APLIKASI INSTRUMEN MULTIBEAM SONAR DAN SIDE SCAN SONAR UNTUK DETEKSI KAPAL KARAM (CONTOH STUDI KAPAL BAHUGA JAYA DI PERAIRAN SELAT SUNDA)
SUMIHARJON SIMBOLON
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aplikasi Instrumen Multibeam Sonar dan Side Scan Sonar untuk Deteksi Kapal Karam (Contoh Studi Kapal Bahuga Jaya di Perairan Selat Sunda) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 2014
Sumiharjon Simbolon NIM C54090007
ABSTRAK SUMIHARJON SIMBOLON. Aplikasi Instrumen Multibeam Sonar dan Side Scan Sonar untuk Deteksi Kapal Karam (Contoh Studi Kapal Bahuga Jaya di Perairan Selat Sunda). Dibimbing oleh HENRY M. MANIK dan DJOKO HARTOYO.
Multibeam Sonar dan Side Scan Sonar merupakan teknologi akustik yang digunakan untuk mendeteksi objek bawah air dengan memanfaatkan gelombang suara. Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi bangkai kapal Bahuga Jaya di dasar perairan yang mengalami kecelakaan dan tenggelam pada tanggal 26 September 2012. Instrumen yang digunakan adalah Multibeam Sonar ELAC SEA BEAM 1050D dan Side Scan Sonar EdgeTech 4200. Pengolahan data menggunakan perangkat lunak CARIS HIPS&SIPS 6.1, MBSystem, Surfer dan Sonar Web. Pasang surut di daerah penelitian merupakan pasang surut tipe campuran condong ganda. Nilai kecepatan suara berkisar antara 1543.64 m/s 1544.99 m/s. Bangkai kapal Bahuga Jaya berada pada titik 05o52’44.53’’ LS dan 105o51’11.60’’ BT. Kedalaman perairan berkisar antara 40 m sampai 150 m. Dari titik tabrakan, bangkai kapal Bahuga Jaya bergeser sejauh 537 m ke arah Timur menjauhi titik tabrakan. Dimensi bangkai kapal yang terdeteksi adalah panjang 90 m dan lebar 14.8 m. Nilai hambur balik Amplitudo dari objek kapal menunjukkan nilai paling besar dibandingkan dengan objek disekitarnya yaitu sebesar 717.25 mV. Kata kunci: Multibeam Sonar, Side Scan Sonar, kapal Bahuga Jaya, kedalaman, hambur balik amplitudo
ABSTRACT SUMIHARJON SIMBOLON. Multibeam Sonar and Side Scan Sonar application for Shipwreck Detection (in Case Bahuga Jaya in Sunda Strait). Supervised by HENRY M. MANIK and DJOKO HARTOYO.
Multibeam Sonar and Side Scan Sonar are acoustic technologies that are used to detect underwater objects by using sound waves. This study aim to detect shipwreck Bahuga Jaya in waters bottom that crashed and sank on 26 September 2012. The instruments that used were Multibeam Sonar ELAC SEA BEAM 1050D and Side Scan Sonar EdgeTech 4200. Data processing using softwares CARIS HIPS & SIPS 6.1, MBSystem, Surfer and Sonar Web. Tidal type in the study area was mixed dual skew tide. Sound speed value ranges was between 1543.64 m/s - 1544.99 m/s. Bahuga Jaya wreck coordinate was at 05o52’44.53’’ S and 105o51’11.60’’ E. Water depths ranging is between 40 m to 150 m. From the point of collision, the vessel Bahuga Jaya moved 537 m far to the east away. Wreck dimension detected 90 m long and 14.8 m wide. Backscatter amplitude value of the wreck is is 717.25 mV showed the greatest value in comparison with the surrounding objects. Keywords: Multibeam Sonar, Side Scan Sonar, Bahuga Jaya, depth, amplitude backscatter
APLIKASI INSTRUMEN MULTIBEAM SONAR DAN SIDE SCAN SONAR UNTUK DETEKSI KAPAL KARAM (CONTOH STUDI KAPAL BAHUGA JAYA DI PERAIRAN SELAT SUNDA)
SUMIHARJON SIMBOLON
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan (S.IK) pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Penelitian
Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi
: Aplikasi Instrumen Multibeam Sonar dan Side Scan Sonar untuk Deteksi Kapal Karam (Contoh Studi Kapal Bahuga Jaya di Perairan Selat Sunda) : Sumiharjon Simbolon : C54090007 : Ilmu dan Teknologi Kelautan
Disetujui oleh
Dr Henry M. Manik, SPi MT Pembimbing I
Ir Djoko Hartoyo, MSc Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir I Wayan Nurjaya, MSc Ketua Departemen
Tanggal Lulus: 21 Februari 2014
Judul Penelitian
Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi
: Aplikasi Instrumen Multibeam Sonar dan Side Scan Sonar untuk Deteksi Kapal Karam (Contoh Studi Kapal Bahuga Jaya di Perairan Selat Sunda) : Sumiharjon Simbolon : C54090007 : Ilmu dan Teknologi Kelautan
Disetujui oleh
Dr Henry M. Manik, SPi MT Pembimbing I
Tanggal Lulus: 21 Februari 2014
J
Ir Djoko Hartoyo, MSc Pembimbing II
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini mengangkat tema Akustik Kelautan, dengan judul Aplikasi Instrumen Multibeam Sonar dan Side Scan Sonar untuk Deteksi Kapal Karam (Contoh Studi Kapal Bahuga Jaya di Perairan Selat Sunda). Skripsi ini dapat selesai karena dukungan dari berbagai pihak. Penulis ingin mengucapkan terima kasih penulis kepada : 1. Bapak Dr Henry M. Manik, SPi MT dan Bapak Ir Djoko Hartoyo, MSc selaku pembimbing yang telah menerima penulis menjadi anak bimbingan dan memberikan bantuan yang sangat besar demi penyelesaian skripsi ini. 2. Orang tua St. M.H Simbolon dan T. Sinaga dan saudara yang penulis cintai yang selalu memberikan segalanya kepada penulis baik doa dan materi sehingga penulis bisa menyelesaikan studi di perguruan tinggi. 3. Ibu Dr Ir Sri Pujiyati, MSi selaku dosen penguji. 4. Bapak Dr Ir Djisman Manurung, MSc selaku dosen Pembimbing Akademik penulis yang memberikan arahan selama penulis menjalani proses perkuliahan. 5. Seluruh dosen yang pernah membagi ilmu kepada penulis terutama dosen di lingkungan Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan. 6. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menggunakan data. 7. Fahrulian (ITK 45) dan Gugum Gumbira (ITK 44) sebagai staff BPPT atas masukannya dalam pengolahan data. 8. Teman-teman satu angkatan ITK 46 dan sahabat-sahabat saya Diaspora 46 yang selama empat tahun selalu menemani baik senang maupun susah serta mantan penghuni rumah Bapa Shalom. Seperti kata pepatah kesempurnaan hanyalah milik Tuhan, demikian juga dengan laporan hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna. Harapan saya semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca demi perkembangan ilmu pengetahuan yang membangun peradaban manusia. Terimakasih.
