristirahat di luar sekolah atau pada saat jam makan siang. Uji Asumsi Uji Normalitas Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji kolmogorov smirnov dengan bantuan SPSS versi 17.0 for windows. Di lihat hasil perhitungan uji normalitas One Sample Kolmogorov-Smirnov Test diperoleh hasil skor skala kecemasan siswa menjelang UN berdistribusi normal, yang dapat dilihat dari besarnya nilai KS-Z = 0,600 dengan sig. sebesar 0,864 (p > 0,05). Sedangkan skor persepsi siswa terhadap kompetensi guru
berdistribusi normal, yang dapat dilihat dari besarnya nilai KSZ = 0,621 dengan sig.0,836 (p > 0,05). Uji Linearitas Dari hasil uji linieritas dari perhitungan uji linieritas pada Anova Tabel diperoleh nilai F sebesar 1,076 dengan sig.= 0,532 ( p > 0,05) yang menunjukkan hubungan antara skala persepsi siswa terhadap kompetensi pedagogik guru matematika dengan kecemasan siswa menjelang UN adalah tidak linear. Norma Alat Ukur Norma Persepsi Siswa terhadap Kompetensi Pedagogik Guru Matematika Peneliti menghitung norma alat ukur skala persepsi siswa terhadap kompetensi pedagogik guru matematika dengan 20 yang disebarkan pada 25 siswa-siswi kelas XII sebagai responden. Aitem valid yang memiliki pilihan jawaban sebanyak 4, dengan skoring dari 1 sampai dengan 4. Dengan demikian, peluang skor tertinggi adalah 4 x 20 = 80, peluang skor terendah adalah 1 x 20 = 20, sehingga luas jarak sebarannya adalah 80-20 = 60. Dengan demikian, setiap satuan standar deviasi standarnya bernilai σ = 60/6 = 10, dan mean teoritiknya adalah µ = 20 x 2,5 = 50. Dari keenam satuan standar deviasi, peneliti hanya menggolongkan subjek ke dalam 4 kategori diagnosis persepsi siswa terhadap kompetensi pedagogik guru matematika, yaitu : (µ + 0,75 σ) ≤ X = Sangat Tinggi, µ ≤ X (µ + 0,75 σ) = Tinggi, (µ - 0,75 σ) ≤ X < µ = Rendah, X < (µ - 0,75 σ) = Sangat Rendah. Sehingga dengan
harga σ = 10 diperoleh kategori-kategori skor jenjang persepsi siswa terhadap kompetensi pedagogik guru matematika sebagai berikut : [50 + 0,75 (10)] ≤ X = 57,5, 50 ≤ X [50 + 0,75 (10)] = 50 ≤ X < 57,5, [50 - 0,75 (10)] ≤ X < 50 = 42,5 ≤ X < 50, X < [50 - 0,75 (10)] = 42,5. Setelah ditetapkan norma kategorisasi di atas, maka siswa yang mendapat skor 57,5 ≤ X = 12 siswa dalam skala tersebut dapat
dikatakan
sebagai
persepsi
terhadap
kompetensi
pedagogik guru matematika yang sangat tinggi dengan persentase 48%, siswa yang mendapat skor 50 ≤ X < 57,5 = 10 siswa dalam skala tersebut dapat dikatakan sebagai persepsi terhadap kompetensi pedagogik guru matematika yang tinggi dengan persentase 40%, siswa yang mendapat skor 42,5 ≤ X < 50 = 2 dalam skala tersebut dapat dikatakan sebagai persepsi terhadap kompetensi pedagogik guru matematika yang rendah dengan persentase 8%, dan siswa yang mendapat skor X < 42,5 = 1 siswa dalam skala tersebut dapat dikatakan sebagai persepsi terhadap kompetensi pedagogik guru matematika yang sangat rendah dengan persentase 4%. Norma Kecemasan Siswa menjelang Ujian Nasional Setelah mendapatkan skor dari jawaban setiap responden, maka peneliti menghitung norma alat ukur skala Kecemasan Siswa menjelang Ujian Nasional dengan 33 aitem valid memiliki pilihan jawaban sebanyak 4 dengan skoring dari 1 sampai dengan 4. Dengan demikian, peluang skor tertinggi
