BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1
Tinjauan Umum
2.1.1 Pusat Kebudayaan A.
Definisi Pusat Kebudayaan Budaya atau Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu Buddhayah,
memiliki bentuk jamak dari kata Buddhi (budi atau akal) dimaknai dengan hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut dengan culture yang berasal dari kata latin yaitu Colere yang memiliki makna yaitu mengolah atau mengerjakan. Kata culture juga diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai “kultur” (sumber: id.wikipedia.org – 7 maret 2015). Menurut Raymond Williams, pengamat dan kritikus kebudayaan (2005: 7), “kata “kebudayaan” (culture) merupakan salah satu dari dua atau tiga kata yang paling kompleks penggunaannya dalam bahasa Inggris. Mengapa demikian? Sebab kata ini sekarang sering digunakan untuk mengacu pada sejumlah konsep penting dalam beberapa disiplin ilmu yang berbeda-beda dan dalam kerangka berpikir yang berbeda-beda pula. Dalam ilmu Antropologi, Koentjaraningrat (2009: 144) menjelaskan bahwa “kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Studi yang dilakukan oleh Antropolog lainnya seperti Kroeber dan Kluckhohn dalam memetakan pengertian budaya, mereka memiliki 6 pemahaman pokok mengenai budaya, yaitu: 1. Definisi deskriptif: cenderung melihat budaya sebagai totalitas komprehensif yang menyusun seluruh kehidupan hidup social sekaligus menunjukkan sejumlah ranah (bidang kajian) yang membentuk budaya. 2. Definisi historis: cenderung melihat budaya sebagai warisan yang dialihturunkan dari generasi satu ke generasi berikutnya. 3. Definisi normatif: dapat diambil 2 bentuk. Yang pertama, budaya adalah aturan atau jalan hidup yang membentuk pola-pola perilaku dan tindakan
9
10 yang konkret. Yang kedua, menekankan peran gugus nilai tanpa mengacu pada perilaku. 4. Definisi psikologis: cenderung memberi tekanan pada peran budaya sebagai piranti pemecahan masalah yang membuat orang bisa berkomunikasi, belajar atau memenuhi kebutuhan material maupun emosionalnya. 5. Definisi structural: mau menunjuk pada hubungan atau keterkaitan antara ospek-oskpek yang terpisah dari budaya sekaligus menyoroti fakta bahwa budaya adalah abstraksi yang berbeda dari perilaku konkret. 6. Definisi genetis: definisi budaya yang melihat asal usul bagaimana budaya itu eksis atau tetap bertahan. Definisi ini cenderung melihat budaya lahir dari interaksi antar manusia dan tetap bisa bertahan karena ditransmisikan dari satu generasi ke generasi berikutnya (2005: 8-9). Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa budaya atau kebudayaan memiliki makna berupa suatu kekayaan leluhur yang tercermin dari tingkah laku, pengetahuan, pola pikir dan kebiasaan/kegiatan yang berpengaruh pada kehidupan sosial masyarakat secara turun menurun. Sedangkan pusat kebudayaan dapat disimpulkan yaitu suatu wadah atau sarana yang mengembangkan kebudayaan tertentu. Menjadi sarana untuk mengapresiasikan budaya agar tetap melestarikan budaya yang dimiliki untuk tetap dikenal masyarakat dan menjadi luas diberbagai kalangan.
B. Fungsi Pusat Kebudayaan Pusat Kebudayaan merupakan salah satu sarana yang dapat melestarikan budaya lokal. Fungsi utama Pusata Kebudayaan adalah memberikan informasi dan pendidikan seni budaya yang dapat memberikan dampak positif dan meningkatkan budi pekerti baik melalui kegiatan kebudayaan. Fungsi Pusat Kebudayaan: 1. Merancang dan menyelaras kegiatan pelajar atau masyarakat umum yang berkaitan dengan kebudayaan dan kesenian. 2. Memberikan prasarana untuk memberi peluang mengembangkan bakat dalam aktivitas kesenian dan kebudayaan.
11 3. Memberikan latihan kepemimpinan dalam aktivitas yang memberi pengaruh baik bagi antar-bangsa 4. Menggalakan eksperimen dalam karya seni yang bertujuan membina daya kreatifitas.
2.1.2 Klasifikasi Jenis Kegiatan Dalam perancangan Pusat Kebudayaan memiliki acuan terhadap jenis kegiatan. Dalam lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 85 Tahun 2013 Tanggal 24 Juli 2013 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesenian dalam pelindungan, pengembangan dan pemanfaatan bidang kesenian terdapat kegiatan yang bersifat kajian yaitu sebagai berikut: 1. Seminar 2. Sarasehan 3. Diskusi 4. Workshop 5. Penyerahan Narasumber 6. Studi Kepustakaan 7. Penggalian 8. Eksperimentasi 9. Rekonsruksi 10. Revitalisasi 11. Konservasi 12. Studi Banding 13. Inventarisasi 14. Dokumentasi 15. Pengemasan Bahan Kajian Didalam pusat kebudayaan terdapat Gelar Seni. Gelar seni adalah ajang kegiatan kesenian dalam konteks tertentu misalnya upacara adat, sajian artistic; hanya kepentingan estetis maupun profane; kegiatan resepsi, pertunjukan dan hiburan. Wujud kegiatan gelar seni adalah: 1. Pergelaran 2. Pameran 3. Festival 4. Lomba
12
2.1.3 Klasifikasi Jenis Fasilitas Untuk
menunjang
kegiatan
dalam
Pusat
Kebudayaan
pemerintah
berkewajiban untuk menyediakan minimal: tempat untuk menggelar seni pertunjukan dan untuk pameran dan tempat memasarkan karya seni untuk mengembangkan industri budaya, yang tercantum dalam lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 85 Tahun 2013 Tanggal 24 Juli 2013 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesenian dalam pelindungan, pengembangan dan pemanfaatan bidang kesenian. Berikut fasilitas yang mendukung kegiatan pusat kebudayaan adalah sebagai beriku: A. Fasilitas Utama 1. Ruang Kelas Seminar Merupakan fasilitas untuk berlangsungnya kegiatan yang berhubungan dengan pendidikan atau bimbingan terhadap informasi dan sumber yang dibutuhkan 2. Ruang Kursus Ruangan ini bertujuan untuk menyediakan sarana dalam melakukan kegiatan seperti kursus tari, kursus musik dan lain-lain. 3. Perpustakaan Ruangan ini dikhususkan untuk mengumpulkan data literature yang bermanfaat bagi pengunjung. 4. IT Room Dengan kemajuan teknologi maka ruangan IT ini bertujuan untuk menunjang mencari sumber informasi yang dibutuhkan. 5. Teater Ruang teater dikhususkan untuk pelaku seni dan kegiatan seni lainnya melakukan pertunjukan baik dalam teatrikal atau musical. 6. Galeri Galeri terbagi 2 area yaitu Temporary Gallery; merupakan galeri yang hanya digunakan dalam jangka waktu sementara. Permanent Gallery; merupakan galeri yang digunakan tanpa ada batasan. Memamerkan warisan cagar budaya yang perlu untuk dipertahankan dari masa ke masa.
13 B. Fasilitas Pendukung 1. Gift Shop Fasilitas ini dikhususkan untuk pengunjung dapat membeli cinderamata. 2. Kafetaria Kafetria merupakan salah satu faslitas yang dapat memanjakan pengunjung dengan makanan khas sesuai kebudayaan pada Pusat Kebudayaan. 3. Penitipan Barang Fasilitas penitipan barang/loker bertujuan untuk mengantisipasi apabila terdapat kegiatan yang membutuhkan pengamanan lebih.
