BAB 2 KONDISI GEOGRAFIS DAERAH PENELITIAN DAN INFORMASI MENGENAI MASYARAKAT PESISIR DI PPP CILAUTEUREUN 2.1
Profil Daerah Penelitian Sub bab ini akan membahas beberapa subjek yang berkaitan dengan
karakteristik daerah dan objek penelitian yang terdiri atas bahasan yang terkait dengan profil geografis, kependudukan, pendidikan, dan ekonomi. 2.1.1
Profil Geografis Kecamatan Pameungpeuk mempunyai luas wilayah sekitar 4.175,90 km2,
terletak pada 107o40‟ – 107o45‟ BT dan 7o33‟ – 7o39‟ LS dengan batas-batas wilayah pada bagian utara berbatasan dengan Kecamatan Cisompet, bagian timur berbatasan dengan Kecamatan Cibalong, bagian selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia, dan bagian barat berbatasan dengan Kecamatan Cekelet seperti pada Gambar 2.1. Kondisi alam daerah selatan merupakan dataran pesisir pantai yang berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia. Topografi daerah di kecamatan ini merupakan dataran rendah yang memiliki ketinggian kurang dari 100 meter di atas permukaan laut.
Gambar 2. 1 Lokasi Penelitian (Sumber: Rizkita, 2010) 5
2.1.2
Profil Kependudukan Jumlah penduduk Kecamatan Pameungpeuk tahun 2010 mengalami
pelonjakan yang cukup signifikan dari tahun sebelumnya yaitu sebanyak 48.434 jiwa, terdiri atas 24.652 laki-laki dan 23.782 perempuan. Jumlah rumah tangga sebanyak 10.695 dengan banyaknya anggota per rumah tangga antara 3-4 orang. Dengan luas kecamatan sekitar 4.175,90 km2 menjadikan setiap km persegi rata-rata dihuni sebanyak 9,22 jiwa pada tahun 2010 dengan sebaran yang hampir merata pada setiap desa. 2.1.3
Profil Pendidikan Pembangunan
di
bidang
pendidikan
merupakan
salah
satu
upaya
pembangunan sosial budaya yang langsung menyentuh masyarakat. Sarana pendidikan di Kecamatan Pameungpeuk ada mulai dari 4 buah Taman Kanak-kanak (TK), 27 buah Sekolah Dasar (SD), 4 (empat) buah Sekolah Menengah Pertama (SMP), 1 (satu) buah Sekolah Menengah Atas (SMA), dan 1 (satu) buah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Selain itu juga terdapat 5 (lima) buah Madrasah Ibtidaiyah (MI/setingkat SD), 10 (sepuluh) buah Madrasah Tsanawiyah (MTs/setara SMP), dan 3 (tiga) buah Madrasah Aliyah (MA/setara SMA). Dari analisis data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Garut diketahui bahwa jumlah siswa SD yang meneruskan sekolah ke jenjang SMP (dan setingkatnya) mencapai 89,5% sedangkan siswa SMP yang meneruskan ke jenjang SMA (dan setingkatnya) hanya 63,2% pada tahun 2009. Angka tersebut meningkat dari 62,9% pada tahun 2008. Dari angka tersebut diindikasikan bahwa masih banyak masyarakat di Kecamatan Pameungpeuk yang mengenyam pendidikan hanya sampai tingkat SMP. 2.1.4
Profil Ekonomi Dalam struktur perekonomian Kecamatan Pameungpeuk, sektor pertanian
merupakan sektor yang sangat dominan. Oleh karena itu, dalam kebijakan pembangunan ekonomi, pemerintah daerah berpihak kepada pembangunan perekonomian rakyat terutama di daerah pedesaan guna meningkatkan kesejahteraan petani (termasuk di dalamnya pekebun, peladang, dan nelayan). Dari jumlah 22.699 jiwa penduduk yang memiliki mata pencaharian di Kecamatan Pameungpeuk pada tahun 2009, sebanyak 79% (17.950 jiwa) memiliki pekerjaan sebagai petani (di bidang pertanian tanaman pangan, perkebunan, 6
peternakan, dan perikanan). Sedangkan sebagian penduduk lainnya dimulai dari presentase terbesar memiliki mata pencaharian dibidang perdagangan, jasa, transportasi, konstruksi, industri pengolahan, penggalian atau pertambangan, dan keuangan. 2.2