adalah 4 x 33 = 132, peluang skor terendah adalah 1 x 33 = 33, sehingga luas jarak sebarannya adalah 132-33 = 99. Dengan demikian, setiap satuan standar deviasi standarnya bernilai σ = 99/6 = 17 (dibulatkan), dan mean teoritiknya adalah µ = 33 x 2,5 = 83 (dibulatkan). Dari keenam satuan standar deviasi, peneliti hanya menggolongkan subjek ke dalam 3 kategori diagnosis kecemasan siswa menjelang ujian nasional, yaitu : (µ + 1,5 σ) ≤ X = Tinggi, (µ - 1,5 σ) ≤ X < (µ + 1,5 σ) = Sedang, X < (µ - 1,5 σ) = Rendah.Sehingga dengan harga σ = 17 diperoleh kategori-kategori
skor
jenjang
persepsi
siswa
terhadap
kompetensi pedagogik guru matematika sebagai berikut : [83– 1,5 (17)] ≤ X = 108,5 ≤ X, [83–1,5 (17)] ≤ X < [83+1,5 (17)] = 57,5 ≤ X < 108,5, X < [83–1,5 (17)] = X < 57,5. Setelah ditetapkan norma kategorisasi di atas, maka siswa yang mendapat skor 108,5 ≤ X = 0 siswa dalam skala tersebut dapat dikatakan sebagai kecemasan siswa menjelang ujian nasional yang tinggi dengan persentase 0%, siswa yang mendapat skor 57,5 ≤ X < 108,5 = 23 siswa dalam skala tersebut dapat dikatakan sebagai kecemasan siswa menjelang ujian nasional yang sedang dengan persentase 92%, dan siswa yang mendapat skor X < 57,5 = 2 siswa dalam skala tersebut dapat dikatakan sebagai kecemasan siswa menjelang ujian nasional yang rendah dengan persentase 8%.
Hasil Analisis Data Analisa Deskriptif Analisis Deskriptif Skala Persepsi Siswa terhadap Kompetensi Pedagogik Guru Berdasarkan pada hasil statistik deskriptif tampak skor empirik yang diperoleh pada skala Persepsi Siswa terhadap Kompetensi Pedagogik Guru Matematika paling rendah adalah 37, paling tinggi 75, rata-rata 58,68 dengan standar deviasi 10,003. Nilai-nilai tersebut diperoleh dari 20 item skala Persepsi Siswa terhadap Kompetensi Pedagogik Guru Matematika yang valid. Berdasarkan rata-rata sebesar 58,68 dapat dikatakan bahwa rata-rata siswa yang diteliti memilliki skala Persepsi Siswa terhadap Kompetensi Pedagogik Guru Matematika pada kategori tinggi. Analisis Deskriptif Skala Kecemasan menjelang Ujian Nasional Berdasarkan pada lampiran 4 tentang statistik deskriptif tampak skor empirik yang diperoleh pada skala Kecemasan menjelang Ujian Nasional paling rendah adalah 51, paling tinggi 106, rata-rata 80,12 dengan standar deviasi 12,238. Nilai-nilai tersebut diperoleh dari 33 item skala Kecemasan menjelang Ujian Nasional yang valid. Berdasarkan rata-rata sebesar 80,12 dapat dikatakan bahwa rata-rata siswa yang diteliti memiliki skala Kecemasan menjelang Ujian Nasional pada kategori sedang.