2.1.4 Kebudayaan Betawi A. Sejarah Budaya Betawi 1. Jaman Batu Sejak 5000 tahun lalu pada jaman batu pulau Jawa telah dihuni oleh manusia yang mendiami daerah aliran sungai dan gua-gua di pulau Jawa termasuk Betawi. Ditemukannya priuk tanah didaerah sungai Ciliwung, Krukut dan Bekasi yang membuktikan manusia Betawi mengenal cara penyimpanan air bersih. Priuk tanah dibuat di Leuwiliang, Bogor. Ragam hias Priuk tanah berupa geometri cagak.
Gambar 2.1 Ragam hias Priuk Tanah (Sumber: Ragam Budaya Betawi, Propinsi DKI Jakarta)
Pola Tumpal tersebut melambangkan kekuatan yang kuat terhadap manusia. Lalu pada jaman purbakala manusia Betawi yang hidup berpindah-pindah menanamkan tempat tinggalnya dengan sifat tanah yang didalaminya. Ada tempat bernama Bojong, artinya tanah pojok. Tanjung atau tunjung artinya bukit kecil. Ceger tanah yang tingkat kesuburannya rendah. Bantaran daerah pinggiran kali. Sodong tepi kali yang berlubang. Poncol berarti tanah tinggi. Angke artinya kali yang
14 dalam. Ancol artinya daerah genangan air. Pulo artinya tanah yang dikelilingi air. Srengseng artinya sisa tanah yang tidak dapat dijadikan sawah.
2. Jaman Perunggu Besi Dijaman perunggu besi manusia Betawi telah mengenal bercocok tanam. Pada jaman ini kesenian mulai berkembang. Tempat-tempat pengecoran logam atau pegangsaan, membuat alat-alat musik yang terbuat dari logam, yaitu: -
Saron: alat musik pukul yang terbuat dari logam perunggu, berjumlah 7 wilah, ditata dalam satu tempat yang disebut Rumah Saron.
-
Penerus: bentuk sama dengan Saron namun ukurannya lebih besar. Jumlahnya 9 wilah.
-
Slukat: bentuk yang sama dengan Saron dengan ukuran lebih kecil dan berjumlah 6 wilah.
-
Kecrek: terbuat dari lempengan logam.
-
Kromong atau Bonang: terbuat dari logam berbentuk pencon, jumlahnya 10.
-
Ketuk: bentuknya sama dengan Kromong, ditata tanpa rumah. Jumlahnya 4 Pencon dengan ukuran berbeda.
-
Go’ong: terbuat dari logam berbentuk Pencon, ukurannya jauh lebih besar dari Pencon Kromong.
Pada jaman ini, manusia Betawi purba bercocok tanam dilakukan dengan lading berpindah-pindah. Pemukiman tidak dikenal pada jaman ini. Pola perkampungan manusia Betawi purba itu mengenal 3 tingkatan yaitu Muara, Tengah dan Bojong. Selain itu pada jaman ini manusia Betawi telah mengenal menghitung sederhana dan bentuk geometri. -
Galah, garis lurus
-
Galar, garis sejajar
-
Komsen
-
Tapak jalak
15
-
Kalang, lingkaran
-
Bata/ banji, persegi empat
-
Prapatan
-
Gawang Gambar 2.2 Bentuk Geometri (Sumber: Ragam Budaya Betawi, Propinsi DKI Jakarta)
Di jaman perunggu besi baru terbentuk masyarakat Rompogan. Sekitar abad ke-2 berdiri sebuah kerajaan ditepi Gunung Salak, Ciaruteun. Diduga kerajaan ini bernama Salakanagara. Raja Salakanagara pertama Dewawarman yang berasal dari India, ia menantu pendiri kerajaan bernama Aki Tirem. Lokasi kerajaan Salakanagara di kaki Gunung Salak dekat dengan pusat pembuatan priuk tanah dan barang lainnya yang terbuat dari tanah liat. Barang-barang tersebut dipasarkan orang Betawi keberbagai tempat. Perhubungan antara pemukiman Betawi dengan pusat kerajaan melalui kali Cihideung, yang dikenal dengan kali Cideng. Kerajaan Tarumanegara yang muncul setelah tahun 467 yang didirikan oleh Sri Baduga Purnawarman di tepi kali Citarum. Dijaman Tarumanegara kehidupan orang Betawi tidak memiliki perubahan yang berarti. Mereka bertani dan menangkap ikan di laut. Lalu pada abad ke-10 mengalir imigaran Melayu ke Jakarta yang berasal dari Kalimantan yang bermukim di daerah pesisir, Teluk Naga dan Ancol. Maka oleh karena itu diduga pada abad ke-12 orang Betawi telah menggunakan bahasa Melayu.
16 3. Jaman Pajajaran Kerajaan
Pajajaran
asli
didirikan
orang
Sunda
dan
memiliki
perkembangan ekonomi yang pesat. Pelabuhan Sunda Kalapa semakin maju, kapal-kapal sering berlabuh di Sunda Kalapa untuk membeli anggur (tuak) dan air bersih. Pada tahun 1522 Portugis masuk ke wilayah Sunda Kalapa dengan adanya perjanjian dengan Kerajaan Pajajaran dengan diizinkannya membangun benteng di Sunda Kalapa. Sejak saat itu pelabuhan mulai mengalami perubahan menjadi suasana kota yang berwajah Eropa. Pajajaran adalah kerajaan yang menaungi kerajaan kecil seperti kerajaan Tanjung Jaya, ditepi kali Ciliwung, Jakarta Selatan. Didirikan oleh Wangsatunggal pada tahun 1333. Raja Tanjung Jaya yang terakhir adalah seorang wanita bernama Kiranawati. Kerajaan ini berakhir pada tahun 1579.
4. Jaman Belanda Pada saat penjajahan Belanda, pembauran kebudayaan antara Betawi dan Belanda, umumnya Eropa terjadi pada masa sesudah VOC (1619-1799). Dibidang kesenian lahir jenis music Tanjidor dan Keroncong yang mendapat pengaruh budaya Belanda dan Eropa. Pada bidang teater, Tonil adalah contoh teater yang dipengaruhi budaya Eropa. Perkembangan Jakarta banyak berpengaruh oleh konsep perencanaan Belanda/ Eropa, namun dibeberapa daerah tetap muncul permukiman kaum pribumi yang memiliki ciri khas. Permukiman ini bercirikan desa pertanian/perkebunan. Sekita 1840-an muncul istilah kampung, yang mengindikasikan permukiman asli. Istilah kampong muncul dari istilah compound. Sejak itulah muncul kampung Betawi yang dikenal sekarang seperti Kampung Melayu, kampung Bali dan sebagainya.
B. Suku Betawi 1. Orang Betawi Jumlah orang Betawi pada jaman colonial Belanda pada tahun 1930 sebanyak 778.953 jiwa yang menjadi mayoritas penduduk Batavia pada masa itu. Dalam kehidupan sehari-hari, orang Betawi menyebut diri berdasarkan tempat tinggal seperti, orang Kemayoran, orang Senen atau
17 orang Rawa Belong. Adanya orang Betawi sebagai sebuah kelompok etnis dan sebagai satuan sosial dan politik dalam lingkup yang lebih luas, yakni Hindia Belanda, muncul pada 1923 saat Husni Thamrin, tokoh masyarakat Betawi mendirikan Pemoeda Kaoem Betawi. Dalam pendapat yang berbeda orang Betawi tidak hanya mencakup masyarakat campuran dalam benteng Batavia yang dibangun oleh Belanda dan mencakup pula penduduk diluar benteng Batavia yang disebut masyarakat proto Betawi. Setelah kemerdekaan (1945), Jakarta dibanjiri imigran sehingga orang Betawi menjadi kaum minoritas. Pada 1961, suku Betawi mencakup kurang lebih 22,9% dari 2,9 juta penduduk Jakarta. 2. Bahasa Pluralisme terjadi dimasyarakat Betawi yang berdampak pada bahasa. Sebagian penduduknya adalah orang Jawa, Sumatera, Bugis, etnis Tionghoa, Belanda, Inggris dan Arab dan masih banyak lagi yang mempengaruhi bahasa Betawi yang digunakan seperti campuran bahasa Indonesia dan bahasa Melayu Sumatera. 3. Kepercayaan Pada dasarnya menganut berbagai kepercayaan mulai dari Islam, Kristen, Protestan maupun Katolik, Hindu ataupun Budha. Tetapi dari sekian banyak agama yang ada di Betawi, agama Islam yang merupakan pengaruh paling besar dan tercermin pada tata cara hidup masyarakat Betawi.