Bogor, Maret 2014
Sumiharjon Simbolon
DAFTAR ISI DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ viii PENDAHULUAN .................................................................................................. 1 Latar Belakang .................................................................................................... 1 Tujuan .................................................................................................................. 2 METODOLOGI ...................................................................................................... 2 Waktu Dan Lokasi Penelitian .............................................................................. 2 Perolehan Data .................................................................................................... 3 Pemrosesan Data ................................................................................................. 3 Data Pasang Surut ............................................................................................. 3 Data Kecepatan Suara ....................................................................................... 4 Data Kedalaman ................................................................................................ 4 Data Hambur Balik Amplitudo ......................................................................... 5 Data Side Scan Sonar ........................................................................................ 6 Pengukuran Dimensi Bangkai Kapal .................................................................. 8 Data Arus Daerah Penelitian ............................................................................... 7 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 8 Profil Kecepatan Suara (SVP) ............................................................................. 8 Fluktuasi Pasang Surut ...................................................................................... 10 Posisi Ditemukan Bangkai Kapal ...................................................................... 11 Topografi Dasar Laut Hasil Survei ................................................................... 12 Hasil Deteksi Side Scan Sonar dan Dimensi Bangkai Kapal ............................ 15 Sebaran Nilai Hambur Balik Amplitudo Data Pemeruman ............................. 17 SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 18 Simpulan ............................................................................................................ 18 Saran .................................................................................................................. 18 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 19 LAMPIRAN .......................................................................................................... 21 RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... 25
DAFTAR GAMBAR
1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 11 12 13 14
15
16
17 18 19
Peta lokasi penelitian ......................................................................................... 2 Diagram alir pengolahan data pasang surut ....................................................... 3 Diagram alir pengolahan data pasang surut ....................................................... 4 Diagram alir pengolahan data kedalaman dengan Caris HIPS&SIPS 6.1 ...... 5 Diagram alir pengolahan data amplitudo multibeam dengan MBSYSTEM ....... 6 Diagram alir pengolahan data Side Scan Sonar dengan Caris HIPS&SIPS 6.1 .................................................................................................. 6 Diagram alir pengolahan data Side Scan Sonar dengan Sonar web .................. 7 Pengukuran kapal yang digunakan dalam penentuan dimensi bangkai kapal .................................................................................................................. 8 Dimensi bangkai kapal di ukur dengan menggunakan tools measurement pada perangkat lunak Sonar Web. Hasil pengukuran kemudian dibandingkan dengan data ukuran kapal sebenarnya. ....................................... 8 Profil kecepatan suara (SVP), salinitas, dan suhu di daerah Selat Sunda ........ 9 Grafik pasang surut di Selat Sunda pada tanggal 29 Agustus – 26 September 2012 (a); dan tampilan pasang surut satu hari (b). ........................ 10 Posisi bangkai kapal ditemukan terhadap lokasi tabrakan .............................. 11 Kondisi arus permukaan daerah penelitian berdasarkan data harian OSCAR ............................................................................................................ 12 Topografi dua dimensi (2D) kedalaman hasil survei multibeam yang ditampilkan dengan CARIS HIPS/SIPS 6.1 dengan interpolasi nearest neighbor 5 x 5. Tanda panah menunjukkan kapal Bahuga Jaya ..................... 13 Topografi dua dimensi (2D) kedalaman di sekitar kapal Bahuga Jaya karam dengan visualisasi GMT Kapal bahuga jaya ditunjukkan oleh tanda panah ...................................................................................................... 14 Topografi tiga dimensi (3D) kedalaman hasil survei multibeam yang ditampilkan dengan Surfer dengan metode interpolasi krigging. Tanda panah (merah) menunjukkan letak kapal Bahuga Jaya ................................... 15 Visualisasi patahan bangkai kapal Bahuga Jaya. Bagian (a) merupakan bagian depan, (b) merupakan bagian belakang kapal ...................................... 15 Tampilan objek (kapal) yang merupakan mosaic menggunakan aplikasi (a) SonarWeb; (b) CARIS HIPS&SIPS 6.1 ...................................................... 16 Sebaran Amplitudo di sekitar bangkai kapal Bahuga Jaya. Lingkaran merah menunjukkan area kapal karam ............................................................ 17
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5
Spesifikasi Multibeam ELAC SeaBeam 1050D ............................................... 21 Spesifikasi Side Scan Sonar EdgeTech 4200 .................................................. 22 Kapal Riset Baruna Jaya IV ............................................................................ 23 Kapal Bahuga Jaya .......................................................................................... 23 Sintaks MBSystem .......................................................................................... 24
PENDAHULUAN Latar Belakang Metode akustik saat ini banyak digunakan untuk mendeteksi keberadaan objek bawah laut. Southall dan Nowacek (2009) menyatakan sistem akustik sangat efektif untuk mengeksplorasi lingkungan bawah laut. Prinsip dasar dari sistem akustik adalah menggunakan suara untuk mendeteksi atau menemukan objek yang berada di laut (Hansen, 2011). Teknologi akustik yang sangat berperan dalam survei kelautan adalah Multibeam Sonar dan Side Scan Sonar. McGonigle et al. (2010) menyatakan munculnya sistem Multibeam Echo Sounder (MBES) merupakan salah satu kemajuan yang paling signifikan dalam hardware yang memungkinkan pemindaian simultan dasar laut dalam array yang tegak lurus dengan trek kapal. Hal ini telah membantu untuk menyelesaikan masalah sistem single beam yang memiliki pemindaian kecil sehingga membutuhkan jarak pemindaian yang sangat dekat untuk mendapatkan gambaran pemindaian yang lebih jelas. Multibeam sonar merupakan instrumen akustik yang memiliki kemampuan untuk melakukan pemetaan tiga dimensi terhadap dasar laut dengan titik-titik deteksi yang rapat secara simultan dan cepat yang akan menghasilkan keakuratan yang tinggi (Medwin dan Clay, 1998). Side Scan Sonar merupakan teknologi akustik yang menggunakan narrow beam (bim sempit) pada bidang horizontal untuk mendapatkan resolusi tinggi di sepanjang lintasan dasar laut. Instrumen ini menggunakan prinsip deteksi hambur balik akustik dalam mengindikasikan atau membedakan kenampakan bentuk dasar laut atau objek di dasar laut. Instrumen ini dapat menampilkan permukaan dasar laut layaknya sebuah foto dengan resolusi tinggi karena instrumen ini dipasang dekat ke dasar laut dengan sistem cable towing (Huvenne dan Bas, 2008). Kelebihan dari Multibeam Sonar dan Side Scan Sonar adalah mampu mendeteksi apa pun yang ada di dasar perairan sehingga kapal karam atau benda-benda lain dapat terdeteksi. Hal ini memudahkan proses pencarian dibandingkan dengan metode konvensional yaitu penyelaman yang membutuhkan keahlian khusus dan keterbatasan manusia untuk dapat bertahan di dalam perairan. Kapal Bahuga Jaya yang karam di perairan Selat Sunda ini merupakan kapal transportasi yang membawa penumpang dan angkutan lain seperti mobil dan truk. Tim SAR (Search and Rescue) pun dikerahkan kelapangan serta survei dasar perairan oleh tim survei dari Balai Teknologi Survei Kelautan (Teksurla), BPPT untuk mendeteksi keberadaan bangkai kapal tersebut. Deteksi keberadaan bangkai kapal Bahuga Jaya yang sudah tenggelam tersebut dilakukan untuk menentukan letak dan posisi bangkai kapal di dasar laut. Penelitian ini bertujuan untuk mengolah data hasil survei untuk mendapatkan gambaran dasar perairan dan mendapatkan informasi keberadaan bangkai kapal tersebut. Penelitian tentang deteksi kapal karam sudah banyak dilakukan. Masetti dan Calder (2012) melakukan identifikasi lokasi kapal karam dari hambur balik multibeam echosounder (MBES). Brennan et al. (2013) melakukan pengamatan dan pemetaan kapal karam dengan melihat pengaruh hidrodinamika laut dan dampak antropogenik sepanjang paparan Laut Hitam selatan dalam pelestarian bangkai kapal pra-modern dengan Side Scan Sonar, dan sistem kamera. Gregory et al.