Analisis Korelasi Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi product moment. Untuk perhitungan dilakukan dengan bantuan program SPSS Versi 17.0 for windows. Dari hasil output korelasi diketahui bahwa korelasi antara persepsi siswa terhadap kompetensi guru matematika dengan kecemasan menjelang UN, dengan nilai r = -0,037, dengan nilai signifikan sebesar 0,861 (p > 0,05), artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara persepsi siswa terhadap kompetensi pedagogik guru matematika dengan kecemasan siswa menghadapi ujian nasional. Untuk mendukung bahwa kedua variabel tidak ada hubungan atau tidak ada korelasi bisa melihat hasil scatter plot pada lampiran 5, dari hasil tersebut tampak penyebaran butirbutir tidak merata dan cenderung ada di tengah. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan antara persepsi siswa terhadap kompetensi pedagogik guru matematika dengan kecemasan siswa menjelang ujian nasional kelas XII SMA dan hasil uji korelasi diketahui bahwa kedua variabel memiliki koefisien korelasi -0,037, dengan nilai signifikan 0,861, yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara persepsi siswa terhadap kompetensi pedagogik guru matematika dengan kecemasan siswa menjelang ujian nasional. Hal ini menunjukkan bahwa, tinggi rendahnya persepsi siswa terhadap kompetensi pedagogik guru matematika tidak berdampak pada tinggi
rendahnya tingkat kecemasan siswa menjelang ujian nasional. Berkaitan dengan hasil penelitian terdahulu, penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Ayuningtyas (2009), yang mengatakan bahwa ada hubungan yang negatif antara persepsi siswa terhadap kompetensi guru dengan kecemasan menghadapi ujian nasional. Berdasarkan hasil analisis deskriptif pada lampiran 4 untuk skala persepsi siswa terhadap kompetensi pedagogik guru matematika diperoleh mean sebesar 58,68 yang memiliki persepsi siswa terhadap kompetensi pedagogik guru matematika yang berada pada kategorisasi tinggi. Hal ini berarti bahwa pada saat penelitian
dilakukan,
siswa
mempersepsikan
kompetensi
pedagogik guru matematika secara positif terutama dalam hal memahami karakteristik siswa dari berbagai aspek. Berdasarkan dari perhitungan norma persepsi siswa terhadap kompetensi pedagogik guru matematika terhadap 25 siswa, terdapat 12 siswa yang berada pada ketegori sangat tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa 12 siswa tersebut menilai sangat positif terhadap kompetensi pedagogik yang dimiliki guru matematika terutama dalam hal memahami karakteristik siswasiswi dari berbagai aspek. Dengan adanya persepsi siswa yang sangat positif terhadap kompetensi pedagogik guru matematika dalam hal memahami karakteristik siswa dari berbagai aspek terutama dalam mengetahui pengetahuan peserta didik terbentuk karena adanya rangkaian kerjasama yang positif antara aspek
kognisi dan afeksi. Hal tersebut didukung dengan jumlah skor total yang tinggi yaitu pada aitem pernyataan nomor 14 yang menyebutkan guru matematika saya memberikan banyak kesempatan kepada siswa untuk bertanya, mempraktekkan, dan berinteraksi dengan peserta didik lain, sehingga siswa dan guru dapat mempertahankan persepsi yang positif. Siswa yang memiliki kognisi yang positif, didukung dengan adanya afeksi yang positif terhadap kompetensi pedagogik guru matematika.. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Schiffman (dalam Sukmana, 2003) yang menyebutkan bahwa persepsi individu tidak hanya didasarkan pada ingatan tentang masa lalu dan kemampuan menghubungkan pengalaman masa sekarang dengan pengalaman masa lalu (proses kognisi) saja, tetapi melibatkan unsur perasaan juga (afeksi). Dengan demikian, siswa-siswi akan timbul kepercayaan (kognisi) dan kenyamanan (afeksi) terhadap kompetensi pedagogik yang dimiliki guru matematika. Selain