C. Kesenian dan Kebudayaan 1. Seni Musik Keanekaragaman musik tradisional Betawi yang berasal dari cikal bakal masyarakat Betawi memiliki fungsi yang bersifat sebagai pengiring Tari, music mandiri dan dapat pula sebagai pengiring musik wayang dan teater tradisional. •
Gambang Kromong Diambil dari dua nama alat perkusi yaitu Gambang dan Kromong. Gambang yang berjumlah 18 buah, terbuat dari kayu suangking, huru batu atau jenis kayu empuk lainnya yang dapat dipukul. Kromong biasanya terbuat dari perunggu/besi berjumlah 10 besi (10 pencon).
18 Umumnya lagu-lagu yang diiring oleh Gambang Kromong mengadopsi lagu-lagu Cina dan lagu rakyat Betawi. Biasanya disajikan secara instrumental atau dilantunkan oleh penyanyi solo atau duet. •
Tanjidor Tanjidor adalah sejenis alat music orkes rakyat Betawi yang menggunakan alat musik Barat terutama alat tiup. Pada umumnya alatalat tersebut berasal dari barang bekas yang dipatri kembali. Alat music Tanjidor terdiri dari alat tiup seperti, piston, trombone, tenor, clarinet, bas dan tambur/gendering. Tanjidor sering ditampilkan untuk menyambut tamu, festival kesenian Betawi, upacara adat, dan memeriahkan arakarakan.
•
Orkes Gambus Merupakan alat musik Betawi yang berasal dari Timur Tengah. Ditampilkan pada kesempatan seperti memeriahkan perkawinan dan tari zafin. Alat music yang digunakan pada orkes ini antara lain kromong, piul/biola, suling, organ dan accordion.
•
Keroncong Tugu Musik betawi ini memiliki pengaruh budaya asing, yang berasal dari Eropa Selatan. Keroncong Tugu biasanya dipergunakan untuk mengiringi lagu-lagu Gerejani. Alata musik yang digunakan seperti biola, ukulele, banyo, gitar, rebana, kempul dan selo. Pengiring musik ini memiliki kostum unik saat memainkannya yaitu menggunakan syal yang dililit dileher masing-masing dan wanita mengenakan kebaya.
•
Gamelan Ajeng Gamelan Ajeng memiliki pengaruh Sunda dan Bali yang diperkirakan berasal dari Pasundan, musik ini berkembang di wilayah budaya Betawi. Berfungsi sebagai pengiring wayang kulit atau wayang wong betawi, mengiringi hajatan (konon dianggap sakral). Alat musik ini terdiri dari Kromong, 10 pencon, terompet, gendang, kecrek dan biasanya dilambangkan dengan adanya 2 buah gong yang disebut gong lanang dan gong wadon.
•
Gamelan Topeng
19 Musik Betawi memiliki banyak pula pengaruh dari budaya Sunda, seperti Gamelan Topeng. Musik ini biasanya mengiringi pagelaran teater rakyat/ topeng betawi. Pada umumnya Gamelan Topeng terdiri dari rebab, sepasang gendang, ancak, kenong berpencon tiga, kecrek, kempul yang digantungkan pada gawangan, dan gong angkong/gong tahang. •
Musik Samrah Dari hasil penelitian, Ali Sabeni berpendapat samrah merupakan akronim dari sambil musyawarah. Hal itu berdasarkan dahulu Betawi merupakan tempat berkumpul pendatang dari berbagai daerah. Harun Rasjid pun berpendapat samrah berasal dari bahasa arab yaitu Samaroh yang berarti “berkumpul santai. Hal itu berdasarkan pada masa lampau musik ini disajikan pada saat bersantai kala Maulid Nabi pada malam hari yang disebut malam angkat. Musik ini dikenal dengan music yang menyajikan cerita rakyat. Musik Samrah dipergunakan untuk mengiringi lagu dan tari. Kostum yang digunakan pengiring ada 2 macam, pertama: peci, jas dan kain plekat; kedua: baju sadaria dan celana batik. Bersama dengan ondelondel dan tanjidor, musik ini dipergunakan pula untuk menyambut tamu pada acara kesenian Betawi.
•
Sampyong Merupakan musik orkes rakyat Betawi pinggiran yang paling sederhana. Orkes ini dipergunakan untuk mengiringi pertandingan ujangan, yaitu dua orang bertanding saling memukul menggunakan rotan yang didahului oleh tarian uncul.
•
Musik Marawis Marawis adalah jenis musik “band tepok” menggunakan perkusi sebagai musik utama. Musik ini pemainnya bersifat turun menurun. Pemain musik terdiri dari 10 orang yang masih memiliki hubungan keluarga misal, kakek-cucu-anak-dsb. Alat music terdiri 3 jenis, pertama perkusi rebana ukuran kecil yang garis tengahnya 10 cm, tinggi 17 cm dan kedua kendang ditutup. Kedua perkusi besar dengan tinggi 50 cm, garis tengah 10 cm dan yang ketiga adalah papan tepok. Kadang dilengkapi dengan tamburin atau kecrek.
20 •
Rebana Rebana merupakan gendang pipih bundar terbuat dari tabung kayu pendek dan lebar pada ujungnya, satu sisi diberi kulit (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1996: 824). Rebana adalah alat musik yang berlafadzkan Islam dan dipergunakan sebagai sarana upacara peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW dan hajatan lainnya. Berdasarkan alat musiknya, sumber syair dibawakan latar belakang social rebana betawi yang dibawakan dari berbagai macam jenis dan nama, seperti Rebana Hadro, Rebana Maukhid, Rebana Burdah dan Rebana Ketrimping.
2. Seni Tari Masyarakat Betawi berasal dari berbagai suku dan bangsa, demikian tarian-tariannya. Tari rakyat Betawi beradaptasi dengan pengaruh budaya luar. Sebagian besar tari Betawi adalah tari rakyat yang bersifat improvisatoris. Belum pernah ada yang membuktikan tari Betawi bersifat sacral. Seluruh tariannya bersifat hiburan dan menitik beratkan pada segi humor. •
Tari Topeng Menurut tokoh betawi, ada 3 syarat teknis sebagai penari topeng Betawi untuk menghasilkan tarian yang estetis dan harmonis, yaitu luwes, ajer (ceria), dan lincah tanpa beban saat menari.
•
Cokek Berasal dari Cina, cukin yaitu sekendang yang panjangnya kurang dari 1 meter dipakai penari untuk menggaet pasangannya. Tarian cokek dapat diiringi dengan orkes Gembang Kromong.
•
Belenggo Gerak dasar tari belenggo merupakan gerak dasar pencak silat. Seorang penari belenggo menguasai jurus silat Cimande. Berdasarkan music pengiring, tari belenggo menjadi 2 bagian yaitu tari belenggo rebana dan belenggo ajeng. Tari ini dibawakan oleh kaum pria dan menggunakan pakaian seperti pemain pencak silat yaitu seragam hitam
21 •
Japin atau Zafin Tari zafin digunakan masyarakat dalam memeriahkan suatu upacara hajatan. Ciri-ciri penampilan tari zafin adalah sebagai berikut: adanya unsur improvisasi, unsur spontanisasi, unsur ketidakformalan dan tidak terdapat aturan yang mengikat.
•
Samrah Tari samrah merupakan kekayaan budaya suku Melayu pada budaya Betawi dalam music, kostum, tarian dan teater. Penari samrah menari berpasang-pasangan. Mereka menari dengan diiringi nyanyian biduan berupa pantun (Peta Seni Budaya Betawi, Dinas Kebudayaan, 1986).
