BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1.
Sistem Informasi Akuntansi 2.1.1. Pengertian Sistem Wilkinson, J. W., Cerullo, M. J., Raval, V., Wong-On-Wing, B. (2000, p6), “A system is unified group of interacting parts that function together to achieve its purposes” Sebuah system adalah sekelompok bagian yang memiliki fungsi yang saling berinteraksi dan secara bersama mencapai tujuannya Menurut Bodnar dan Hopwood yang diterjemahkan oleh Jusuf, A. A, (2004, p1), Sistem adalah kumpulan sumberdaya yang berhubungan untuk mencapai tujuan tertentu Jadi sistem adalah sekumpulan bagian yang saling terhubung dan berinteraksi untuk mencapai tujuannya
2.1.2. Pengertian Informasi Menurut Wilkinson et al. (2000, p5), “Information is intelligence that is meaningful and useful to persons for whom it is intended.” Informasi adalah kecerdasan yang berarti dan berguna bagi orang yang menggunakannya. Menurut Bodnar dan Hopwood yang diterjemahkan oleh Jusuf, A. A, (2004, p1), Informasi adalah data yang berguna yang diolah sehingga dapat dijadikan dasar untuk mengambil keputusan yang tepat
10 Jadi informasi adalah data yang sudah diolah sehingga memiliki nilai lebih dan berguna bagi pemakainya
2.1.3. Pengertian Akuntansi Menurut Reeve, J. M., Warren, C. S., Duchac, J. E., Wahyuni, E. T., Soepriyanto, G., Jusuf, A. A., Djakman, C. D. (2008, p7), “ Accounting can be defined as an information system that provides reports to stake holders about the economic activities and condition of a business”. Akuntansi dapat di artikan sebagai sebuah sistem informasi yang menyediakan laporan kepada para pemegang kepentingan tentang aktifitas ekonomi dan kondisi perusahaan. Menurut Warren, C.S., Reeve, J. M., Fess, P.E. (2006, p10), “Akuntansi dapat didefinisikan sebagai system informasi yang menghasilkan laporan kepada pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengetahui kinerja ekonomi dan kondisi perusahaan.” Jadi akuntansi adalah sistem informasi untuk mengukur aktifitas perusahaan, memproses informasi kedalam bentuk laporan keungan dan mengkomunikasikan hasilnya kepada yang memerlukannya
2.1.4. Pengertian Sistem Informasi Akuntansi Menurut McLeod (2001, p219), “A firm’s data processing tasks are performed by an accounting information system (AIS) that gathers data describing the firms’ activities, transforms the data into information, and makes the information available to users both inside and outside the firm.“Tugas-tugas pemrosesan data sebuah perusahaan dilakukan oleh sistem informasi akuntansi
11 yang mengumpulkan data yang menggambarkan kegiatan perusahaan, merubah data menjadi informasi, dan membuat informasi berguna bagi pengguna baik di dalam maupun di luar perusahaan Menurut Wilkinson et al. (2000, p7), “An Accounting Information System is unified structure within an entity, such as business firm, that employs physical resources and other components to transform economic data into accounting information, with the purpose of satisfying the information needs of a variety of user.” Sistem Infomasi Akuntansi adalah sebuah struktur yang mempersatukan di dalam suatu entitas, seperti perusahaan bisnis, yang bekerja pada sumber-sumber fisik dan komponen lainnya untuk merubah bentuk data ekonomi ke dalam informasi akuntansi, dengan tujuan memuaskan kebutuhan informasi dari berbagai macam user. Menurut Jones, F. L., Rama, D. V. (2006, p13), “Accounting Information System (AIS) is a subsystem of a management information system (MIS) that provides accounting and financial information as well as other information obtained in the routine processing of accounting transaction.” Sistem Informasi Akuntansi
adalah
subsistem
dari
system
informasi
manajemen
yang
menghasilkan akuntansi dan informasi keuangan dan juga informasi lainnya yang berlaku di pengolahan rutin di dalam transaksi akuntansi Menurut Kieso, D. E., Weygandt, J. J., Warfield, T. D. (2001, p68). “The system of collecting and processing transaction data and disseminating financial information to interested parties is known as the accounting information system”
12 Jadi Sistem Informasi Akuntansi adalah serangkaian komponen dan prosedur yang menjadi satu kesatuan dalam pengolahan data menjadi informasi akuntansi yang bermanfaat bagi pengguna informasinya
2.1.5. Tujuan dan Kegunaan Sistem Informasi Akuntansi Menurut Romney, M. B., Steinbart, P. J. (2006, p8-9), ”Sebuah sistem informasi akuntansi yang dirancang dengan baik dapat melakukan hal – hal berikut ini : 1. Meningkatkan kinerja dan menurunkan biaya dari barang dan jasa. 2. Meningkatkan efisiensi. 3. Meningkatkan pengambilan keputusan. 4. Membagi pengetahuan.”
