BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Peta Kerja Peta kerja atau biasa disebut Peta Proses (process chart) merupakan alat
komunikasi yang sistematis guna menganalisa proses kerja dari tahap awal sampai akhir. Dan melalui peta kerja ini kita dapat melihat semua urutan proses kerja yang dialami oleh suatu benda kerja atau input dari saat mulai masuk ke lokasi kegiatan/pabrik kemudian menggambarkan semua langkah-langkah aktivitas yang dialaminya seperti: transportasi, operasi kerja, inspeksi, menunggu (delay) dan menyimpan, sampai akhirnya menjadi suatu produk akhir, baik produk setengah jadi maupun produk jadi (Wignjosoebroto, 2008, pp. 123-124) Apabila kita melakukan studi seksama terhadap suatu peta kerja, maka pekerjaan untuk memperbaiki metode kerja akan mudah dilaksanakan. Perbaikan yang mungkin dilakukan antara lain (Wignjosoebroto, 2008, p. 124): •
Mengurangi jarak perpindahan operasi kerja dari suatu elemen kerja ke elemen yang lain
•
Mengurangi waktu-waktu yang tidak produktif seperti waktu menunggu
•
Mengatur operasi kerja menurut langkah-langkah yang lebih efektif dan efisien
•
Menggabungkan suatu operasi kerja dengan operasi kerja lain apabila mungkin
•
Menghilangkan aktivitas handling yang tidak efisien
7
8
•
Menemukan operasi kerja yang lebih efektif dengan maksud mempermudah pelaksanaan
•
Menunjukkan aktivitas-aktivitas inspeksi yang berlebihan
Peta Tangan Kiri dan Tangan Kanan merupakan salah satu jenis dari peta kerja yang biasa disebut sebagai peta operator (Operator Process Chart). Peta Tangan Kiri dan Tangan Kanan adalah peta kerja yang bermanfaat untuk menganalisa gerakan tangan manusia dalam melakukan melakukan pekerjaan yang sifatnya manual (Wignjosoebroto, 2008). Studi kasus ini membahas tentang bagaimana memperbaiki gerakan kerja operator agar lebih efisien dengan menggunakan Peta Tangan Kiri dan Tangan Kanan.
2.2
Studi Gerakan Studi gerakan (motion study) adalah studi tentang gerakan-gerakan yang
dilakukan oleh pekerja dalam menyelesaikan pekerjaannya. Melalui studi ini, dapat diperoleh gerakan-gerakan standard untuk menyelesaikan suatu pekerjaan, yaitu rangkaian gerakan-gerakan yang efektif dan efisien dengan mengeliminir atau mengurangi gerakan-gerakan yang lebih efektif sehingga pekerjaan akan mudah dilaksanakan dan laju produksi bisa ditingkatkan (Wignjosoebroto, 2008, p. 106). 2.3
Pengukuran Waktu Kerja Pengukuran waktu kerja (work measurement atau Time Study) merupakan
suatu usaha-usaha untuk menetapkan waktu baku yang dibutuhkan guna menyelesaikan suatu pekerjaan. Secara garis besar, teknik-teknik pengukuran waktu kerja dapat dibagi ke dalam dua bagian, yaitu pengukuran waktu kerja langsung dan pengukuran waktu kerja secara tidak langsung (Wignjosoebroto, 2008, p. 170).
9
1. Pengukuran waktu kerja secara langsung Pengukuran waktu kerja secara langsung adalah pengukuran yang dilaksanakan secara langsung yaitu ditempat dimana pekerjaan yang diukur dijalankan. Contoh teknik-teknik pengukuran kerja langsung adalah Stopwatch Time Study (Jam Henti) dan Work Sampling. 2. Pengukuran waktu kerja secara tidak langsung Pengukuran waktu kerja secara tidak langsung adalah pengukuran yang dilakukan tanpa si pengamat harus ditempat pekerjaan yang di ukur. Contoh teknik-teknik pengukuran kerja tidak langsung adalah data waktu baku (standard data) dan data waktu gerakan (predetermined time system).