Kondisi Nelayan di Pesisir Cilauteureun Kegiatan perikanan tangkap di pesisir Cilauteureun memiliki potensi yang
besar untuk dikembangkan. Hal tersebut didukung dengan adanya pelabuhan perikanan yang memiliki kelas sebagai Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) atau biasa disebut dengan PPP Cilauteureun. Selain itu, menurut Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan (Disnakkanla) Kabupaten Garut pada tahun 2009, PPP Cilauteureun memiliki komposisi nelayan terbanyak mencakup 42% dari total nelayan di Kabupaten Garut. Sisa sebanyak 58% nelayan tersebar di pelabuhan pendaratan Cijeruk, Cimarimuara, dan Rancabuaya. Tinjauan pustaka mengenai penghidupan dan kehidupan nelayan ini akan membahas mengenai pengaruh peran dan kebijakan pemerintah dalam pengelolaan perikanan di Kecamatan Pameungpeuk. 2.2.1
Masyarakat Nelayan Kecamatan Pameungpeuk Kecamatan Pameungpeuk, menurut Badan Perencanaan dan Pembangunan
Daerah (Bappeda) Jawa Barat, memiliki potensi perikanan laut yang menjanjikan dengan potensi sebesar 19.436 ton per tahun, sedangkan pemanfaatannya selama tahun 2009 baru mencapai 235 ton. Terdapat Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Cilauteureun di kecamatan ini dan memiliki jumlah nelayan yang paling banyak dibandingkan dengan kecamatan lainnya di Kabupaten Garut yang memiliki wilayah pesisir. Kegiatan penangkapan ikan berlangsung sepanjang tahun dengan masa panen selama bulan Juni-September (musim timur) berdasarkan data yang didapat dari Disnakkanla Kabupaten Garut. Nelayan di PPP Cilauteureun sebagian besar merupakan nelayan tetap sehingga bila masa paceklik datang, pendapatan dari hasil melaut lebih sedikit dibandingkan pada masa panen. Waktu-waktu paceklik (yang bisa diakibatkan oleh tidak adanya ikan atau karena kondisi cuaca yang buruk) tersebut digunakan oleh sebagian kecil nelayan untuk melakukan pekerjaan sampingan, seperti buruh bangunan atau petani. 7
Pendapatan nelayan dipengaruhi oleh jumlah hasil tangkapan ikan atau hasil produksi, biaya operasional penangkapan, dan penjualan hasil tangkapan atau nilai produksi. Tabel 2.1. menyajikan informasi mengenai hasil dan nilai produksi, serta jumlah Rumah Tangga Perikanan (RTP) di Kabupaten Garut selama tahun 2001 sampai tahun 2009. Tabel 2. 1 Hasil dan Nilai Produksi, Serta Jumlah RTP Kabupaten Garut Nilai Produksi
Jumlah RTP
(x 1000 Rupiah)
(kelompok)
1285
5.499.340
613
2002
7668,30
27.772.150
1760
2003
8061,80
31.917.075
2033
2004
7348
40.473.875
1731
2005
1960,20
7.878.975
1729
2006
2916,06
11.164.839
1729
2007
3835,10
18.884.580
1027
2008
3356,70
18.378.400
264
2009
4197,63
31.973.490
371
Tahun
Hasil Produksi (Ton)
2001
(Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat, 2011) Dalam melakukan kegiatan penangkapan, pada umumnya nelayan yang memiliki kapal akan melakukan aktivitas tersebut secara berkelompok. Nelayan yang memiliki kapal disebut nelayan pemilik dan nelayan yang menjadi anggota kelompok suatu kapal tersebut adalah nelayan buruh. Jumlah anggota kelompok tersebut beragam tergantung pada jenis kapal yang dikendarai. Makin besar kapal, maka jumlah nelayan yang dapat diangkut akan lebih banyak. Suatu kesatuan kelompok yang melakukan aktivitas penangkapan ikan tersebut dinamakan Rumah Tangga Perikanan (RTP). Jumlah anggota RTP bervariasi antara 3-4 orang untuk jenis kapal motor atau 6-7 orang untuk jenis kapal yang lebih besar (kapal mesin). Tabel 2.2 menginformasikan pendapatan nelayan pemilik dan nelayan buruh selama tahun 2001-2009.