•
Uncul Tari uncul ditunjukan dalam pertunjukan ujungan Betawi. Berfungsi sebagai tantangan kepada lawan dalam arena ujungan yang diadakan dalam pesta panen. Kostum penari uncul terdiri dari celana pangsi hitam, kaos berwarna hitam atau kadang bertelanjang dada.
•
Tari Pencak Silat Tarian pencak silat sepenuhnya merupakan gerakan pencak silat. Tarian ini biasa diiringi dengan tabuhan gendang pencak, gamelan topeng dan gambang kromong
3. Arsitektur Masyarakat Betawi tidak memiliki gaya bangunan yang khas. Cara khas dalama Betawi seperti dalam teknik penyambungan yakni “tiang guru” dengan “panglari” yang diperkuat dengan “pen” sebagai pengganti paku. Pada umumnya tampak jelas memiliki persamaan dengan gaya bangunan Sunda, Jawa, Melayu dan Eropa dalam bentuk sederhana. Rumah tradisional Betawi secara geografis berada dilingkungan dekat air. Dibagian pedalaman rumah tradisional yang dapat mewakili seperti dikawasan Condet, Bale Kembang dan Batuampar, Jakarta Timur. Tata letak rumah tidak berorientasi arah mata angin, lebih mengutamakan bentuk pekarangan serta fungsinya. Bentuk dan struktur atap rumah Betawi secara garis besar dibagi menjadi 3 potongan.
22 •
Potongan Gudang Ciri-ciri rumah Betawi dengan bentuk potongan gudang adalah sebagai berikut: -
Memiliki denah segiempat memanjang dari depan ke belakang.
-
Atap berbentuk pelana.
-
Struktur atap rumah gadang tersusun dari kerangka kuda-kuda. Yang perisai ditambah elemen struktur atap yaitu jure.
-
Terdapat batang tekan miring yang saling bertemu dengan sebuat batang tegak yang disebut ander.
-
Bagian depan ruamh terdapat topi atau markis yang berfungsi menahan cahaya matahari dan tempias hujan.
Gambar 2.3 Bentuk Ramah Gudang (Sumber: Ikhtisar Kesenian Betawi) •
Potongan Joglo Bentuk rumah Betawi ini memiliki pengaruh dari rumah joglo dari budaya Jawa. Ciri-ciri potongan joglo adalah sebagai berikut: -
Tiang penopang struktur atap tidak menjadi unsur utama.
-
Bagian atap memiliki struktur kuda-kuda. Sistem kuda-kuda joglo Betawi adalah kuda-kuda “Timur” yang tidak mengenal batang diagonal.
-
Memiliki bentuk denah bujur sangkar dengan bagian empat persegi panjang yang salah satu garis panjangnya terdapat dari kiri ke kanan ruang depan.
23
Gambar 2.4 Bentuk Rumah Joglo (Sumber: Ikhtisar Kesenian Betawi) •
Potongan Bapang (Kabaya) Ciri-ciri rumah Betawi dengan potongan bapang (kabaya) adalah sebagai berikut: -
Atap rumah bapang berbentuk pelana.
-
Kedua sisi luar dari atap dibentuk dari terusan (sorondoy) dari atap pelana yang terletak dibagian tengahnya.
-
Sistem struktur atap menggunakan sistem kuda-kuda Timur.
Gambar 2.5 Bentuk Rumah Bapang (Sumber: Ikhtisar Kesenian Betawi) Pada struktur atap, unsur struktur yang bervariasi berasal dari arsitektur luar adalah sekor untuk penahan dak/struktur overstek atau penanggap yang terbuat dari kayu, terdapat pula terbuat dari logam yang
24 menunjukkan pengaruh Eropa. Selain itu terdapat pengaruh Cina yang terlihat dari konstruksi Tou-Kung. Pada rumah Betawi yang beralas tanah, pengaruh Belanda terdapat dari digunakannya rorag (terbuat dari bata). Rumah Betawi memiliki struktur rangka. Untuk bahan pengisi penggunaan kayu pohon nangka cukup dominan, pada daerah pesisir digunakannya bambu untuk dinding. Pada rumah panggung untuk lantai menggunakan papan yang dilapisi anyaman kulit bambu. Pada rumah selain rumah panggung telah menggunakan ubin tembikar yang berkembang hingga menggunakan ubin semen. Penggunaan material ini terpengaruh oleh bangunan-bangunan Belanda.
Gambar 2.6 Bentuk Atap Timur Gambar 2.7 Komponen Struktur (Sumber: Rumah Tradisional Betawi, Dinas Kebudayaan)
Gambar 2.8 Variasi Penanggap (Sumber: Rumah Tradisional Betawi, Dinas Kebudayaan)
25
Gambar 2.9 Beberapa Tata Ruang Rumah Betawi (Sumber: Ikhtisar Kesenian Betawi) 4. Ragam Hias Dalam ragam hias Betawi memiliki ciri khas tersendiri. Pada umumnya orang Betawi menyenangi warna yang cerah, menyolok seperti warna merah, kuning cerah dan sebagainya. Lalu pada pola umum bermotif geometris. •
Tembikar Dengan bentuk sederhana, tembikar memiliki motif ragam hias seperti garis miring berderet dibagian atas dan bagian bawah garis miring kearah sebaliknya.
•
Bangunan Ragam hias pada bangunan Betawi memiliki motif geometris seperti titiktitik, segiempat, segitiga, belahketupat, lengkung, setengah lingkaran atau lingkaran. Ragam hias umumnya terdapat pada lubang angin, kusen, daun pintu dan jendela. Terdapat pula pada tiang yang tidak tertutup angina seperti tiang langkan, dinding ruang depan, list plank, garde(batas ruang depan dan ruang tengah), tangan-tangan (skur) dan teras.
•
Perahu Pada perahu menggunakan warna yang mencolok berbentuk garis-garis tumpang tindih dengan kombinasi warna seperti merah, jingga, hiaju, kuning dan putih. Dengan lukisan ombak bergulung dalam bentuk garis lengkung dan patah. Pada ujung haluan tampak motif geometris seperti jajaran genjang bersambung.
26 •
Batik Motif batik yang digemari wanita Betawi adalah jenis seperti “Jamblang”,”Babarankalengan”, dan ”Jelamprang”. Motifnya terdiri dari garis segitiga melancip, ujungnya yang lancip disambungkan dengan ujung segitiga lainnya. Untuk daerah pinggiran Jakarta motif bergerigi disebut Pucuk Rebung.
5. Pakaian Dalam pakaian yang digunakan budaya Betawi memiliki pengaruh budaya Arab, China, Melayu dan Budaya Barat.
Gambar 2.10 Pakaian pengantin Betawi (Sumber: upacaraadatbetawi.blogspot.com)
Gambar 2.11 Pakaian Abang None (Sumber: www.tribunnews.com)
Gambar 2.12 Pakaian Demang dan Kerancang
27 (Sumber: sewabusanabetawi.blogspot.com)
Gambar 2.13 Pakaian Tari (Wanita) (Sumber: jogjanews.com)
Gambar 2.14 Pakaian Silat (Pria) (Sumber: politik.kompasiana.com)
Gambar 2.15 Pakaian Sadariah (Pria) dan Encim (Wanita) (Sumber: www.beritasatu.com) 6. Seni Sastra Sastra Betawi adalah karya sastra masyarakat Betawi itu sendiri. Sudah tentu bahasa yang digunakan adalah dialek Betawi yang merupakan ciri utama dari kebudayaannya. Pemakaian bahasa Betawi sebagai wahana untuk menulis kritik-kritik sosial, dalam rubrik-rubrik ‘pojok’ atau untuk dialog dalam cerita-cerita pendek, bahkan dalam film-film cerita, saat ini sudah menjadi umum, dan rupanya diterima sebagai bagian dari bahasa sastra
Indonesia
modern.