2.4
Pengukuran Waktu Kerja Langsung Dengan Jam Henti Pengukuran waktu kerja dengan jam henti atau biasa dikenal dengan istilah stopwatch time study pertama kali diperkenalkan oleh Frederick W. Taylor sekitar abad 19 yang lalu. Metode ini cocok diaplikasikan untuk pekerjaan yang berlangsung singkat dan berulang-ulang. Dari hasil pengukuran akan diperoleh waktu baku untuk menyelesaikan suatu siklus pekerjaan dan dipergunakan sebagai standard menyelesaiken pekerjaan itu (Wignjosoebroto, 2008, p. 171). Langkah-langkah untuk pelaksanaan pengukuran waktu kerja dengan jam henti ini secara sistematis ditunjukan dalam gambar berikut (Wignjosoebroto, 2008, p. 172):
10
LANGKAH PERSIAPAN
Pilih dan definisikan pekerjaan yang akan diukur dan akan ditetapkan waktu standartnya. Informasikan maksud dan tujuan pengukuran kerja kepada supervisor/pekerja. Pilih operator dan catat semua data yang berkaitan dengan sistem operasi kerja yang akan diukur waktunya.
ELEMENTAL BREAKDOWN Bagi siklus kegiatan yang berlangsung ke dalam elemen-elemen kegiatan
PENGAMATAN DAN PENGUKURAN
Laksanakan pengamatan dan pengukuran waktu sejumlah N pengamatan untuk setiap siklus/elemen kegiatan (X1, X2,....,Xn) Tetapkan performance rating dari kegiatan yang ditujukan operator
CHEK KESERAGAMAN DAN KECUKUPAN DATA
Keseragaman Data 1. Common sense (subjektif) 2. Batas-batas kontrol + 3 S.D. Kecukupan Data :
k N'= s
N’ = N + n
N ∑ X i2 − ( ∑ X i ) 2 (∑ X i )
N’ < N
Waktu Normal (Wn) = waktu observasi rata-rata x performance rating
Output standard =
Gambar 2.1 Langkah-langkah Sistematis dalam Kegiatan Pengukuran Kerja dengan Jam Henti (Stop Watch Time Study) (Wignjosoebroto, 2008)
11
Menggunakan metode stopwatch untuk melakukan rating secara subjektif dapat mempengaruhi hasil kerja. Namun diperlukan pengukuran waktu yang tepat dengan menggunakan metode pengambilan film untuk menetapkan waktu standar sehingga dapat memungkinkan terjadinya peningkatan kinerja (Nakayama, Nakayama, & Nakayama, 2002).
2.5
Uji Kecukupan, Uji Keseragaman dan Uji Distribusi Normal Data 2.5.1 Uji Kecukupan Data Untuk menetapkan beberapa jumlah observasi yang seharusnya dibuat (N’) maka harus diputuskan terlebih dahulu berapa tingkat kepercayaan (convidence
level)
dan
derajat
ketelitian
(degree
of
accuracy)
(Wignjosoebroto, 2008, p. 184). Untuk uji kecukupan data, dapat dihitung dengan formulasi berikut: k N'= s
N ∑ X i2 − ( ∑ X i ) 2 (∑ X i )
(2.1)
Dimana: N’
= Jumlah pengamatan/pengukuran
k
= Tingkat kepercayaan (90% convidence level, k =1; 95% convidence level, k = 2; 99% convidence level,k = 3)
s
= Tingkat ketelitian
N
= Jumlah data
Apabila N’ < N, maka data dinyatakan cukup. Jika N’ > N, maka data dinyatakan tidak cukup dan perlu dilakukan pengamatan harus ditambah lagi sedemikian rupa sehingga data yang diperoleh bisa memberikan tingkat
12
keyakinan dan tingkat ketelitian sesuai yang diharapkan (Wignjosoebroto, 2008, p. 186).
2.5.2 Uji Keseragaman Data Selain kecukupan data, harus dipenuhi dalam pelaksanaan time study maka tidak kalah pentingnya adalah bahwa data yang diperoleh haruslah juga seragam. Test keseragaman data bisa dilaksanakan dengan cara visual atau mengaplikasikan peta kontrol (control chart)(Wignjosoebroto, 2008, p. 194). Peta kontrol adalah suatu alat yang tepat guna dalam mengetest keseragaman data yang diperoleh dari hasil pengamatan (Wignjosoebroto, 2008, p. 194). Batas kontrol atas (BKA) atau upper control limit (UCL) serta batas kontrol bawah (BKB) atau lower control limit (LCL) untuk grup data dapat dicari dengan formulasi berikut: BKA =
+ 3 SD
(2.2)
BKB =
– 3 SD
(2.3)
Dimana: BKA = Batas Kontrol Atas, BKB = Batas Kontrol Bawah = Nilai rata-rata SD (σ) = Standar Deviasi Mencari standar deviasi dapat dihitung dengan rumus: (2.4)
13
Diagram kendali (control chart) adalah representasi grafis dari data sejalan dengan waktu yang menunjukkan batas atas dan bawah proses yang ingin kita kendalikan (Heizer & Render, 2009, p. 322).