Menurut Jones, F. L., Rama, D. V. (2006, p6), ”Kegunaan sistem informasi akuntansi adalah: 1. Menghasilkan laporan eksternal 2. Mendukung aktivitas rutin 3. Pengambilan keputussan 4. Perencanaan dan pengendalian 5. Implementasi Pengendalian Internal”
Menurut pendapat Wilkinson et al. (2000,p8-10), ”Tujuan penggunaan sistem informasi akuntansi adalah : 1. Mendukung operasional sehari – hari.
13 2. Mendukung pengambilan keputusan bagi pengambil keputusan internal. 3. Untuk memenuhi kewajiban atau tanggung jawab yang sesuai dengan jabatannya.”
2.1.6. Siklus Pemrosesan Transaksi Menurut pendapat Romney, M. B., Steinbart, P. J. (2006,p.30), ”Siklus pemrosesan transaksi pada sistem adalah suatu rangkaian aktivitas yang dilakukan perusahaan dalam melakukan bisnisnya, mulai dari proses pembelian, produksi,
hingga
penjualan
barang
atau
jasa.
Siklus
transaksi
pada
perusahaan dapat dibagi kedalam lima subsistem yaitu: 1. Revenue cycle (Siklus Pendapatan), yang terjadi dari transaksi pembelian dan penerimaan kas. 2. Expenditure Cycle (Siklus Pengeluaran), yang terdiri dari peristiwa pembelian dan pengeluaran kas. 3. Human Resoure / Payroll Cycle (Siklus Sumber Daya Manusia), yang terdiri dari peristiwa yang berhubungan dengan perekrutan dan pembayaran atas tenaga kerja. 4. Production Cycle (Siklus Produksi), yang terdiri dari peristiwa yang berhubungan dengan pengubahan bahan menyah menjadi produk / jasa yang siap dipasarkan. 5. Financing Cycle (Siklus Keuangan Perusahaan), yang terdiri darpi peristiwa yang berhubungan dengan penerimaan modal dari investor dan kreditor”
14 2.2.
Pengertian Penjualan Menurut Warren, et al (2006, p300), “penjualan adalah jumlah yang dibebankan
kepada pelanggan untuk barang dagang yang dijual, baik secara tunai maupun kredit” Menurut Gelinas, U. J., Sutton, S. G., Hunton, J. E. (2005, p350), proses penjualan adalah pertimbangan sebuah struktur interaksi dari people, peralatan, metodemetode, dan kendali-kendali yang didesain untuk memperoleh tujuan tertentu. Jadi penjualan adalah suatu kegiatan yang melibatkan penjual dan pembeli untuk kemudian bertukar barang atau jasa dengan sesuatu yang bernilai satu sama lain.
2.3.
Penerimaan kas Menurut Mulyadi (2001, p455-456) penerimaan kas perusahaan berasal dari dua
sumber utama yaitu penerimaan kas dari penjualan tunai dan penerimaan kas dari piutang. Penerimaan kas dari COD sales (cash on delivery sales) adalah transaksi penjualan yang melibatkan kantor pos, perusahaan angkutan umum, atau angkutan sendiri dalam penyerahan dan penerimaan kas dari hasil penjualan.
2.4.
Piutang Dagang 2.4.1. Pengertian Piutang Dagang Menurut Horngren, C. T., Harrison, W. T., Bamber, L. S. (2002, p12), ” Account Receivable is a promise to receive cash from customers to whom the business had sold goods or for whom the business has performed service”. Piutang Dagang adalah suatu janji untuk menerima uang dari pelanggan dimana perusahaan telah menjual barang-barang atau telah melakukan jasa kepadanya
15 Menurut Kieso et al (2001, p341) ”Receivables are claims held against customer and others for money, goods, or services” Piutang adalah klaim terhadap pelanggan atau pihak lain untuk uang, barang atau jasa Jadi piutang dagang adalah uang, barang, atau jasa yang terhutang yang harus diberikan pelanggan atas suatu transaksi jual-beli yang telah terjadi sebelumnya.