Berdasarkan
jenisnya,
masyarakat
28 pendukungnya dan cara membawakannya, sastra lisan Betawi dapat dibagi menjadi tiga kelompok sebagai berikut: •
Buleng Perbedaan sebutan dongeng dengan cerita, menurut pengertian setempat adalah terletak pada jenisnya. Disebut dongeng bila menceritakan kerajaan-kerajaan, raja-raja, para bangsawan, kadang-kadang juga disebut cerita babad. Cerita atau kadang juga disebut cerita roman, menurut pengertian setempat merupakan kisah-kisah kehidupan nyata, baik masa yang sudah lampau maupun masa kini. Baik dongeng maupun cerita biasa dibawakan oleh tukang cerita, yang menurut istilah di beberapa tempat disebut Buleng. Bahkan kadang-kadang kata Buleng diartikan juru ceritanya, dongeng atau ceritanya. Kata kerjanya ngebuleng “bercerita”. Dalam menyajikan bulengannya, buleng sering menggunakan kalimatkalimat liris.
•
Sahibul Hikayat Sastra lisan yang tergolong sahibul hikayat ialah cerita-cerita yang berasal dari Timur Tengah, antara lain bersumber pada cerita Seribu Satu Malam, Alfu Lail wal lail. Istilah sahibul hikayat berasal dari bahasa Arab yang berarti empunya cerita. Sahibul hikayat terdapat di daerah tengah wilayah Budaya Betawi atau Betawi Kota, antara Tanah Abang dengan Salemba, antara Mampang Prapatan sampai Taman Sari. Pembawa cerita sahibul hikayat biasa disebut tukang cerita atau juru hikayat. Juru hikayat biasanya bercerita sambil duduk bersila, ada yang sambil memangku bantal, ada pula yang sekali-sekali memukul gendang kecil yang diletakkan disampingnya untuk memberikan aksentuasi pada jalan cerita.
•
Rancak atau Rancag Kata rancag (menurut ucapan orang Betawi pinggiran) atau rancak (menurut ucapan orang Betawi tengah, orang kota), sama artinya dengan pantun. Rancagan berarti pantunan. Cerita yang dibawakan dengan dipantunkan, disebut cerita rancagan, atau cukup disebut dengan rancak atau rancag berbentuk pantun berkait. Pantun pada rancag disusun secara improvisasi mengikuti jalur cerita yang sudah tetap. Suatu cerita dapat dipanjangkan penghidangannya dengan berbagai tambahan, misalnya dengan lawakan yang sering kali
29 menyimpang dari cerita. Namun demikian tetap disenangi penontonnya. Rancag biasa dihidangkan dengan iringan orkes gambang kromong dengan sebutan Gambag Rancag. 7. Teater Teater tradisional Betawi merupakan pertunjukan yang membawakan lakon atau cerita, baik dengan atau tanpa tutur kata. Ondel-obdel termasuk teater rakyat tanpa tutur kata. Teater dengan tutur kata dapat dibagi menjadi dua kelompok. Pertama, Teater yang lakon atau ceritanya di tuturkan oleh seorang atau lebih penutur, saat ini disebut “Teater Tutur”. Kedua, Teater yang membawakan lakon atau cerita yang tokohtokohnya diperankan oleh pemeran yang disebut “Teater Peran”. Sebagaimana umumnya teater rakyat, teater Betawi bagi pendukungnya berfungsi antara lain sebagai media pendidikan, sebagai media kritik sosial atau alat untuk menyampaikan protes terhadap ketidak adilan dan sebagainya, sebagai alat untuk memberi teguran kepada anggota masyarakat yang menyeleweng dari kaidah-kaidah yang berlaku. •
Teater Tanpa Tutur -
Ondel-ondel Ondel-ondel adalah pertunjukan rakyat yang sudah berabad-abad terdapat di Jakarta dan sekitarnya, yang saat ini menjadi wilayah budaya Betawi. Ondel-ondel tergolong salah satu bentuk teater tanpa tutur, karena pada mulanya dijadikan personifikasi leluhur atau nenek moyang, pelindung keselamatan kampung dan seisinya. Dengan demikian dapat dianggap sebagai membawakan lakon atau cerita. Ondel-ondel berbentuk boneka besar dengan rangka anyaman bambu dengan ukuran kurang lebih 2,5 M, tinggi dan garis tengahnya kurang dari 80 cm. Ondel-ondel dibuat demikian rupa agar pemikulnya yang berada didalamnya dapat bergerak leluasa. Rambutnya dibuat dari ijuk atau “duk” kata orang Betawi. Mukanya berbentuk topeng atau kedok dengan mata bundar melotot.
- Gemblokan Gemblokan adalah teater tanpa tutur yang lain, juga berbentuk boneka. Ukurannya dari batas pinggul ke atas rata-rata seukuran badan
30 manusia. Gemblokan terbuat dari kain, diisi seperti bantal dan kapuk, ijuk atau sabut kelapa. Bagian mukanya dibuat dari kayu atau karton tebal, dibentuk demikian rupa agar tampak lucu. Ada yang lidahnya digambarkan menjulur keluar seperti anjing kelelahan, ada pula yang berbentuk badut sirkus. Kepalanya ada yang ditutup dengan topi, peci, dan ada pula dengan kain hitam atau warna lainnya. Cara memainkan gemblokan yakni boneka diikat dengan kain pelekat atau kain batik panjang pada bagian bawah perut pemain. Mukanya didoyongkan ke depan, ujung boneka sebelah bawah diletakkan persis pada selangkangan kedua tangannya ditaruh pada pinggang pemain, sehingga
dengan
demikian
tampak
seolah-olah
yang
memainkannyalah yang digendong. Kedua belah tangan pemain diletakan di kedua belah bahu boneka itu. •
Teater Tutur Menurut jenis-jenis cerita dan cara membawakannya serta masyarakat
pendukungnya, Teater Tutur Betawi dapat dibagi menjadi tiga kelompok sebagai berikut : - Dongeng Dibeberapa tempat di pinggiran Kota Jakarta dan sekitarnya, seperti di Ciracas, Cijantung, Kalimalang, Curug dekat Depok dan sebagainya, terdapat orang yang pandai bercerita. Julukan yang diberikan kepadanya adalah “tukang dongeng”. Mereka biasa mendapat panggilan dari orang yang mempunyai hajatan untuk ikut memriahkan “malam ngangkal” yaitu malam sebelum pesta sesungguhnya dilangsungkan. Dalam bercerita mereka tidak pernah memulai ceritanya dengan kata “Sahibul Hikayat”. Cerita yang disajikan biasanya mirip dengan cerita pantun Sunda, seperti cerita “sumur bandung”, “Ciungmanara”, “Mundinglaya”, “Ki Ajar Surawisosa” dan sebagainya. Biasa pula dibawakan cerita-cerita yang sering dipentaskan oleh rombongan Blantek atau Topeng. Cerita dibawakan tanpa iringan musik, tidak seperti “pantun” Sunda yang biasa disertai dengan kecapi, tarawangsa dan suling.