itu
Supratiknya
(1995),
berpendapat
bahwa
kepercayaan dan kenyamanan mutlak diperlukan agar suatu relasi tumbuh dan berkembang. Dengan demikian, kepercayaan dan kenyamanan merupakan modal penting untuk menciptakan komunikasi yang efektif antara siswa dan gurunya. Pada saat siswa percaya terhadap kompetensi pedagogik yang dimiliki gurunya, siswa akan menganggap penting atas penjelasan yang guru berikan, maka dari itu adanya kenyamanan dan rasa tenang yang dirasakan siswa dalam berinteraksi dengan gurunya, baik di
kelas maupun di luar kelas, akan membuat siswa lebih bisa membuka diri kepada guru matematika atas segala kondisi dan kesulitan serta permasalahan yang dihadapi dan dirasakan siswa dalam menghadapi berbagai tantangan belajar, salah satunya adalah untuk menghadapi Ujian Nasional (UN). Berdasarkan pada kategorisasi persepsi siswa terhadap kompetensi pedagogik guru matematika terdapat 1 siswa pada kategorisasi sangat rendah. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa siswa menilai komptensi pedagogik
yang dimiliki guru
matematika terutama dalam memahami karakteristik peserta didik yang berkaitan dengan aspek fisik, intelektual, sosial-emosional, spiritual, dan latar belakang sosial-budaya sangat rendah. Hal ini dapat dilihat dari jumlah nilai skor aitem pernyataan nomor 11 yang menyebutkan guru matematika saya tidak bisa memahami gaya belajar yang berbeda pada siswanya. Dengan demikian, guru matematika dapat lebih peka terhadap gaya belajar yang berbeda pada setiap siswa-siswinya sehingga mereka mendapatkan rasa percaya dan kenyamanan dalam belajar mengajar dalam mempersiapkan ujian nasional. Ujian Nasional (UN) sebagai syarat penentu untuk kelulusan siswa, dengan adanya Standar Kompetensi Kelulusan Nasional (SKLUN) yang terus mengalami peningkatan setiap tahunnya dan adanya penambahan mata pelajaran
yang
diikutsertakan dalam UN, serta singkatnya waktu untuk mempersiapkan segala kegiatan belajar untuk UN, pada
kenyataannya menimbulkan kecemasan dalam diri siswa. Kecemasan menghadapi Ujian Nasional (UN) adalah ketakutan, kekhawatiran, dalam kegelisahan bahwa akan terjadi hal-hal yang tidak diingingkan dalam UN, yang ditunjukkan dengan adanya gejala psikologis, fisiologis, dan mental, yang dirasakan siswa pada saat akan menjelang UN. Berdasarkan dari hasil kategorisasi skala kecemasan siswa menjelang Ujian Nasional diperoleh mean sebesar 80,12 yang memiliki kecemasan menjelang ujian nasional dalam kategori sedang. Kecemasan siswa menjelang ujian nasional yang berada dalam kategori sedang tersebut, pada kenyataannya justru akan mendorong siswa untuk lebih giat belajar dalam mempersiapkan ujian nasional. Hal ini sesuai dengan pendapat Elliot, dkk, (1996) yang mengemukakan bahwa tingkat kecemasan yang sedang berpengaruh positif terhadap penampilan belajar siswa, yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Sedangkan tingkat kecemasan yang tinggi justru akan mengganggu belajar siswa. Kecemasan dalam kategori sedang yang siswa rasakan akan membantu siswa untuk lebih sungguh-sungguh dalam membekali diri dengan menguasai serta memahami segala materi pelajaran yang akan diujikan dalam ujian nasional terutama pelajaran matematika, sehingga mampu meraih nilai yang bagus dalam ujian nasional khususnya pelajaran matematika. Adanya
