8 BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Teori Umum
2.1.1
Sistem Menurut O’Brien dan Marakas (2006, p24), dalam bidang sistem informasi,
konsep dasar sebuah sistem didefinisikan sebagai sekelompok komponen yang saling berhubungan, dengan batasan yang jelas, bekerja sama untuk mencapai tujuan yang sama dengan menerima input dan memproduksi output dalam sebuah proses perubahan yang terorganisasi. Menurut McLeod dan Schell (2007, p9), sistem mengubah input yang datang dari lingkungan perusahaan, ditransformasikan, dan mengembalikan output ke lingkungan yang sama. Jadi dapat disimpulkan bahwa sistem merupakan sekelompok komponen yang saling berhubungan dan bekerja sama untuk mentransformasikan input yang datang dari lingkungan perusahaan menjadi output yang dikembalikan ke lingkungan yang sama secara terorganisasi.
2.1.2
Informasi Menurut O’Brien dan Marakas (2006, p29), informasi dapat didefinisikan
sebagai data yang telah diubah kedalam konteks yang berarti dan berguna untuk pengguna akhir tertentu.
9 Menurut McLeod dan Schell (2007, p9), informasi adalah data yang telah diproses dan memiliki makna, biasanya memberitahukan pengguna sesuatu yang belum diketahuinya. Jadi dapat disimpulkan bahwa informasi adalah hasil pengolahan data yang memiliki makna dan berguna bagi penggunanya.
2.1.3 Sistem Informasi Menurut O’Brien dan Marakas (2006, p6), sistem informasi adalah kombinasi yang teratur dari orang, hardware, software, jaringan telekomunikasi, dan sumberdaya data yang bertugas menyimpan, menarik, mengolah, dan memberikan informasi kepada pengguna dalam sebuah organisasi. Menurut McLeod dan Schell (2007, p9), sistem informasi adalah sistem virtual yang memampukan pihak manajemen untuk mengontrol operasi sistem fisik perusahaan. Sistem fisik perusahaan terdiri dari sumber daya tangible seperti material, manusia, mesin, dan uang. Jadi dapat disimpulkan bahwa sistem informasi adalah kombinasi seperangkat komponen yang terdiri dari orang, hardware, software, jaringan telekomunikasi, dan data yang bertugas mengumpulkan, mengolah, dan mendistribusikan informasi kepada penggunanya dalam sebuah organisasi secara virtual.
2.1.4
Sistem Informasi Manajemen Sistem Informasi Manajemen didefinisikan sebagai suatu sistem berbasis
komputer yang membuat informasi tersedia bagi para pengguna yang memiliki kebutuhan serupa (McLeod dan Schell, 2007, p10).
10 Menurut O’Brien dan Marakas (2006, p328), sistem informasi manajemen adalah salah satu tipe sistem informasi yang menghasilkan informasi untuk mendukung kebutuhan pengambilan keputusan sehari-hari dari manajer dan para profesional bisnis. Jadi dapat disimpulkan bahwa, sistem informasi manajemen adalah sistem informasi pada tingkat manajemen yang membuat dan menyediakan informasi berupa data histori atau laporan kepada manajer dan para profesional bisnis.
2.1.5
Analisis Sistem Menurut Whitten et al (2004, p186), analisis sistem adalah teknik pemecahan
masalah yang menguraikan sistem menjadi potongan-potongan komponennya untuk keperluan pembelajaran tentang sebaik apa bagian-bagian komponen itu bekerja dan berinteraksi untuk mencapai tujuannya. Menurut Satzinger et al (2004, p 38), analisis sistem adalah tahap pada siklus hidup pengembangan sistem yang bertujuan untuk memahami kebutuhan user dan pengembangan. Jadi dapat disimpulkan bahwa analisis sistem adalah tahap pada siklus hidup pengembangan sistem untuk memahami kebutuhan user dengan menguraikan sistem menjadi komponen-komponennya untuk pembelajaran kinerja sistem tersebut. Enam aktifitas utama pada tahap analisis adalah : 1. Mengumpulkan informasi. 2. Mendefinisikan kebutuhan sistem. 3. Membangun prototype untuk menemukan kebutuhan. 4. Membuat prioritas kebutuhan. 5. Membuat dan mengevaluasi alternatif.
11 6. Mereview rekomendasi dengan pihak manajemen
2.1.6
Perancangan Sistem Menurut Whitten et al (2004, p39), perancangan sistem adalah spesifikasi atau
pengembangan secara teknis, solusi berbasis komputer untuk kebutuhan bisnis yang diidentifikasikan pada analisis sistem. Menurut Satzinger (2004, p39), perancangan sistem adalah tahap pada siklus hidup pengembangan sistem yang bertujuan untuk merancang sistem sebagai sebuah solusi berdasarkan kebutuhan yang didefinisikan dan diputuskan pada waktu analisis. Jadi dapat disimpulkan bahwa perancangan sistem adalah pengembangan sistem secara teknis sebagai sebuah solusi bisnis yang kebutuhannya didefinisikan pada tahap analisis. Tujuh aktifitas utama pada tahap perancangan adalah : 1. Merancang dan mengintegrasikan jaringan. 2. Merancang arsitektur aplikasi 3. Merancang user interface. 4. Merancang system interface. 5. Merancang dan mengintegrasikan database. 6. Membuat prototype detil perancangan. 7. Merancang dan mengintegrasikan kontrol sistem.
12 2.1.7
Manajemen Strategis Menurut David (2007, p5), manajemen strategis dapat didefinisikan sebagai seni
dan ilmu memformulasikan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi keputusan lintas fungsional yang memampukan perusahaan mencapai tujuannya. Tujuan manajemen strategis adalah untuk mengeksploitasi dan menciptakan kesempatan yang baru dan berbeda untuk masa mendatang; perencanaan jangka panjang, sebaliknya mencoba mengoptimalkan tren sekarang untuk masa mendatang. Proses manajemen strategis terdiri atas tiga tahap : 1. Formulasi Strategi. Proses formulasi strategi termasuk mengembangkan visi dan misi, mengidentifikasi peluang dan ancaman external perusahaan, menentukan kekuatan dan kelemahan internal, menetapkan tujuan jangka panjang, merumuskan alternatif strategi, dan memilih strategi tertentu untuk dicapai. 2. Implementasi Strategi. Pada proses implementasi strategi, perusahaan membangun tujuan tahunan, membuat kebijakan, memotivasi karyawan, dan mengalokasikan sumber daya sehingga strategi yang telah diformulasikan dapat dijalankan. Mengimplementasikan strategi berarti menggerakkan karyawan dan manager untuk mengubah formulasi strategi menjadi tindakan. 3. Evaluasi Strategi. Tiga aktifitas mendasar dalam evaluasi strategi yaitu : 1. Mereview faktor internal dan eksternal yang menjadi dasar strategi saat ini. 2. Mengukur kinerja. 3. Mengambil tindakan perbaikan.
13 Menurut David (2007, p213), teknik formulasi strategi yang penting dapat diintegrasikan kedalam framework tiga tahap pengambilan keputusan : 1. Tahap pertama merupakan tahap input, terdiri dari matriks EFE (External Factor Evaluation), matriks IFE (Internal Factor Evaluation), dan matriks CPM (Competitive Profile Matrix). Pada tahap ini, input informasi dasar yang dibutuhkan dalam memformulasikan strategi diringkaskan. 2. Tahap kedua merupakan tahap pencocokan, fokus untuk merumuskan alternatif strategi yang mungkin dengan mencocokan faktor kunci internal dan eksternal. Terdiri dari matriks SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats), matriks SPACE (Strategic Position and Action Evaluation), matriks BCG (Boston Consulting Group), matriks IE (Internal Eksternal), dan matriks strategi besar (Grand Strategy). 3. Tahap ketiga merupakan tahap keputusan, melibatkan satu teknik, yaitu QSPM (Quantitative Strategic Planning Matriks). QSPM menggunakan informasi input dari tahap
pertama
untuk
mengevaluasi
kemungkinan
alternatif
strategi
yang
diidentifikasi pada tahap kedua. Manfaat
manajemen
strategis
adalah
untuk
membantu
perusahaan
memformulasikan strategi secara lebih baik dengan menggunakan pendekatan yang lebih sistematis, logis, dan rasional untuk memilih strategi. Manajemen strategis membantu perusahaan menjadi lebih proaktif dan reaktif dalam membentuk masa depannya sendiri, membantu perusahaan menciptakan dan mempengaruhi (bukan hanya merespon) aktifitas.
14 Proses manajemen strategis didasarkan pada kepercayaan bahwa perusahaan seharusnya secara terus menerus memantau kejadian di lingkungan internal dan eksternal serta tren sehingga perubahan yang cepat dapat dibuat ketika diperlukan. E-business, e-commerce, dan globalisasi adalah perubahan eksternal yang mentransformasi bisnis dan masyarakat saat ini. Semakin banyak perusahaan mendapat keunggulan kompetitif dengan menggunakan internet untuk menjual secara langsung dan untuk berkomunikasi dengan pemasok, pelanggan, kreditor, partner, pemegang saham, klien, kompetitor yang tersebar diseluruh dunia. Hal ini dikarenakan dengan adanya e-business dan e-commerce akan meminimalkan pengeluaran, waktu terbuang, jarak, dan ruang untuk menjalankan bisnis, sehingga pelayanan pelanggan lebih baik, efisiensi, perbaikan produk, dan profitabilitas yang lebih tinggi.
2.1.8
Internet Menurut Eaglestone dan Ridley (2001, p20), internet adalah jaringan yang
menghubungkan jaringan komputer diseluruh dunia. Internet mengimplementasikan mekanisme untuk menghubungkan jaringan komputer Internet dapat dipandang sebagai lem yang menyatukan jaringan komputer yang ada diseluruh dunia dan membentuk satu jaringan komputer. (Eaglestone dan Ridley, 2001, p22) Beberapa teknologi yang terkait dalam internet antara lain : 1. World Wide Web (WWW) World Wide Web (WWW) adalah sebuah aplikasi pada internet yang menyediakan cara sederhana untuk mengakses informasi dan menjalankan program yang disimpan dalam komputer yang dihubungkan dengan internet. WWW memiliki memori
15 didalamnya dimana informasi dapat ditampilkan, disimpan, dan diakses (Eaglestone dan Ridley, 2001, p24). 2. Web Browser Web browser digunakan untuk menampilkan dokumen web dan mengikuti link yang terdapat didalamnya untuk mengakses dokumen web lain atau berpindah antar bagian dokumen web yang berbeda. Saat ini browser termasuk kedalam software standar, sering disatukan sebagai bagian operating system. Browser lainnya didapatkan dari ISP (Internet Service Providers) atau dapat didownload dari internet (Eaglestone dan Ridley, 2001, p198). 3. Universal Resource Locator (URL) Setiap web yang dapat diakses memiliki alamat unik yang yang disebut URL (Universal Resource Locator). URL juga digunakan didalam dokumen web untuk membangun link antar web dokumen dan web sites. URL dapat mengalamatkan berbagai tipe sumber daya yang ada di internet, tetapi fokus pembahasan disini adalah HTTP URL, yaitu URL untuk sumber daya yang akan dikirimkan dari web server dengan protokol HTTP (Eaglestone dan Ridley, 2001, p201). 4. Transmission Control Protocol/Internet Protocol (TCP/IP)
Internet mengintegrasikan jaringan komputer dengan mengimplementasikan standar protokol yang memampukan komunikasi pada jaringan komputer. Protokol komunikasi adalah seperangkat aturan untuk terciptanya komunikasi antar komputer Peraturan ini menspesifikasikan cara pesan di encode dan menentukan tipe pesan yang dapat dipesan dan pesan yang harus dikirim sebagai balasan. Internet mengimplementasikan standar protokol yang disebut TCP/IP (Transmission Control Protocol/Internet Protocol) yang memampukan jaringan
16 komputer yang berbeda untuk berkomunikasi satu sama lain (Eaglestone dan Ridley, 2001, p22-23).
Komputer yang terkoneksi ke internet umumnya berkomunikasi dengan TCP/IP (Transmission Control Protocol/Internet Protocol). TCP/IP memungkinkan berbagai tipe komputer yang berbeda untuk berkomunikasi (Larson dan Stephens, 2000, p3).
5. Internet Protocol (IP) Address
Setiap komputer di internet memiliki alamat unik yang disebut IP (Internet Protokol) address. IP address digunakan untuk memampukan komputer berkomunikasi satu sama lain melalui internet. (Eaglestone dan Ridley, 2001, p23). IP address ditulis dalam empat bagian angka yang dipisahkan oleh titik. Setiap nomor berkisar antara 0-255. Contoh : 123.234.5.67.
IP address digunakan oleh TCP/IP untuk berkomunikasi antar komputer. Setiap komputer pada internet memiliki IP address yang unik. Ketika sebuah komputer ingin mengirimkan pesan ke mesin lain pada internet, maka alamat dari mesin lain itu akan dispesifikasikan dan pesan tersebut menemukan jalannya melalui jaringan (Larson dan Stephens, 2000, p2).
6. Client/Server Dalam terminologi jaringan, client adalah hardware atau software yang digunakan untuk komunikasi dengan penyedia data (server). Client terhubung dengan server untuk mengirim dan menerima informasi. Server adalah umumnya sebuah komputer besar yang mampu menyediakan data bagi banyak client dalam waktu bersamaan. Server dapat berarti komputer secara fisik (hardware) atau dapat juga berarti software server atau daemon yang berjalan pada mesin tersebut. Daemon adalah
17 sebuah program yang menawarkan jasa bagi program lain, biasanya melalui sebuah jaringan. Daemon menerima permintaan dari client, memproses permintaan tersebut, dan mengembalikan hasil ke client yang memintanya (Larson dan Stephens, 2000, p2). 7. Web Server Web server adalah sebuah tipe server tertentu yang tahu bagaimana berkomunikasi dengan client menggunakan HTTP (Larson dan Stephens, 2000, p2). 8. Hyper Text Mark Up Language (HTML) Menurut Chaffey (2007, p106), HTML adalah format standar presentasi halaman web yang digunakan untuk mendefinisikan text dan layout halaman web. Standar internasional ini dikembangkan oleh konsorsium World Wide Web untuk memastikan semua halaman web yang diotorisasi menurut definisi yang ada pada standar akan muncul sama dengan web browser manapun. File HTML biasanya menggunakan ekstensi .html atau .htm. 9. Database Menurut Connolly dan Begg (2002, p14), database adalah koleksi bersama atas datadata yang terhubung secara logis, dan gambaran data ini, yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan informasi sebuah perusahaan. Data model adalah seperangkat struktur yang dengannya database dapat dibangun, operasi dapat digunakan untuk memanipulasi database, dan memastikan databasenya masuk akal (Eaglestone dan Ridley, 2001, p45). Database Management System (DBMS) adalah sebuah software sistem yang
memampukan
pengguna
untuk
mendefinisikan,
menciptakan,
memelihara, dan mengontrol akses ke database. DBMS adalah software yang berhubungan dengan program aplikasi pengguna dan database (Connolly dan Begg,
18 2002, p16). Saat ini data model database management system paling banyak didasarkan pada relational model. SQL (Structured Query Language) merupakan bahasa standar internasional relational database. Aturan SQL dapat digunakan untuk mendefinisikan struktur relational data model dalam rangka mengimplementasikan database tertentu, menarik dan memanipulasi database. Menurut Connolly dan Begg (2002, p111), SQL terdiri dari dua komponen utama, yaitu : 1. Data Definition Language (DDL), yaitu bahasa yang memungkinkan Database Administrator atau pengguna untuk menggambarkan dan memberikan nama pada entities, attributes, dan relationships yang dibutuhkan untuk aplikasi. 2. Data Manipulation Language (DML), yaitu bahasa yang menyediakan seperangkat operasi untuk mendukung operasi manipulasi dasar pada data yang ada di database.