2.5.3 Uji Distribusi Normal Kolmogorov Smirnov Dengan SPSS Statistical Product and Service Solution atau SPSS merupakan program pengolah data statistic mulai dari model aplikasi statistic deskriptif (mean, median, modus, kuartil, persentil, range, distribusi, varians, standar deviasi, standar eror, nilai kemiringan, dan lain-lain), statistic parametrik (uji t, regresi, anova, dan lain-lain), statistic non parametrik (uji crosstab, binomiak, chi square, Kolmogorov Smirnov, dan lain-lain) (Prastito, 2004, p. 1). Uji distribusi normal dengan Kolmogorov Smirnov, jumlah reponden harus lebih besar dari 50. Dengan uji hipotesis (Prastito, 2004): Ho : data dari populasi yang terdistribusi normal H1 : data tidak berasal dari populasi yang terdistribusi normal Dasar pengambilan keputusan adalah berdasarkan probabilitas: Jika nilai probabilitas > 0.05 maka Ho diterima, Data berdistribusi normal Jika nilai probabilitas ≤ 0.05 maka Ho ditolak, Data tidak berdistribusi normal
14
2.6
Menentukan Faktor Penyesuaian Dengan Metode Westinghouse Faktor Penyesuaian atau performance rating merupakan aktivitas untuk
menilai atau mengevaluasi kecepatan operator(Wignjosoebroto, 2008). Performance rating adalah langkah yang paling penting dalam seluruh prosedur pengukuran kerja karena didasarkan pada pengalaman, pelatihan dan analisa penilaian pengukuran kerja (Freivalds, 2009). Besarnya harga faktor penyesuaian (p) memiliki tiga batasan, yaitu (Wignjosoebroto, 2008): 1. p > 1 bila pengukur berpendapat bahwa operator bekerja di atas normal (terlalu cepat) 2. p < 1 bila pengukur berpendapat bahwa operator bekerja di bawah normal (terlalu lambat) 3. p = 1 bila pengukur berpendapat bahwa operator bekerja dengan wajar
Metode Westinghouse melakukan penilaian berdasarkan empat faktor (Freivalds, 2009): •
Skill (kertrampilan) adalah kemampuan mengikuti metode kerja yang ditetapkan
•
Effort (usaha) adalah kemauan untuk bekerja secara efektif
•
Condition (usaha) adalah kondisi lingkungan kerja seperti suhu udara, adanya ventilasi udara, pencahayaan yang baik, dan kebisingan
•
Consistency (konsistensi) adalah kenyataan bahwa setiap hasil pengukuran waktu menunjukkan yang berbeda
15
Tabel 2.1 Faktor Penyesuaian Metode Westinghouse (Freivalds, 2009)
2.7
Menentukan Waktu Normal Waktu normal adalah semata-mata menunjukkan bahwa seorang operator
yang
berkualifikasi
baik
akan
bekerja
menyelesaikan
pekerjaan
pada
kecepatan/tempo kerja yang normal (Wignjosoebroto, 2008, p. 201). Waktu normal adalah rata-rata waktu pengamatan yang disesuaikan dengan kecepatan (Heizer & Render, 2009). Jadi, dapat disimpulkan bahwa waktu normal adalah rata-rata waktu pengamatan dari seorang operator yang berkualifikasi baik dan disesuaikan dengan kecepatan. Waktu normal dapat dihitung dengan rumus berikut: Waktu Normal (Wn) = waktu observasi rata-rata x performance rating Waktu normal (Wn) = waktu pengamatan x
(2.5)
16
2.8
Menentukan Allowance (kelonggaran) kerja Waktu longgar yang dibutuhkan dan akan menginterupsi proses produksi ini
