BAB 2 KONSEP PENGOLAHAN DATA SIDE SCAN SONAR
Pengolahan data side scan sonar terdiri dari dua tahap, yaitu tahap real-time processing dan kemudian dilanjutkan dengan tahap post-processing. Tujuan realtime processing adalah untuk memberikan koreksi selama pencitraan berlangsung. Sedangkan tujuan post-processing adalah meningkatkan pemahaman akan suatu objek melalui interpretasi.
2.1 Real-Time Processing Distorsi pada citra side scan sonar terdiri dari dua jenis, yaitu distorsi akibat deviasi dari hubungan linear ideal antara intensitas citra dan kekuatan pantulan objek dasar laut, dan distorsi geometrik yaitu adanya ketidakcocokan keadaan antara citra side scan sonar dan keadaan sebenarnya di dasar laut.
Distorsi geometrik pada citra side scan sonar disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: (1) variasi kecepatan suara di dalam air yang disebabkan oleh suhu, tekanan, dan salinitas air, (2) cara kerja instrumen, dan (3) keadaan towfish. Pada tugas akhir ini akan dibahas mengenai distorsi geometrik yang diakibatkan oleh cara kerja instrumen dan keadaan towfish.
Distorsi geometrik yang diakibatkan oleh cara kerja instrumen terjadi karena pengaruh jarak towfish terhadap antena receiver GPS, jarak objek terhadap towfish, dan tinggi towfish dari dasar laut. Sedangkan distorsi yang diakibatkan oleh kondisi towfish pada saat pencitraan terjadi karena berkelok-keloknya lintasan towfish, arah gerak towfish tidak mendatar, dan towfish berotasi pada sumbunya (Kamil, 1990). Pada sub-bab ini akan dibahas mengenai distorsi yang terjadi pada saat pencitraan side scan sonar dan pemberian nilai koreksinya secara real-time. 5
2.1.1
Distorsi saat Pencitraan Side Scan Sonar
A. Panjang Layback Layback atau stepback (lihat Gambar 2.1) adalah jarak horisontal antara antena receiver GPS (satelit) dengan titik penghela (a) ditambah jarak horisontal antara titik penghela dengan towfish (X). Pada saat kabel penghela digunakan untuk menghela towfish di dalam air, kabel penghela tidak akan terentang lurus, tetapi membentuk suatu lengkungan.
Gambar 2.1 Layback dan kelengkungan kabel penghela (Kamil, 1990)
Maka panjang layback didapat dari persamaan berikut:
Lb = a + X 2
(2.1) 2 1/2
X = (L – d )
–K
(2.2)
Secara geometris, besarnya harga (K) dapat dilihat pada Gambar 2.1. Besarnya harga (K) secara pendekatan adalah: (Kamil, 1990) K = d3/2L2
(2.3)
6
Dari persamaan (2.1), (2.2), dan (2.3) maka panjang layback didapat: Lb = a + (L2 – d2)1/2 – d3/2L2
(2.4)
dengan: Lb = Panjang layback (m) a
= Jarak horisontal dari antena receiver GPS ke titik penghela (m)
X
= Jarak horisontal antara titik penghela dengan towfish (m)
L
= Panjang kabel penghela (m)
d
= Kedalaman towfish (m)
B. Jarak Objek terhadap Towfish Semakin jauh jarak yang ditempuh oleh pulsa gelombang akustik pada arah x (lihat Gambar 2.2) dalam perambatannya di medium air laut, maka ukuran cakupan pulsa bertambah besar, sehingga objek-objek yang tersaji pada citra seolah-olah diregangkan dalam arah penyapuan. Dengan besar peregangan semakin besar ke arah tepi citra.
Gambar 2.2 Jarak objek terhadap towfish (Cervenka, 1993)
7
C. Tinggi Towfish dari Dasar Laut Hasil panjang suatu ukuran pada citra akan selalu lebih pendek dari ukuran sebenarnya di lapangan. Sehingga penampakannya pada citra seolah-olah ditekan sejajar arah lintasan towfish. Besaranya derajat penekanan semakin kecil dengan semakin rendahnya tinggi towfish dari dasar laut (lihat Tabel 2.1).