2 (2012) melakukan konservasi dan preservasi in situ kapal kayu karam dari lingkungan laut. Pemetaan kapal karam juga banyak digunakan untuk memetakan lokasi kapal karam yang potensial untuk tempat wisata (Lucente, 2012).
Tujuan Tujuan penelitian ini adalah memetakan posisi kapal karam KMP Bahuga Jaya di perairan Selat Sunda, estimasi dimensi kapal, menentukan nilai amplitudo backscatter (hambur balik) kapal, dan menganalisis respon hambur balik dari bangkai kapal.
METODOLOGI Waktu Dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan beberapa tahap yaitu survei, pengolahan data dan penyusunan laporan penelitian (skripsi). Tahap survei dan pemeruman dilakukan pada tanggal 26 September 2012 di perairan Selat Sunda (Gambar 1) dengan menggunakan kapal riset Baruna Jaya IV yang dilakukan oleh tim survei Balai Teknologi Survei Kelautan (BTSK), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Selat Sunda
Gambar 1 Peta lokasi penelitian Pengolahan data dan penyusunan skripsi penelitian dilakukan pada bulan Juni sampai Agustus 2013 di Laboratorium Balai Teknologi Survei Kelautan
3 (BTSK), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Jakarta dan Laboratorium Akustik dan Instrumentasi Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Perolehan Data Data multibeam diperoleh dengan instrumen ELAC SEABEAM 1050D (Lampiran 1) dengan frekuensi 50 kHz, data Side Scan Sonar diperoleh dari instrumen Side Scan Sonar EdgeTech 4200 (Lampiran 2) dengan menggunakan Kapal Riset Baruna Jaya IV (Lampiran 3) yang dilakukan tim Survei Balai Teknologi Survei Kelautan (BTSK), BPPT. Data pasang surut yang digunakan dalam penelitian ini adalah data pasang surut dari Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL) yang diambil pada bulan September 2012. Stasiun pengamatan terletak di perairan Ciwandan, Banten yaitu pada kordinat 6001’09” LS dan 105057’03” BT. Instrumen yang digunakan adalah Tide Gauge Valeport 740. Data yang digunakan adalah data 29 hari sesuai dengan standar Pengukuran pasang surut berdasarkan ketetapan International Hidrographic Observation (IHO) dalam Special Publication No. 44 (S.44)-IHO yang menyatakan bahwa pengukuran pasang surut dilakukan minimal 29 hari untuk mendapatkan data pasang surut yang akurat. Data kecepatan suara dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan instrumen CTD SBE 37 SM. Data arus yang digunakan dalam penelitian ini adalah data arus yang diunduh dari website OSCAR (Ocean Surface Current Analysis – Real time) yang tersedia pada http://www.oscar.noaa.gov/datadisplay/.
Pemrosesan Data Data Pasang Surut Data pasang surut diolah dengan CARIS HIPS&SIPS 6.1 menggunakan tool tide editor. Langkah-langkah pengolahan data pasang surut adalah sebagai berikut (Gambar 2). Ms. Excel
Atur format data
Save as *.txt
Buka dengan Text editor
Save as *.tid Tide editor Gambar 2 Diagram alir pengolahan data pasang surut
4 Format data pasang surut saat pengolahan dengan Ms. Excel adalah baris pertama kolom pertama diisi dengan header berupa delapan tanda strip/dash (-). Kolom pertama dari baris kedua diisi dengan tanggal dengan format tahun/bulan/tanggal, kolom kedua dari baris kedua diisi dengan jam dengan format jam:menit:detik, kolom ketiga dari baris kedua diisi dengan data pasang surut. Format ini merupakan format dasar data pasang surut (basic tide format).
Data Kecepatan Suara Data kecepatan suara atau Sound Velocity Profile (SVP) diolah dengan CARIS HIPS dan SIPS 6.1 untuk melihat profil menegak perubahan kecepatan suara terhadap kedalaman. Data kecepatan suara ditampilkan dengan sound velocity editor. Langkah-langkah pengolahan data kecepatan suara adalah sebagai berikut (Gambar 3). Ms. Excel
Atur format data
Save as *.txt Buka dengan Text editor Save as *.svp SVP editor
Gambar 3 Diagram alir pengolahan data pasang surut Data kecepatan suara disusun sesuai format data dengan aplikasi Ms. Excel. Format penyusunan data kecepatan suara adalah kolom pertama sebagai data kedalaman dan kolom kedua sebagai data kecepatan suara. File data kecepatan suara disimpan dengan ekstensi *.svp. Data tersebut kemudian ditampilkan dengan tools SVP editor. Pada tahap pemrosesan data, data kecepatan suara di masukkan dengan menu load tide.
Data Kedalaman Data kedalaman diolah dengan perangkat lunak Caris HIPS&SIPS 6.1. Perangkat lunak Caris HIPS&SIPS 6.1 yang digunakan merupakan perangkat lunak dibawah lisensi milik BPPT dengan nomor seri CW9605878. Data masukan dengan format *.xse yaitu data hasil akuisisi selama survei. Tahap awal pengolahan data kedalaman dengan CARIS HIPS&SIPS 6.1 adalah pembuatan file kapal (vessel file) yang berisi nilai koordinat setiap sensor dan dibuat proyek baru (creat new project) untuk menampilkan data *.xse yang akan diubah menjadi data *.hsf dengan menu conversion wizard. Data yang sudah dikonversi kemudian dikoreksi dengan menu swath editor untuk menghilangkan ping yang dianggap buruk. Koreksi pengaruh pergerakan dan kecepatan kapal digunakan attitude editor dan navigation editor. Data kedalaman selanjutnya dikoreksi dengan data pasang surut dan kecepatan suara melalui tools load tide dan sound velocity
5 correction. Data tersebut kemudian digabungkan (merging) untuk mendapatkan hasil akhir berupa peta batimetri. Peta batimetri tersebut kemudian diexport ke dalam bentuk ASCII sehingga dapat divisualisasikan menggunakan GMT atau Surfer. Berikut merupakan langkah-langkah pengolahan data kedalaman diolah dengan perangkat lunak Caris HIPS&SIPS 6.1 (Gambar 4). Vessel file *.xse data
New project Conversion wizard
*.hsf data
Editor - Swath editor - Navigation editor - Attitude editor
Load tide Edited .hsf data Sound Velocity Merge
2D Display
product
New field sheet
Export to ASCII
Surfer (3D)
GMT (2D)
Gambar 4 Diagram alir pengolahan data kedalaman dengan Caris HIPS&SIPS 6.1
Data Hambur Balik Amplitudo Data hambur balik amplitudo diolah dengan MB-System. Tahap ini dilakukan pada sistem Linux. Data yang digunakan merupakan data dengan format *.xse yang kemudian dikonversi menjadi data dengan format *.mb94. Tahap sebelum konversi dilakukan beberapa koreksi yaitu MBCLEAN yang secara otomatis mengoreksi beam, MBEDIT yang secara manual untuk mengoreksi beam yang dianggap masih buruk, MBNAVEDIT untuk koreksi pengaruh heavy, pitch, dan roll, MBVELOCITYTOOL untuk koreksi perubahan kecepatan rambat suara, dan MBBACKANGLE untuk melihat patokan amplitudo dan kedalaman dengan tabel grazing angle. Data yang sudah dikoreksi kemudian diubah menjadi *.mb94 pada tahap MBPROCESS. Tahap ini akan menghasilkan nilai hambur balik amplitudo dasar perairan yang akan divisualisasikan dengan perangkat lunak GMT yaitu perangkat lunak yang secara terintegrasi pada MB-System.