2.1.9 Delapan Aturan Emas Dalam Perancangan Menurut Shneiderman (1998, p74-75), dalam merancang user interface yang baik perlu ada 8 aturan emas yang harus diperhatikan, yaitu : 1. Strike for consistency. Penggunaan jenis font, warna, simbol, bentuk tombol harus tetap sama atau tidak mengalami perubahan makna diseluruh bagian program. 2. Enable frequent user to use shortcuts. Maksudnya program menyediakan suatu tombol khusus yang berfungsi untuk masuk kebagian lain secara langsung dan tidak perlu melalui bagian-bagian yang biasa dilewati.
19 3. Offer Informative Feedback. Memberikan umpan balik yang interaktif untuk setiap aksi sehingga tidak membingungkan pemakai. 4. Design dialogs to yield closure. Pengorganisasian yang baik, sehingga pemakai tahu kapan awal dan akhir dari suatu aksi. 5. Permit easy reversal of actions. Sedapat mungkin merancang sistem yang dapat menghindari pengguna dari kesalahan yang serius. Apabila pengguna membuat kesalahan, sistem harus dapat mendeteksi kesalahan dan dapat memberikan jalan keluar yang termudah untuk mengatasi kesalahan tersebut. 6. Offer error prevention and simple error handling. Kesalahan yang terjadi dapat dikembalikan pada aksi sebelum kesalahan terjadi. Dengan adanya rancangan seperti ini, kegelisahan dan rasa takut membuat kesalahan pada pengguna dapat diatasi. 7. Support internal focus of control. Pengguna yang berpengalaman menginginkan keikutsertaannya terhadap sistem yang mereka pakai dan mengharapkan sistem memberikan tanggapan atas aksi yang dilakukannya. 8. Reduce short term memory load. Dengan terbatasnya kemampuan manusia untuk mengingat, tampilan pada sistem hendaklah mudah diingat dan sederhana.
20 2.1.10 Persediaan Menurut Nasution (2003, p103), persediaan adalah sumberdaya menganggur yang menunggu proses lebih lanjut. Yang dimaksud proses lebih lanjut tersebut adalah berupa kegiatan produksi pada sistem manufaktur, kegiatan pemasaran pada sistem distribusi ataupun kegiatan konsumsi pangan pada sistem rumah tangga. Menurut Schroeder (2000, p304), persediaan adalah barang yang disimpan dan digunakan untuk memfasilitasi kegiatan produksi atau untuk memenuhi permintaan pelanggan. Jadi dapat disimpulkan bahwa, persediaan adalah barang yang disimpan dan sedang menunggu pemrosesan lebih lanjut dalam proses produksi untuk memenuhi permintaan pelanggan. Menurut Nasution (2003, p103), dalam sistem manufaktur, persediaan terdiri dari tiga bentuk sebagai berikut : 1. Bahan baku, yaitu yang merupakan input awal dari proses transformasi menjadi produk jadi. 2. Barang setengah jadi, yaitu yang merupakan bentuk peralihan antara bahan baku dengan produk setengah jadi. 3. Barang jadi, yaitu yang merupakan hasil akhir proses transformasi yang siap dipasarkan kepada konsumen. Menurut Schroeder (2000, p306), ada empat alasan diperlukannya persediaan : 1. Untuk mengatasi ketidakpastian. Dalam sistem persediaan, terdapat ketidakpastian dalam hal penawaran, permintaan, dan waktu tenggang. Persediaan pengaman dibuat untuk mengatasi ketidakpastian tersebut.
21 2. Untuk pembelian dan produksi yang ekonomis. Seringkali memproduksi barang dalam jumlah besar lebih ekonomis. Begitu juga dengan pembelian bahan baku mentah. 3. Untuk mengatasi perubahan yang telah diperkirakan dalam permintaan atau penawaran. Ada beberapa tipe kondisi dimana perubahan dalam permintaan atau penawaran dapat diperkirakan. Salah satunya adalah ketika harga atau ketersediaan bahan baku mentah diperkirakan berubah. 4. Untuk memperlengkapi transit. Persediaan transit terdiri dari barang dalam perjalanan dari satu titik ke titik lainnya. Biasanya persediaan ini dipengaruhi oleh penentuan lokasi gedung dan pemilihan pihak yang mengirim. Menurut Render dan Heizer (2006, p471-472), tujuan dari kebanyakan model persediaan adalah untuk meminimalkan biaya total. Terdapat tiga model persediaan yang digunakan untuk menentukan kapan pemesanan dilakukan dan berapa banyak yang akan dipesan. Model-model permintaan independen ini adalah Economic Order Quantity (EOQ), Production Order Quantity (POQ), dan Quantity Discount. EOQ (Economic Order Quantity) merupakan salah satu tehnik pengendalian persediaan tertua dan paling dikenal. Beberapa Asumsi yang dipakai dalam EOQ adalah : 1. Tingkat permintaan diketahui dan bersifat konstan. 2. Lead time, yaitu waktu antara pemesanan dan penerimaan pesanan, diketahui, dan bersifat konstan. 3. Persediaan diterima dengan segera. Dengan kata lain, persediaan yang dipesan tiba dalam bentuk kumpulan produk, pada satu waktu.
22 4. Tidak mungkin diberikan diskon. 5. Biaya variabel yang muncul hanya biaya pemasangan atau pemesanan dan biaya penahan atau penyimpanan persediaan sepanjang waktu. 6. Keadaan kehabisan stok dapat dihindari sama sekali bila pemesanan dilakukan pada waktu yang tepat. Dalam lingkungan produksi, ada waktu tertentu dimana sebuah perusahaan dapat menerima persediaannya sepanjang suatu periode. Keadaan seperti ini mengharuskan pemakaian model yang berbeda, yaitu model yang tidak memerlukan asumsi penerimaan pesanan seketika. Model ini diterapkan ketika persediaan secara terus menerus mengalir atau terbentuk sepanjang suatu periode waktu setelah dilakukan pemesanan atau ketika produk diproduksi dan dijual pada saat bersamaan. Model ini disebut Production Order Quantity (POQ) dengan asumsi EOQ tradisionalnya valid (Render dan Heizer, 2006, p477).
POQ = Q*p = √
2DS S H [1-(d / p)]
Keterangan :
Q* = Jumlah optimal barang per pesanan
D = Permintaan tahunan barang persediaan
S = Biaya pemasangan atau pemesanan untuk setiap pemesanan
H = Biaya penyimpanan per unit per tahun
p = Tingkat produksi harian
d = Tingkat permintaan harian
23
N=
D D POQ
Keterangan : N = Jumlah pemesanan D = Permintaan tahunan barang persediaan POQ = Jumlah unit yang dipesan.
Menurut
Render
dan
Heizer
(2006,
p476),
model-model
persediaan
mengasumsikan bahwa suatu perusahaan akan menunggu sampai tingkat persediaannya mencapai nol. Sebelum perusahaan memesan lagi, dan dengan seketika kiriman yang dipesan akan diterima. Akan tetapi, waktu antara dilakukannya pemesanan, disebut Lead Time atau waktu pengiriman, bisa cepat, beberapa jam atau lambat, beberapa bulan. Maka, keputusan kapan akan memesan biasanya diungkapkan dalam konteks Reorder Point (ROP), tingkat persediaan dimana harus dilakukan pemesanan.
ROP = d x L Keterangan :
d = Tingkat permintaan harian
L = Lead time untuk pemesanan baru dalam hari
Persamaan diatas mengasumsikan bahwa permintaannya sama dan bersifat konstan. Bila tidak demikian halnya, harus ditambahkan stok tambahan, seringkali disebut stok pengaman (safety stock). Penambahan safety stock menyebabkan perubahan persamaan menjadi :
24
Safety Stock = (p - d) x L
ROP = d x L + Safety Stock
Keterangan :
d = Tingkat permintaan harian
L = Lead time untuk pemesanan baru dalam hari
p = Tingkat produksi harian
Contoh Soal : PT XYZ membuat dan menjual barang A dengan permintaan tahunan 1000 unit dan permintaan harian rata-rata 6 unit. Proses produksi paling efisien adalah pada tingkat 8 unit per hari. Biaya pemesanan Rp 100.000 untuk setiap pesanan dan biaya penyimpanan Rp 5000 per unit per tahun. Dengan total hari produksi 167 hari per tahun dan lead time 3 hari, tentukanlah jumlah unit maksimum per pesanan (POQ), safety stock, dan reorder point (ROP). 1. POQ = √
2DS S H [1-(d / p)]
POQ = √ 2 (1.000) (100.000) 5000 [1-(6/8)] POQ = 400 unit 2. N =
D D POQ
N = 1.000 400
25 N = 2,5 = 3 kali per tahun 3. Safety Stock = (Permintaan max per hari - Permintaan rata-rata per hari) x Lead Time = (8-6) x 3 = 6 unit 4. Reorder Point = (d x L) + Safety Stock = (6 x 3) + 6 = 24 unit Jadi pemesanan barang A sebaiknya dilakukan 3 kali per tahun dengan jumlah 400 unit per pesanan. Pemesanan dilakukan ketika jumlah persediaan mencapai angka 24 unit. Dengan jumlah stok pengaman 6 unit.
2.1.11 Procurement Sampai saat ini, penggunaan istilah purchasing dan procurement masih sering tertukar. Bagaimanapun sebenarnya ruang lingkup mereka berbeda secara signifikan. Purchasing mengacu pada aktivitas pembelian material dan aktifitas lainnya yang berhubungan dengan proses pembelian. Electronic purchasing hanya mengacu pada aspek yang relatif kecil dalam masalah procurement yang dihadapi perusahaan. Sedangkan, procurement secara luas didefinisikan untuk mengikutsertakan permintaan, pembelian, pengiriman, penyimpanan, dan proses penerimaan in-bound perusahaan. Procurement adalah proses tertutup yang dimulai dari permintaan produk dan berakhir ketika invoicenya dilunaskan (Kalakota dan Robinson, 2001, p314). Gambar 2.1 menunjukkan proses-proses yang terjadi dalam procurement tradisional.
26
Gambar 2.1 Proses Procurement Tradisional Sumber : Turban et al (2006, p209) Menurut Kalakota (2001, p339), terdapat tiga tipe pembelian, yaitu : 1. Strategic buying, termasuk pemilihan supplier, negosiasi kontrak, manajemen supplier. Strategic buying berorientasi pada pembangunan hubungan jangka panjang antara pembeli dan penjual. 2. Transactional buying, termasuk pembelian produk menurut kontrak yang ada dan pemrosesan transaksi. Transactional buying sebenarnya menekan penggunaan kertas. 3. Spot buying biasanya merupakan perjanjian sekali. Spot buys terjadi ketika supplier kontrak yang ada tidak dapat memenuhi pesanan, ketika ada pembelian yang mendesak, atau ketika pesanan hanya dibutuhkan untuk sekali waktu. Secara garis besar transaksi pembelian mencakup prosedur berikut ini (Mulyadi, 2001, p299) : 1. Fungsi gudang mengajukan permintaan pembelian ke fungsi pembelian. 2. Fungsi pembelian meminta penawaran harga dari berbagai pemasok. 3. Fungsi pembelian menerima penawaran harga dari berbagai pemasok dan melakukan pemilihan pemasok.