31 - Sahibul Hikayat Sastra lisan yang tergolong sahibul hikayat ialah cerita-cerita yang berasal dari Timur Tengah, antara lain bersumber pada cerita Seribu Satu Malam, Alfu Lail wal lail. Istilah Sahibul Hikayat berasal dari bahasa Arab yang berarti empunya cerita. Pembawa cerita Sahibul Hikayat biasanya disebut “Tukang Cerita” atau “Juru Hikayat”. Juru hikayat yang terkenal pada masa lalu antara lain Haji Ja’far, Haji Ma’ruf kemudian Muhammad Zahid. - Gambang Rancag Gambang Rancag atau Gambang Rancak merupakan salah satu tingkat teaterisasi Rancak. Pergelaran Gambang Rancag dilakukan oleh dua orang atau lebih juru rancag yang menceritakan dengan atau cerita dengan dinyanyikan, diiringi orkes Gambang Keromong. Sejak awal perkembangannya Gambang Rancag biasa memeriahkan pestapesta, terutama dalam lingkungan terbatas. Biasanya dipentaskan tanpa panggung, tempat pementasan letaknya sejajar dengan penonton yang berada disekelilingnya. Tokoh-tokoh Gambang Rancag saat ini antara lain Samad Modo dengan Jali alias Jalut dan Ma’in sebagai lawan mainnya di pekayon, Entong Dale dengan Bedeh di Cijantung, Jakarta Timur, dan Amsar bersama Ali dan Minggu di Bendungan Jago, Jakarta Pusat. •
Wayang Dalam masyarakat Betawi terdapat juga wayang, sebagaimana halnya
dibeberapa daerah di Indonesia, terutama di Pulau Jawa. Di daerah-daerah lain terutama di Surakarta dan Yogyakarta, wayang merupakan salah satu kesenian yang dibina dan dikembangkan oleh kalangan keraton, terikat oleh berbagai konversi yang rumit dan mendalam. Merupakan gabungan dari segala unsur seni yang bertaraf tinggi, sehingga dipandang pendukungnya sebagai kesenian yang “adhi luhung”, sedangkan wayang yang terdapat dalam masyarakat Betawi jelas menonjolkan sifat kejelataannya, sederhana, polos dan keakraban komunikasi timbal balik dengan penontonnya tampak menonjol. Lazimnya, dikalangan orang Betawi wayang kulit disebut “Wayang” tanpa dilengkapi dengan kata “kulit”. Wayang golek yang dinuat dari kayu biasa disebut “Golek”.
32
-
Wayang Kulit Wayang kulit Betawi dalam bentuknya saat ini diiringi gamelan logam. Seperti lazimnya pergelaran wayang kulit, wayang kulit Betawi juga biasa menggunakan kelir, yang menurut istilah setempat biasa disebut kore. Alat musik pengiringnya terdiri dari gendang, terompet, (ada juga yang menggunakan rebab), dua buah saron, keromong, kedemung, kecrek, kempul dan gong. Pergelaran wayang kulit Betawi adalah dilaksanakan dalam bentuk arena dengan pentas sejajar dengan penonton. Pada umunya bermain di atas tanah di bawah “tarub” di halaman rumah. Baru akhir-akhir ini beberapa dalang mulai mengadakan pergelaran diatas panggung. Dalang wayang kulit Betawi saat ini antara lain adalah Neran, Niin, Oking, Kamplong, Asmat, Marjuki, Comong, Bonang, Sa’an, Usman dan Jari.
-
Wayang Golek Wayang Golek Betawi ada dua macam, pertama sama seperti wayang golek Sunda, baik bentuk maupun tata cara pergelarannya. Hanya bahasa yang dipakai yaitu dialek Betawi, khususnya dalam dialogdialognya. Demikian pula lakon-lakon yang biasa dipergelarkan kebanyakan sama dengan wayang golek Sunda, seperti “Babad Alas Amar”, “Bandung Nagasewu”, “Palalikrama” dan sebagainya. Musik pengiringnya sama dengan wayang kulit Betawi, yaitu gamelan logam.
- Wayang Wong Secara umum penampilan Wayang Wong Betawi sama seperti wayang orang di daerah lain, namun tidak mempunyai tempat pergelaran yang tetap, seperti wayang orang Jawa. Status pemainnya pada umumnya amatir, oleh karena itu terlihat dalam penyiapan propertinya lebih sederhana dibandingkan dengan wayang orang di daerah lain. Pada penyajian Wayang Wong Betawi panggung biasanya dibagi menjadi dua bagian, disebelah belakang dipakai untuk dalang serta penabuh gamelan dan para pemain, sedangkan bagian depan adalah tempat Wayang Wong bermain. Batas pemisah antara tempat dalang dengan tempat Wayang Wong bermain adalah dekor
33 transparan yang dimaksudkan untuk melihat gerak gerik pemain wayang. Disebelah kiri dan kanan dekor ada pintu dan kain, dimaksudkan sebagai tempat keluar masuknya pemain. •
Teater Peran Beberapa bentuk teater peran Betawi seperti Ubrug, Dermuluk, wayang si
Ronda, wayang Senggol dan wayang Sumedar telah tinggal sebutan saja. Untung masih terdapat beberapa orang “Veteran” pemain atau senimannya yang masih dapat memberikan beberapa keterangan yang bilamana diperlukan dapat digunakan sebagai bahan rekonstruksi. Usaha rekonstruksi itu ternyata dapat dilaksanakan serta dapat membawa hasil yang cukup memuaskan. Sebagai contoh bangkitnya kembali Blantek, sebuah teater Betawi yang sejak puluhan tahun yang lalu tidak terdengar lagi namanya. Jenis-jenis teater peran di wilayah budaya Betawi adalah sebagai berikut : - Ubrug Ubrug termasuk jenis teater peran yang sudah punah, beberapa tokohnya yang masih hidup antara lain Ma Kinang, yang sekitar tahun dua puluhan berpindah profesi dari “ronggeng” Ubrug menjadi “Ronggeng Topeng”. Demikian juga Ma Minah di Cijantung. Ubrug Betawi merupakan unsur lain dari Ubrug Banten yang terdapat di beberapa tempat di wilayah Kabupaten Pandeglang. Selain bahasa yang berbeda, pada pergelaran Ubrug Betawi biasa terdapat pertunjukan sulap. Ada sulapan yang berdasarkan keterampilan, ada pula sulapan yang konon menggunakan ilmu gaib, seperti “sulap gedebus”. Lakon-lakon yang biasa dibawakan Ubrug berbentuk lakon-lakon pendek yang disebut “banyolan”. - Belantek Menurut beberapa keterangan, pada mulanya Belantek merupakan sejenis teater yang “panjaknya” terdiri dari para pemula atau sebutan yang masih dalam tahap belajar untuk menjadi pemain topeng atau lenong. Peralatannya pun tidak menentu, ada yang menggunakan rebana biang, ada pula yang menggunakan semacam gamelan yang sederhana, bahkan ada yang dibuat dari kaleng bekas sardencis untuk dijadikan keromong, sebagaimana dilakukan oleh Nasir Boyo di
34 Cijantung pada tahun tiga puluhan. Demikian maka oleh sementara orang sebutan Belantek dapat diartikan sebagai campur aduk tidak karuan. Sebagaimana teater rakyat, ciri utama Belantek adalah lagu, akrab dengan penonton di sekelilingnya dan tanpa formalitas, tanpa memiliki disiplin waktu. Tontonan ini merupakan percampuran antara tari lepas, nyanyian, guyonan, penampilan lakon dan kadang-kadang ada sulapannya seperti yang dilakukan oleh rombongan Belantek dari Ciseeng pimpinan Saiman. - Topeng Topeng saat ini lazim disebut dengan Topeng Betawi merupakan bentuk lain dari banjet di Pasundan, terutama di Karawang. Jenis teater ini sudah berkembang di wilayah budaya Betawi pinggiran lebih dari setengah abad, yang dalam beberapa hal tidak banyak mengalami perubahan. Alat musik pengiring dan pakaian penarinya praktis tetap tidak berubah. Alat musik pengiring pergelaran Topeng terdiri dari gendang besar, kulantar, rebab, keromong berpencon tiga, kecrek, kempul, dan gong buyung. Pakaian tari penari Topeng atau “ronggeng” Topeng terdiri dari “kembang”, yaitu hiasan kepala terbuat dari kain perca, berbentuk “tekes”, “toka-toka” dua lembar kain berhias penutup dada dan punggung, “ampek” atau “ampreng” penutup bagian depan perut, baju kebaya berlengan pendek dan kain batik panjang. - Jipeng Kata “Jipeng” merupakan akronim dari kata “Tanji” dan kata “Topeng”. Dengan kata lain, Jipeng adalah Topeng dengan iringan orkes Tanjidor. Dengan demikian tata cara pergelarannya pun tidak banyak berbeda dengan tata cara pergelaran Topeng. Perbedaannya antara lain pada waktu awal pertunjukan. Bilamana Topeng membawakan