Tabel 2.1 Tinggi towfish dan jangkauan pencitraan (Kamil, 1990) Jangkauan pencitraan
Tinggi
teoritis di lapangan (m) towfish (m)
Jangkauan pencitraan pada citra (m)
75
7.5
74.5
100
10
99.5
150
15
149.5
200
20
199.0
300
30
298.5
Oleh karena itu, agar diperoleh hasil pencitraan yang relatif baik, penghelaan towfish dilakukan dengan ketinggian 1/10 jangkauan pencitraan di lapangan (Kamil, 1990).
D. Berkelok-keloknya Lintasan Towfish Berkelok-keloknya lintasan towfish (Heading) mengakibatkan tidak sejajarnya sumbu pancar pulsa yang dipancarkan (lihat Gambar 2.3).
Gambar 2.3 Heading (Cobra, 1992)
8
Gambar 2.4 memperlihatkan citra side scan sonar pada satu sisi arah pemancaran memusat dan pada sisi lainnya menyebar. Hal ini menyebabkan objek yang terekam pada citra seolah-olah diregangkan pada sisi pemancaran yang memusat dan terjadi penekanan pada sisi pemancaran yang menyebar. Distorsi karena hal ini berpengaruh terhadap posisi objek yang terekam pada citra.
(a)
(b)
Gambar 2.4 Sebelum (a) dan setelah (b) koreksi heading (Cobra, 1992)
E. Arah Towfish tidak Mendatar Arah towfish tidak mendatar (Pitch) terjadi pada saat kapal berlayar memotong arah gelombang laut, sehingga kecepatan kapal bertambah dan berkurang dengan cepat secara periodik dan menyebabkan perubahan laju penghelaan yang mendadak (lihat Gambar 2.5).
Gambar 2.5 Pitch (Cobra, 1992)
9
Gambar 2.6 memperlihatkan objek yang terekam pada citra seolah-olah diregangkan pada arah lintasan towfish. Dengan demikian, akan terjadi perubahan letak dan pergeseran dalam arah lintasan towfish dari objek-objek yang terekam pada citra.
(a)
(b)
Gambar 2.6 Sebelum (a) dan setelah (b) koreksi pitch (Cobra, 1992)
F. Towfish Berotasi pada Sumbunya Towfish berotasi pada sumbunya (roll) terjadi karena bergesernya kapal yang disebabkan oleh karena kapal berlayar dengan lambung kapal sejajar gelombang laut. Sehingga kapal akan bergeser ke kanan dan ke kiri dari garis lintasannya (lihat Gambar 2.7).
Gambar 2.7 Roll (Cobra, 1992)
10
Gambar 2.8 memperlihatkan peregangan dan penekanan terhadap objek-objek yang terekam pada citra, terutama pada jarak yang dekat dengan towfish.
(a)
(b)
Gambar 2.8 Sebelum (a) dan setelah (b) koreksi roll (Cobra, 1992)
2.1.2
Pemberian Nilai Koreksi secara Real-Time
Pada saat pencitraan side scan sonar berlangsung, towfish mengalami pergerakan yang tidak menentu dan hal ini akan menyebabkan distorsi pada citra side scan sonar. Towfish side scan sonar saat ini telah dilengkapi dengan alat sensor gerakan towfish, sehingga ketidak-menentuan gerak towfish dapat diketahui dan distorsi pada citra dapat dikoreksi pada saat pencitraan sedang berlangsung.
Input nilai koreksi panjang layback, jarak objek terhadap towfish, tinggi towfish dari dasar laut, heading, pitch, dan roll dilakukan sebelum pencitraan berlangsung. Pada saat pencitraan berlangsung, sensor pada towfish akan memberitahukan keadaan towfish selama pencitraan berlangsung lewat komputer. Apabila pergerakan towfish melewati batas toleransi yang telah di-input sebelumnya, operator akan mengembalikan posisi towfish sehingga pergerakannya selalu berada dalam batas toleransi. Proses ini disebut monitoring atau real-time processing.