bisa diklasifikasikan menjadi personal allowance sekitar 2 sampai 5% (10 sampai 24 menit), fatique allowance berkisar 5 sampai 15 menit, dan delay allowance. Pemberian waktu longgar dimaksudkan untuk memberi waktu kepada operator untuk menghentikan kerja, membutuhkan waktu-waktu khusus untuk kebutuhan pribadi, istirahat melepas lelah dan alasan-alasan lain di luar kontrolnya (Wignjosoebroto, 2008). Besarnya kelonggaran yang diukur menggunakan ILO (International Labour Organization) Allowance dilihat dari beberapa faktor yaitu(Freivalds, 2009): •
Constant Allowance
Yaitu kelonggaran yang nilainya konstan atau tetap dan sudah distandarisasikan dilihat dari Personal Allowance (kelonggaran personal) sebesar 5 % dan Basic Fatigue (tingkat kelelahan) sebesar 4 %. •
Variable Allowance
o
Yaitu kelonggaran yang nilainya tidak tetap, dilihat dari pengamatan
langsung secara aktual. Variable Allowance dilihat dari beberapa faktor yaitu: Faktor Standing Allowance (kelonggaran untuk pekerjaan yang posisinya berdiri) nilainya konstan yaitu 2 %, Faktor Abnormal Position (kelonggaran untuk posisi abnormal), Faktor tenaga yang dikeluarkan oleh masing-masing manpower dilihat dari kategori beban sehingga diberikan kelonggaran sebesar 0 - 22 %, Faktor Bad Light (cahaya yang buruk), Faktor Atmosphere Conditions (keadaan temperature tempat kerja), Faktor Noise Level (tingkat kebisingan), Faktor Mental Strain (ketegangan mental), Faktor Monotony (monoton),, Faktor Tediousness (kebosanan).
17
Berikut ini adalah tabel perhitungan allowance kerja berdasarkan ILO Allowance:
Tabel 2.2 Faktor Allowance Metode Westing house (Freivalds, 2009)
2.9
Penentuan Waktu Baku Penentuan waktu baku untuk menentukan target produksi ini dilakukan
dengan cara pengukuran langsung dengan menggunakan jam henti. Pengukuran dilakukan dikarenakan di dalam melakukan pekerjaan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang tidak dapat dihindari baik faktor dari dalam maupun dari luar perusahaan. Waktu baku didapatkan dengan mengalikan waktu normal dengan kelonggaran (allowance) (Wignjosoebroto, 2008).
18
Kegunaan waktu baku: •
perencanaan kebutuhan tenaga kerja (man power planning),
•
estimasi biaya-biaya untuk upah karyawan atau pekerja,
•
penjadwalan produksi dan penganggaran,
perencanaan sistem pemberian
bonus dan insentif bagi karyawan atau pekerja berprestasi, •
indikasi keluaran (output) yang mampu dihasilkan oleh seorang pekerja.
(2.6)
2.10
Data Waktu Gerakan (Predetermined Time System) Predetermined Time System adalah pembagian kerja manual menjadi unsure
dasar yang kecil yang telah memiliki waktu tertentu dan diterima luas (Heizer & Render, 2009). Banyak usaha dari Taylor yang sudah menjadi dasar kerja dan sekarang ini disebut data waktu gerakan predetermined time system. Beberapa
sistem yang
terkenal adalah Motion Time Analysis (MTA), Work Factor (WF), Basic Motion Time Study (BMT), Methods of Time Measurement (MTM) (Kilgore, 1997). Salah satu metode predetermined system adalah Methods Time Measurement (MTM). MTM adalah suatu system penetapan awal waktu baku yang dikembangkan berdasarkan studi gambar gerakan-gerakan kerja dari suatu operasi kerja industri yang direkam dalam film. Unit waktu yang digunakan dalam tabel-tabel ini adalah sebesar perkalian 0.00001 jam dan unit satuan ini dikenal sebagai TMU (Time Measurement Unit). 1 TMU adalah sama dengan 0.00001 jam atau 0.0006 menit atau 0.0036 detik (Wignjosoebroto, 2008).