27 4. Fungsi pembelian membuat order pembelian kepada pemasok yang dipilih. 5. Fungsi penerimaan memeriksa dan menerima barang yang dikirim oleh pemasok. 6. Fungsi penerimaan menyerahkan barang yang diterima kepada fungsi gudang untuk disimpan. 7. Fungsi penerimaan melaporkan penerimaan barang kepada fungsi akuntansi. 8. Fungsi akuntansi menerima faktur tagihan dari pemasok dan atas dasar faktur dari pemasok tersebut, fungsi akuntansi mencatat kewajiban yang timbul dari transaksi pembelian. Menurut Pujawan (2005, p139), secara umum, tugas-tugas yang dilakukan bagian pengadaan mencakup : 1. Merancang hubungan yang tepat dengan supplier. Hubungan dengan supplier bisa bersifat kemitraan jangka panjang maupun hubungan transaksional jangka pendek. Model hubungan yang tepat ditentukan oleh banyak hal, antara lain kritis tidaknya barang yang dibeli dari supplier dan besar tidaknya nilai pembelian. Bagian pengadaan bertugas untuk merancang relationship portfolio dan menetapkan jumlah supplier yang harus dipelihara untuk setiap item. 2. Memilih supplier. Kegiatan ini bisa memakan waktu dan sumber daya yang besar terutama dalam memilih supplier utama dan jika supplier yang akan dipilih berada di luar negri. Untuk supplier kunci yang berpotensi menjalin hubungan jangka panjang, proses pemilihan ini bisa melibatkan evaluasi awal, undangan presentasi, kunjungan lapangan, dan sebagainya. Selain itu pemilihan supplier juga harus sejalan dengan strategi supply chain. 3. Memilih dan mengimplementasikan teknologi yang cocok. Kegiatan pengadaan selalu membutuhkan bantuan teknologi, yang umum digunakan adalah telepon dan
28 fax. Namun dengan munculnya internet, telah banyak perusahaan yang menggunakan e-procurement, yaitu aplikasi internet untuk kegiatan pengadaan. Eprocurement memiliki aplikasi dengan spesifikasi dan kegunaan yang berbeda-beda. Bagian pengadaan harus mampu memilih dan mengimplementasikan teknologi yang cocok. 4. Memelihara data item yang dibutuhkan dan data supplier. Bagian pengadaan harus memiliki data lengkap mengenai item-item yang dibutuhkan maupun data tentang supplier-suppliernya. 5. Melakukan proses pembelian. Proses pembelian bisa dilakukan dengan beberapa cara, misalnya pembelian rutin dan pembelian melalui tender atau lelang (auction). Masing-masing melalui proses yang berbeda. Kegiatan ini merupakan pekerjaan rutin bagian pengadaan. 6. Mengevaluasi kinerja supplier. Kegiatan ini penting untuk menciptakan daya saing yang berkelanjutan. Hasil penilaian ini, bagi perusahaan pembeli dapat digunakan untuk menentukan volume pembelian maupun untuk menentukan peringkat supplier. Purchasing dapat memberikan kontribusi pada keberhasilan strategik organisasi melalui perannya sebagai boundary-spanning organisasi. (Miranda, 2005, p61-62). 1. Akses Menuju Pasar Eksternal Melalui kontak eksternal dengan pasar supply, purchasing dapat memperoleh informasi mengenai teknologi baru, material baru, dan pelayanan yang potensial, sumber persediaan baru, dan perubahan kondisi pasar sehingga dapat merancang strategi organisasi untuk bersaing di pasaran. 2. Perkembangan Supplier dan Manajemen Hubungan
29 Purchasing dapat membantu mendukung keberhasilan strategik organisasi dengan pengidentifikasian dan pengembangan supplier yang baru maupun yang telah ada. Melibatkan supplier sejak awal pengembangan produk dan jasa baru atau modifikasi yang telah ada dapat mengurangi masa pengembangan produk. Ide untuk menekan waktu (yaitu mencapai pasar secepatnya) sangat penting bagi kesuksesan ide-ide tersebut dan bagi posisi-posisi didalam organisasi, seperti sebagai market leader atau innovator. Untuk mencapainya perlu dukungan dari pemilihan supplier, evaluasi, sourcing, total quality management, dan perencanaan dan penelitian purchasing. 3. Hubungan Dengan Fungsi-Fungsi Lainnya Purchasing memberi kontribusi pada fungsi lainnya berupa keputusan-keputusan penting yang pada dasarnya juga mempengaruhi keputusan yang dibuat dibagian purchasing. Misalnya dengan bagian logistik bekerjasama mengatur logistik inbound dan aliran material.
2.1.12 E-Business dan E-Commerce Menurut Turban et al (2006, p4), e-commerce adalah proses pembelian, penjualan, pemindahan, atau pertukaran produk, jasa, dan informasi melalui jaringan komputer, termasuk internet. E-commerce seringkali tertukar dengan e-business. Ebusiness mengacu pada definisi yang lebih luas dari e-commerce, bukan hanya pembelian dan penjualan barang dan jasa, tetapi juga melayani pelanggan, kerjasama dengan rekan bisnis, menjalankan e-learning, dan menjalankan transaksi elektronik didalam sebuah perusahaan. Menurut Chaffey (2007, p14), e-Business adalah semua pertukaran informasi yang dilakukan melalui media elektronik, baik didalam organisasi dan dengan pihak luar
30 untuk mendukung proses bisnis. Selain itu, menurut Kalakota dan Robinson (2001, p5), e-Business tidak hanya mengenai transaksi e-commerce, tetapi mengenai mendefinisikan ulang model bisnis lama dengan bantuan teknologi, untuk memaksimalkan nilai pelanggan dan keuntungan. E-Business merupakan strategi keseluruhan, dan ecommerce merupakan salah satu sisi penting dalam e-business. Jadi dapat disimpulkan bahwa e-commerce merupakan bagian dari e-business, dimana e-commerce adalah proses pembelian, penjualan, pemindahan, maupun pertukaran produk dan jasa yang dilakukan melalui media elektronik, sedangkan ebusiness lebih luas dari itu, menyangkut sisi strategik dalam rangka memaksimalkan nilai pelanggan. Gambar 2.2 menunjukkan hubungan antara e-business dengan ecommerce. Pada topic e-business akan sering juga membicarakan otomatisasi proses business to business (B2B) seperti pembelian dan penjualan. Menurut Chaffey (2007, p11), Business to Business (B2B) adalah transaksi komersil antar organisasi satu dengan organisasi lainnya. Pada beberapa area, usaha untuk memastikan bahwa solusi ebusiness bekerja secara efektif dalam melakukan fungsinya bisa menjadi sangat kompleks. Misalnya : procurement (auction, bidding, dan sourcing), penjualan (manufacturing dan supply chain management), pengecekan status order (shipping dan logistic), pemberian tagihan, dan pembayaran. Proses-proses ini hampir selalui melintasi batasan luar perusahaan dan banyak lingkup e-business lainnya dimana teknologi ecommerce dapat digunakan oleh end user, perusahaan, maupun pihak lain yang ingin melakukan bisnis lewat internet. Kebanyakan e-business membutuhkan 1 atau lebih teknologi e-commerce untuk menyelesaikan transaksi bisnis tertentu dalam cara yang aman. (Fellenstein dan Wood, 2000, p23)
31 EB EC
Gambar 2.2 Hubungan E-Commerce dan E-Business Sumber : Chaffey (2007, p15)
2.2
Teori Khusus
2.2.1
E-Procurement Menurut Turban et al (2006, p209), e-procurement adalah pengadaan barang dan
jasa (procurement) untuk perusahaan dengan menggunakan fasilitas elektronik. Rantai kegiatan dalam e-procurement ditunjukkan pada gambar 2.3, sedangkan gambar 2.4 menjelaskan skema proses yang terjadi pada kegiatan e-procurement.
Gambar 2.3 Rantai E-Procurement Sumber : Kalakota dan Robinson (2001, p315)
32 Proses e-procurement seperti ditunjukkan pada gambar 2.4 yaitu : 1. Pencarian supplier dan produk bisa melalui katalog elektronik, brosur, telephone, dll. 2. Mengukur kualitas supplier untuk menentukan supplier yang bisa diajak untuk bekerjasama, bisa dilakukan melalui histori kinerja supplier, stabilitas keuangan supplier, dan dengan bantuan lembaga penelitian. 3. Memilih mekanisme pasar, misalnya private, public, auctions, atau exchange. 4. Membandingkan dan menegosiasikan harga, pembayaran, pengiriman, kualitas, dll untuk memilih supplier. 5. Membuat kontrak pembelian, salah satunya untuk mengatur pembayaran. 6. Membuat purchase order, bisa melalui form elektronik atau yang dipicu secara otomatis. 7. Mengatur pengiriman barang dan mengecek dokumen-dokumen pengiriman, faktur, dan kualitas barang yang dikirim. 8. Melakukan pembayaran.
33
Search for Vendors and Products
Initiate a Purchase Order (PO)
E-catalogs, brochures, conventions, exhibits, telephone calls, visits
Electronic form or trigger ready order.
Quality Vendors Which vendors can we do business with? Research firms, financial stability, credit history.
Select a Market Mechanism Private, public, auctions, exchange.
Arrange a Pickup or Receive Shipment
Tendering system has a special process.
Check shipping documents, billing, quality.
Compare and Negotiate Price, financing, delivery, quality, etc. Select a vendor.
Make a Purchase Arrangement (Individual or committee) Have a contract.
Make Payments Approve payment. Arrange money transfer.
Arrange Payment.
Gambar 2.4 Proses E-Procurement Sumber : Turban et al (2006, p210) Menurut Kalakota dan Robinson (2001, p308-309), terdapat lima tantangan yang harus dihadapi oleh fungsi procurement dalam sebuah perusahaan saat ini : 1. Mengurangi waktu dan biaya pemrosesan order. 2. Menyediakan akses bagi seluruh perusahan untuk mampu melakukan procurement.
34 3. Memperkuat desktop requisition melalui self service karyawan. 4. Mencapai integrasi software procurement dengan sistem back office perusahaan. 5. Mengevaluasi fungsi procurement sehingga mencapai posisi strategik dalam perusahaan. Tujuan utama strategi e-procurement perusahaan adalah untuk lebih baik mengatur biaya operasional perusahaan. Sebagaimana yang dicari adalah margin, sehingga perusahaan perlu mengatur biaya opersional se-efisien mungkin. Gambar 2.5 mengilustrasikan solusi manajemen e-procurement yang terintegrasi.
Gambar 2.5 Manajemen E-Procurement Source : Kalakota dan Robinson (2001, p339)
2.2.2
Metode E-Procurement Menurut Turban et al (2006, p208-209), perusahaan menggunakan metode
procurement barang dan jasa yang berbeda berdasarkan apa dan dimana mereka
35 membeli jumlah yang dibutuhkan, berapa jumlah uang yang terlibat dan lainnya. Berikut ini adalah metode umum dalam procurement : 1. Membuka penawaran atau tender (reverse auction) pada sistem dimana supplier bersaing melawan satu sama lain. 2. Membeli langsung dari produsen, wholesaler, atau retailer dari katalog mereka dan dimungkinkan melalui negosiasi. Terkadang, dibutuhkan kontrak untuk melakukan pembelian seperti ini. 3. Membeli dari katalog intermediary (e-distributor) yang menggabungkan katalogkatalog penjual. 4. Membeli dari katalog internal perusahaan yang diapprove dari katalog supplier, termasuk harga kesepakatan. Pendekatan ini digunakan untuk pengimplementasian desktop purchasing, yang memampukan peminta memesan langsung kepada supplier tanpa melalui departemen procurement. 5. Membeli di website lelang private atau publik dimana perusahaan ikut serta sebagai salah satu pembeli. 6. Bergabung dengan sistem purchasing kelompok yang menggabungkan permintaan peserta, menciptakan volume besar. Lalu kelompok dapat negosiasi harga atau melakukan proses lelang. 7. Membeli di mall industri atau pertukaran. 8. Bekerjasama dengan supplier untuk berbagi informasi penjualan dan persediaan, untuk mengurangi persediaan dan stock-out dan pengiriman just-in-time.
36 2.2.3 Jenis-Jenis Aplikasi E-Procurement Menurut Pujawan (2005, p163-164), Secara umum ada beberapa jenis aplikasi eprocurement, yaitu : 1. e-Catalogue. Secara tradisional, katalog tercetak dalam bentuk buku atau brosur. Dengan adanya internet, perusahaan bisa memiliki katalog elektronik. Disini perusahaan mengumpulkan informasi supplier atau calon supplier dengan segala bentuk barang atau jasa yang bisa mereka pasok. Biasanya dilengkapi dengan fasilitas pencarian (search) sehingga perusahaan akan lebih mudah mendapatkan informasi produk atau jasa yang diinginkan. 2. e-Auction. Ini adalah aplikasi untuk membantu proses lelang. 3. B2B Market Exchange. Aplikasi ini memungkinkan banyak pembeli dan banyak penjual bertemu secara virtual. Pada kebanyakan kasus, aplikasi ini dimiliki dan dikelola oleh pihak ketiga. 4. B2B Private Exchange. Aplikasi ini digunakan untuk membantu proses transaksi rutin dengan supplier. Perusahaan bisa mengirim purchase order secara elektronik, mengecek status pengiriman, melakukan transaksi pembayaran, dan sebagainya. Selain itu, aplikasi ini juga bisa digunakan oleh perusahaan untuk berbagi informasi rencana produksi dan informasi lainnya dengan supplier. Supplier juga bisa membagi informasi ketersediaan stok dan kapasitas produksi mereka.
2.2.4
Keuntungan E-Procurement Keuntungan e-procurement dibagi kedalam dua kategori utama, yaitu efisensi
dan efektifitas. Keuntungan efisiensi e-procurement termasuk mengurangi biaya procurement, mempercepat siklus waktu, mengurangi maverick buying (pembelian dari
37 supplier non kontrak), informasi laporan yang teratur, integrasi fungsi procurement dengan fungsi back office perusahaan. Keuntungan efektifitas e-procurement termasuk meningkatkan kontrol atas supply chain, manajemen data kunci yang proaktif, kualitas pengambilan keputusan pembelian yang lebih tinggi (Kalakota dan Robinson, 2001, p315). Menurut Turban et al (2006, p209), beberapa goal yang hendak dicapai melalui eProcurement adalah : 1. Meningkatkan produktifitas staff-staff pembelian (memberikan lebih banyak waktu dan mengurangi tekanan pekerjaan kepada mereka). 2. Mengurangi harga pembelian melalui standarisasi produk, reverse auction, diskon, dan gabungan pembelian. 3. Meningkatkan aliran informasi dan manajemen (misalnya : informasi supplier dan harga). 4. Meminimalkan pembelian kepada supplier non-kontrak (mengeliminasi maverick buying). 5. Meningkatkan proses pembayaran dan penghematan akibat kelancaran pembayaran. 6. Membangun hubungan kerjasama yang efisien. 7. Memastikan pengiriman tepat waktu. 8. Mengurangi waktu proses dan pemenuhan order melalui otomatisasi. 9. Mengurangi kebutuhan akan keterampilan dan pelatihan dari staff purchasing. 10. Mengurangi jumlah supplier. 11. Membuat proses pembelian cepat dan sederhana (misalnya otorisasi permintaan pembelian dari desktop, tanpa melalui departemen procurement). 12. Mempersingkat rekonsiliasi invoice.
38 13. Mengurangi biaya pemrosesan administratif per order sampai dengan 90%. 14. Menemukan supplier baru yang dapat menyediakan barang dan jasa lebih cepat dan murah. 15. Mengintegrasikan kontrol budget dengan proses procurement. 16. Meminimalkan kesalahan manusia dalam proses pembelian maupun pengiriman. 17. Memonitor dan meregulasi perilaku pembelian.