2.2 Post-Processing Pengolahan data side scan sonar secara post processing yaitu pengolahan citra side scan sonar dengan cara interpretasi. Tujuan interpretasi adalah untuk mendapatkan informasi yang terkandung pada citra side scan sonar.
11
Suatu citra side scan sonar memiliki berbagai informasi yang tersimpan di dalamnya, oleh karena itu interpretasi terhadap citra side scan sonar dibutuhkan. Interpretasi terhadap citra side scan sonar dapat dilakukan secara kualitatif (untuk mendapatkan sifat-sifat fisik dari material dan penentuan bentuk objek) atau secara kuantitatif (untuk mendefinisikan hubungan antara posisi kapal, posisi towfish, dan posisi objek).
Suatu objek atau fenomena dapat dikenali dengan menggunakan salah satu atau kombinasi dari beberapa besaran interpretasi. Kendatipun demikian, kadangkala ada sejumlah objek atau fenomena tidak dapat dikenali secara meyakinkan atau bahkan tidak dapat dikenali sama sekali. Oleh sebab itu, diperlukan adanya tahap justifikasi lebih lanjut dengan melakukan pengecekan lapangan atau apa yang disebut sebagai ground truthing.
2.2.1
Interpretasi Kualitatif
Mengingat yang diamati berupa citra dengan penampakan warna dan kontras, maka untuk keperluan interpretasi kualitatif dibutuhkan seorang interpreter yang berpengalaman dan terlatih. Interpretasi kualitatif citra side scan sonar bertujuan untuk mendapatkan sifat-sifat dari material dan penentuan bentuk objek (Djunarsjah, 2005).
Terdapat 3 (tiga) besaran interpretasi kualitatif yaitu warna dan derajat kehitaman (hue and saturation), bentuk (shape), dan ukuran (size). Besaran-besaran ini dijadikan untuk pengenalan objek pada citra side scan sonar.
2.2.2
Interpretasi Kuantitatif
Untuk memudahkan pengertian tentang interpretasi kuantitatif, maka pembahasan menggunakan model interpretasi kuantitatif yaitu permukaan laut dan dasar laut yang datar. Gambar 2.9 memperlihatkan model interpretasi kuantitatif.
12
Gambar 2.9 Model interpretasi kuantitatif
Keterangan: d = Kedalaman towfish (m) h = Tinggi objek (m) H = Tinggi towfish (m) W = Kedalaman air (m) S = Jarak miring antara objek dengan towfish (m) R = Jarak horisontal antara objek dengan towfish (m) y = Panjang miring bayangan objek (m) Δd = Jarak vertikal antara objek dengan towfish (m) dO = Kedalaman objek dari muka laut (m) Interpretasi kuantitatif citra side scan sonar dilakukan untuk mendapatkan besaran-besaran kuantitatif suatu citra. Besaran-besaran kuantitatif tersebut diperoleh secara grafis dan numeris (Kamil, 1990). Besaran-besaran tersebut yaitu besaran horisontal citra side scan sonar dan besaran vertikal citra side scan sonar.