19
Pengukuran waktu metoda membagi gerakan-gerakan kerja atas elemenelemen gerakan sebagai berikut (Wignjosoebroto, 2008, pp. 251-259) •
Menjangkau (reach) Menjangkau adalah gerakan dasar yang digunakan untuk memindahkan tangan atau jari ke suatu tempat tujuan tertentu. Waktu yang dibutuhkan bervariasi tergantung kondisi tujuan, oanjang gerakan dan macam gerakan yang dilakukan. Ada lima macam kelas menjangkau yaitu:
o Menjangkau kelas A: gerakan menjangkau ke arah suatu tempat yang pasti, atau ke suatu obyek di tangan lain
o Menjangkau kelas B: gerakan menjangkau ke arah suatu sasaran yang tempatnya berada pada jarak “kira-kira” tapi tertentu dan diketahui lokasinya.
o Menjangkau kelas C: gerakan menjangkau kea rah suatu yang bercampur aduk dengan obyek lain
o Menjangkau kelas D: gerakan menjangkau ke arah suatu obyek yang kecil sehingga diperlukan suatu alat pemegang khusus
o Menjangkau kelas E: gerakan menjangkau kea rah suatu sasaran yang tempatnya tidak pasti •
Mengangkut (move) Mengangkut adalah elemen gerakan dasar yang dilaksanakan dengan maksud utama untuk membawa suatu obyek dari suatu lokasi ke lokasi ujuan tertentu. Terdapat tiga kelas mengangkut, yaitu:
o Mengangkut
kelas
A:
bila
gerakan
mengangkut
merupakan
pemindahan obyek dari satu tangan ke tangan yang lain atau berhenti kerena suatu sebab.
20
o Mengangkut
kelas
B:
bila
gerakan
mengangkut
merupakan
pemindahan obyek ke suatu sasaran yang letaknya tidak pasti atau mendekati
o Mengangkut
kelas
C:
bila
pemindahan
obyek
ke
suatu
gerakan sasaran
mengangkut yang
merupakan
letaknya
sudah
tertentu/tetap •
Memutar (turn) Memutar adalah gerakan yang dilakukan untuk memutar tangan baik dalam keadaan kosong atau membawa beban. Gerakan disini berputar pada tangan, pergelangan tangan, lengan sepanjang sumbu lengan tangan yang ada.
•
Memegang (grasp) Memegang adalah elemen gerekan dasar yang bertujuan untuk menguasai sebuah atau beberapa obyek baik dengan jari-jari, maupun dengan tangan.
•
Mengarahkan (position) Mengarahkan adalah elemen gerakan dasar yang dilaksanakan untuk menggabungkan, mengarahkan atau memasangkan satu obyek dengan obyek lainnya.
•
Menekan (Apply Pressure) Gerakan melakukan gerakan dasar menekan
•
Melepas (release) Melepas adalah elemen gerakan dasar untuk membebaskan kontrol atas suatu obyek oleh jari atau tangan
•
Lepas rakit (disassemble atau disengange) Lepas rakit adalah elemen gerakan dasar yang digunakan untuk memisahkan kontak antara suatu obyek dengan obyek lainnya
21
•
Gerakan mata (eye movement) Pada
bagian
besar
aktivitas
kerja,
waktuyang
dibutuhkan
untuk
menggerakkand an memfokuskan mata bukanlah merupakan factor-faktor yang menghambat sehingga tidak akan mempengaruhi waktu untuk melaksanakan operasi kerja itu sendiri, kecuali gerakan mata eye focus dan eye travel time •
Gerakan Anggota Badan, Kaki dan Telapak Kaki (Body Leg, Foot) Metode yang paling efektif untuk melaksanakan suatu operasi kerja dilakukan dua atau lebih anggota tubuh yang bergerak saat bersamaan maka akan menghemat waktu penyelesaian kerja
2.11
Keseimbangan Lini Lini perakitan adalah komponen dari banyak sistem produksi, seperti yang
digunakan dalam otomotif dan industri alat rumah tangga (Pastor, 2011). Keseimbangan Lini Perakitan adalah metode penugasan pekerjaan ke dalam stasiun-stasiun kerja yang saling terkait atau berhubungan dengan ukuran kinerja yang dioptimalkan (Kara, Ozguven, & Atasagun, 2011). Hasil dari keseimbangan lini perakitan adalah peningkatan dalam kinerja, penghematan biaya, peningkatan produktivitas dan efisiensi serta konsekuensi jangka panjang bahwa betapa pentingnya merancang proses perakitan (Chiang, Urban, & Xu, 2012).