2.2.5
Tipe Sistem Informasi Yang Digunakan Dalam E-Procurement Menurut Chaffey (2007, p321), terdapat beberapa tipe sistem informasi yang
berbeda dan digunakan pada siklus procurement, yaitu : 1. Sistem pengendalian persediaan, ini berhubungan utamanya dengan procurement untuk barang-barang produksi; sistem ini membantu ketika pemesanan kembali dibutuhkan ketika jumlah persediaan berada dibawah angka pemesanan kembali. 2. Katalog CD atau web-based, katalog kertas telah digantikan oleh katalog elektronik sehingga lebih cepat menemukan supplier. 3. Email atau sistem aliran kerja berdasarkan database, mengintegrasikan input order dengan asalnya, approval manager dan penempatan oleh pembeli. Order bergerak dari satu orang ke orang lainnya dan akan menunggu di kotak pesan mereka untuk ditindaklanjuti. 4. Input order di website, pembeli seringkali memiliki kesempatan untuk langsung memasukkan order di website supplier, dengan demikian tidak ada integrasi dengan permintaan dan akuntansi.
39 5. Sistem akuntansi, sistem akuntansi jaringan memampukan staff departemen pembelian untuk memasukkan order yang kemudian dapat digunakan staff accounting untuk membuat pembayaran ketika invoice datang. 6. Sistem
ERP
atau
e-Procurement
terintegrasi,
tujuannya
adalah
untuk
mengintegrasikan semua fasilitas diatas dan juga mengintegrasikan dengan sistem supplier.
2.2.6 Pemilihan dan Penilaian Supplier Material mewakili bagian penting dari nilai sebuah produk, dan bagi kebanyakan industri, mewakili lebih dari 50% harga penjualan. Tujuan utama dari departemen purchasing dalam sebuah perusahaan adalah untuk membeli material dengan kualitas yang tepat, dalam jumlah yang tepat, dan dari sumber yang tepat, disaat yang tepat. Sumber yang tepat adalah salah satu faktor yang dapat menyediakan material dengan kualitas yang tepat pada tingkat harga yang masuk akal. Pemilihan dan penilaian supplier adalah salah satu aktifitas yang paling kritis. Pemilihan supplier yang salah dapat membahayakan kedudukan keuangan dan operasional perusahaan. Secara tradisional, supplier dipilih berdasarkan kemampuan mereka untuk memenuhi kebutuhan kualitas (quality), jadwal pengiriman (delivery), dan harga yang ditawarkan (price) (Mandal dan Deshmukh, 1994, p52). Menurut Weber (1996, p28-29), dalam jurnalnya yang berjudul An Approach To Vendor Performance Evaluation, Timmerman menjabarkan tiga pendekatan dasar untuk penilaian supplier, yaitu : 1. Pendekatan pertama dapat dikatakan sebagai metode peringkat berdasarkan kategori atau faktor kunci (categorial or key factor rating), dimana setiap kinerja supplier
40 pada area tertentu yang didefinisikan oleh variabel-variabel kinerja yang relevan dihitung. Staff pembelian menyimpan data kinerja semua supplier yang harus dimonitor, berserta dengan kinerja saat ini. Staff pembelian kemudian memberikan penilaian secara subjektif kepada setiap supplier per faktor kunci. Kemudian juga dilakukan perhitungan peringkat. Pendekatan ini berdasarkan intuisi, bergantung pada ingatan staff tersebut, penilaian pribadi, kemampuan dan pengalaman, sehingga memicu peringkat supplier yang tidak konsisten diantara staff pembelian sendiri. 2. Pendekatan kedua adalah metode rasio biaya (cost ratio). Total biaya setiap pembelian dihitung sebagai biaya pengadaan ditambah biaya operasional internal dari departemen purchasing, dihubungkan dengan elemen kualitas, pengiriman, dan pelayanan atas pembelian tersebut. Metode ini merupakan pendekatan yang kompleks karena memerlukan sistem akuntansi biaya yang komprehensif untuk menghitung secara akurat data biaya operasional internal. 3. Pendekatan ketiga adalah metode rata-rata linear (linear average) atau point tertimbang (weighted point). Metode ini merupakan perbaikan dari subjektifitas metode categorial rating dengan menambahkan bobot angka pada kriteria penilaian, sehingga index kinerja dapat dihitung dan perbandingan antar supplier dibuat. Untuk menentukan kinerja keseluruhan supplier, setiap faktor bobot dikalikan dengan nilai kinerja supplier. Hasilnya kemudian dijumlahkan untuk mendapatkan nilai terakhir. Berdasarkan metode linear average, menurut Cormican dan Cunningham (2007, p356-360) dibuat alat penilaian supplier dengan tiga kriteria, yaitu : On Time Delivery (OTD), Quality, dan Total Cost. Penekanan penilaian ada pada kualitas dan ketepatan pengiriman, penekanan pada biaya lebih rendah. On Time Delivery (OTD) memiliki bobot 40%, Quality 40%, dan Total Cost 20%.
41 1. On Time Delivery (OTD) Sistem penilaian ketepatan pengiriman waktu supplier adalah perbandingan antara tanggal yang dijanjikan dengan tanggal penerimaan barang. Toleransi yang bisa diterima adalah keterlambatan 5 hari, mengingat adanya hari libur dan akhir minggu. Bobot ketepatan waktu adalah 40% dari total nilai supplier. Rumus : OTD = Jumlah Barang Yang Diterima Tepat Waktu x 100% Jumlah Barang Yang Dijanjikan Nilai OTD per supplier adalah dari history nilai OTD yang ditotalkan dan dihitung rata-ratanya. 2. Quality Indikator penilaian kualitas supplier adalah persentase jumlah barang yang dikembalikan dibandingkan dengan jumlah barang yang diterima dari supplier. Hasilnya dibuat dalam part per million (PPM). PPM adalah nilai rata-rata barang rusak per unit, dinormalisasikan ke dalam 1 juta. Indikator kualitas per supplier adalah 40% dari nilai keseluruhan. Rumus : PPM =
x Jumlah barang yang dikembalikan 1.000.000 Jumlah barang yang diterima
Kemudian hasilnya dikonversikan kedalam point, berdasarkan tabel 2.1. Point pada tabel sudah dibuat dalam hitungan bobot 40%. Point PPM per supplier adalah dari history nilai OTD yang ditotalkan dan dihitung rata-ratanya.
42 Tabel 2.1 Tabel Konversi PPM
Sumber : Cormican dan Cunningham (2007, p358)
3. Total Cost Pengukuran total biaya didapat dari perbandingan total biaya yang dibutuhkan dibagi dengan total biaya yang pantas dikeluarkan atas barang-barang tersebut (maximum reasonable price). Indikator biaya per supplier adalah 20% dari nilai keseluruhan. Rumus : Total Cost = 1 - Total Biaya Yang Dikeluarkan x 100% Maximum Reasonable Price
Contoh Soal : Berikut ini adalah tabel histori pembelian dari supplier A pada PT XYZ.
No PO PO0001 PO0001 PO0002 PO0002 PO0002
Tabel 2.2 Contoh Tabel Penerimaan Material Promised Date No MRF MRF Date Qty 5 January MRF0001 10 January 800 5 January MRF0002 12 January 200 8 January MRF0003 10 January 500 8 January MRF0004 13 January 300 8 January MRF0005 15 January 50
Status On Time Late On Time On Time Late
43
No PO PO0001 PO0001 PO0002 PO0002 PO0002
Tabel 2.3 Contoh Tabel Retur Material No MRF Received Qty No Purchase Return MRF0001 800 PRT0001 MRF0002 200 PRT0002 MRF0003 500 PRT0003 MRF0004 300 MRF0005 50 PRT0004
ReturnQty 20 8 12 2
Tabel 2.4 Contoh Tabel Pemesanan Material Material ID Negotiated Price Max Reasonable Price BB0007 Rp 120.000 Rp 150.000 BB00010 Rp 75.000 Rp 110.000 BB0005 Rp 145.000 Rp 150.000 BB00021 Rp 115.000 Rp 130.000 BB00016 Rp 45.000 Rp 70.000
No PO PO0001 PO0001 PO0002 PO0002 PO0002
Penerimaan barang dianggap valid jika diterima sebelum tanggal 10 January dengan total jumlah 1000 unit untuk PO0001 dan 13 January untuk total jumlah 850 unit. Perhitungan nilai supplier A untuk kriteria On Time Delivery berdasarkan table 2.2 adalah sebagai berikut : PO001 : OTD PO0001
=
Jumlah Barang Yang Diterima Tepat Waktu x 100% Jumlah Barang Yang Dijanjikan
OTD PO0001
=
800 x 100% 1000
OTD PO0001
=
80%
PO0002 : OTD PO0002
=
Jumlah Barang Yang Diterima Tepat Waktu x 100% Jumlah Barang Yang Dijanjikan
OTD PO0002
=
800 x 100% 850
OTD PO0002
=
94,12%
44 Rata-rata nilai supplier untuk kriteria On Time Delivery, adalah : OTD = OTD PO0001 + OTD PO0002 2 OTD = 80% + 94,11% 2 OTD = 87,06%
Perhitungan nilai supplier A untuk kriteria Quality berdasarkan table 2.3 adalah sebagai berikut : PO0001 : PPM PO0001 =
x Jumlah barang dikembalikan 1.000.000 Jumlah barang diterima
PPM PO0001
=
1.000.000 x (20+8) (800+200)
PPM PO0001
=
PPM PO0001
=
1.000.000 x 28 1000 28000
PO0002 : PPM PO0002
=
1.000.000 x Jumlah barang dikembalikan Jumlah barang diterima
PPM PO0002
=
1.000.000 x (12+2) (500+300+50)
PPM PO0002
=
1.000.000 x 14 850
PPM PO0002
=
16470,59
Angka tersebut kemudian dikonversikan ke dalam tabel PPM (tabel 2.1). Point dalam tabel tersebut sudah dikonversikan kedalam hitungan bobot 40%. Point PO0001 dengan angka 28000 adalah 4 dan PO0002 dengan angka 16470,59 adalah 6. Nilai ratarata supplier untuk kriteria Quality, adalah :
45 PPM = PPM PO0001 + PPM PO0002 2 PPM = 4 + 6 2 PPM = 5
Perhitungan nilai supplier A untuk kriteria Total Cost berdasarkan table 2.4 adalah sebagai berikut : PO0001 : TC PO0001
=
1 - Total Biaya Yang Dikeluarkan x 100% Maximum Reasonable Price
TC PO0001
=
1 - (120.000 + 75.000) x 100% (150.000 + 110.000)
TC PO0001
=
1 – 195.000 x 100% 260.000
TC PO0001
=
0,25 x 100%
TC PO0001
=
25%
TC PO0002
=
1 - Total Biaya Yang Dikeluarkan x 100% Maximum Reasonable Price
TC PO0002
=
1 - (145.000 + 115.000 + 45.000) x 100% (150.000 + 130.000 + 70.000)
TC PO0002
=
1 – 305.000 x 100% 350.000
TC PO0002
=
0,13 x 100%
TC PO0002
=
13%
PO0002 :
46 Rata-rata nilai supplier untuk kriteria Total Cost, adalah : OTD = TC PO0001 + TC PO0002 2 OTD = 25% + 13% 2 OTD = 19%
Total nilai supplier berdasarkan bobot masing-masing kriteria adalah : Total = (OTD x 40%) + Quality + (TC x 20%) Total = (87.06% x 40%) + 5 + (19% x 20%) Total = 34,82 + 5 + 3.8 Total = 43,62
2.2.7
Metode Analisis Bisnis
2.2.7.1 Analisis Porter
Menurut Pearce dan Robinson (2001, p84-92), terdapat lima kekuatan yang
mempengaruhi persaingan dalam suatu industri, yaitu : 1. Ancaman Masuk Pendatang Baru. Pendatang baru ke suatu industri membawa masuk kapasitas baru, keinginan untuk merebut market share, dan seringkali sumber daya yang cukup besar. Besarnya ancaman masuk bergantung pada hambatan masuk yang ada dan pada reaksi dari peserta persaingan yang sudah ada menurut perkiraan calon pendatang baru. Jika hambatan masuk tinggi dan calon pendatang baru memperkirakan akan menghadapi perlawanan keras dari peserta persaingan yang sudah ada, pendatang baru ini tidak merupakan ancaman yang serius.
47 Ada enam sumber utama hambatan masuk :
Skala Ekonomis. Karena memaksa pendatang baru untuk masuk dengan skala besar atau harus memikul biaya tinggi (cost disadvantage). Bentuknya bisa berupa skala ekonomis dalam produksi, riset, pemasaran, dan layanan.
Diferensiasi Produk. Karena memaksa pendatang baru untuk mengeluarkan biaya besar guna merebut kesetiaan pelanggan.
Kebutuhan Modal. Karena keharusan menanamkan sumber daya keuangan yang besar agar dapat bersaing.
Hambatan Biaya Bukan Karena Skala. Perusahaan-perusahaan yang sudah ada mungkin memiliki keunggulan yang bersumber dari pengalaman, teknologi, akses ke bahan baku, subsidi pemerintah, atau lokasi yang menguntungkan, atau hak paten.
Akses Ke Saluran Distribusi. Pendatang baru harus mengamankan distribusi produk atau jasa mereka. Makin terbatas saluran pedagang besar dan pengecer yang ada dan makin erat ikatan perusahaan yang sudah ada dengan saluran ini, makin sukar usaha masuk kedalam industri.
Kebijakan Pemerintah. Pemerintah dapat membatasi atau melarang masuknya pendatang baru ke industri, melalui tindakan-tindakan seperti keharusan adanya izin dan pembatasan akses ke bahan baku.
2. Kekuatan Tawar-Menawar Pemasok. Pemasok dapat memanfaatkan kekuatan tawar-menawarnya atas para anggota industri dengan menaikkan harga atau menurunkan kualitas barang dan jasa yang dijualnya. Pemasok yang kuat dapat menekan suatu industri yang tidak mengimbangi kenaikkan harga dengan menaikkan harganya sendiri.
48 Kelompok pemasok kuat jika :
Kelompok ini didominasi oleh sedikit perusahaan dan lebih terkonsentrasi daripada industri tempat mereka menjual produk.
Produk pemasok bersifat unik atau terdiferensiasi, atau jika terdapat biaya pengalihan, yaitu biaya tetap yang harus ditanggung pembeli jika berganti pemasok.
Pemasok tidak bersaing dengan produk-produk lain dalam industri.
Pemasok memiliki kemampuan untuk melakukan integrasi maju ke industri pembelinya.
Industri bukan merupakan pelanggan penting bagi pemasok.
3. Kekuatan Tawar-Menawar Pembeli. Pembeli dapat juga menekan harga, menuntut kualitas lebih tinggi atau layanan lebih banyak, dan mengadu-domba anggota industri sehingga menurunkan laba industri. Kelompok pembeli kuat jika :
Pembeli terkonsentrasi atau membeli dalam volume besar.