13
A. Besaran Horisontal Citra Side Scan Sonar 1) Posisi Objek Jika Lintasan Towfish Sejajar dengan Lintasan Kapal
Gambar 2.10 Lintasan towfish sejajar dengan lintasan kapal (Kamil, 1990)
Koordinat antena (Xa,Ya) diperoleh berdasarkan penentuan posisi planimetris dengan orientasi arah utara. Sedangkan citra berorientasi pada arah haluan kapal. Jika lintasan towfish sejajar dengan lintasan kapal (lihat Gambar 2.10) terlebih dahulu posisi towfish (Xt, Yt), yang terletak sejauh Lb dari antena (Xa, Ya) harus ditentukan. Xt = Xa + Lb sin (180 - δ) Yt = Ya + Lb cos (180 - δ)
(2.5)
maka posisi objek (XO,YO) sejauh R tegak lurus posisi towfish adalah: XO = Xt + R YO = Yt
(2.6)
14
Dari persamaan (2.5) dan (2.6) maka posisi objek dari antena adalah: XO = Xa + Lb sin (180 - δ) + R YO = Ya + Lb cos (180 - δ)
(2.7)
R = [S2 – (H-h)2]1/2
(2.8)
dengan: Lb
= Panjang layback (m)
δ
= Sudut horisontal antara arah lintasan kapal dengan arah utara
R
= Jarak horisontal dari towfish ke objek (m)
S
= Jarak miring dari towfish ke objek (m)
H
= Tinggi towfish (m)
2) Posisi Objek Jika Lintasan Towfish Membentuk Sudut
Gambar 2.11 Lintasan towfish membentuk sudut terhadap lintasan kapal (Kamil, 1990)
15
Jika lintasan towfish membentuk sudut θ dengan lintasan kapal (lihat Gambar 2.11), maka terlebih dahulu ditentukan posisi titik penghela yang terletak sejauh (a) dari antena. Posisi titik penghela (Xp, Yp) adalah: Xp = Xa + a sin (180 - δ) Yp = Ya + a cos (180 - δ)
(2.9)
towfish yang terletak sejauh (X) dari titik penghela posisinya adalah: Xt = Xp + X sin [(180 - δ) + θ] Yt = Yp + X sin [(180 - δ) + θ]
(2.10)
Dari persamaan (2.9) dan (2.10) maka posisi objek dari antena adalah: XO = Xa + a sin (180 - δ) + X sin [(180 - δ) + θ] + R YO = Ya + a cos (180 - δ) + X sin [(180 - δ) + θ]
(2.11)
dengan: a
= Jarak horisontal dari antena reciever GPS ke titik penghela (m)
XA,YA
= Koordinat antena
δ
= Sudut horisontal antara arah lintasan kapal dengan arah utara
X
= Jarak horisontal dari titik penghela ke towfish (m)
R
= Jarak horisontal dari towfish ke objek (m)
B. Besaran Vertikal Citra Side Scan Sonar 1) Tinggi Objek dari Dasar Laut Untuk penentuan tinggi objek dari dasar laut (h) yang terekam pada citra side scan sonar digunakan panjang bayangan objek sebagai representasi dari tinggi objek. Panjang bayangan pada citra yang diukur merupakan jarak miring bayangan objek (y). Tinggi objek dapat ditentukan dengan persamaan berikut: 16
h=
(2.12)
dengan: h
= Tinggi objek dari dasar laut (m)
H
= Tinggi towfish (m)
y
= Jarak miring antara objek dengan ujung bayangan (m)
S
= Jarak miring antara towfish dengan objek (m)
Untuk kasus-kasus dimana objek tidak mempunyai bayangan, maka panjang bayangannya sama dengan nol. Objek-objek ini biasanya berimpit dengan dasar laut.
2) Kedalaman Objek dari Permukaan Laut Penentuan kedalaman objek dari permukaan laut ditentukan oleh jarak vertikal antara objek dengan towfish (Δd) dengan persamaan berikut: dO = d + Δd
(2.13)
Δd =
(2.14)
dengan: dO = Jarak vertikal antara objek dengan permukaan laut (m) d
= Kedalaman towfish (m)
Δd = Jarak vertikal antara objek dengan towfish (m) H
= Tinggi towfish (m)
S
= Jarak miring antara towfish dengan objek (m)
y
= Jarak miring antara objek dengan ujung bayangan (m)
17
Jarak miring antara towfish dengan objek (S) ditambah jarak miring antara objek dengan ujung bayangan (y) didefinisikan menjadi jarak miring antara towfish dengan bayangan objek (Y). Maka berlaku persamaan berikut:
Y=S+y
(2.15)
3) Kedalaman Dasar Laut Kedalaman dasar laut tempat pencitraan dilakukan adalah:
W=H+d
(2.16)
dengan: W = Kedalaman dasar laut (m) H
= Tinggi towfish (m)
d
= Kedalaman towfish (m)
18