2.4.2. Sistem Akuntansi Piutang 2.4.2.1.Fungsi yang Terkait Menurut Narko (2002, h106-107), “fungsi piutang dagang meliputi : 1. Memelihara buku pembantu piutang pada masing-masing langganan. 2. Mengirim surat pernyataan piutang secara periodik”
2.4.2.2.Informasi yang Diperlukan Manajemen Menurut Narko (2002, h106), “informasi yang dibutuhkan manajemen sehubungan dengan piutang dagang meliputi: 1. Jumlah piutang kepada tiap-tiap pelanggan 2. Jumlah piutang dan identitas pelanggan yang menunggak”
2.4.2.3.Bukti Transaksi yang Digunakan Menurut Narko (2002, h107), “bukti transaksi yang dipergunakan sebagai dasar pembukuan ke buku pembantu piutang terdiri dari : 1. Faktur (penjualan kredit) 2. Bukti kas masuk
16 3. Bukti memorial” 2.5.
Sistem Pengendalian Internal 2.5.1. Pengertian Pengendalian Internal Menurut Mulyadi (2002, p180) “Pengendalian Internal adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen, dan personel lain yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini: 1. Keandalan pelaporan keuangan 2. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku 3. Efektifitas dan efisiensi operasi”
2.5.2. Unsur Pengendalian Internal Mulyadi (2002, p180) dalam bukunya menuliskan, “SA Seksi 319 Pertimbangan atas Pengendalian Intern dalam Audit Laporan Keuangan paragraph 07 menyebutkan lima unsur pokok pengendalian intern: 1. lingkungan pengendalian, 2. penaksiran resiko, 3. informasi dan komunikasi, 4. aktivitas pengendalian, 5. pemantauan” Narko (2002, h59-60) menuliskan, “Kebanyakan kepustakaan yang membahas sistem pengendalian intern mengacu kepada pengertian yang dikeluarkan oleh AICPA (American Institute Certified Public Accountant) pada tahun 1949. Dalam hal ini terdapat empat unsur sistem pengendalian intern sebagai berikut : 1. Struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional yang jelas.
17 2. Sistem otorisasi dan prosedur pencatatan yang memberikan perlindungan yang cukup terhadap harta, utang, pendapatan dan biaya. 3. Praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap bagian organisasi. 4. Karyawan yang mampu melaksanakan tugasnya.”
2.5.3. Klasifikasi Pengendalian Menurut Wilkinson et al. (2000, p269-289), “pengendalian internal dibagi dalam tiga kategori yaitu : 1. General Control •
Organizational Controls
Harus dilakukan pemisahan fungsi antara yang melakukan operasional dengan bagian yang menangani pencatatan •
Documentation Controls
Dokumentasi yang ada harus lengkap dan up-to-date •
Asset Accountabillity Controls
Buku besar pembantu piutang harus dimaintain dan direkonsiliasi secara berkala dengan rekening kontrol yang ada dibuku besar. Demikian juga halnya dengan catatan persediaan. •
Management Practices Controls
Karyawan, termasuk programmer dan akuntan harus diberikan pelatihan audit harus dilakukan terhadap kebijakan penjualan dan penerimaan kas. Manajer
18 harus melakukan review terhadap analisis periodik dan laporan – laporan mengenai kegiatan akuntansi dan transaksi yang disahkan melalui komputer •
Data Center Operation Controls
Staf TI dan akuntansi harus diawasi, dan kinerja mereka di-review dengan bantuan laporan kontrol proses komputer dan pencatatan akses •
Authorization Controls
Semua transaksi penjualan kredit harus diotorisasi oleh manajer kredit •
Access Controls
Menggunakan password, gudang dan kas yang terlindung secara fisik, melakukan back-up, terhadap file piutang dan persedian ke dalam media penyimpanan lain. 2. Application Controls 1. Input Controls 9 Dokumen – dokumen yang terkait dengan penjualan dan pengiriman barang bernomor urut tercetak dan diotorisasi oleh orang yang berwenang. 9 Validasi data pesanan penjualan ketika data dimasukkan dalam proses. 9 Memperbaiki error yang terdekteksi ketika entry data sebelum data diposting ke file pelanggan dan persediaan. 2. Processing Controls 9 Perpindahan barang dari gudang barang jadi dan pengiriman barang hanya atas dasar otorisasi tertulis.