Produk yang dibeli dari industri bersifat standar dan tidak terdiferensiasi, sehingga pembeli selalu bisa mencari pemasok lain.
Produk yang dibeli dari industri penting bagi pembeli dan memiliki komponen biaya yang cukup besar, sehingga pembeli peka harga.
Pembeli menerima laba yang rendah, ini akan mendorong pembeli untuk menekan biaya pembeliannya.
Produk industri tidak penting bagi kualitas produk dan jasa pembeli. Bila kualitas produk pembeli sangat dipengaruhi oleh produk industri, umumnya pembeli akan kurang peka harga.
49
Produk industri tidak menghasilkan penghematan bagi pembeli. Bila produk atau jasa industri memberikan manfaat besar, pembeli tidak terlalu peka harga tetapi lebih memperhatikan mutu.
Pembeli memiliki kemampuan untuk melakukan integrasi balik.
4. Ancaman Barang Substitusi. Dengan menetapkan harga tertinggi, produk atau jasa substitusi membatasi potensi suatu industri. Jika industri tidak mampu meningkatkan kualitas produk atau mendiferensiasikannya, laba dan pertumbuhan industri dapat terancam. Semakin atraktif saling tukar harga-kinerja yang dijanjikan produk substitusi, makin berat tekanan yang dialami potensi laba industri. Produk pengganti yang secara strategik layak diperhatikan adalah produk pengganti yang kualitasnya mampu menandingi kualitas produk industri atau dihasilkan oleh industri yang menikmati laba tinggi. 5. Persaingan Diantara Para Anggota Industri. Persaingan di kalangan anggota industri terjadi karena mereka berebut posisi dengan taktik persaingan harga, introduksi produk baru, dan perang iklan. Model lima kekuatan porter ini seperti ditunjukkan pada gambar 2.6
50
FIRMS IN OTHER INDUSTRIES OFFERING SUBSTITUTE PRODUCTS
Competitive pressures coming from the market attempts of outsiders to win buyers over to their products
SUPPLIERS OF RAW MATERIALS, PARTS, COMPONENTS, OR OTHER RESOURCE INPUTS
Competitive pressures stemming from supplierseller collaboration and bargaining
RIVALRY AMONG COMPETING SELLERS, COMPETITIVE PRESSURES CREATED BY JOCKEYING FOR BETTER MARKET POSITION AND COMPETITIVE ADVANTAGE
Competitive pressures stemming from supplierbuyer collaboration and bargaining
BUYERS
Competitive pressures coming from the threat of entry of new rivals
POTENTIAL NEW ENTRANTS
Gambar 2.6 Model Lima Kekuatan Porter Sumber : Strickland (2001, p81)
2.2.7.2 Analisis Value Chain Menurut Wheelen dan Hunger (2006, p111), value chain adalah sekumpulan aktifitas yang menciptakan nilai yang saling terhubung dimulai dari bahan baku mentah datang dari supplier, bergerak kepada serangkaian aktifitas penambah nilai yang terlibat dalam produksi dan pemasaran sebuah produk atau jasa, dan diakhiri dengan distributor menyampaikan barang jadi ke tangan pelanggan. Tujuan analisis value chain adalah untuk menilai dan meningkatkan bagaimana sebuah perusahaan beroperasi, untuk memisahkan apa yang dilakukan perusahaan dari bagaimana perusahaan melakukannya (Ward dan Peppard, 2002, p268).
51
S U P P O R T
A C T I V I T I E S
Firm Infrastructure (general management, accounting, finance, strategic planning) Human Resource Management (recruiting, training, development) Technology Department (R&D, product and process improvement) Procurement (purchasing of raw materials, machines, supplies) Inbound Logistics (raw materials handling and warehousing)
Operations (machining, assembling, and testing)
Outbound Logistics (warehousing and distribution of finished product)
Marketing and Sales (advertising, promotion, pricing, channel relations)
Profit Margin Service (installation. repair, parts)
PRIMARY ACTIVITIES
Gambar 2.7 Value Chain Sumber : Wheelen dan Hunger (2006, p113)
Seperti ditunjukkan pada gambar 2.7, pada pendekatan value chain dibedakan dua tipe aktifitas (Ward dan Peppard, 2002, p268), yaitu : 1. Primary Activities. Yaitu semua yang memampukan perusahaan memenuhi perannya dalam industri dan memuaskan pelanggannya, yang melihat dampak langsung bagaimana baiknya semua aktifitas itu dilakukan. Semua aktifitas tidak hanya harus dilakukan dengan baik, tetapi juga dihubungkan bersama-sama secara efektif jika ingin mengoptimalkan kinerja bisnis secara keseluruhan. Menurut Pearce dan Robinson (1997, p241-242), primary activities dapat dibagi-bagi kedalam sejumlah kegiatan, yaitu :
Inbound Logistics. Kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan penerimaan, penyimpanan, dan diseminasi masukan-masukan untuk produk, seperti penanganan bahan, pergudangan, pengendalian sediaan, penjadwalan kendaraan, dan pengembalian ke supplier.
52
Operations. Kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pengubahan masukan menjadi produk akhir, seperti permesinan, pengemasan, perakitan, pemeliharaan peralatan, pengujian, percetakan, dan operasi fasilitas.
Outbound Logistics. Kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pengumpulan, penyimpanan, dan pendistribusian secara fisik produk ke pembeli, seperti penyimpanan barang jadi, penanganan barang, operasi kendaraan, pengangkut barang, pemrosesan pesanan, dan penjadwalan.
Sales and Marketing. Kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan penyediaan sarana yang memungkinkan pembeli melakukan pembelian produk dan mempengaruhi pembeli melakukan pembelian. Misalnya, periklanan, promosi, penetapan kuota bagi tenaga penjual, pemilihan saluran, hubungan dengan saluran, dan penetapan harga.
Service. Kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan penyediaan layanan untuk memperkuat atau menjaga nilai produk. Misalnya, instalasi, reparasi, pelatihan, pasokan suku cadang, dan penyesuaian produk.
2. Support Activities. Semua yang dibutuhkan untuk mengontrol dan mengembangkan bisnis dan menambah nilai secara langsung, yaitu nilai yang dibutuhkan untuk mensukseskan primary activities. Menurut Pearce dan Robinson (1997, p243-244), support activities dapat dibagi-bagi kedalam sejumlah kegiatan, yaitu :
Procurement. Kegiatan yang dilakukan untuk membeli masukan bahan baku, jasa dari luar, mesin, dan sebagainya. Kegiatan procurement membentang diseluruh rantai nilai karena menunjang setiap kegiatan.
Technology Development. Kegiatan-kegiatan yang menyangkut perancangan produk selain juga dalam penciptaan dan penyempurnaan cara pelaksanaan
53 berbagai kegiatan dalam rantai nilai. Setiap kegiatan yang dilakukan dalam suatu perusahaan melibatkan teknologi yang mungkin sangat sederhana atau sangat canggih.
Human Resource Management. Kegiatan-kegiatan yang perlu untuk memastikan perekrutan, pelatihan, dan pengembangan karyawan. Setiap kegiatan melibatkan manusia, dan karenanya kegiatan human resource management merentang diseluruh rantai nilai.
Infrastructure. Kegiatan-kegiatan seperti manajemen umum, akunting, legal, keuangan, dan perencanaan strategi serta semua yang terpisah dari primary atau support activities tetapi penting bagi operasi keseluruhan rantai nilai.
2.2.7.3 Evaluasi Faktor External Menurut David (2007, p104-105), Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE) memungkinkan para penyusun strategi untuk merangkum dan mengevaluasi informasi ekonomi, sosial, budaya, demografis, lingkungan, politik, pemerintahan, legal, teknologi, dan persaingan. Matriks EFE dapat dibuat dalam lima tahap, yaitu : 1. Buat daftar faktor eksternal yang diidentifikasikan dalam proses audit ekternal. Masukkan 10 sampai 20 faktor, termasuk peluang dan ancaman yang memiliki dampak terhadap perusahaan dan industri. Buat daftar peluang lebih dahulu dan kemudian ancaman. Usahakan untuk spesifik dengan menggunakan persentase, rasio, dan nilai komparatif jika memungkinkan. 2. Berikan bobot bagi setiap faktor mulai dari 0,0 (tidak penting) sampai 1,0 (penting sekali).
Bobot
mengindikasikan
tingkat kepentingan faktor tersebut bagi
54 keberhasilan perusahaan dalam industri. Umumnya peluang diberikan bobot lebih tinggi daripada ancaman, tapi ancaman juga dapat menerima bobot yang tinggi jika mereka sangat mengancam. Bobot yang tepat dapat ditentukan dengan membandingkan keberhasilan dan kegagalan pesaing atau dengan mendiskusikan faktor dan mencapai konsensus kelompok. Total semua bobot harus sama dengan 1,0. 3. Berikan rating 1 sampai 4 pada setiap faktor eksternal untuk mengindikasikan seberapa efektifnya strategi perusahaan saat ini dalam merespon faktor. Dimana 4 = respon perusahaan superior, 3 = respon perusahaan diatas rata-rata, 2 respon perusahaan rata-rata, dan 1 = respon perusahaan jelek. Rating tergantung pada perusahaan sedangkan bobot tergantung pada industri. 4. Kalikan setiap bobot dan rating masing-masing faktor untuk menentukan nilai tertimbang. 5. Jumlahkan nilai tertimbang setiap variabel untuk menentukan total nilai tertimbang perusahaan. Tanpa memperdulikan jumlah peluang dan ancaman yang dimasukkan dalam matriks EFE, kemungkinan tertinggi total nilai tertimbang bagi perusahaan adalah 4,0 dan kemungkinan terendah adalah 1,0. Rata-rata total nilai tertimbang adalah 2,5. Total nilai tertimbang 4,0 mengindikasikan bahwa perusahaan merespon dengan luar biasa terdapat pelang dan ancaman yang ada di industri. Dengan kata lain, strategi perusahaan secara efektif dapat mengambil keuntungan dari peluang yang ada dan meminimalkan dampak ancaman. Total nilai 1,0 mengindikasikan strategi perusahaan tidak maksimal dalam memanfaatkan peluang atau menghindari ancaman.
55 2.2.7.4 Evaluasi Faktor Internal Menurut David (2007, p151-153), Matriks Evaluasi Faktor Internal (IFE) merangkum dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan utama area fungsional bisnis, dan juga menyediakan dasar untuk identifikasi dan evaluasi hubungan diantara area-area tersebut. Matriks IFE dapat dibuat dalam lima tahap, yaitu : 1. Buat daftar faktor internal yang diidentifikasikan dalam proses audit internal. Masukkan 10 sampai 20 faktor, termasuk kekuatan dan kelemahan. Buat daftar kekuatan lebih dahulu dan kemudian kelemahan. Usahakan untuk spesifik dengan menggunakan persentase, rasio, dan nilai komparatif jika memungkinkan. 2. Berikan bobot bagi setiap faktor mulai dari 0,0 (tidak penting) sampai 1,0 (penting sekali).
Bobot
mengindikasikan
tingkat kepentingan faktor tersebut bagi
keberhasilan perusahaan dalam industri. Tanpa memperdulikan apakah sebuah faktor kunci merupakan kekuatan atau kekuatan internal, faktor yang memiliki dampak paling besar bagi kinerja perusahaan harus diberikan bobot tertinggi. Total semua bobot harus sama dengan 1,0. 3. Berikan rating 1 sampai 4 pada setiap faktor untuk mengindikasikan apakah faktor menggambarkan kelemahan besar (rating = 1), kelemahan kecil (rating = 2), kekuatan kecil (rating = 3), kekuatan besar (rating = 4). Kekuatan harus mendapat rating 4 atau 3 dan kelemahan harus mendapat rating 1 atau 2. Rating tergantung pada perusahaan sedangkan bobot tergantung pada industri. 4. Kalikan setiap bobot dan rating masing-masing faktor untuk menentukan nilai tertimbang.
56 5. Jumlahkan nilai tertimbang setiap variabel untuk menentukan total nilai tertimbang perusahaan. Tanpa memperdulikan banyaknya faktor yang termasuk kedalam matriks IFE, total nilai tertimbang dapat berkisar antara rendah 1,0 sampai tinggi 4,0, dengan nilai rata-rata 2,5. Total nilai tertimbang dibawah 2,5 mengindikasikan internal perusahaan lemah, sedangkan diatas 2.5 mengindikasikan internal perusahaan kuat. Jika sebuah faktor internal merupakan kekuatan dan kelemahan, faktor tersebut harus dimasukkan dua kali dalam matriks IFE, bobot dan rating harus diberikan pada tiap pernyataan.
2.2.7.5 Analisis SWOT Menurut
David
(2007,
p215),
Matriks
SWOT
membantu
manager
mengembangkan empat tipe strategi, yaitu : strategi SO, strategi WO, strategi ST, strategi WT. Diagram pada gambar 2.8 membantu merumuskan jenis strategi yang sesuai untuk, masing-masing situasi. Strategi SO (kuadran I) menggunakan kekuatan internal perusahaan untuk mengambil manfaat atas peluang eksternal. Perusahaan umumnya akan mengejar strategi WO, ST, atau WT untuk berada pada situasi dimana mereka dapat menjalankan strategi SO. Jika sebuah perusahaan memiliki kelemahan besar, maka akan diusahakan untuk mengatasi dan menjadikannya kekuatan. Jika perusahaan menghadapai ancaman besar, maka akan diusahakan untuk mengatasinya dan berfokus pada peluang. Strategi WO (kuadran III) bertujuan untuk memperbaiki kelemahan internal perusahaan dengan mengambil manfaat atas peluang eksternal. Kadangkala pada saat munculnya peluang eksternal perusahaan, kelemahan internal perusahaan menghalangi perusahaan mengeksploitasi peluang itu.