lagu-lagu
arang-arangan
dan
enjot-enjotan
dan
sebagainya diiringi gamelannya, Jipeng membawakan lagu-lagu yang menurut istilah setempat disebut lagu-lagu mars dan was seperti lagulagu “Kramton, Bataliyon, Was Taktak” dan lain sebagainya, diiringi oleh orkes Tanjidor. Untuk mengiringi tarian yang bentuknya tidak begitu berbeda dari tarian pada pertunjukan Topeng kadang-kadang
35 orkes Tanjidor diganti dengan keromong tiga pencon, gendang, kecrek, kempul, suling dan gong buyung. Pakaian penari Jipeng cukup dengan kebaya dan kain panjang disertai selendang panjang di ikatkan pada pinggang. Penyebaran Jipeng terbatas di daerah pinggiran wilayah budaya Betawi dimana terdapat orkes Tanjidor, seperti di Cilodong, Kampung Setu, Tambun, Ciseeng, dan sebagainya. - Lenong Hasil perkembangan teaterisasi teater tutur Gambang Rancag menjadi teater peran adalah terbentuknya lenong yang secara visual memperlihatkan unsur-unsur luar terutama unsur Cina. Hal ini disebabkan sebagaimana orkes Gambang Kromong pada masa awal pertumbuhannya,
dibina
dan
dikembangkan
oleh
masyarakat
keturunan Cina. Lenong biasa dilengkapi dengan dekor yang disesuaikan pada babak-babak cerita. Pertunjukannya biasanya dimulai dengan
permainan musik
Gambang Kromong yang
membawakan lagu-lagu baku. Salah satu identitas Lenong adalah orkes Gambang Keromong sebagai musik pengiringnya. Berdasarkan cara pertunjukan, cerita yang dibawakan, masyarakat pendukungnya dan sebagainya, terdapat beberapa sebutan terhadap teater yang tergolong Lenong itu, yaitu adalah sebagai berikut : 1.) Lenong Dines 2.) Wayang Senggol 3.) Wayang Sumedar 4.) Lenong Preman 5.) Wayang Si Ronda 6.) Jinong 7.) Dermuluk 8.) Samrah
8. Adat Pernikahan Adat dan upacara perkawinan pada masyarakat Betawi akan diuraikan sesuai dengan tahapan dan proses yang mengawalinya. Tahapan tersebut diawali dengan masa perjumpaan dan pendekatan, lamaran sampai dengan akad nikah
36 yang merupakan resminya seorang pemuda dan seorang gadis menjadi suami istri serta keriaan atau pesta yang melengkapinya. Tahapan-tahapan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: - Ngedelengin, yaitu masa pendekatan atau perkenalan terhadap calon pengantin. - Ngelamar, merupakan ritual setelah adanya kesepakatan kedua belah pihak antara pihak perempuan dan pria mengenai rencana perkawinan anaknya. Pada saat ngelamar orang tua pihak pria mengutus rombongan untuk melakukan lamaran lengkap dengan bawaan ngelamar. Rombongan ngelamar terdiri dari Mak Comblang sebagai juru bicara dan dua pasang pria-wanita paruh baya yang mewakili orang tua pihak pria. Bawaan ngelamar terdiri dari: pisang raja 2 sisir dengan kertas warna warni yang setiap cungkupnya diberi kertas warna merah, kuning dan hijau; roti tawar diatas nampan dengan kertas warna warni; uang sembah lamaran dan hadiah lainnya. - Mas kawin, disepakati pada saat adanya lamaran sesuai persetujuan kedua belah pihak keluarga - Bawa Tande Putus,
adanya ketemu rebo setelah lamaran yaitu
seminggu setelah acara lamaran, keluarga pihak pria mendatangi rumah mempelai wanita membawa seperangkat Tande Putus. Bawaan Tande Putus merupakan pengikat si calon None. - Piare Calon None Pengantin, calon pengantin wanita dirawat selama seminggu oleh seorang wanita yang khusus menangani hal ini. Perlengkapan ritual ini adalah kembang 7 rupa setaman, paso tanah, gayung batok, pedupaan dengan setanggi/gahru yang diletakkan dibawah bangku tempat pengantin duduk. - Akad nikah, pada pelaksanaan akad nikah adanya palang pintu sebelum mempelai pria masuk yang mana sebagai acara pembuka. - Acare Kebesaran, merupakan acara puncak pesta perkawinan dimana pengantin bersanding di Puade. - Malam Negor - Pulang Tige Ari dan Lakse Pengantin
37 2.2
Tinjauan Khusus
2.2.1 Pusat Kebudayaan Belanda Erasmus Huis A. Informasi Umum • Logo
Gambar 2.16 Logo Erasmus Huis (Sumber: http://erasmushuis-in.nlmission.org/) • Alamat
: Terletak di Jalan HR Rasuna Said Kav. S-3, Jakarta
12950
Gambar 2.17 Lokasi Erasmus Huis (Sumber: http://erasmushuis-in.nlmission.org/) • Jam Operasional
: Senin-Kamis pukul 08.00-16.00 Jumat
pukul 08.00-14.00
Sabtu
pukul 10.00-13.00
Erasmus Huis tutup pada hari libur nasional Belanda dan Indonesia.
B. Sejarah Hubungan antara Belanda dan Indonesia memiliki kaitan erat dalam ikatan sejarah Indonesia. Indonesia pula menjadi inspirasi bagi tokoh Belanda yang mempengaruhi budaya Indonesia. Oleh karena itu didirikannya pusat kebudayaan Erasmus Huis pada tahun 1970. Erasmus Huis dibuka oleh Pangeran Bernhard menempati sebuah rumah yang berlokasi di Menteng, Jakart Pusat. Kegiatan yang dilakukan pada sarana ini merupakan kegiatan yang seluruhnya berhubungan dengan budaya seperti diskusi, pameran, konser musik, tarian dan pemutaran film dengan tokoh atau seniman yang berasal dari Belanda dan
38 Indonesia. Dengan kegiatan yang aktif sehingga dibutuhkannya sarana dan fasilitas yang lebih baik, Erasmus Huis pada tahun 1981 menempati gedung Kedutaan Besar Belanda yang terletak di daerah Kuningan di jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan. Kini Erasmus Huis menjadi pusat kebudayaan yang berkembang sangat baik di Jakarta.
C. Visi dan Misi Memberikan sarana kepada seniman dan tokoh budaya untuk dapat melestarikan budaya Belanda dan Indonesia dan dapat berbagi informasi kepada masyarakat secara luas mengenai budaya.
D. Struktur Organisasi
Diagram 2.1 Struktur Organisasi Erasmus Huis (Sumber: Yuli Helvina, 2015) E. Fasilitas Secara keseluruhan Erasmus Huis hanya fokus pada bidang kebudayaan atau kesenian. Berikut fasilitas yang disediakan oleh Erasmus Huis.
39 • Entrance
Gambar 2.18 Security Check (Sumber: Dokumentasi Yuli Helvina, 2015)
Gambar 2.19 Entrance (Sumber: Dokumentasi Yuli Helvina, 2015)
Gambar 2.20 Resepsionis (Sumber: Dokumentasi Yuli Helvina, 2015)
Gambar 2.21 Waiting Area (Sumber: Dokumentasi Yuli Helvina, 2015)
40
• Auditorium Digunakan sebagai area pertunjukan tarian dan musik. Memiliki kapasitas pengunjung sebanyak 320 orang. Terdapat pula area kamar ganti, area teknisi dan gudang.