19 9 Pengiriman faktur ke pelanggan dilakukan atas dasar notifikasi dari departemen pengiriman mengenai barang yang sudah dikirim. 9 Penerbitan kredit memo atas retur penjualan hanya dilakukan jika barang telah dikembalikan. 9 Verifikasi semua catatan komputer terhadap faktur penjualan sebelum diposting ke file pelanggan, untuk menyakinkan bahwa barang yang dipesan sesuai dengan yang dikirim. 9 Simpanan
kas
segera
setelah
diterima
untuk
menghindari
penyelewengan dana 3. Output Controls 9 Menyiapkan
laporan
bulanan
yang
harus dikirimkan
kepada
semua pelanggan yang berhutang. 9 Copy file dari semua dokumen yang berkaitan dalam transaksi penjualan dengan nomor yang berurut, untuk mengecek apakah ada nomor yang terlewat. 9 Mencetak
daftar
ringkasan
transaksi
dan
akuntansi
secara
periodik sebagai dasar untuk melakukan review”
2.5.4. Aktifitas Pengendalian Mulyadi (2002, p 189), Aktifitas pengendalian yang relevan denngan audit atas laporan keuangan dapat digolongkan ke dalam berbagai kelompok. Salah satu cara penggolongan adalah sebagai berikut: 1. Pengendalian pengolahan informasi a) Pengendalian umum
20 b) Pengendalian aplikasi •
Otorisasi memadai
•
Perancangan dan penggunaan dokumen dan catatan memadai
•
Pengecekan secara independen
2. Pemisahan fungsi yang memadai 3. Pengendalian fisik atas kekayaan dan catatan 4. Review atas kinerja
2.6.
Iklan 2.6.1. Pengertian Iklan Menurut Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia iklan adalah segala bentuk pesan tentang suatu produk disampaikan melalui suatu media, dibiayai oleh pemrakarsa yang dikenal, serta ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat Menurut Lee, M., Johnson, C. (2007, p3), periklanan adalah komunikasi komersil dan nonpersonal tentang sebuah organisasi dan produk-produknya yang ditransmisikan ke suatu khalayak target melalui media bersifat massal seperti televisi, radio, koran, majalah, direct mail (pengeposan langsung), reklame luar ruang, atau kendaraan umum. Jadi iklan adalah pengkomunikasian segala bentuk pesan yang disampaikan melalui media untuk menyampaikan pesan tentang suatu barang yang ditujukan untuk sebagian atau seluruh masyarakat
21 2.6.2. Jenis Iklan Menurut Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia, jenis-jenis iklan adalah: •
Iklan di Media Massa termasuk Luar Ruang & Internet
•
Advertorial
•
'Built-in'
•
Poster & Selebaran
•
Iklan Baris
Menurut Lee, M., Johnson, C. (2007, p4), periklanan diklasifikasikan menjadi beberapa jenis sebagai berikut: 1. Periklanan Produk Porsi pengeluaran periklanan dibelanjakan untuk produk: presentasi dan promosi produk-produk baru, produk-produk yang ada dan produk-produk hasil revisi. 2. Periklanan Eceran Periklanan eceran bersifat lokal dan berfokus pada toko, tempat di mana beragam produk dapat dibeli atau di mana satu jasa ditawarkan. Periklanan eceran memberikan tekanan pada harga, kertsediaan, lokasi, dan jam-jam operasi. 3. Periklanan Korporasi Fokus periklanan ini adalah membangun identitas korporasi atau untuk mendapatkan dukungan publik terhadap sudut pandang organisasi.
22 4. Periklanan Bisnis-ke-Bisnis Istilah ini berkaitan dengan periklana yang ditujukan kepada para pelaku industri (ban yang diiklankan kepada manufaktur mobil), para pedagang perantara (pedagang partai besar dan pengecer), serta para profesional (seperti pengacara dan akuntan). 5. Periklanan Politik Periklanan politik sering kali digunakan para politisi untuk membujuk orang untuk memilih mereka; dan karenanya, iklan jenis ini merupakan bagian penting dari proses politik di negara-negara demokrasi yang memperbolehkan iklan para kandidat. 6. Periklanan Direktori Orang merujuk periklanan direktori untuk menemukan cara membeli sebuah produk atau jasa. 7. Periklanan Respon Langsung Periklanan respon langsung melibatkan komunikasi dua arah diantara pengiklan dan konsumen. 8. Periklanan Layanan Masyarakat Periklanan pelayanan masyarakat dirancang untuk beroperasi demi kepentingan masyarakat dan mempromosikan kesejahteraan masyarakat. 9. Periklanan Advokasi Periklanan advokasi berkaitan dengan penyebaran gagasan-gagasan dan kalrifikasi isu sosial yang kontroversial dan menjadi kepentingan masyarakat.