6 Berikut merupakan langkah-langkah pengolahan data hambur balik amplitudo dengan MB-System (Gambar 5). MBCLEAN
*.xse data
MBEDIT
Koreksi data
MBNAVEDIT
MBPROCESS
*.mb94 data
MBVELOCITYTOOL
GMT (2D) MBBACKANGLE Gambar 5 Diagram alir pengolahan data amplitudo multibeam dengan MBSYSTEM
Data Side Scan Sonar Data Side Scan Sonar diolah dengan menggunakan Caris HIPS&SIPS 6.1 dan Sonar Web (Gambar 6) . Vessel file *.xse data
New project Conversion wizard
Data HIPS/SIPS
Editor - Navigation editor - Attitude editor Koreksi - Slant Range - Beam Pattern - AVG - Gain - Despeckle
HIPS/SIPS format
Edited HIPS/SIPS data
Side Scan Sonar editor Generate Mosaics Export GeoTIFF
Gambar 6 Diagram alir pengolahan data Side Scan Sonar dengan Caris HIPS&SIPS 6.1
7 Data yang digunakan pada pengolahan data Side Scan Sonar dengan CARIS HIPS&SIPS 6.1 adalah data dengan format *.xtf. Tahap pengolahan data dengan CARIS HIPS&SIPS 6.1 adalah pembuatan file kapal (vessel file) yang berisi nilai koordinat setiap sensor dan proyek baru (creat new project) untuk menampilkan data *.xtf yang kemudian akan diubah menjadi data HIPS/SIPS dengan menu conversion wizard. Data yang sudah berformat HIPS/SIPS tersebut kemudian dikoreksi navigasi dan attitude setiap garis dengan navigation editor dan attitude editor untuk mengoreksi navigasi dan kecepatan kapal survei. Data Side Scan Sonar tersebut kemudian dikoreksi slant range, beam pattern, AVG, Gain, dan Despeckle pada tampilan Side Scan Sonar editor. Data yang sudah dikoreksi kemudian di-generate mosaics untuk mendapatkan citra dengan format GeoTIFF. Pengolahan data Side Scan Sonar juga dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Sonar Web. Tahap awal diawali dengan pembuatan proyek dengan mengatur properti proyek berupa koreksi kecepatan suara, koreksi slant range, warna tampilan dan proyeksi koordinat. Data yang sudah tersedia kemudian ditambakan ke dalam proyek yang baru dibuat. Gambar yang ditampilkan kemudian dimosaic dan dipilih target untuk disimpan dalam bentuk geoTIFF. Target yang dipilih dilakukan pengukuran dengan measurement tools . Pengolahan data Side Scan Sonar dengan Sonar Web adalah sebagai berikut (Gambar 7). New project
Select mosaic Save mosaic
Add files
Select target zoom GeoTIFF
Gambar 7 Diagram alir pengolahan data Side Scan Sonar dengan Sonar web Data Arus Daerah Penelitian Data yang tersedia dalam website ini ada beberapa tipe yaitu data harian (rata-rata lima hari), bulanan, dan tahunan (Long Term). Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah data harian yang berfokus pada tanggal 29 September 2012 (tepat saat pemeruman) dengan tipe plot Meridional & Zonal Current Mean. Meridional merupakan sepanjang garis meridian atau arah utara-selatan, sedangkan zonal merupakan arah lintang atau dari barat-timur. Arus merupakan besaran vektor yang memiliki arah dan nilai (berupa kecepatan). Arah komponen zonal (atau koordinat-x) pada arus disimbolkan dengan ‘u’, sedangkan komponen meridional (atau koordinat-y) disimbolkan dengan ‘v’. Komponen zonal dan
8 meridional kemudian ditampilkan dengan perangkat lunak pengolah data arus yaitu surfer. Pengukuran Dimensi Bangkai Kapal Pengukuran yang dilakukan berupa pengukuran panjang dan lebar kapal dari tampilkan data side scan sonar (Gambar 8).
Gambar 8 Pengukuran kapal yang digunakan dalam penentuan dimensi bangkai kapal Dimensi bangkai kapal di ukur dengan menggunakan tools measurement pada perangkat lunak Sonar Web. Hasil pengukuran kemudian dibandingkan dengan data ukuran kapal sebenarnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Kecepatan Suara (SVP) Data kecepatan suara sangat diperlukan dalam survei kelautan karena berpengaruh pada hasil kedalaman yang tercatat oleh instrumen saat melakukan pemeruman. Profil kecepatan suara menunjukkan data kecepatan suara tiap kedalaman kolom perairan. Koreksi data kecepatan suara dilakukan pada tahap pengolahan data (HIPS and SIPS 6.1 User’s Guide, 2007). Menurut Urick (1983), Sound Velocity Profile merupakan profil cepat rambat gelombang akustik dalam suatu medium. Data kecepatan suara di lokasi penelitian diukur dengan menggunakan instrumen CTD SBE 37 SM. Perekaman data dilakukan sampai kedalaman 91.47 meter. Nilai kecepatan suara terendah terdapat pada kedalaman 17.90 meter yaitu dengan kecepatan 1542.64 m/s. Kecepatan suara tertinggi terdapat pada
9 kedalaman 83.52 meter yaitu sebesar 1544.99 m/s. Dari permukaan yaitu pengukuran satu meter sampai kedalaman 5.97 meter, kecepatan suara mengalami kenaikan yaitu dari 1544.18 menjadi 1544.27 m/s. Hal ini berbeda pada kedalaman 5.97 m sampai 17.90 meter yang mengalami penurunan nilai kecapatan suara. Sedangkan dari kedalaman 17.90 meter sampai kedalaman 91.47 meter, nilai kecepatan suara relatif meningkat. Profil kecepatan suara pada daerah penelitian ditunjukkan pada gambar berikut (Gambar 9).
Gambar 9 Profil kecepatan suara (SVP), salinitas dan suhu di daerah Selat Sunda Nilai kecepatan suara berbeda pada setiap kedalaman. Hal ini disebabkan kecepatan suara dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu suhu, salinitas dan tekanan (kedalaman) air laut. Hal ini terlihat pada Gambar 9 yang menunjukkan hubungan salinitas dan suhu terhadap kecepatan suara di kolom perairan lokasi penelitian. Kecepatan suara pada kedalaman 5 m sampai 20 m menunjukkan nilai yang menurun. Hal ini terjadi karena kedalaman ini merupakan lapisan tercampur atau mix layer yang ditandai dengan grafik suhu dan salinitas menunjukkan nilai yang relatif sama atau merupakan lapisan isothermal dan isohaline. Menurut Lynch dan Kuperman (2004), laut dangkal adalah perairan yang sangat kompleks. Lapisan permukaan dan indeks bias air laut memiliki ketergantungan spasial dan waktu. Perairan sampai kedalaman 30 m memiliki perubahan yang signifikan sehingga nilai kecepatan suara dapat dengan mudah mengalami perubahan. Grafik kecepatan suara (Gambar 9) meningkat pada kedalaman 40 m seiring dengan peningkatan salinitas, sebaliknya suhu pada kedalaman tersebut mengalami penurunan. Menurut Kinsler et al. (2000), suhu akan menurun seiring dengan bertambahnya kedalaman sementara salinitas akan meningkat seiring
10 dengan bertambahnya kedalaman. Peningkatan suhu sebesar 10oC akan meningkatkan kecepatan perambatan gelombang akustik sebesar 4 m/s. Peningkatan tekanan air laut sebesar 1 km akan menyebabkan cepat rambat gelombang akustik meningkat sebesar 17 m/s dan peningkatan nilai salinitas sebesar 1 ppm akan menyebabkan peningkatan kecepatan rambat gelombang akustik sebesar 1.4 m/s. Suhu di perairan banyak dipengaruhi oleh panas dari sinar matahari, upwelling, hujan dan run off dari sungai. Perubahan salinitas di suatu perairan dapat disebabkan oleh evaporasi, presipitasi, pengaruh masukan air dari sungai atau run off. Fluktuasi Pasang Surut Gambar 10 merupakan fluktuasi data pasang surut di daerah penelitian.