8
Tabel 2. 2 Pendapatan Nelayan Pemilik dan Nelayan Buruh Per-tahun di Kab. Garut Tahun
Pendapatan Nelayan Pemilik (Rp)
Pendapatan Nelayan Buruh (Rp)
2001
1.614.814
358.949
2002
2.840.334
631.185
2003
2.825.909
627.980
2004
4.208.722
935.272
2005
820.252
182.278
2006
1.162.331
258.296
2007
3.309.858
735.524
2008
12.530.727
2.784.606
2009
15.512.744
3.447.277
(Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat, 2011) Berdasarkan data dari Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat, pendapatan nelayan pada tahun 2009 di Kecamatan Pameungpeuk masih berada di bawah nilai Upah Minumum Regional (UMR) sebesar Rp660.000 yang berlaku di Kabupaten Garut (pengahasilan kurang dari Rp290.000). Penghasilan yang rendah menyebabkan nelayan tidak dapat menghidupi keluarganya dengan layak. Berdasarkan data BPS Provinsi Jawa Barat, rata-rata jumlah anggota keluarga di Kecamatan Pameungpeuk yaitu 3-4 orang. Berdasarkan pengukuran tingkat kemiskinan yang dilakukan oleh BPS, kebutuhan per bulan per orang adalah sebesar Rp. 224.597, - jumlah tersebut adalah nilai pengeluaran yang disetarakan dengan 2100 kilo kalori per jiwa per hari ditambah kebutuhan minimum non makan yang mencakup perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Jika dilakukan perhitungan, maka seorang nelayan yang memiliki 3 orang anggota keluarga (satu istri dan satu anak) harus berpenghasilan minimal Rp. 673.791, - berdasarkan perhitungan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa rata-rata nelayan Pameungpeuk hidup di bawah garis kemiskinan. Salah satu indikator kesejahteraan adalah tingkat pendapatan yang diukur dari garis kemiskinan, angka di atas dengan kata lain menunjukan bahwa tingkat kesejahteraan nelayan Pameungpeuk masih rendah.
9
2.2.2
Kondisi Kegiatan Hulu Nelayan Kecamatan Pameungpeuk Berdasarkan data dari Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Kabupaten
Garut, sarana armada dan alat tangkap yang tersedia di PPP Cilauteureun cenderung mengalami peningkatan selama tahun 2005 sampai tahun 2008 terutama dalam segi kuantitas. Jumlah armada terbanyak merupakan jenis kapal motor tempel (MT) sebanyak 299 unit, dibandingkan dengan jumlah kapal mesin (KM) yang hanya 22 unit pada tahun 2008. Begitu pula jumlah alat tangkap mengalami peningkatan selama tahun 2005 sampai tahun 2008. Suatu kapal motor tempel dapat membawa 15 unit alat tangkap yang terdiri dari jaring dan alat pancing. Alat pancing lebih banyak digunakan oleh nelayan motor tempel, sehingga jumlah unit alat pancing lebih banyak dibandingkan jaring. Suatu kapal motor tempel dapat membawa 1-5 unit alat tangkap (terdiri atas alat pancing dan jaring). Alat pancing lebih banyak digunakan oleh nelayan motor tempel, sehingga jumlah alat pancing lebih banyak dibandingkan jaring. Namun demikian, kuantitas hasil tangkap sebuah jaring lebih banyak bila dibandingkan dengan menggunakan sebuah alat pancing. Oleh karena itu, jumlah unit alat tangkap berupa jaring cenderung lebih pesat dari tahun ke tahun. Nelayan disana tidak memiliki pengetahuan yang memadai mengenai lokasi penangkapan ikan. Pengetahuan mereka didasarkan pada apa yang telah diketahui secara turun temurun atau pembicaraan sesama nelayan, sehingga penguasaan terhadap ilmu dan teknologi perikanan masih rendah. Kebanyakan dari mereka berpendidikan formal hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP). Kondisi tersebut membatasi
dan
menjadi
hambatan
bagi
ruang
gerak
nelayan.