23 2.6.3. Fungsi-Fungsi Periklanan Menurut Lee, M., Johnson, C. (2007, p4), fungsi-fungsi periklanan sebagai berikut: 1. Periklanan
menjalankan
sebuah
fungsi
“informasi”;
ia
mengkomunikasikan informasi produk, ciri-ciri, dan alokasi penjualannya. Ia memberitahu konsumen tentang produk-produk baru. 2. Periklanan
menjalankan
sebuah
fungsi
“persuasif”;
ia
mencoba
membujuk para konsumen untuk membeli merek-merek tertentu atau mengubah sikap mereka terhadap produk atau perusahaan tersebut. 3. Periklanan
menjalankan
sebuah
fungsi
“pengingat”;
terus-menerus
mengingatkan para konsumen tentang sebuah produk sehingga mereka akan tetap membeli produk yang diiklankan tanpa memperdulikan merek pesaingnya
2.7.
Harga 2.7.1. Pengertian Harga Menurut Chandra, G. (2002, p149) istilah harga dapat diartikan sebagai jumlah uang (satuan moneter) dan atau aspek lain (non-moneter) yang mengandung utilitas atau kegunaan tertentu yang diperlukan untuk mendapatkan suatu produk. Harga berdasarkan pendapat Tjiptono, F. (2002, p151) adalah satuan moneter atau ukuran lainnya (termasuk barang atau jasa lainnya) yang ditukarkan agar memperoleh hak kepemilikan/ penggunaan suatu barang atau jasa.
24 Menurut Kartajaya, H. (2001, p197) mendefinisikan harga merupakan suatu pengorbanan yang harus dilakukan oleh konsumen untuk mendapat kualitas yang ada dalam benaknya. Dari sudut pandang pemasaran, harga merupakan satuan moneter atau ukuran lainnya yang ditukarkan agar memperoleh hak kepemilikan atau penggunaan suatu barang atau jasa. Tingkat harga yang ditetapkan mempengaruhi kuantitas yang terjual. Sementara itu, dari sudut pandang konsumen, harga dapat digunakan sebagai indicator nilai bila harga tersebut dihubungkan dengan manfaat yang dirasakan atas suatu barang atau jasa.
2.7.2. Tujuan dan Peranan Harga Menurut Tjiptono (2002, pp152-153) pada dasarnya ada empat jenis tujuan penetapan harga, yaitu: 1. Tujuan berorentasi pada laba Asumsi teori ekonomi klasik menyatakan bahwa setiap perusahaan selalu memilih harga yang dapat menghasilkan laba paling tinggi. Tujuan ini dikenal dengan istilah maksimasi laba. Dalam era persaingan global yang kondisinya sangat kompleks dan banyak variabel yang berpengaruh terhadap daya saing setiap perusahaan, maksimasi laba sangat sulit dicapai, karena sukar sekali untuk dapat memperkirakan secara akurat jumlah penjualan yang dapat dicapai pada tingkat harga tertentu. Dengan demikian, tidak mungkin suatu perusahaan dapat mengetahui secara pasti tingkat harga yang dapat menghasilkan laba maksimum.
25 2. Tujuan berorentasi pada volume Selain tujuan berorentasi pada laba, ada pula perusahaan yang menetapkan harganya berdasarkan tujuan yang berorentasi pada volume tertentu atau yang biasa dikenal dengan istilah volume pricing objectives. Harga ditetapkan sedemikin rupa agar dapat mencapai target volume penjualan (dalam ton, kg, unit, m3, dan lainlain), nilai penjualan (Rp) atau pangsa pasar (absolut maupun relatif). Tujuan ini banyak diterapkan oleh perusahaan penerbangan, lembaga pendidikan, perusahaan tour and travel, pengusaha bioskop dan pemilik bisnis pertunjukan lainnya, serta penyelenggara seminar-seminar. Bagi sebuah perusahaan penerbangan, biaya penerbangan untuk satu pesawat yang terisi penuh maupun yang hanya terisi separuh tidak banyak berbeda. Oleh karena itu, banyak perusahaan penerbangan yang berupaya memberikan insentif berupa harga spesial agar dapat meminimasi jumlah kursi yang tidak terisi.