(a)
(b) Gambar 10 Grafik pasang surut di Selat Sunda pada tanggal 29 Agustus – 26 September 2012 (a); dan tampilan pasang surut satu hari (b). Pasang surut merupakan komponen oseanografi yang sangat penting diperhatikan dalam survei oseanografi. Pasang surut merupakan fenomena naik turunnya pemukaan air laut yang dapat mengubah kedalaman suatu perairan. Pasang surut digunakan untuk mengoreksi kedalaman yang dilakukan pada saat pemrosesan data (HIPS and SIPS 6.1 User’s Guide, 2007). Berdasarkan grafik pasang surut tersebut, pasang tertinggi adalah 0.95 m dan surut terendah adalah 0.77 m. Tipe pasang surut perairan lokasi penelitian termasuk kedalam tipe pasang surut campuran dominasi ganda, artinya pasang surut akan dua kali dalam sehari dengan ketinggian yang berbeda. Hal ini terlihat pada Gambar 10(b) dimana terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam kurun waktu jam 00:00 sampai kembali jam 00:00. Menurut Surbakti (2000), tipe pasang surut di daerah Selat Sunda merupakan pasang surut campuran dominasi ganda.
11 Posisi Ditemukan Bangkai Kapal Gambar 11 menunjukkan posisi lokasi tabrakan dengan lokasi bangkai kapal ditemukan.
Gambar 11 Posisi bangkai kapal ditemukan terhadap lokasi tabrakan Berdasarkan data yang diolah, lokasi ditemukannya bangkai kapal Bahuga Jaya (Lampiran 4) adalah 05o52’44.53’’ LS dan 105o51’11.60’’ BT. Lokasi tabrakan antara kapal Bahuga Jaya dan kapal Tangker Norgas Cathinka adalah pada posisi 05° 52’44.4” LS dan 105° 51’6.60’ BT. Dengan menggunakan selisih lintang dan bujur, jarak antara posisi tabrakan dengan posisi saat bangkai kapal Bahuga Jaya ditemukan adalah sejauh 537 m atau bangkai kapal Bahuga Jaya bergeser sejauh 537 m dari lokasi tabrakan ke arah timur. Perpindahan ini diduga disebabkan oleh adanya arus laut di perairan tersebut. Pariwono (1999), menyatakan bahwa arus merupakan perpindahan massa air dari suatu tempat ke tempat lain, yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti gradien tekanan, hembusan angin, perbedaan densitas, atau pasang surut. Pada saat kapal tenggelam, diduga memiliki arus bawah yang kuat yang bergerak ke arah timur. Pengukuran arus bawah dalam penelitian ini tidak dilakukan sehingga dalam penelitian ini data arus hanya ditinjau dari arus permukaan. Gambar 12 merupakan visualisasi kondisi arus permukaan pada daerah penelitian yang merupakan visualisasi data unduhan dari OSCAR (Ocean Surface Current Analysis – Real time). Data arus pada OSCAR merupakan data yang didapatkan dari satelit altimeter dan data scatterometer dengan resolusi sampai 1/3 derajat untuk semua tipe plot data. Arah tanda panah merupakan penanda arah arus
12 dengan kecepatan yang ditunjukkan gradasi warna. Semakin panjang tanda panah menunjukkan kecepatan yang lebih besar dalam satuan meter per detik (m/s). Berikut merupakan visualisasi kondisi arus permukaan pada daerah penelitian (Gambar 12).
Gambar 12 Kondisi arus permukaan daerah penelitian berdasarkan data harian OSCAR Kecepatan arus tertinggi di daerah penelitian adalah 0.26 m/s dan terkecil adalah 0.01 m/s. Pola arus pada Gambar 12 menunjukkan adanya perbedaan antara perairan utara Selat Sunda dan selatan Selat Sunda. Daerah utara Selat Sunda, arus lebih dominan berhembus meninggalkan daerah Selat Sunda. Sedangkan di daerah selatan, pola arus bergerak dari timur dan berputar menuju selatan menjauhi Selat Sunda. Selain itu, pola arus yang lain juga datang dari daerah selatan atau dari Samudra Hindia. Hal ini dapat dikaitkan dengan letak geografis Selat Sunda yang berhubungan langsung dengan Samudra Hindia di bagian selatan condong Barat Daya dan dibagian utara berbatasan dengan Laut Jawa. Hal ini memberikan kontribusi besar terhadap arah arus yang sangat besar dipengaruhi dari perairan Samudra Hindia. Selain itu, letak geografis Indonesia yang berada di antara benua Asia dan benua Australia mengakibatkan pola angin di Indonesia dipengaruhi oleh pergerakan angin global disebut dengan sistem angin monsoon. Angin monsoon bertiup ke arah tertentu pada suatu periode sedangkan pada periode lainnya angin bertiup dengan arah yang berlawanan. Terjadinya angin Monsoon ini karena terjadi perbedaan tekanan udara antara daratan Asia dan Australia yang pada bulan September di Indonesia mengalami musim timur dimana angin condong bergerak dari Tenggara menuju Barat Daya (Wyrtki, 1961). Menurut Tomosada (1989) dan Dishidros (1998) dalam Parowono (1999), arah arus rata-rata bulanan pada bulan september di perairan selat sunda adalah 0.41 m/s dan 0.35 m/s dan mengalir menuju lautan hindia. Gross (1990)
13 dalam Maulana (2010) menyatakan bahwa arah arus yang dibangkitkan oleh angin akan mengalami pembelokkan dan semakin besar dengan bertambahnya kedalaman yang disebabkan adanya gaya Coriolis, dimana di Belahan Bumi Utara (BBU) arus akan dibelokkan ke arah kanan dan sebaliknya di Belahan Bumi Selatan (BBS) arus akan dibelokkan ke arah kiri dari arah angin. Fenomena pembelokan arus ini dikenal dengan Spiral Ekman.
Topografi Dasar Laut Hasil Survei Topografi dasar laut dari hasil survei ditunjukkan pada Gambar 13 berikut yang ditampilkan dari hasil pengolahan CARIS HIPS/SIPS 6.1.
Gambar 13 Topografi dua dimensi (2D) kedalaman hasil survei multibeam yang ditampilkan dengan CARIS HIPS/SIPS 6.1 dengan interpolasi nearest neighbor 5 x 5. Tanda panah menunjukkan kapal Bahuga Jaya