Misalnya
kekurangtahuan nelayan mengenai lokasi berkumpulnya ikan membuat nelayan harus menempuh jarak yang jauh sebelum akhirnya menemukan lokasi yang tepat. Jumlah nelayan di PPP Cilauteureun merupakan yang terbanyak dibandingkan nelayan lainnya di pelabuhan perikanan pantai di Kabupaten Garut. Nelayan yang berlabuh di PPP Cilauteureun berjumlah 1269 orang pada tahun 2008 yang terdiri atas 124 orang juragan pemilik kapal, 672 orang pendega, 95 orang nelayan ikan hias, dan 378 orang nelayan rumput laut.
10
2.2.3
Kondisi Kegiatan Hilir Nelayan Kecamatan Pameungpeuk Hasil tangkapan ikan nelayan PPP Cilauteureun dijual langsung ketika nelayan
mendarat kepada bakul. Bakul merupakan istilah yang diberikan kepada orang yang meminjamkan modal pada nelayan untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan. Hal tersebut berdampak pada lemahnya posisi tawar nelayan karena biasanya bakul tidak membeli hasil tangkapan dengan harga wajar. Bila hasil tangkap dibeli dengan harga wajar pun, yaitu hutang kepada bakul. Seringkali untuk memenuhi biaya operasional melaut, nelayan meminjam sejumlah uang kepada bakul dengan harapan biaya pinjaman tersebut dapat dilunasi dengan sebagian hasil tangkapan setelah pulang melaut. Namun demikian, jumlah hasil tangkapan tidak dapat diprediksi, sehingga tidak setiap kali nelayan bisa membayar lunas biaya operasional (modal) yang dipinjam untuk melaut. Akibatnya, nelayan sulit untuk melunasi pinjaman tersebut yang makin lama makin menumpuk karena bakul juga menetapkan adanya bunga tertentu selama pelunasan hutang. Sistem penjualan kepada bakul ini terjadi di PPP Cilauteureun dan nelayan sudah sangat bergantung kepada para bakul. Berdasarkan data dari Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Kabupaten Garut, jumlah bakul di PPP Cilauteureun adalah yang terbanyak dibandingkan dengan pelabuhan perikanan lainnya. Hal tersebut terjadi karena PPP Cilaueureun merupakan salah satu pelabuhan perikanan dengan jumlah nelayan yang paling banyak di sepanjang pantai Garut selatan. Namun demikian, dengan hidupnya sistem ini, nelayan memiliki posisi yang lemah dalam penjualan dan penawaran hasil ikannya karena mereka tidak memiliki pilihan lain dalam menjual ikannya ke pihak lain yang mungkin dapat memberikan harga lebih baik dari harga yang ditawarkan oleh bakul. Tata kelola hasil tangkap di PPP (Cilauteureun) selama ini terbatas pada penjualan langsung ikan segar dan didominasi oleh pengasinan yang dilakukan oleh masyarakat pesisir di Kecamatan Cilauteureun. Pendistribusian perikanan hasil tangkap sudah berjalan cukup baik terlihat dari segi konsumen yang beragam dalam memanfaatkannya.