3. Tujuan berorentasi pada citra Citra (image) suatu perusahaan dapat dibentuk melalui strategi penetapan harga. Perusahaan dapat menetapkan harga tinggi untuk membentuk atau mempertahankan citra prestisius. Sementara itu harga rendah dapat digunakan untuk membentuk citra nilai tertentu (image of value), misalnya dengan memberikan jaminan bahwa harganya merupakan harga yang terendah di suatu wilayah tertentu. Pada hakikatnya, baik penetapan harga tinggi maupun rendah bertujuan untuk meningkatkan persepsi konsumen terhadap keseluruhan bauran produk yang ditawarkan perusahaan.
26 4. Tujuan stabilisasi harga Dalam pasar yang konsumennya sangat sensitive terhadap harga, bila suatu perusahaan menurunkan harganya, maka para pesaingnya harus menurunkan pula harga mereka. Kondisi seperti ini yang mendasari terbentuknya tujuan stabilisasi harga dalam industri-industri tertentu yang produknya sangat terstandarisasi (misalnya minyak bumi). Tujuan stabilisasi dilakukan dengan jalan menetapkan harga untuk mempertahankan hubungan yang stabil antara harga suatu perusahaan dan harga pemimpin industri (industry leader).
5. Tujuan-tujuan lainnya Harga dapat pula ditetapkan dengan tujuan mencegah masuknya pesaing, mempertahankan loyalitas pelanggan, mendukung penjualan ulang, atau menghindari campur tangan pemerintah. Organisasi non-profit juga dapat menetapkan tujuan penetapan harga yang berbeda, mislnya untuk mencapai partial cost recovery, full cost recovery, atau untuk menetapkan social price.
Menurut Tjiptono (2002, p152) harga memiliki dua peranan utama dalam proses pengambilan keputusan para pembeli, yaitu peranan alokasi dan peranan informasi. 1. Peranan alokasi dari harga, yaitu fungsi harga dalam membantu para pembeli untuk memutuskan cara memperoleh manfaat atau utilitas tertinggi yang diharapkan berdasarkan daya belinya. Dengan demikian, adanya harga dapat membantu para pembeli untuk memutuskan cara mengalokasikan daya belinya pada berbagai jenis barang dan jasa. Pembeli membandingkan harga
27 dari berbagai alternatif yang tersedia, kemudian memutuskan alokasi dana yang dikehendaki. 2. Peranan informasi dari harga, yaitu fungsi harga dalam ‘mendidik’ konsumen mengenai faktor-faktor produk, seperti kualitas. Hal ini terutama bermanfaat dalam situasi dimana pembeli mengalami kesulitan untuk menilai faktor produk atau manfaatnya secara objektif. Persepsi yang sering berlaku adalah bahwa harga yang mahal mencerminkan kualitas yang tinggi.
2.7.3. Prosedur Penetapan Harga Berdasarkan pendapat Kotler (2002, p523-524) perusahaan harus mempertimbangkan banyak faktor dalam menetapkan kebijakan harganya. Adapun prosedur enam langkah untuk menetapkan harga: 1. Memilih Tujuan Penetapan Harga Pertama-tama perusahaan harus memutuskan apa yang ingin dicapai dengan penawaran produk tertentu. Jika perusahaan telah memilih pasar sasaran dan penentuan posisi pasarnya dengan cermat, maka strategi bauran pemasarannya termasuk harga akan cukup jelas.
2. Menentukan Permintaan Tiap harga yang dikenakan perusahaan akan menghasilkan tingkat permintaan yang berbeda-beda dan karena itu akan memberikan pengaruh yang berbeda pula pada tujuan pemasarannya.
28 3. Memperkirakan Biaya Permintaan menentukan batas harga tertinggi yang dapat dikenakan perusahaan atas produknya dan biaya perusahaan menentukan batas terendahnya. Perusahaan ingin menetapkan harga yang dapat menutup biaya produksi, distribusi dan penjualan produknya, termasuk pengembalian yang memadai atas usaha dan resikonya.
4. Menganalisis Biaya, Harga dan Penawaran Pesaing Dalam rentang harga yang mungkin, yaitu diantara biaya dan permintaan pasar, biaya pesaing, harga pesaing dan kemungkinan reaksi harga membantu perusahaan menetapkan harga yang akan dikenakan. Perusahaan perlu mengukur biayanya dengan biaya pesaing untuk mengetahui apakah biaya produksinya lebih tinggi atau lebih rendah. Perusahaan dapat mengirimkan pembelanja dan pembanding untuk mengetahui harga pesaing dan nilai penawarannya. Perusahaan juga dapat memperoleh daftar harga pesaing, membeli peralatan pesaing kemudian membongkarnya serta menanyai pembeli bagaimana mereka menilai harga dan kualitas penawaran pesaing.