14 Topografi dasar laut dari hasil pengolahan dengan GMT (Generic Mapping Tools) ditunjukkan pada Gambar 14.
Gambar 14 Topografi dua dimensi (2D) kedalaman di sekitar kapal Bahuga Jaya karam dengan visualisasi GMT Kapal bahuga jaya ditunjukkan oleh tanda panah Kedalaman perairan hasil pemeruman menunjukkan nilai antara 40 m sampai 150 m (Gambar 13). Menurut Siroji (2012), kedalaman perairan selat sunda berdasarkan pemeruman untuk keperluan pembangunan jembatan selat sunda adalah 17.5 m sampai 175 m. Perairan ini tergolong perairan dangkal. Kedalaman perairan di sekitar lokasi kapal karam adalah 65 m sampai 75 m (Gambar 14) yang divisualisasikan dengan GMT. GMT (Generic Mapping Tools) merupakan aplikasi yang secara terintegrasi pada MBSystem yang berfungsi untuk menampilkan hasil plot data. Bangkai kapal Bahuga Jaya yang karam juga dapat terlihat dari tampilan tiga dimensi dasar perairan (Gambar 15). Namun dalam hal ini resolusi gambar yang dapat divisualisasikan sangat rendah sehingga tidak dapat melihat dimensi kapal dengan jelas. Ketidakjelasan tampilan bangkai kapal secara tiga dimensi ini diakibatkan oleh penggunaan frekuensi pada transduser. Frekuensi transduser yang digunakan adalah 50 kHz. Frekuensi ini merupakan frekuensi rendah dengan konsekuensi jarak jangkauan yang jauh namun resolusi spasial yang ditampilkan akan rendah pada perairan dangkal. Hal ini sesuai dengan spesifikasi transducer Multibeam 1050 D dalam L3 communication Elac Nautik GmbH (2003), yang menyatakan bahwa transduser dengan frekuensi 50 kHz dapat menjangkau kedalaman sampai 3 000 m dengan sapuan pada kedalaman 500 m sampai 4 100 m. Hal ini juga sesuai dengan ketentuan IHO (1998), untuk mendapatkan gambar bangkai kapal karam harus menggunakan sonar dengan resolusi tinggi atau dengan melakukan penyelaman untuk melakukan identifikasi. Huvenne (2008), mengatakan perbedaan resolusi ini akan menimbulkan interpretasi yang berbeda
15 pula. Gambar 15 merupakan Topografi tiga dimensi (3D) kedalaman hasil survei multibeam yang ditampilkan dengan Surfer.
Gambar 15 Topografi tiga dimensi (3D) kedalaman hasil survei multibeam yang ditampilkan dengan Surfer dengan metode interpolasi krigging. Tanda panah (merah) menunjukkan letak kapal Bahuga Jaya
Hasil Deteksi Side Scan Sonar dan Dimensi Bangkai Kapal Garis survei Side Scan Sonar memiliki panjang 60 566.70 m dan luas sapuan 18 004 307.10 m2. Dari beberapa garis survei yang ada, terdapat garis yang menunjukkan adanya bangkai kapal Bahuga Jaya (Gambar 16).
Gambar 16 Visualisasi patahan bangkai kapal Bahuga Jaya. Bagian (a) merupakan bagian depan, (b) merupakan bagian belakang kapal Gambar 16 menunjukkan kondisi kapal yang mengalami patahan pada lambung kapal yang dideteksi pada pukul 15.15.39 tanggal 26 September 2012
16 yang membagi dua bagian kapal. Bagian (a) merupakan bagian depan kapal dan bagian (b) merupakan belakang kapal. Hasil pengukuran bagian kapal pada Gambar 16 menunjukkan panjang bagian (a) 72.40 m dan bagian (b) 17. 60 m. Sementara pengukuran lebar kapal adalah Lebar 14.80 m. Pada pukul 15:41:32, bagian (a) terdeteksi pada line survey yang lain seperti yang ditunjukkan Gambar 17 berikut. Bangkai kapal terdeteksi di bagian port (kiri) Side Scan sonar. Bagian kanan (starboard) dan port (kiri) Side Scan sonar dipisahkan oleh bagian blind zone yaitu bagian yang tidak terdeteksi oleh side scan sonar.
(a) (b) Gambar 17 Tampilan objek (kapal) yang merupakan gambar mosaic menggunakan aplikasi (a) SonarWeb; (b) CARIS HIPS&SIPS 6.1 Dimensi bangkai kapal ini berbeda dengan dimensi kapal bahuga jaya sebenarnya. Menurut data www.tradewindsnews.com (2012), panjang kapal Bahuga Jaya untuk LO (Length of Overall) adalah 94.69 m dan lebar 16.26 meter. Data pengukuran menunjukkan panjang kapal sebesar 90 m dan lebar 14.8 m. Dalam hal ini dimensi kapal sebelum dan sesudah karam mengalami pengurangan panjang 4.69 m dan lebar 1.46 m. Besarnya pengurangan dimensi pada panjang bangkai kapal Bahuga Jaya ini disebabkan oleh terjadinya patahan dilambung kapal akibat tabrakan dengan kapal tangker Norgas Cathinka. Hal ini mengakibatkan pengukuran tidak bisa dilakukan secara menyeluruh. Sedangkan lebar kapal diukur dengan posisi kapal yang miring ke samping. Sehingga pengukuran tidak bisa mengikuti bidang horizontal lebar kapal. Hasil visualisasi bangkai kapal dengan side scan sonar lebih terlihat jelas jika dibandingkan dengan hasil yang dapat ditampilkan dari data multibeam. Savini (2008), mengatakan presisi dan akurasi tampilan gambar Side Scan Sonar pada sonograf dipengaruhi oleh dua faktor penting yaitu spesifikasi alat dan faktor lingkungan. Spesifikasi alat tersebut mencakup frekuensi, bentuk beam, dan panjang pulsa (length of the transmitted pulse) yang sangat berpengaruh pada ukuran footprint. Sedangkan faktor lingkungan yang berpengaruh adalah arus, densitas, dan salinitas. Selain itu faktor lain yang perlu diperhatikan adalah kecepatan saat pemeruman. Menurut data Hydro International Journal (2004) tentang spesifikasi alat EdgeTech 4200, kecepatan instrumen saat pemeruman tidak bisa melebihi 10 knot. Kecepatan kapal saat survei data penelitian ini adalah rata-rata 5.39 m/s atau 2.91 knot.
17 Sebaran Nilai Hambur Balik Amplitudo Data Pemeruman Sebaran nilai hambur balik amplitudo (amplitude backscatter) dari hasil pemeruman ditunjukkan pada Gambar 18. Sebaran nilai amplitudo didapatkan dari pengolahan data pemeruman menggunakan perangkat lunak MBSystem. MBSystem merupakan perangkat lunak open source yang dijalankan di bawah sistem linux yaitu linux Poseidon. Linux merupakan sistem operasi yang tampilan dan cara kerjanya mirip dengan sistem unix yang pada mulanya dibuat oleh Linus Torvald dari Finlandia (Sofana, 2008). MBsystem yang digunakan dalam penelitian ini adalah versi 5.3 dengan sintaks untuk menghasilkan nilai hambur balik amplitudo (Lampiran 5). Nilai amplitudo yang diinginkan dalam penelitian ini adalah nilai amplitudo dari objek bangkai kapal. Oleh karena itu, untuk mendapatkan nilai amplitudo tersebut, beberapa garis survei dihilangkan dengan mengambil garis survei yang mendekati lokasi kapal (Gambar 18). Pengukuran nilai amplitudo sangat penting dalam bidang survei karena dapat digunakan untuk berbagai kepentingan misalnya pemetaan dasar perairan berdasarkan nilai hambur balik dari dasar perairan tersebut (Kagesten, 2008).