persepsi
yang
positif
terhadap
kompetensi
pedagogik yang dimiliki gurunya, ini menjadi modal penting
dalam terciptanya komunikasi yang efektif antara guru dan siswa, yang pada akhirnya akan membentuk sikap yang positif terhadap guru matematika, dengan demikian dapat memperlancar jalannya proses belajar mengajar. Hal ini sesuai dengan pendapat Syah (2003), yang mengatakan bahwa sikap siswa yang positif terhadap guru merupakan pertanda awal yang baik bagi proses belajarnya. Terbentuknya sikap yang positif terhadap kompetensi pedagogik guru matematika maka akan tercipta situasi atau proses belajar mengajar yang kondusif. Dengan terciptanya situasi yang kondusif dalam proses belajar mengajar antara siswa dan guru akan dapat memberikan umpan balik (feed back) dalam proses belajar mengajar. Dengan adanya situasi belajar mengajar yang kondusif akan menumbuhkan adanya perasaan yang didukung oleh guru terutama guru matematika dalam diri siswa yang akan membantu siswa dalam menumbuhkan keyakinan diri dalam proses belajar baik di sekolah maupun di rumah. Keyakinan diri tersebut ditandai dengan keyakinan untuk melakukan sesuatu hal dengan baik dan berhasil (Dariyo, 2007). Terkait dengan pelaksanaan menjelang Ujian Nasional (UN), berdasarkan pendapat Dariyo, maka siswa yang mempunyai keyakinan diri akan merasa yakin bahwa dirinya mampu menghadapi dan berhasil dalam Ujian Nasional (UN) khusunya dalam mata pelajaran metematika. Dengan demikian dengan adanya keyakinan tersebut dalam diri siswa, maka siswa akan
memiliki kesiapan dan kecemasan yang dirasakan oleh siswa menjelang Ujian Nasional (UN) dapat di minimalisir. Berdasarkan hal di atas, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara persepsi siswa terhadap kompetensi pedagogik guru matematika dengan kecemasan siswa menjelang ujian nasional. Hal ini disebabkan bahwa persepsi siswa terhadap kompetensi pedagogik guru matematika dengan kecemasan siswa
menjelang ujian nasional
tidak selalu
dipengaruhi oleh tinggi rendahnya siswa menilai kompetensi pedagogik
yang
dimiliki
oleh
gurunya
khususnya
guru
matematika, tetapi bisa disebabkan oleh faktor dalam diri siswa misalnya siswa tersebut memang sudah siap untuk menghadapi ujian nasional, faktor lingkungan misalnya sebagian besar siswa mengikuti bimbingan belajar terutama mata pelajaran matematika dan membuat kelompok belajar bersama. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara persepsi siswa terhadap kompetensi pedagogik guru matematika dengan tingkat kecemasan siswa menjelang ujian nasional. Hal ini menunjukkan bahwa, tinggi rendahnya persepsi siswa terhadap kompetensi pedagogik guru matematika tidak berdampak pada tinggi rendahnya tingkat kecemasan siswa menjelang ujian nasional.
Saran 1. Bagi siswa, dari hasil penelitian ini dapat menjadi masukan kepada siswa agar mereka dapat menjaga persepsi yang positif terhadap kompetensi pedagogik guru matematika. 2. Bagi guru dan sekolah, Untuk pihak sekolah disarankan dapat mempertahankan persepsi yang positif terhadap kompetensi guru yang dimiliki guru terutama kompetensi pedagogik guru matematika. 3. Bagi peneliti selanjutnya, bagi peneliti selanjutnya dan akan mengambil topik yang sama, disarankan : a. Peneliti dalam melakukan penelitian dapat menggunakan populasi yang lebih luas dan lebih banyak responden. b. Sebelum pengambilan data peneliti harus mencari sekolah–sekolah sejak jauh-jauh hari agar mendapatkan ijin untuk melakukan penelitian. c. Mengingat peneliti dalam pengambilan data 1 bulan sebelum
ujian
nasional.