5. Memilih Metode Penetapan Harga Perusahaan memecahkan masalah penetapan harga ini dengan memilih suatu metode penetapan harga yang menyertakan satu atau beberapa unsur dari ketiga pertimbangan ini. Metode penetapan harga akan menghasilkan suatu harga tertentu.
29 Berikut metode-metode penetapan harga, yaitu: penetapan harga mark up (markup pricing), penetapan harga berdasarkan sasaran pembeli (target return pricing), penetapan harga berdasarkan nilai yang dipersepsikan (perseived-value pricing), penetapan harga nilai (value pricing), penetapan harga sesuai harga yang berlaku (going-rate pricing) dan penetapan harga penutup (sealed-bid pricing).
6. Memilih Harga Akhir Metode-metode penetapan harga mempersempit tentang harga yang dipilih perusahaan untuk menentukan harga akhir. Dalam memilih harga akhir, perusahaan mempertimbangkan sebagai faktor tambahan, termasuk penatapan harga psikologis, pengaruh elemen bauran pemasaran lain terhadap harga, kebijakan penetapan harga perusahaan dan dampak dari harga terhadap pihakpihak lain.
30 2.8.
Konsep Analisis dan Perancangan Berorientasi Objek Menurut Mathiassen, L., Madsen, A. M., Nielsen, P. A. (2000, p14) “Object
Oriented Analysis and Design terbagi dalam empat aktivitas utama, yaitu: analisis problem-domain, analisis application domain, architecture design, dan component design” seperti dapat dilihat pada Gambar 2.1
Gambar 2.1 Kegiatan Utama dalam Analisa dan Perancangan Berorientasi Objek Sumber: Mathiassen, et al. “Object Oriented Analysis and Design” (2000, p14)
2.8.1. Pengertian Object Oriented Analysis and Design Menurut Mathiassen et al. (2000, p4), ”Objek adalah kesatuan dengan identity, state dan behaviour. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa object oriented analysis and design merupakan kegiatan untuk menentukan
31 problem domain dan kemudian mencari pemecahan masalah yang logikal yang berbasiskan objek.
2.8.2. Object Menurut Mathiassen et al. (2000, p4), ”Objek adalah sebuah entitas dengan identitas, status dan tingkah laku”. Dalam OOA&D hal paling mendasar adalah sebuah object. Dalam analisa, object digunakan untuk membantu dalam memahami system’s context. Sementara dalam Design, objek digunakan untuk memahami dan menggambarkan sistem itu sendiri.
2.8.3. Classes Menurut Mathiassen et al. (2000, p53), ”Class is description of collection of objects sharing structure, behavioural pattern, and attribute”. Class adalah penggambaran dari sekelompok objek yang mempunyai structure, behavioural pattern, dan attribute yang sama. Kegiatan class akan menghasilkan sebuah Event Tabel. Seperti terlihat pada contoh tabel di bawah.
32 Tabel 2.1 Contoh Event Table (Sumber: Mathiassen)
2.8.4. System Definition Menurut Mathiassen et al. (2000, p24), ”System definition adalah a conscise description of a computerized system expressed in natural language”. Definisi sistem merupakan suatu gambaran secara umum bagaimana suatu sistem berjalan dalam perusahaan tersebut.
2.8.5. Rich Picture Menurut Mathiassen et al (2000, p26), ”Rich picture is an informal drawing that presents the illustrator’s understanding of a situation”. Rich picture adalah sebuah gambaran informal yang menggambarkan pemahaman sang ilustrator terhadap situasi tertentu
33 2.8.6. The FACTOR Criterion Menurut Mathiassen et al. (2000, p39), kriteria FACTOR terdiri dari enam elemen, yaitu: •
Functionality: Fungsi sistem yang mendukung tugas-tugas application domain.
•
Application Domain: Bagian organisasi yang mengadministrasi, memonitor, dan mengontrol problem domain.
•
Condition: Kondisi dimana sistem akan dikembangkan dan digunakan.
•
Technology:
Mencakup
teknologi
yang
akan
digunakan
untuk
mengembangkan sistem dan teknoloi dimana sistem akan dijalankan. •
Objects: Objek utama dari problem domain.