Gambar 18 Sebaran Amplitudo di sekitar bangkai kapal Bahuga Jaya. Lingkaran merah menunjukkan area kapal karam
18 Nilai sebaran amplitudo dari data multibeam yang diolah berkisar antara 216.25 – 717.25 mV. Perbedaan nilai ini disebabkan oleh perbedaan objek yang berada di dasar perairan yang memantulkan gelombang suara sesuai dengan impedansi benda tersebut. Berdasarkan Gambar 18, nilai amplitudo dari objek kapal merupakan nilai terbesar yaitu sebesar 717.25 mV. Hal ini menunjukkan objek yang lebih keras akan memantulkan energi lebih besar. Nilai ini didasarkan pada bahan yang digunakan untuk membuat kapal Bahuga Jaya merupakan besi dan baja yang memiliki impedansi yang tinggi. Menurut Manik et al. (2006), voltase penerimaan sinyal berbanding lurus dengan besarnya densitas objek. Selain objek kapal, amplitudo dasar perairan di sekitar kapal juga dapat terlihat. Hal ini dapat digunakan untuk identifikasi jenis substrat yang berada di sekitar kapal tersebut dengan merujuk pada nilai hasil penelitian sebelumnya. Aritonang (2010) mengklasifikasikan jenis sedimen dasar laut menjadi 3 jenis, yaitu silty clay dengan kisaran nilai amplitudo sebesar 311 – 352 mV, clayey silt dengan kisaran sebesar 352 – 399 mV dan jenis sedimen sandy silt dengan kisaran amplitudo 399 – 428 mV. Fahrulian (2012) mengatakan nilai hambur balik amplitudo gunung bawah laut berkisar antara 100 – 800 mV. Menurut Rohman (2012), nilai hambur balik amplitudo pendeteksian jembatan (besi) dengan instrumen Side Scan Sonar adalah 7.200 – 7.974 mV. Nilai ini berbeda dengan hasil penelitian ini karena instrumen yang digunakan berbeda pula. Side scan sonar terpasang dekat dengan permukaan dasar perairan sehingga faktor-faktor yang dapat mengurangi nilai hambur balik seperti atenuasi dan absorbsi gelombang suara akan berkurang. Menurut Díaz (1991), ada tiga hal yang mempengaruhi nilai hambur balik yaitu koefisien refleksi yang dipengaruhi oleh impedansi akustik, tingkat kekasaran permukaan yang merupakan fungsi dari panjang gelombang akustik, dan tingkat reverberasi yang juga merupakan fungsi panjang gelombang akustik.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kapal Bahuga Jaya terdeteksi di koordinat 05o52’44.53’’ LS dan 105o51’11.60’’ BT dengan dimensi panjang 90 m dan lebar 14.8 m. Nilai amplitudo kapal yang terdeteksi adalah 717.25 mV. Nilai ini menunjukkan semakin besar densitas objek maka hambur balik amplitudo yang dideteksi akan besar. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan nilai amplitudo dari berbagai benda yang berada didasar perairan untuk dapat digunakan sebagai referensi identifikasi deteksi objek bawah laut.
19
DAFTAR PUSTAKA Aritonang, F.M.L. 2010. Pengukuran kedalaman dan klasifikasi dasar laut menggunakan instrumen Sea Beam 1050 D Multibeam Sonar [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. BPPT. 2012. Kapal ferry bahuga jaya ditemukan oleh Kapal Riset Baruna Jaya IV BPPT [internet]. [diakses pada 2013 Feb 22]. Tersedia pada : http://bppt.go.id/index.php/lain-lain/62-teknologi-kelautan-dan-kedirganta raan/1220-kapal-ferry-bahuga-jaya-ditemukan-oleh-kapal-riset-barunajaya-iv-bppt Brennan ML, Buynevich I, Catsambis A, Davis D, Duman Muhammet, Kofahl M, Merrigan M, Roman C, Urkmez D, Vaughn JI. 2013. Ocean dynamics and anthropogeni cimpacts along the sout hern Black Sea shelf examined through the preservation of pre-modern ship wrecks. Continental Shelf Research. 53:89 –101. Díaz JVM. 1991. Analysis of Multibeam Sonar Data for the Characterization of Seafloor Habitats. The University Of New Brunswick. Fahrulian, Manik HM, Hartoyo D. 2013. Dimensi gunung bawah laut dengan menggunakan multibeam echosounder di perairan bengkulu. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 5(1):93-102
Gregory D, Jensen P, Straetkvern K. 2012. Conservation and in situ preservation of wooden shipwrecks from marine environments. Journal of Cultural Heritage. 13S: 139 – 148. Gumbira G. 2011. Aplikasi instrumen multibeam sonar dalam kegiatan peletakan pipa bawah laut (contoh studi perairan balongan) [skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor. Hansen R E. 2011. Introduction to synthetic aperture sonar, in Sonar Systems. First Edition. InTech, Croatia. Hal. : 1-25. Huvenne VAI, Bas TPL. 2008. Acquisition and processing of backscatter data for habitat mapping – comparison of multibeam and side scan systems. Applied Acoustics. 70:1248-1257. IHO. 1998. Special Publication 44. International Hydrography Bureau. Monaco. Kågesten, G. 2008. Geologi seafloor mapping with backscatter data from a multibeam echosounder. UPTEC W08 011. Examensarbete. Gothenburg. Kinsler, L.E, Frey. A.R, Coppens A.B, Sanders, J.V. 2000. Fundamental of acoustics. John Wiley & Sons, Inc. New Jersey. United State of America. Lucente J. 2012. Ohio sea grant partnerships promote cultural and coastal tourism and protect valuable historic resources. Sea Grant Sustainable Coastal Community Development Bulletin [internet].[diunduh 2013 Feb 22]. Tersedia pada: http://www.seagrant.noaa.gov/SCCD_bulletin_1_ maritime_heritage.pdf Lynch JF dan Kuperman WA. 2004. Shallow-Water Acoustics. American Institute of Physics. Manik HM, M. Furusawa, K. Akamatsu. 2006. Quantifying sea bottom surface backscattering strength and identyfying bottom fish habitat by quantitative echo sounder. Jpn.J.App.Pshy. 45(5B):4865-4867.
20 Maulana E. 2010. Variabilitas suhu, salinitas, dan arus di selat Ombai pada selang waktu september 2005 – November 2006 [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Masetti G, Calder B. 2012. Remote identification of a shipwreck site from MBES backscatter. Journal of Environmental Management. 111:44-52 McGonigle C, Grabowski JH, Brown CJ, Weber TC, Quinn R. 2010. Detection of deep water benthic macroalgae using image-based classification techniques on multibeam backscatter at cashes ledge, gulf of maine, USA. Estuarine, Coastal and Shelf Science. 91: 87-101. Medwin H and Clay C S. 1998. Fundamentals of acoustic Oceanography. Academic Press. London. Mills G B. 2005. International Hydrographic Survey Standards. [internet]. [diunduh pada 2013 Sept 09]. Tersedia pada: http://www.nauticalcharts. noaa.gov/hsd/docs/CSE_library_IHOstandards.pdf Pariwono J.I. 1999. Australian co-operative programmes in marine science tides and tidal phenomena in the asean region. Flinders univ. of S. Australia: Prelim. Rep. 77 pp Pariwono J.I. 1999. Kondisi Oseanografi Perairan Pesisir Lampung. Jakarta: Indonesia Rohman S. 2012. Aplikasi Multibeam Dan Side Scan Sonar untuk Mendeteksi Target Runtuhnya Jembatan Kartanegara di Kutai Kalimantan Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Savini A. 2011. Side-scan sonar as a tool for seafloor imagery: examples from the mediterranean continental margin, sonar systems. inTech. 300-322 Siroji A. 2012. Komputasi data multibeam sonar untuk perencanaan pembangunan jembatan selat sunda [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sofana I. 2008. Mudah membangun server dengan fedora. Informatika: Bandung Southall BL, Nowacek DP. 2011. Acoustics in marine ecology: innovation in technology expands the use of sound in ocean science. Mar Ecol Prog Ser. 395: 1–3. Surbakti H. 2000. Pemetaan Pasang Surut Serta Analisis Komponen Pasang Surut di Seluruh Perairan Indonesia [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Urick RJ. 1983. Principles of underwater sound. McGraw-Hill Inc. USA. 416pp Wyrtki K. 1961. Physical oceanography of the southeast asian waters. California Digital Library: California ____________. 2012. www.tradewindsnews.com/shipping ____________. 2012. http://www.oscar.noaa.gov/datadisplay/