2.11.1 Metode Keseimbangan Lini Salah satu metode keseimbangan lini adalah metode Heuristic. Metode Heuristik adalah pemecahan masalah dengan menggunakan prosedur
22
dan aturan, alih-alih optimasi matematis. Terdapat lima pilihan dalam metode ini yaitu: waktu pengerjaan terpanjang, tugas yang paling sering diikuti, bobot posisi berperingkat, waktu tugas terpendek, dan jumlah tugas lanjutan yang paling sedikit (Heizer & Render, 2009, p. 562). Dalam
studi
kasus
ini,
penyeimbangan
keseimbangan
lini
menggunakan metode bobot posisi berperingkat atau biasa dikenal dengan Ranked Position Weight. Ranked Position Weight diperkenalkan oleh Helgeson dan Birnie. Bobot merupakan nilai waktu sebagai tolak ukur dalam membuat peringkat dari yang terbesar sampai terkecil. Nilai bobot dihitung berdasarkan penjumlahan proses masing-masing waktu operasi yang mengikutinya dilihat dari precedence diagram dan diberi ranking (Mikell, 2008). Contoh metode Ranked Position Weight:
A C B
Gambar 2.2 Contoh Precedence Diagram RPW Keterangan:
o
Waktu baku untuk operasi A adalah 5, jadi bobot untuk operasi A adalah 8 (A+C)
o
Waktu baku untuk operasi B adalah 4, jadi bobot untuk operasi A adalah 7 (B+C)
o
Waktu baku untuk operasi C adalah 3, jadi bobot untuk operasi A adalah C
23
Langkah RPW secara manual: Membuat precedence diagram untuk mengetahui
1.
keterkaitan antar elemen kerja 2.
Menentukkan bobot posisi untuk setiap elemen pekerjaan dari suatu operasi yang memiliki waktu terpanjang sampai akhir elemen pekerjaan
3.
Gambar jaringan precedence sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
4.
Mengurutkan elemen pekerjaan berdasarkan bobot posisi tertinggi
5. Menempatkan elemen pekerjaan dari bobot tertinggi ke setiap stasiun kerja sampai yang bobot yang terendah tanpa melebihi waktu siklus yang telah ditentukan
2.12 •
Menghitung Balance Delay atau Line Efficiency Waktu Siklus Waktu siklus adalah waktu maksimum yang boleh dihabiskan suatu produk di setiap stasiun kerja (Heizer & Render, 2009). Waktu siklus
(2.7)
Waktu siklus berbeda dengan waktu baku karena waktu siklus merupakan waktu untuk menyelesaikan suatu pekerjaan per unit produk. Sedangkan waktu baku merupakan waktu siklus yang sudah disesuaikan dengan penilaian performa kerja karyawan (waktu normal) dan kelonggaran waktu.
24
•
Jumlah Stasiun Kerja Minimal Jumlah stasiun kerja minimal merupakan waktu pengerjaan tugas total dibagi dengan waktu siklus (Heizer & Render, 2009). Jumlah stasiun kerja minimal =
•
(2.8)
Efisiensi Stasiun Kerja Efisiensi merupakan perbandingan antara waktu baku dengan waktu nyata atau waktu aktual dan dinyatakan dalam persentase (Wignjosoebroto, 2008, p. 306). Perhitungan efisiensi dapat dilihat pada rumus dibawah ini :
•
Efisiensi =
(2.9)
atau Efisiensi =
(2.10)
Efisiensi Lini Produksi atau Balance Efficiency Balance Efficiency adalah rasio dari total waktu di stasiun kerja dibagi dengan waktu siklus dikalikan jumlah stasiun kerja (Mikell, 2008). Untuk mengukur balance efficiency dapat dihitung dengan rumus berikut: (2.11)
Dimana: Eb
= balance efficiency = jumlah waktu keseluruhan dalam lini produksi
25
= jumlah stasiun kerja = waktu siklus maksimum yang disediakan untuk menyelesaikan pekerjaan
•
Balance Delay Balance Delay adalah ukuran dari ketidakefisiensinan lintasan yang dihasilkan dari waktu menganggur sebenarnya yang disebabkan karena pengalokasian yang kurang sempurna di antara stasiun-stasiun kerja (Mikell, 2008). Balance Delay dapat dihitung dengan rumus berikut: (2.12) Dimana: d
= Balance delay = jumlah waktu keseluruhan dalam lini produksi = jumlah stasiun kerja = waktu siklus maksimum yang disediakan untuk menyelesaikan
26