•
Responbility: Tanggung jawab keseluruhan dari sistem dalam hubungannya dengan konteks.
2.8.7. Problem-Domain Analysis Menurut Mathiassen et al. (2000, p45), ”Problem-domain: That part of a context that is administrated, monitored, or controlled by a system”. Problem Domain adalah bagian dari sebuah context yang diatur, dipantau, dan dikendalikan oleh sebuah sistem” analisa terhadap sistem bisnis dalam dunia nyata yang dapat diatur, dimonitor, atau dikendalikan oleh sistem.
34 Analisis problem domain dibagi menjadi tiga kegiatan seperti tampak pada tabel di bawah ini: Tabel 2.2 Kerangka Analisis Problem Domain (Sumber: Mathiassen)
Gambar 2.2 Problem Domain Analysis
35 2.8.8. Model Menurut Mathiassen et al. (2000, p45), ”Model: A description of classes, objects, structures, and behavior in a problem domain”. Model adalah sebuah deskripsi dari classes, objects, structures, dan behavior dalam sebuah problem domain
2.8.9. Structure Mengacu pada pendapat Mathiassen et al. (2000), Structure bertujuan untuk menggambarkan hubungan struktural antara classes dan object dalam problem domain.
2.8.10. Behavior Mengacu pada pendapat Mathiassen et al. (2000, p89), kegiatan behavior bertujuan untuk memodelkan apa yang terjadi (perilaku dinamis) dari sebuah problem-domain. Tugas utama dari kegiatan ini adalah menggambarkan pola perilaku (behavioural pattern) dan atribut dari setiap kelas yang digambarkan melalui statechart diagram.
2.8.11. Application Domain Analysis Menurut Mathiassen et al. (2000, p115), ”Application Domain: An organization that administrates, monitors, or controls a problem domain”.
36 Application Domain adalah suatu organisasi yang mengatur, memantau, atau mengendalikan sebuah problem-domain.
2.8.12. Usage Mengacu pada pendapat Mathiassen et al. (2000, p119), tujuan dari kegiatan usage adalah untuk menentukan bagaimana aktor-aktor berinteraksi dengan sistem.
2.8.13. Function Menurut Mathiassen et al. (2000, p137), ”Function: A facility for making a model useful for actors”. Function adalah sebuah fasilitas dalam membuat sebuah model berguna bagi aktor. Kegiatan function memfokuskan pada bagaimana cara sebuah sistem dapat membantu aktor dalam melaksanakan pekerjaan mereka.
2.8.14. Interface Menurut Mathiassen et al. (2000, p151), ”Interface: A facilities that make a system’s model and functions available to actors”. Interface adalah sebuah fasilitas yang membuat system’s model dan functions tersedia bagi aktor.
37 2.8.15. Architecture Design Mengacu pada Mathiassen et al. (2000) keberhasilan suatu sistem ditentukan dari kekuatan desain arsitekturalnya. Arsitektur membentuk sistem yang sesuai dengan sistem tersebut dengan memenuhi kriteria desain tertentu. Arsitektur berfungsi sebagai kerangka untuk pengembangan selanjutnya. Menurut Irwanto, D. (2006, p4) Aktivitas merancang arsitektur sistem adalah sebuah kegiatan yang bertujuan mendeskripsikan keseluruhan struktur sistem dan hubungan antara komponen-komponen utama dari sistem tersebut beserta interaksinya
2.8.16. Criteria Menurut Mathiassen et al. (2000, p177), ”Criterion is a preferred property of an architecture”. Criteria adalah sifat yang diinginkan dari sebuah arsitektur
2.8.17. Component Architecture Menurut Mathiassen et al. (2000, p189), ”Component Architecture: A system structure of interconnected components”. Component Architecture adalah struktur sistem dari komponen yang saling berhubungan Menurut pendapat Mathiassen et al. (2000), suatu arsitektur komponen yang baik menunjukkan beberapa prinsip, yaitu mengurangi kompleksitas dengan membagi menjadi
38 beberapa
tugas,
menggambarkan
stabilitas
dari
konteks
sistem,
dan
memungkinkan suatu komponen dapat digunakan pada bagian lain
2.8.18. Process Architecture Menurut Mathiassen et al. (2000, p209), ”Process Architecture: A systemexecution structure composed of interdependent processes”. Arsitektur proses adalah struktur eksekusi sistem yang terdiri atau tersusun dari proses yang saling terkait.