57 Numerous environmental opportunities
Cell 3 : Supports a turnaroundoriented strategy
Cell 1 : Supports an aggresive strategy
Critical internal weaknesses
Substantial internal strengths Cell 4 Supports a defensive strategy
Cell 2 : Supports a diversification strategy
Major environmental threats
Gambar 2.8 Diagram Analisis SWOT Sumber : Pearce dan Robinson (2001, p204)
Strategi ST (kuadran II) menggunakan kekuatan perusahaan untuk mencegah atau mengurangi dampak atas ancaman eksternal. Ini tidak berarti perusahaan yang kuat haurs selalu menemukan ancaman pada lingkungan eksternalnya secara langsung. Strategi WT (kuadran IV) merupakan taktik defensif dalam mengurangi kelemahan internal dan mencegah ancaman lingkungan. Perusahaan yang berhadapan dengan berbagai ancaman eksternal dan kelemahan internal dapat berada pada posisi yang tidak aman. Perusahaan seperti ini harus berjuang untuk bertahan, bergabung, mengurangi ukuran, mendeklarasikan kebangkitan, atau memilih likuidasi. Matriks SWOT yang sistematis ditunjukan pada tabel 2.5. Matriks SWOT terdiri atas sembilan sel, terdapat empat sel faktor kunci, empat sel strategi, dan satu sel yang selalu dibiarkan kosong. Empat sel strategi, SO, WO, ST, dan WT dikembangkan
58 setelah menyelesaikan empat sel faktor kunci S, W, O, dan T. Tujuan pada tahap kedua adalah untuk merumuskan alternatif strategi yang memungkinkan, bukan untuk memilih atau menentukan strategi yang terbaik. Oleh karena itu, tidak semua strategi yang dikembangkan dalam matriks SWOT akan dipilih untuk diimplementasikan. Tabel 2.5 Tabel Matriks SWOT STRENGTHS - S
WEAKNESSES - W
Daftar kekuatan
Daftar kelemahan
STRATEGI SO
STRATEGI WO
Memanfaatkan kekuatan untuk mengambil keuntungan atas peluang
Mengatasi kelemahan dengan mengambil keuntungan atas peluang
THREATS - S
STRATEGI ST
STRATEGI WO
Daftar ancaman
Menggunakan kekuatan untuk menghindari ancaman
Meminimalkan kelemahan dan mencegah ancaman
OPPORTUNITIES - O
Daftar peluang
Sumber : David (2007, p216)
2.2.7.6 Matriks Internal Eksternal (IE) Menurut David (2007, p227-231), matriks IE memposisikan berbagai divisi organisasi dalam tampilan sembilan sel. Matriks IE didasari pada dua dimensi kunci, total nilai tertimbang IFE pada sumbu X dan total nilai tertimbang EFE pada sumbu Y. Total nilai tertimbang yang diturunkan dari divisi-divisi menghasilkan pembentukan matriks IE di tingkat perusahaan. Pada sumbu X matriks IE, total nilai tertimbang IFE
59 dari 1,0 sampai 1,99 mewakili posisi internal perusahaan yang lemah, nilai 2,0 sampai 2,99 rata-rata, dan 3.0 sampai 4,0 kuat. Pada sumbu Y, total nilai tertimbang EFE dari 1,0 sampai 1,99 berarti lemah, nilai 2,0 sampai 2,99 rata-rata, dan 3.0 sampai 4,0 kuat.
Tabel 2.6 Tabel Matriks IE THE IFE TOTAL WEIGHTED SCORES
Strong 3.0 to 4.0 4.0 High 3.0 to 4.0
Average 2.0 to 2.99 3.0
Weak 1.0 to 1.99 2.0
1.0
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
3.0 THE EFE TOTAL WEIGHTED SCORES
Medium 2.0 to 2.99 2.0 Low 1.0 to 1.99 1.0
Sumber : David (2007, p229)
Seperti ditunjukkan pada tabel 2.6, matriks IE dapat dibagi kedalam tiga area utama yang memiliki implikasi strategi yang berbeda, yaitu : 1. Divisi pada sel I, II, atau IV dapat digambarkan grow and build. Strategi intensive (market penetration, market development, product development) dan integrative (backward integration, forward integration, horizontal integration) cocok untuk divisi-divisi ini. 2. Divisi pada sel III, V, atau VII dapat dimanage dengan strategi hold and maintain, strategi yang paling umum untuk divisi tipe ini adalah product development dan market penetration.
60 3. Divisi pada sel VI, VIII, atau IX adalah harvest or divest.
2.2.7.7 Matriks Perencanaan Strategi Kuantitatif (QSPM) Menurut David (2007, p233), QSPM merupakan satu-satunya teknik analisis yang dirancang untuk menentukan daya tarik reltif atas tindakan alternatif yang mungkin. Teknik ini mengindikasikan alternatif strategi yang terbaik. QSPM menggunakan input dari analisis tahap pertama dan hasil pencocokan dari analisis tahap kedua untuk memutuskan secara objektif diantara alternatif strategi. QSPM adalah alat yang memungkinkan para penyusun strategi intuk mengevaluasi alternatif strategi secara objektif, berdasarkan critical success factor internal dan eksternal yang telah diidentifikasikan sebelumnya.
Tabel 2.7 Tabel Matriks QSPM
Sumber : David (2007, p236) Seperti ditunjukkan pada tabel 2.7, kolom kiri QSPM terdiri atas faktor kunci ekternal dan internal (dari tahap pertama), dan baris atas terdiri atas alternatif strategi (dari tahap kedua). Secara khusus, kolom kiri QSPM berisikan informasi yang didapat langsung dari matriks EFE dan IFE. Pada kolom yang berdekatan dengan critical
61 success factor, bobot yang didapat tiap faktor pada matriks EFE dan IFE juga dicatat. Tidak semua strategi yang disarankan dari tahap pencocokan harus dimasukkan dalam QSPM. Penyusun strategi harus memiliki penilaian yang baik untuk memilih strategi yang akan dimasukkan kedalam QSPM. Secara konsep, QSPM menentukan daya tarik relatif berbagai strategi berdasarkan sejauh mana critical success factor internal dan eksternal dimanfaatkan atau diperbaiki. Daya tarik relatif masing-masing strategi dalam satu set alternatif dihitung dengan menentukan dampak kumulatif atas setiap critical success factor internal dan eksternal. Jumlah set alternatif strategi yang dimasukkan dalam QSPM bisa berapa saja, jumlah strategi dalam satu set juga bisa berapa saja, tetapi hanya strategi dalam set yang sama dapat dievaluasi satu sama lain. Enam langkah untuk membuat QSPM : 1. Buat daftar peluang/ancaman kunci perusahaan dan kekuatan/kelemahan internal pada kolom kiri QSPM. Informasi ini harus diambil langsung dari matriks EFE dan IFE. Minimal sepuluh critical success factor eksternal dan 10 critical success factor internal. 2. Berikan bobot untuk setiap faktor kunci eksternal dan internal. Bobot ini sama dengan yang ada pada matriks EFE dan IFE. Bobot disajikan dalam kolom persis disamping kanan critical success factor eksternal dan internal. 3. Evaluasi matriks-matriks dari tahap kedua dan identifikasi alternatif strategi yang harus dipertimbangakan perusahaan untuk diimplementasi. Catat strategi ini pada baris atas QSPM. Kelompokkan strategi kedalam set yang independen jika memungkinkan.
62 4. Tentukan nilai daya tarik (Attractiveness Scores - AS). AS didefinisikan sebagai angka yang mengindikasikan daya tarik relatif dari masing-masing strategi dalam set alternatif tertentu. Nilai AS harus diberikan untuk masing-masing strategi untuk mengindikasikan daya tarik reltif dari satu strategi atas strategi lainnya, dengan mempertimbangkan faktor tertentu. Jangkauan nilai AS adalah 1 = tidak menarik, 2 = agak menarik, 3 = cukup menarik, 4 = sangat menarik. Berikan tanda minus jika faktor kunci tidak memiliki dampak terhadap strategi. 5. Hitung total nilai daya tarik (Total Attractiveness Scores - TAS). TAS didefinisikan sebagai produk perkalian bobot (tahap kedua) dengan AS (tahap keempat) pada tiap baris. TAS mengindikasikan daya tarik relatif masing-masing alternatif strategi. Semakin tinggi nilai TAS, semakin menarik alternatif strategi tersebut. 6. Hitung penjumlahan total nilai daya tarik. Tambahkan TAS dalam masing-masing kolom strategi dari QSPM. Penjumlahan TAS mengungkapkan strategi mana yang paling menarik dari setiap set alternatif. Nilai yang lebih tinggi mengindikasikan strategi yang lebih menarik, mempertimbangkan semua faktor internal dan eksternal yang relevan yang dapat mempengaruhi keputusan strategis.
2.2.7.8 Analisis CSF (Critical Success Factor) Critical Success Factor (CSF) adalah area-area tertentu dimana jika hasilnya memuaskan, akan memastikan keberhasilan perusahaan dalam persaingan. CSF adalah beberapa area kunci dimana segalanya harus berjalan dengan benar agar bisnis dapat bertahan. Sebagai hasilnya, area CSF ini adalah aktifitas yang harus menerima perhatian tetap dan hati-hati dari manajemen. Kinerja di masing-masing area harus terus menerus
63 diukur. Analisis CSF merupakan teknik yang kuat dan populer dalam pengembangan strategi bisnis maupun strategi IS/IT (Ward dan Peppard, 2002, p208-210).
2.2.8 Metode Analisis dan Perancangan Sistem Informasi 2.2.8.1 Unified Modelling Language (UML) Salah satu faktor yang berpengaruh ada kualitas pengembangan sistem adalah pendekatan pengembangan yang digunakan. Jika pendekatannya tidak sesuai untuk tipe aplikasi tertentu maka hal itu akan membatasi kualitas sistem yang dihasilkan. Pendekatan object oriented menyediakan konsep struktural untuk membantu memetakan masalah dalam dunia nyata kedalam bentuk abstrak yang dapat membangun software secara efektif. UML merupakan contoh pendekatan bagi pengembangan software, yaitu seperangkat teknik dan notasi (Bennett,2006,p60). Notasi adalah bahasa dalam bentuk text dan grafis yang digunakan untuk menggambarkan sebuah sistem dan konteksnya (Mathiassen et al, 2000, p397). UML merupakan standarisasi notasi object oriented yang dibutuhkan dalam proses pengambangan sistem, mulai dari tahap analisis awal sampai gambaran perancangan.
2.2.8.2 Object Menurut Kendall dan Kendall (2005, p658), object adalah orang, tempat, atau hal yang bersangkutan dengan sistem yang dianalisis. Object dapat berupa customer, barang, order, dan sebagainya. Menurut Mathiassen et al (2000, p51), object adalah sebuah entitas yang memiliki identity, state, dan behavior.
64 Jadi dapat disimpulkan bahwa object adalah sebuah entitas yang memiliki identity, state, dan behavior, yang saling bersangkutan dengan sistem yang dianalisis.
2.2.8.3 Object Oriented Analysis and Design (OOAD) Menurut Mathiassen et al (2000, p13), Analisis adalah aktifitas dimana beberapa bagian dipisahkan dan dijelaskan. Perancangan adalah aktifitas membangun dimana bagian-bagian yang telah diketahui digabungkan dengan cara yang baru. Menurut Kendall dan Kendall (2005, p19), Object Oriented Analysis and Design adalah sebuah pendekatan yang dimaksudkan untuk memfasilitasi pengembangan sistem yang harus berubah dengan cepat sebagai respon terhadap lingkungan bisnis yang dinamis. Menurut Deitel dan Deitel (2003, p21), Object Oriented Analysis and Design adalah istilah umum untuk proses analisis sebuah masalah dan mengembangkan pendekatan untuk memecahkannya. Jadi dapat disimpulkan bahwa adalah Object Oriented Analysis and Design sebuah
pendekatan
analisis
masalah
yang
dimaksudkan
untuk
memfasilitasi
pengembangan sistem yang harus berubah dengan cepat untuk memecahkan masalah sebagai respon lingkungan bisnis yang dinamis. Siklus pengembangan sistem dengan metode OOAD ditunjukkan pada gambar 2.9
65
Gambar 2.9 Siklus Pengembangan Dengan OOAD Sumber : Mathiassen et al, 2000, p15 Salah satu ciri-ciri utama dari object oriented adalah seluruh proses pengembangan didasarkan atas satu konsep tunggal, yaitu object, misalnya customer atau order (Britton dan Doake, 2000, p4). Membangun pengembangan sistem berdasarkan object membentuk konsep yang sederhana, memudahkan pemahaman, dan mendukung semua tahap dalam proses pengembangan. Pembangunan pengembangan sistem yang berdasarkan object lebih kuat dan tahan terhadap perubahan yang terjadi dibandingkan pengembangan berdasarkan fungsi. Object orientation merupakan pendekatan yang terkenal secara teoritis dan telah terbukti selama bertahun-tahun sebagai cara yang praktis dan populer dalam mengembangkan sistem perangkat lunak.
66 Menurut Mathiassen et al (2000, p5), keuntungan object oriented adalah : 1. Merupakan konsep umum yang cocok untuk menggambarkan banyak fenomena yang dapat diekspresikan dengan bahasa alami •
Noun menjadi object atau class
•
Verb menjadi behavior
•
Adjective menjadi attributes
2. Menyediakan informasi yang jelas mengenai system context. 3. Memudahkan pengembangan sistem. 4. Mengurangi biaya maintenance atau development. Menurut Mathiassen et al (2000, p12), object oriented analysis and design merupakan sekumpulan aturan umum dalam melakukan analisis dan perancangan. OOAD mewakili empat sudut pandang dalam sebuah sistem dan konteksnya, yaitu : muatan informasi sistem, bagaimana sistem akan digunakan, sistem secara keseluruhan, dan komponen sistem. Sudut pandang tersebut akan berhubungan dengan empat akivitas utama dalam OOAD, yaitu problem domain analysis, application domain analysis, architectural design, component design (Mathiassen et al, 2000, p14-15). Umumnya aktifitas dalam analisis dan perancangan akan berulang karena pertimbangan yang didasarkan atas satu sudut pandang memicu pertimbangan baru berdasarkan sudut pandang yang lain. Hubungan kepentingan dan urut-urutan keempat aktifitas tersebut berbeda dari project ke project. Prioritas dan pengaturan keempat aktifitas OOAD bergantung pada situasi.
67 Keempat aktifitas dalam OOAD merupakan tugas abstrak yang dapat dikerjakan bersama tugas lainnya dalam project pengembangan sistem. Bagaimana cara mengatur tugas-tugas ini bergantung pada strategi, yang mana berbeda dari project ke project.
2.2.8.3.1 System Choice System choice didasarkan atas tiga subaktifitas. Aktifitas pertama berfokus pada tantangan, kita mencoba mendapatkan gambaran singkat atas situasi dan perbedaan cara orang dalam mengartikannya. Subaktifitas kedua menciptakan dan mengevaluasi ide-ide untuk perancangan sistem. Metode ini menawarkan serangkaian teknik untuk mendukung kreatifitas dan mengenalkan cara-cara baru dalam berpikir. Dalam subaktifitas ketiga, kita memformulasikan dan memilih system definition dalam hubungannya dengan situasi yang ada (Mathiassen et al, 2000, p25).