Gambar 2.22 Stage dan Audience (Sumber: Dokumentasi Yuli Helvina, 2015)
Gambar 2.23 Ruang Teknisi (Sumber: Dokumentasi Yuli Helvina, 2015) • Amphitheatre Merupakan teater outdoor yang digunakan untuk pertunjukan seni.
Gambar 2.24 Amphitheatre (Sumber: Dokumentasi Yuli Helvina, 2015)
41
• Ruang Pameran
Gambar 2.25 Area Pameran Utama (Sumber: Dokumentasi Yuli Helvina, 2015) • Ruang Seminar/ Mini Galeri
Gambar 2.26 Ruang Seminar/ Mini Galeri (Sumber: Dokumentasi Yuli Helvina, 2015) • Perpustakaan Dengan kapasitas kursi 10 orang, perpustakaan ini menyediakan buku-buku berbahasa Belanda yang paling dominan dan terdapat juga buku berbahasa Inggris dan Indonesia.
Gambar 2.27 Perpustakaan (Sumber: Dokumentasi Yuli Helvina, 2015)
42
Gambar 2.28 Perpustakaan (Sumber: Dokumentasi Yuli Helvina, 2015) • Ruang Rapat Digunakan untuk penjamuan tamu khusus atau untuk meeting sebagai persiapan umum untuk kegiatan yang diadakan dan berkapasitas 14 orang.
Gambar 2.29 Ruang Rapat (Sumber: Dokumentasi Yuli Helvina, 2015) 2.2.2 Japan Foundation A. Informasi Umum • Logo
Gambar 2.30 Logo Japan Foundation (Sumber: what2do.asia) • Alamat
: Gedung Summitmas I, Jl. Sudirman Kav. 61-62,
Jakarta, Indonesia 12190
43
Gambar 2. 31 Lokasi The Japan Foundation (Sumber: https://www.google.com/maps/) • Jam Operasional
: Senin-Jumat pukul 08.30-16.30
B. Sejarah The Japan Foundation adalah lembaga nirlaba khusus di bidang pertukaraan kebudayaan yang dibentuk oleh parlemen Jepang pada tahun 1972. Lembaga ini berpusat di Tokyo, sebuah kantor cabang di Kyoto, dua institut bahasa Jepang (di Urawa dan Kansai), serta 23 kantor luar negeri di 21 negara. The Japan Foundation, Jakarta didirikan pada tahun 1979 dengan tujuan untuk membangun persahabatan yang harmonis antara Indonesia dengan Jepang melalui pendalaman pemahaman tentang Jepang. Kegiatan The Japan Foundation, Jakarta terbagi dalam tiga divisi utama, yaitu Divisi Kebudayaan, Divisi Bahasa, dan Divisi Studi Jepang dan Pertukaran Intelektual. The Japan Foundation ingin melakukan kegiatan yang dapat mengimbangi tumpang tindih permasalahan ekonomi dan politik dengan digalakannya kekayaan budaya yang tidak memiliki campur tangan mengenai ekonomi dan politik.
C. Visi dan Misi The Japan Foundation bertujuan untuk menjalin komunikasi dan membangun pemahaman antara masyarakat Jepang dan dunia.
44 D. Struktur Organisasi
Diagram 2.2 Struktur Organisasi Japan Foundation (Sumber: Yuli Helvina, 2015) E. Fasilitas • Receptionist Receptionist berada dilantai 3 dari gedung Summitmas I. Lantai 3 terdapat ruangan kantor, ruang kursus dan lembaga asosiasi lainnya.
Gambar2.32 Receptionist (Sumber: Dokumentasi Yuli Helvina, 2015) • Lobby Area ini merupakan ruang yang multifungsi. Apabila pada area Hall tidak mencukupi, maka kegiatan pun akan dilakukan pada lobby hall.
45 • Hall Area ini digunakan untuk kegiatan kesenian dan seminar. Berkapasitas 140 orang dengan theatre style.
Gambar 2.33 Hall (Sumber: Dokumentasi Yuli Helvina, 2015)
Gambar 2.34 Back Stage (Sumber: Dokumentasi Yuli Helvina, 2015) • Perpustakaan
Gambar 2.35 Perpustakaan (Sumber: Dokumentasi Yuli Helvina, 2015)
46
Gambar 2.36 Perpustakaan (Sumber: Dokumentasi Yuli Helvina, 2015) • Ruang kursus Memiliki 3 ruang kursus dengan masing-masing kapasitas 25 orang/kelas.
Gambar 2.37 Ruang Kursus (Sumber: Dokumentasi Yuli Helvina, 2015)
Gambar 2.38 Ruang Kursus (Sumber: Dokumentasi Yuli Helvina, 2015) • Ruang Kerja
Gambar 2.39 Ruang Kerja Staff (Sumber: Dokumentasi Yuli Helvina, 2015)
47
2.2.3 Gabriel Mistral Cultural Center (Studi Literature) A. Informasi Umum • Alamat Santiago, Chile
: Avenida Libertador Bernardo O'Higgins 227,
Gambar 2.40 Lokasi Gabriel Mistral Cultural Center (Sumber: https://www.google.com/maps/) B. Sejarah Gabriel Mistral Cultural Center merupakan salah satu resort kota yang terletak di Santiago. Bangunan ini dirancang oleh Juan Miguel Echenique dan Lawner dengan total luas bangunan 44.000 m2. Konstruksi dimulai pada tahun 1971 yang berakhir pada tahun 1972 sebagai tuan rumah Konferensi Dunia Ketiga tentang Perdagangan dan Pembangunan PBB (UNCTAD III). Bangunan ini dirancang sebagai “a large deck of monumental proportions”. Sejak pembangunan awal terlihat bangunan ini memiliki dampak urban. Pada tahun 2009, Michelle Bachelet meresmikan nama bangunan menjadi Gabriela Mistral Cultural Center, “untuk mengabadikan memori dan menghormati nama-Nya dan kontribusinya terhadap pembentukan warisan budaya Chili dan sastra Amerika Latin.”
C. Visi dan Misi Sebagai pusat kebudayaan yang memelihara seni dan budaya yang memiliki pengaruh baik terhadap lingkungan sekitarnya.
48 D. Konsep Strategi pembangunan pusat kebudayaan ini difokuskan pada membangun hubungan antara lingkungan dari desain urban dan ruang publik. Dengan usulan sederhana, arsitek mengambil ide dari bangunan aslinya dan ditafsirkan kembali, disesuaikan dengan program baru. Dari konsep transparansi, mengembangkan empat poin. Yang pertama adalah pembukaan ke kota dan hubungan urban di seluruh masyarakat umum. Yang kedua adalah penciptaan ruang publik baru. Pembukaan bangunan kepada masyarakat dengan memasukkan program kemasyarakatan membentuk poin ketiga, dan akhirnya, legitimasi proyek melalui penggabungan banyak agen sosial dalam membentuk patokan baru untuk kota. Sebagian besar interior terdapat permukaan kaca yang besar. Dengan hal ini bertujuan agar ruang dan lingkungan urban dapat berkomunikasi dengan baik.
E. Fasilitas • Facade
Gambar 2.41 Façade Gabriel Mistral Cultural Center (Sumber: en.wikiarquitectura.com)
49
Gambar 2.42 Façade Gabriel Mistral Cultural Center (Sumber: en.wikiarquitectura.com) • Lobby
Gambar2.43 Lobby Gabriel Mistral Cultural Center (Sumber: en.wikiarquitectura.com) • Perpustakaan
Gambar 2.44 Perpustakaan Gabriel Mistral Cultural Center (Sumber: en.wikiarquitectura.com) • Theatre
50
Gambar 2.45 The Great Theatre Gabriel Mistral Cultural Center (Sumber: en.wikiarquitectura.com)
• Amphitheatre/stage
Gambar 2.46 Amphitheater/Stage Gabriel Mistral Cultural Center (Sumber: en.wikiarquitectura.com)