21
LAMPIRAN Lampiran 1 Spesifikasi Multibeam ELAC SeaBeam 1050D Frequency Number of Beam Beam Width Power Suply Max. Pulse Power Max. Source Level Pulse Length Bandwith Sidelobe suspension Survey speed
: 50 kHz : 126 (fewer selectable) : 1530 : 115/230 Volt AC User selectable : 3,5 KW per transducer array : 234 dB 1μPa/1 m : 0.3, 1.3, 10 ms; selectable : 12 kHz, 3.3 kHZ, 1kHz; selectable : 36 dB (transmision and receiption) : up to 16 kn for continous sea floor coverage
Dimension Sonar Proccesor Unit (SEE 30-1050) Weight approx Trabsducer (LSE 237) Weight w/cable
: 480 x 540 x 360 mm : 33 kg : 530 x 290mm each : 60Kg
Interface And Sensor Motion : DMS-2, Octans, POS M/V, MRU 5 Heading : NMEA 0183 standard, sentence HDT Position : NMEA 0183 standard, sentence GGA or VTG SoundVelocity : Data input via RS 232 Software : ELAC HDP 4061, CARIS, COASTAL OCEANOGRAPHCS : EIVA, QPS, ROXAR
Penampang menegak luas sapuan Multibeam ElacSea Beam 1050 D pada frekuensi 50 kHz
22 Lampiran 2 Spesifikasi Side Scan Sonar EdgeTech 4200
Side Scan Sonar EdgeTech 4200 System (http://ashtead-technology.com/product/offshore/edgetech_4200_sss/) SONAR SPECS (WITH OPTIONAL MP TECHNOLOGY) Frequency : 300/600 kHz dual simultaneous Operating Range (meters/side) : 300 kHz: 230m, 600 kHz: 120m Horizontal Beam Width : 300kHz: 0.5°; 600kHz: 0.26° In High Speed Mode: 300 kHz: 0.54°, 600 kHz: 0.34° In High Definition Mode: 300 kHz: 0.28°, 600 kHz: 0.26° Resolution Along Track : 300 kHz: 1.3m @ 50m, 600 kHz: 0.45m @ 100m (Standard); 300 kHz: 1.0m @ 200m, 600 kHz: 0.45m @ 100m (with MP Technology) Resolution Across Track : 300 kHz: 3cm, 600 kHz: 1.5cm Vertical Beam Width : 50° Depression Angle : Tilted down 20° TOWFISH (STAINLESS STEEL) Depth Rating : 2,000m Standard Sensors : Heading, Pitch & Roll Optional Sensor Port : (1) Serial - RS 232C, 9600 Baud, Bidirectional & 27 VDC Options : Pressure Sensor, Magnetometer TOPSIDE PROCESSOR (701-DL INTERFACE) Hardware : 19" rack mount interface Display & interface : Customer-supplied Power input : 115/230 VAC Operating System : Windows XP Pro File Format : Native JSF or XTF Output : Ethernet TOW CABLE Tow Cable Dimensi Towfish
: Coaxial Keviar or double-armoured up to 6,000m, winches available : 125.6 x 11.4 cm (long), 48/36 kg (weight in air/salt water)
23 Lampiran 3 Kapal Riset Baruna Jaya IV Nama Pemilik dan Teknologi (BPPT) Pembuat Tahun Total Dimensi Mesin Utama
Kapal Riset Baruna Jaya IV Jangkauan Fuel oil tank Fesh tank Akomodasi Klasifikasi Instrumen
: Baruna Jaya IV :Badan Pengkajian Penerapan
: CMN France : 1995 : 60,4 x 11,6 x 4,5 : 2 x 1100 PS Niigata 5PA5L Kecepatan :16-20 knot Gross Tonage : 1189 – 1218 GT
: 7500 mil : 190 – 250 m3 : 90 m3 : 20 PAX : BKI, BV : ELAC SEABEAM 1050D, Coda Octopus F 180, Fish Finder, Squid Jigger, bottom dan mid water trawl longline, gill net dan fish proccessing
Lampiran 4 Kapal Bahuga Jaya Nama Exnames
Dibuat di Tahun Pemilik Kapal Bahuga Jaya (http://www.marinetraffic.com/ais/ship details.aspx?mmsi=-7206392) Dimensi Draught Gross Tonnage Kecepatan Horsepower Engine Engine Model
Jenis Kapasitas
: Bahuga Jaya : Blessed Mother, Bajamar, enchijigua, Bonanza : Hasund M.V. : 1972 : Atosim Lampung Pelayaran (Indonesia Flagged ) : Kapal roro, penumpang : 750 orang
: 94.69 m x 16.26 m. : 4.50 m. : 4,311 : 17.00 kts : 8,800B at 550. Call Sign YEBA, IMO Number 7206392. : 4 S.A. 8-cyl., : 8TM410
24 Lampiram 5 Sintaks MBSystem Pengolahan data multibeam untk menghasilkan nilai amplitudo # Membuat data list /bin/ls -1 **.xse | awk '{print $1" 94"}' > datalist.mb-1 # Menyatukan file agar semua dapat diproses sekaligus (datalistp.mb-1) mbdatalist -o -v -z # Membuat table koreksi amplitude mbbackangle -A1 -V # Mengedit batimetri mbedit #Mengedit navigasi mbnavedit # Memproses data mbprocess #Memplotkan data mbm_plot -I datalistp.mb-1 -N -G2 -V \-O batimetri mbm_plot -I datalist.mb-1 -N -G4 -S -V \-O rawAmp mbm_plot -I datalistp.mb-1 -N -G4 -S -V \-O corAmp #Membuat grids dan mosaics mbgrid -I datalistp.mb-1 -E100/0! -F5 -N -A2 -C5 \-O gridbati mbmosaic -I datalistp.mb-1 -E100/0! -N -A3 -F0.05 -Y7 -C5 \-O mosAmp mbgrdviz -I mosAmp.grd & # menampilkan peta dari grids and mosaics mbm_grdplot -I gridbati.grd -G5 -A1 -D0/1 \-O kedalaman mbm_grdplot -I mosAmp.grd -G1 -D -W1/4 -S \-O Amplitude #Ekstrak Data, menghasilkan data dalam bentuk ASCII mblist -I datalistp.mb-1 -Ot#XYZA -Xdata1.txt -M0/125
25
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sipinggan, Samosir, Medan pada tanggal 05 Juni 1990. Penulis merupakan putra kesembilan dari sembilan bersaudara. Ayah penulis bernama M. H. Simbolon dan Ibu T. Br. Sinaga. Penulis menempuh pendidikan SD di SD N 173736 Simbolon selama enam tahun kemudian melanjutkan ke SMP SW RK Bintang Samosir, Palipi selama tiga tahun dan menyelesaikan pendidikan tingkat atas di SMA SW RK Bintang Timur, Pematang siantar. Penulis melanjutkan pendidikan ke salah satu perguruan tinggi terbaik di Indonesia yaitu Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2009 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dengan pilihan Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan (ITK), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK), Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum beberapa mata kuliah. Pada tahun ajaran 2010/2011 penulis menjadi asisten mata kuliah Oseanografi Umum sebagai mata kuliah Interdep dari Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan dan merangkap menjadi asisten mata kuliah Metode Statistika Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan (MSP). Pada tahun ajaran 2011/2012 penulis menjadi Koordinator Asisten mata kuliah oseanografi umum. Penulis juga aktif di Organisasi Himpunan Profesi (HIMPRO) Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan dan menjabat sebagai anggota divisi HUBLUKOM. Penulis juga aktif di Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK), IPB dan aktif di Komisi Diaspora, PMK, IPB. Penulis juga pernah bergabung dengan Taekwondo, IPB. Pada bulan Juli 2012, penulis menyelesaikan Praktik Kerja Lapang (PKL) di Pelabuhan Perikanan Pantai Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah dengan judul Aktivitas Masyarakat dalam Pemanfaatan Makroalga Sargassum sp. di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP), Karimunjawa.