2.2.8.3.2 System Definition System definition menyatakan hal-hal mendasar untuk pengembangan dan penggunaan sistem. System definition menggambarkan sistem dalam konteksnya, informasi apa yang harus dikandungnya, fungsi mana saja yang harus ada, dimana akan digunakannya, dan kondisi pengembangan seperti apa yang harus diterapkan. Pendefinisian semacam itu dimaksudkan untuk menyatakan berbagai interpretasi dan kemungkinan yang berbeda. System definition membantu memantau gambaran singkat atas berbagai pilihan yang ada, dan kemudian dapat digunakan untuk membandingkan berberapa alternatif. System definition yang akhirnya dipilih harus menyediakan dasar yang paling dibutuhkan untuk melanjutkan aktifitas analisis dan perancangan (Mathiassen et al, 2000, p24).
68 2.2.8.3.3 Problem Domain Analysis Dalam problem domain analysis dilakukan identifikasi informasi apa yang harus ada dan kemudian membangun model sistem. Problem domain merupakan bagian dari keadaan yang akan diatur, dipantau, dan dikontrol oleh sistem (Mathiassen et al, 2000, p6). Sumber dari aktifitas ini adalah system definition, yaitu gambaran singkat dari sistem terkomputerisasi yang dinyatakan dalam bahasa alami (Mathiassen et al, 2000, p24). Menurut Mathiassen et al (2000, p25), ada tiga subaktifitas yang harus dilakukan untuk menghasilkan sebuah system definition, yaitu usaha untuk mendapatkan pandangan menyeluruh dari situasi, membuat dan mengevaluasi ide-ide untuk perancangan sistem, dan diakhiri dengan memformulasi dan mengevaluasi system definition sesuai dengan situasi yang ada. Rich picture dapat memperjelas sudut pandang user atas sebuah situasi, permasalahan, dan mendapat gambaran atas situasi tersebut dengan cepat. Tujuannya bukan untuk mendapatkan gambaran mendetail atas semua kemungkinan keadaan, tetapi lebih kepada gambaran singkat. Rich picture merupakan gambar informal yang mempresentasikan pemahaman illustrator atas sebuah situasi (Mathiassen et al, 2000, p26) Mathiassen et al (2000, p39-40), menyebutkan enam kriteria FACTOR yang harus dipenuhi dalam membuat system definition, yaitu : 1. Functionality : Fungsi-fungsi pada sistem yang mendukung tugas utama application domain 2. Application Domain : Bagian dari organisasi yang mengatur, memantau, dan mengontrol problem domain.
69 3. Conditions : Kondisi dimana sistem akan dikembangkan dan digunakan. 4. Technology : Teknologi yang akan digunakan untuk mengembangkan sistem dan teknologi dimana sistem akan dijalankan. 5. Objects : Object-object utama dalam problem domain. 6. Responsibility : Tanggung jawab sistem secara keseluruhan dalam hubungannya dengan konteks. Kriteria-kriteria
dalam
FACTOR
dapat
digunakan
untuk
mendukung
pengembangan system definition, mempertimbangkan dengan seksama bagaumana keenam elemen ini harus diformulasikan. Atau dengan terlebih dahulu membuat definition yang menggambarkan sistem dan mengunakan kriteria ini untuk melihat apakah system definition memenuhi keenam faktor tersebut. Menurut Mathiassen et al (2000, p46-47), terdapat tiga subaktifitas dalam problem domain analysis, yaitu : 1. Class Dalam aktifitas ini dipilih class dan event dari system definition yang akan dimasukkan kedalam model untuk menghasilkan event tabel. Class adalah deskripsi atas sekumpulan object yang memiliki struktur, pola behavior, dan attribut yang sama (Mathiassen et al, 2000, p53). Object adalah sebuah entitas yang memiliki identity, state, dan behavior (Mathiassen et al, 2000, p51). Event adalah kejadian yang bersifat instan dan melibatkan satu atau lebih object (Mathiassen, 2000, p51). Pada tahap analisis, sebuah class cukup dideskripsikan dengan namanya saja, tetapi bisa juga ditambahkan attribut dan operationnya. Menurut Mathiassen et al (2000, p55), dalam menjalankan aktifitas class, dimulai dengan mengidentifikasi kandidat
70 potensial untuk dimasukkan sebagai class dan event dalam model problem domain. Lalu secara sistematis dievaluasi dan dipilih class dan event yang relevan. 2. Structure Pada aktiftas structure dideskripsikan hubungan struktural antara class dan object dalam problem domain. Hasil dari aktifitas ini berupa class diagram (Gambar 2.10), yaitu diagram yang menyediakan gambaran singkat atas problem domain dengan mendeskripsikan semua hubungan struktural antara class dan object pada model (Mathiassen et al, 2000, p69-70). cd Class Diagram
Supplier PurchaseRequest
RequestForQuotation
-
NoPR: EmployeeID: PRDate: ReqDate: Status:
+ + + +
Meminta_Material() Membatalkan_Permintaan_Material() Menentukan_Persetujuan_Permintaan() Meminta_Penawaran_Harga()
1
0..* + +
NoRFQ: NoPR: EmployeeID: SupplierID: RFQDate: Status:
1..* 1
Meminta_Penawaran_Harga() Membuat_Penawaran_Harga()
-
SupplierID: CompanyName: Username: Password: Status:
+ + + + +
Melakukan_Registrasi() Menyetujui_Pendaftaran() Membuat_Penawaran_Harga() Memesan_Material() Menilai_Supplier()
1
1
1 1..*
1..*
PurchaseRequestDetail -
NoPR: MaterialID: AskQty: DecideQty: StatusMaterial:
1..*
RequestForQuotationDetail -
NoRFQ: MaterialID: Qty:
SupplyCategory -
SupplierID: CategoryID:
+ +
Melakukan_Registrasi() Mendaftar_Supply_Category()
Gambar 2.10 Contoh Class Diagram
Menurut Mathiassen et al (2000, p72-77), terdapat dua tipe structure dalam object oriented, yaitu : 1. Class Structure Menyatakan hubungan konseptual yang statis diantara class-class. Class-class tersebut dihubungkan dan hubungan tersebut tidak akan berubah sampai ada perubahan deskripsi itu sendiri. Class structure dibagi kedalam dua tipe :
71 1. Generalization Structure Generalization adalah class yang lebih umum (super class), menggambarkan properti umum pada sekelompok class yang lebih khusus (sub class). Generalization structure (Gambar 2.11) adalah hubungan antara dua atau lebih sub class dengan super class (Mathiassen et al, 2000, p72). Secara ilmu bahasa, Generalization structure ini dapat diformulasikan dengan kata “is-a”. Sub class mewarisi properti dan behavioral pattern dari super class. Properti umum yang diberikan kepada semua object dalam sub class selain properti yang dimiliki sub class itu sendiri. cd Class Diagram
Employee -
EmployeeID: EmployeeName: Username: Password: Position: Status:
Warehouse
Purchasing + + +
Meminta_Penawaran_Harga() Melakukan_Negosiasi_Harga() Memesan_Material()
+ + +
Meminta_Material() Menerima_Material() Meretur_Material()
Gambar 2.11 Contoh Generalization Structure
2. Cluster Cluster adalah sekumpulan class-class yang saling berhubungan. Notasi yang digunakan adalah file folder yang melingkupi semua class. Class didalam cluster biasanya terhubung dengan generalization structure atau aggregation structure. Hubungan antara class-class dari cluser-cluster yang berbeda biasanya association structure (Mathiassen et al, 2000, p74-75).
72 2. Object Structure Menyatakan hubungan nyata yang dinamis antara object-object. Hubungan ini dapat berubah secara dinamis tanpa adanya perubahan pada deskripsinya. Biasanya terdapat multiplicity yang menspesifikasikan bahwa beberapa object dari class-class yang berhubungan dapat terkoneksi. Terdapat dua tipe object Structures, yaitu : 1. Aggregation Structure Aggregation Structure (Gambar 2.12) adalah hubungan antara dua atau lebih object (Mathiassen et al, 2000, p75). Sebuah superior object (whole) memiliki beberapa object (parts). Secara ilmu bahasa, aggregation structure dapat diformulasikan dengan kata “has-a”, “is-part-of”, dan “is-owned-by”. Menurut Mathiassen et al (2000, p79), terdapat tiga tipe aplikasi dari aggregation structure, yaitu : 1. Whole-Part, dimana whole merupakan penjumlahan dari parts sehingga jika ada salah satu parts yang ditambahkan atau dihilangkan akan juga mengubah whole. 2. Container-Control, dimana whole merupakan wadah bagi parts sehingga jika ada salah satu parts yang ditambahkan atau dihilangkan tidak akan mengubah whole. 3. Union-Member, dimana whole merupakan gabungan (union) yang teratur dari partsnya sehingga dengan penambahan atau pengurangan beberapa anggota parts tidak akan mengubah whole. Tetapi, terdapat batasan minimal untuk jumlah anggota parts karena tidak mungkin sebuah union tanpa anggotanya.
73 cd Class Diagram
Supplier -
SupplierID: CompanyName: Username: Password: Status:
+ + + + +
Melakukan_Registrasi() Menyetujui_Pendaftaran() Membuat_Penawaran_Harga() Memesan_Material() Menilai_Supplier()
SupplierEvaluation 1..* -
1
+
NoEvaluation: SupplierID: EvaluationDate: PriceScore: QualityScore: DeliveryScore: Rank: Menilai_Supplier()
Gambar 2.12 Contoh Aggregation Structure
2. Association Structure Association structure (Gambar 2.13) juga merupakan hubungan antara dua atau lebih objek, tetapi berbeda dengan aggregation (Mathiassen et al, 2000, p76). Hubungan antar class-class dalam aggregation kuat, sedangkan dalam association tidak kuat. Secara ilmu bahasa, association structure dapat diformulasikan dengan kata “knows” atau “associated-with”. cd Class Diagram
PurchaseRequest -
NoPR: EmployeeID: PRDate: ReqDate: Status:
+ + + +
Meminta_Material() Membatalkan_Permintaan_Material() Menentukan_Persetujuan_Permintaan() Meminta_Penawaran_Harga()
RequestForQuotation
1
0..* + +
NoRFQ: NoPR: EmployeeID: SupplierID: RFQDate: Status: Meminta_Penawaran_Harga() Membuat_Penawaran_Harga()
Gambar 2.13 Contoh Association Structure
3. Behavior Tujuan dari aktifitas ini adalah untuk memodelkan problem domain yang dinamis dengan memperluas definisi class pada class diagram, yaitu dengan menambahkan behavioral pattern dan attribute pada setiap class. Dalam aktifitas class, behavior
74 dilihat hanya sebagai sekumpulan event yang tidak berurutan dan melibatkan sebuah object. Dalam aktifitas behavior, behavior digambarkan lebih tepat dengan menambahkan urutan waktu kejadian event. Sumber dari tahap ini adalah event table dan class diagram yang telah dihasilkan pada tahapan sebelumnya, sedangkan hasil akhirnya adalah behavioral patterns yang diekspresikan secara grafis dalam statechart diagram (Mathiassen et al, 2000, p89-90). Contoh statechart diagram seperti tampak pada gambar 2.14. sm Supply Category /Melakukan_Registrasi
Registered
/Mendaftar_Supply_Category
Gambar 2.14 Contoh Statechart Diagram
Behavior sebuah object didefinisikan dengan sebuah event trace, yaitu serangkaian event yang berurutan dan melibatkan object tertentu (Mathiassen et al, 2000, p90). Event trace bersifat unik untuk setiap object. Deskripsi atas event trace yang mungkin untuk semua object dalam sebuah class disebut behavioral pattern (Mathiassen et al, 2000, p90). Pada saat memodelkan problem domain, dilakukan pengidentifikasian requirements untuk data yang akan disimpan oleh sistem. Untuk menspesifikasikan data tersebut digunakan attribute, yaitu deskripsi property dari class atau event (Mathiassen et al, 2000, p92). Menurut Mathiassen et al (2000, p93), behavioral pattern memiliki struktur kontrol sebagai berikut : 1. Sequence : Sekumpulan event yang akan terjadi satu per satu secara berurutan. Notasinya “+”.
75 2. Selection : Hanya satu event yang akan terjadi diantara sekumpulan event. Notasinya “|”. 3. Iteration : Satu event yang terjadi berulang kali. Notasinya “*”. Dalam situasi behavior pattern yang kompleks, akan sulit sekali untuk mengekspresikannya dalam notas-notasi umum sehingga untuk pengekspresiannya lebih cenderung menggunakan statechart diagram.
2.2.8.3.4 Application Domain Analysis Tujuan pada tahap ini adalah untuk menentukan requirements dari sebuah sistem. Application domain adalah bagian yang mengatur, memonitor, atau mengontrol problem domain. Prinsip pada tahap ini adalah bekerjasama dengan para user untuk menentukan usage, function, dan interface. Sumber aktifitas ini adalah system definition dan model pada tahap sebelumnya. Menurut Mathiassen et al (2000, p117), terdapat tiga sub-aktifitas dalam application domain analysis, yaitu : 1. Usage Tujuan dari sub-akitifas ini adalah untuk menentukan bagaimana actor berhubungan dengan sistem. Hasil akhirnya adalah membuat deskripsi dari use case dan actor, dimana hubungan diantara keduanya dapat diilustrasikan dengan actor table atau use case diagram. Actor adalah abstraksi dari user atau sistem lain yang berhubungan dengan sistem yang dituju (Mathiassen et al, 2000, p119). Use case adalah pola hubungan antara sistem dan actor pada application domain (Mathiassen et al, 2000, p120). Hubungan antara actor dan use case adalah association dan mengekspresikan
76 actor mana saja yang dapat terlibat dalam use case tertentu. Contoh use case diagram dapat dilihat pada gambar 2.15 ud Use Case Diagram
E-Procurement PT Sinka Dinamika Membuat Purchase Request Warehouse Membuat Request For Quotation Purchasing
Gambar 2.15 Contoh Use Case Diagram
2. Function Tujuan dari aktifitas ini adalah untuk menentukan kemampuan memproses dari suatu sistem sehingga menghasilkan function list beserta spesifikasi function yang kompleks. Function memfokuskan pada apa yang dapat dilakukan sistem untuk membantu actor melakukan pekerjaannya. Function merupakan fasilitas untuk membuat sebuah model berguna bagi actor (Mathiassen et al, 2000, p138). Menurut Mathiassen et al (2000, p138), terdapat empat tipe function yang mengekspresikan hubungan antara model dan system context, yaitu update, signal, read, dan compute. Sumber untuk mengidentifikasi function berasal dari deskripsi problem domain, yang diekspresikan oleh class dan event, dan juga dari deskripsi application domain yang diekspresikan oleh use case. Tipe function yang berasal dari class biasanya adalah read dan update function. Sedangkan dari event adalah update function. Use case memungkinkan untuk semua tipe function (Mathiassen et al, 2000, p139-144).