Bagi
peneliti
selanjutnya
diharapkan dalam pengambilan data di waktu yang berdekatan dengan ujian nasional yaitu 1 minggu atau 2 hari sebelum ujian nasional sehingga dapat mengetahui kecemasan siswa-siswi menjelang Ujian Nasional (UN). d. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan untuk dapat meneliti lebih khusus tentang nilai mata pelajaran matematika guna mengetahui apakah siswa-siswi mengalami kecemasan pada saat akan menjelang ujian nasional.
DAFTAR PUSTAKA Alwi, H. (2005). Kamus besar bahasa indonesia. (Edisi ke tiga). Jakarta: Balai Pustaka Ayuningtyas, R. P. (2009). Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kompetensi Guru Dengan Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional (UN) Pada Siswa Kelas IX SMP N 1 Semarang. Skripsi (tidak diterbitkan). Semarang. Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Azwar, S. (1999). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Belajar Damanik. (2006). UN dan standar kelulusan. www.hariansib.com Dariyo, A. 2007. Psikologi perkembangan anak tiga tahun pertama. Bandung: PT Refika Aditama Dewi, Y.M. (2006). Hubungan antara dukungan sosial orang tua dengan tingkat kecemasan dalam menghadapi seleksi penerimaan mahasiswa baru (SPMB) pada siswa SMA Negeri 4 Surakarta. Skripsi (tidak diterbitkan). Salatiga. Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana Elliot, S. N., Kratochwill, T. R., Litllefield, J., & Travers, J. F. (1996). Educational psychology. 2nd Ed. Madition : Brownand Benchmark Company Hyman, B.M and Cherry Pedrick. (2012). Anxiety disorder. Minneapollis: USA Today Julianti, F. F. (2005). Psikologi abnormal klinis dewasa. Jakarta: UI Press Meichati, S. (1983). Kesehatan mental. Yogyakarta: Andi Offset Nasution, S. (1987). Berbagai pendekatan dalam proses belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara Purwantini, C., & Purwanti, R. E. (2007). Persepsi Guru, Orang Tua, dan Siswa Terhadap UN Studi Empirik SMP-SMP di Kotamadya Yogyakarta. Widya Dharma, Majalah Ilmiah Kependidikan, 18 (1), 35-50
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. 2008. Bandung: Yrama Widya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 74 Tahun 2008 tentang Guru. 2009. Bandung: Nuansa Aulia Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 78 Tahun 2008 tentang Ujian Nasional SMP/MTs/SMPLB, SMALB, dan SMK Tahun Pelajaran 2008/2009. 2008. Jakarta: Depdiknas Santrock, J. W. (2007). Psikologi pendidikan. Edisi Kedua. Cetakan 1. Alih bahasa: Tri Wibowo B. S. Jakarta: Kencana Sugiyono. (2006). Statistik untuk penelitian. kesesembilan). Bandung: CV Alfabeta
(cetakan
Sugiyono. (2012). Statistik untuk penelitian. (cetakan 20). Bandung : CV Alfabeta Sukmadinata, N. S. (2003). Landasan psikologi pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
proses
Sukmana, O. (2003). Dasar-dasar psikologi lingkungan. Malang: UMM Press Supratiknya. (1995). Komunikasi antar pribadi. Yogyakarta: Kanisius Syah, M. (2003). Psikologi belajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Walgito, B. (1992). Penganrat psikologi umum. Yogjakarta: Andi Offset Walgito, B. (1997). Pengantar psikologi umum. (cetakan kelima). Yogyakarta: Andi Offset Widayanti, N. (2007). Hubungan antara persepsi siswa terhadap kualitas pengajaran guru matematika dengan prestasi belajar matematika. Skripsi (tidak diterbitkan). Salatiga. Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana
Williams, S. (1997). Mananging preasurre for performance. (terjemahan oleh Suwardi). Jakarta: Gramedia Pustaka Umum Zaenal, A. (2002). Profesionalisme guru dalam pembelajaran. Surabaya: Insan Cendikia