77 3. Interface Tujuan dari aktifitas ini adalah untuk menentukan antar muka (interface) dari sistem yang sedang dikembangkan. Interface adalah fasilitas yang membuat model dan function dari sistem tersedia bagi actor (Mathiassen et al, 2000, p151). Interface memungkinkan actor untuk berinteraksi dengan sistem. Sumber aktifitas ini berasal dari class diagram, use case, dan function list. Menurut Mathiassen et al (2000, p151-152), terdapat dua tipe interface, yaitu : 1. User Interface, menghubungkan user (manusia) dengan sistem. Dalam merancang user interface diperlukan feedback dari user. Menurut Mathiassen et al (2000, p154-155), terdapat empat dialogue pattern dalam user interface, yaitu : Menu Selection (diekspresikan sebagai daftar pilihan pada user interface), Form Fill-in (pola klasik untuk entri data), Command Language (user tidak melihat apapun, hanya mengaktifkan perintah yang telah diformulasikan), dan Direct Manipulation (memungkinkan manipulasi langsung dengan representasi object). 2. System Interface, menghubungkan sistem lain dengan sistem yang sedang dikembangkan. Sistem lain dapat berupa external device (misal : sensor, switch, dll) dan sistem komputer yang kompleks sehingga dibutuhkan suatu protokol komunikasi. Biasanya interface ini tidak dipakai untuk sistem administratif tetapi lebih sering untuk monitoring dan controlling system (Mathiassen et al, 2000, p163-164). Untuk menentukan elemen dari user interface dapat digunakan object dan class pada model serta functions. Elemen tersebut harus direpresentasikan dalam bentuk yang mudah dipahami oleh user, seperti icon, fields, tables, diagram, windows, button. Sedangkan untuk kasus yang kompleks, dapat menggunakan sequence diagram untuk
78 merelasikan interaksi antara elemen interface dengan use case. Sequence diagram (Gambar
2.16)
mendeskripsikan
langkah-langkah
interaksi
individual
dan
menghubungkannya dengan window yang relevan. Diagram ini juga menggambarkan function yang akan diaktivasi selama interaksi terjadi (Mathiassen et al, 2000, p156158). Dalam penggambaran sequence diagram, dikenal 12 tipe combined fragment menurut Bennet et al (2006, p270), yaitu : 1. Alt (Alternatives), mewakili alternatif perilaku, setiap pilihan perilaku ditunjukkan dalam operand yang terpisah. 2. Opt (Option), menggambarkan pilihan tunggal operand yang akan dijalankan. 3. Break, mengindikasikan combined fragment dilaksanakan dan sisanya tidak. 4. Par (Parallel), mengindikasikan operand yang dijalankan bersamaan. 5. Seq (Weak Sequencing), mengindikasikan sejumlah message yang harus dijalankan pada sebuah segmen sebelum segmen selanjutnya dapat dimulai. 6. Strict, mengindikasikan message harus dijalankan sesuai urutan. 7. Neg (Negative), menunjukkan operand yang tidak valid. 8. Critical, menunjukkan bagian-bagian penting yang tidak dapat ditinggalkan. 9. Ignore, mengindikasikan bahwa sebuah message dapat diabaikan. 10. Consider, merupakan kebalikan dari Ignore, semua pesan yang tidak terdapat dalam combined fragment harus diabaikan. 11. Assert, mengindikasikan bahwa semua message diluar combined fragment ini invalid. 12. Loop, mengindikasikan message yang terjadi berulang.
79 sd Search Supplier Quotation UISupplierQuotation
SupplierQuotation
SupplierQuotationDetail
User chooseSearchBy entryContain clickGo getData() getData() return return
Gambar 2.16 Contoh Sequence Diagram
Deskripsi dari user interface dapat menggunakan Navigation Diagram, dimana menyediakan gambaran keseluruhan dari elemen user interface dan transisi di antaranya. Diagram ini terdiri dari gambar yang diperkecil di setiap window, panah yang menunjukkan bagaimana menggunakan button dan seleksi lain yang akan mengaktifasi function atau membuka window lain. Untuk menggambarkan elemen-elemen user interface dalam prototype atau menspesifikasikannya lebih detail dapat menggunakan window diagram. Diagram ini mendeskripsikan tampilan dari single tunggal yang mencakup bentuk detail dari elemenelemen window.
2.2.8.3.5 Architectural Design Pada tahap ini, akan dilakukan penstrukturan sistem berdasarkan bagianbagiannya dan pemenuhan beberapa kriteria perancangan. Tahap ini juga merupakan framework untuk aktifitas pengembangan selanjutnya. Aktifitas ini bertujuan untuk menstrukturkan sistem terkomputerisasi dan menghasilkan struktur bagi komponen-
80 komponen dan proses-proses pada sistem. Menurut Mathiassen et al (2000, p176), architectural design memiliki tiga sub-aktifitas, yaitu : 1. Criteria Criteria adalah prioritas dari arsitektur. Tujuan aktifitas ini adalah untuk menentukan prioritas perancangan. Hasil yang diperoleh dari aktifitas ini adalah sekumpulan prioritas kriteria untuk perancangan. Daftar kriteria dittunjukkan dalam tabel 2.8 Tabel 2.8 Tabel Kriteria Untuk Kualitas Software Criteria Ukuran Atas Kemampuan sistem dalam beradaptasi dengan organisasi, hubungan Usable kerja, dan konteks teknis. Pencegahan atas akses terhadap data dan fasilitas yang tidak memiliki Secure autorisasi. Eksploitasi secara ekonomi atas fasilitas technical platform. Efficient Pemenuhan atas kebutuhan (requirements). Correct Pemenuhan terhadap eksekusi function yang benar-benar tepat. Reliable Biaya untuk memperbaiki kerusakan sistem. Maintainable Biaya untuk memastikan sistem dapat memenuhi fungsi yang Testable seharusnya. Biaya untuk memodifikasi sistem. Flexible Comprehensible Usaha yang dibutuhkan untuk mendapatkan pemahaman atas sistem. Potensi untuk menggunakan bagian sistem pada sistem lain yang Reusable berhubungan. Biaya untuk memindahkan sistem ke technical platform yang lain. Portable Biaya untuk menyatukan sistem dengan sistem lain. Interopable Sumber : Mathiassen (2000, p178)
2. Component Component Architecture adalah sebuah struktur sistem yang terdiri dari komponenkomponen yang saling terhubung. Component adalah sekumpulan bagian-bagian program yang membentuk sistem dan memiliki tanggung jawab yang jelas (Mathiassen et al, 2000, p190). Menurut Mathiassen et al (2000, p193-197), terdapat beberapa pola umum untuk menperancangan component architecture, yaitu :
81 1. The Layered Architecture Pattern Arsitektur ini terdiri dari beberapa komponen yang diperancangan dalam bentuk layer. Perancangan atas setiap komponen menggambarkan tanggung jawabnya masing-masing serta interface bagian atas maupun bagian bawah. Interface atas menggambarkan operasi mana yang dapat diakses layer dibawahnya, dan sebaliknya. 2. The Generic Architecture Pattern Model komponen mengandung model dari sistem object, yang dapat berupa layer paling bawah, diikuti oleh layer sistem function, dan yang paling atas merupakan komponen interface. Interface layer dapat dibagi kedalam dua bagian, yaitu user interface dan system interface. 3. The Client-Server Architecture Pattern Komponen pada client-server architecture yaitu server dan beberapa client. Server memiliki sekumpulan operasi yang dapat juga digunakan oleh client. Tanggung jawab server adalah untuk menyediakan hal-hal yang umum kepada client. Bisa dalam bentuk database atau sumber daya lain yang dapat digunakan bersama-sama. Server umumnya menyediakan operasinya kepada client melalui sebuah jaringan. Tanggung jawab client adalah untuk menyediakan interface lokal bagi para user. 3. Process Tahap ini menentukan bagaimana suatu proses sistem didistribusi dan dikoordinasi. Tujuannya adalah untuk mendefinisikan struktur fisik dari sebuah sistem. Hasil yang akan diperoleh berupa sebuah deployment diagram (Gambar 2.17). Processor adalah
82 bagian peralatan yang dapat mengeksekusi sebuah program (Mathiassen et al, 2000, p211). dd Deployment Diagram
Server
Client Warehouse
User Interface
System Interface
User Interface
System Interface Function
Function
Model
Model
Gambar 2.17 Contoh Deployment Diagram
2.2.8.3.6 Component Design Tujuannya adalah untuk menentukan implementasi dari kebutuhan didalam kerangka arsitektur. Titik awal dari component design adalah architectural specification dan system requirement yang akan menghasilkan connected component specification. Menurut Mathiassen et al (2000, p232), terdapat dua sub-aktifitas dalam component design, yaitu : 1. Design Component Merupakan tahapan untuk merancang komponen sistem, yaitu : 1. Model Component Menurut Mathiassen et al (2000, p236), model component adalah bagian dari sebuah sistem yang mengimplementasikan model problem domain. Tujuannya
83 adalah untuk menggambarkan model dari problem domain. Model tersebut merupakan hasil dari kegiatan ini yang digambarkan oleh class diagram yang telah direvisi dari hasil kegiatan analisis. Revisi class diagram dapat dilakukan dengan memperhatikan private event dan common event. Private event adalah event yang melibatkan hanya satu object domain. Tabel 2.9 menunjukkan panduan representasi private event. Tabel 2.9 Tabel Panduan Dalam Merepresentasikan Private Event Event-event yang hanya terjadi dalam Representasikan event-event ini sebagai urutan (sequence) dan selection. state attribute pada class yang digambarkan oleh statechart diagram. Setiap kali salah satu event yang terlibat terjadi, sistem harus menambahkan nilai baru kedalam state attribute. Integrasikan attribute dari event yang terlibat kedalam class. Event-event yang terjadi dalam iteration. Representasikan event-event ini sebagai class baru; hubungkan mereka dengan class yang digambarkan oleh statechart diagram menggunakan aggregation structure. Untuk setiap iteration, sistem harus membentuk object baru dari class. Integrasikan event attribute kedalam class baru. Sumber : Mathiassen (2000, p240)
Jika sebuah event adalah common (umum) sehingga mempengaruhi beberapa object, representasikan event dalam hubungan dengan salah satu object dan tambahkan hubungan struktural untuk memberikan object lainnya akses kepada attribute yang relevan. Panduan dalam merepresentasikan common event ditunjukkan pada table 2.10
84 Tabel 2.10 Tabel Panduan Dalam Merepresentasikan Common Event Jika event terlibat dalam statechart Common event diagram dengan cara yang berbeda, representasikan dalam hubungan dengan class yang menawarkan representasi yang paling sederhana. Jika event terlibat dalam statechart diagram dengan cara yang sama, pertimbangkan alternatif representasi yang mungkin dapat digunakan. Sumber : Mathiassen (2000, p241)
2. Function Component Menurut Mathiassen et al (2000, p252), function component adalah bagian dari sebuah sistem yang mengimplementasikan kebutuhan fungsional. Tujuan dari function component adalah agar user interface dan komponen sistem yang lain dapat mengakses model. Sedangkan, tujuan function component design adalah untuk menentukan implementasi function. Hasil akhirnya berupa sebuah class diagram dengan operation dan spesifikasi operation yang kompleks. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah merancang function sebagai operation berdasarkan tipenya. Menurut Mathiassen et al (2000, p254), terdapat empat tipe function, yaitu : Update, Read, Compute, dan Signal. Menurut Mathiassen et al (2000, p260), terdapat empat pola yang dapat membantu merealisasikan function sebagai sekumpulan operation, yaitu : 1. Model-Class Placement Pola ini menempatkan operation dalam model component class dan berguna ketika sebuah operation mengakses hanya sebuah single object atau struktur aggregation yang sederhana. Pola ini juga dapat digunakan ketika beberapa
85 object terlibat namun hanya jika tanggung jawab operation dapat ditempatkan dengan jelas pada salah satu dari model class. 2. Function Class Placement Pola ini dapat digunakan ketika tanggung jawab untuk operation tidak dapat ditempatkan dengan jelas dalam sebuah model class. Sebaliknya satu atau lebih functional-component class dapat digambarkan dengan menempatkan operation yang merealisasikan function. 3. Strategy Pola ini berguna ketika mendefinisikan sekumpulan operation yang umum terenkapsulasi dan dapat dipertukarkan. 4. Active Function Active signal function dapat direalisasikan sebagai sebuah operation yang aktif secara permanen dan berkala memberikan signal kepada interface. Active function ditempatkan sebagai active object dan performancenya tergantung dari state pada model component. 2. Connecting Component Tujuan aktifitas ini adalah untuk menghubungkan komponen-komponen sistem dan menghasilkan class diagram dari komponen-komponen tersebut. Pada aktifitas ini, hubungan antara komponen-komponen dirancang untuk mendapatkan perancangan yang fleksibel dan comprehensible. Untuk itu dibutuhkan evaluasi dari coupling dan cohesion. Coupling adalah ukuran kedekatan antara dua class atau component yang dihubungkan (Mathiassen et al, 2000, p272). Cohesion adalah ukuran seberapa baik sebuah class atau component terikat bersama (Mathiassen et al, 2000, p273).
86 Prinsipnya adalah "Highly cohesive classes and loosely coupled components". Hasil dari aktifitas connecting component ini adalah class diagram yang dependenciesnya berubah menjadi connections. Tiga bentuk connection menurut Mathiassen et al (2000, p275) adalah : 1. Class Aggregation, yaitu mengaggregasikan class-class dari component lain. Koneksi ini berguna jika definisi class sudah ada pada component lain. Umumnya couplingnya rendah, namun sulit mencapai cohesive. 2. Class Specialization, yaitu menspesialisasikan public class dari component lain. 3. Operation Call, yaitu memanggil public operation di dalam object-object dari component lain. Umumnya couplingnya rendah dan cohesionnya tinggi.