Hasil
tangkapan
oleh nelayan
di PPP
Cilauteureun
didistribusikan hingga ke kota Jakarta, Bandung, dan Garut, dan beberapa kota lainnya di Jawa Barat. Meskipun jarak antara Kecamatan Pameungpeuk dengan ibukota Kabupaten Garut cukup jauh, yaitu sekitar ± 86 km. (Rudiawan, 2011) 11
2.3
Pelabuhan Perikanan Menurut Direktorat Jenderal Perikanan Departemen Pertanian RI (1981),
Pelabuhan Perikanan adalah pelabuhan yang secara khusus menampung kegiatan masyarakat perikanan baik dilihat dari aspek produksi, pengolahan maupun aspek pemasarannya. Sementara Departemen Pertanian dan Departemen Perhubungan (1996) mendefinisikan Pelabuhan Perikanan sebagai tempat pelayanan umum bagi masyarakat nelayan dan usaha perikanan, sebagai pusat pembinaan dan peningkatan kegiatan ekonomi perikanan yang dilengkapi dengan fasilitas di darat dan di perairan sekitarnya untuk digunakan sebagai pangkalan operasional tempat berlabuh, mendaratkan hasil,
penanganan, pengolahan, distribusi dan pemasaran hasil
perikanan. Pelabuhan perikanan dibagi dalam 4 (empat) kelas yakni : 1. Pelabuhan Perikanan Samudera. 2. Pelabuhan Perikanan Nusantara. 3. Pelabuhan Perikanan Pantai. 4. Pangkalan Pendaratan Ikan. Pelabuhan Perikanan memiliki berbagai fungsi yaitu fasilitas pokok (basic fascilities) dan fasilitas fungsional (functional fascilities). Fasilitas pokok pelabuhan terdiri atas: fasilitas perlindungan (protective fascilities), fasilitas tambat (mooring fascilities) dan fasilitas perairan pelabuhan (water side fascilities). Fasilitas fungsional terdiri atas berbagai fasilitas untuk melayani berbagai kebutuhan lainnya di areal pelabuhan tersebut seperti bantuan navigasi, layanan transportasi, layanan suplai kebutuhan bahan bakar minyak dan pelumas, tempat penanganan dan pengolahan ikan, fasilitas darat untuk
perbaikan jaring,
perbengkelan untuk perbaikan dan pemeliharaan kapal, layanan kebutuhan air bersih dan perbekalan melaut dan lain sebagainya (Murdiyanto, 2003). Fasilitas fungsional dapat dikelompokkan menjadi empat bagian berdasarkan fungsinya, yaitu: a. Untuk penanganan hasil tangkapan dan pemasarannya, yang terdiri dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI), pemeliharaan dan pengolahan hasil tangkapan ikan, pabrik es, gudang es, refrigerasi /fasilitas pendingin dan gedung-gedung pemasaran.
12
b. Untuk pemeliharaan dan perbaikan armada alat penengkapan ikan, ruang mesin, tempat penjemuran alat penangkapan ikan, bengkel, slipways dan gudang jaring. c. Untuk perbekalan yang terdiri dari: tangki dan instalasi air minum serta BBM. d. Untuk komunikasi yang terdiri dari dari: stasiun jaringan telepon, radio SSB. 2.3.1
Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Cilauteureun PPP Cilauteureun merupakan pelabuhan perikanan yang berada di perbatasan
Kecamatan Pameungpeuk dan Kecamatan Cikelet. Pelabuhan ikan ini merupakan PPP satu-satunya yang berada di pantai selatan Jawa Barat. PPP mampu menjadi tempat berlabuh bagi kapal dengan jangkauan berlayar di perairan dalam, perairan kepulauan, laut teritorial, hingga wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dengan kekuatan 10-30 GT. Kapasitas tampung kapalnya sampai dengan 300 GT atau setara dengan 30 buah kapal berukuran 10 GT. Panjang dermaga untuk PPP antara 100-150 meter dengan kedalaman perairan minimal 2 meter. Tabel 2. 3 Jumlah Unit Kapal di PPP Cilauteureun KAPAL (Unit)
ALAT TANGKAP (Unit) PANCING
JARING
JML
JML
168
945
394
36
199
968
370
284
36
342
968
458
22
290
36
348
968
518
2008
22
299
36
357
968
633
2009
22
299
36
357
968
628
2010
18
282
36
336
968
628
Tahun
Kapal Mesin
Motor
Kapal Tanpa
(KM)
Tempel (MT)
Motor (TM)
2004
15
145
8
2005
16
147
2006
22
2007
JML
(Sumber: Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Kabupaten Garut, 2011) Dari Tabel 2.3 dapat dilihat bahwa selama kurun waktu tujuh tahun terdapat kenaikan yang signifikan untuk jumlah unit kapal jenis motor tempel dan alat tangkap jaring. Peningkatan jumlah kapal MT hampir mencapai 100%, sedangkan alat jaring mencapai 60%. Jenis kapal di PPP Cilauteureun didominasi oleh kapal bermotor tempel (MT). Kapal berkapasitas paling besar adalah kapal mesin (KM) yang jumlahnya jauh lebih sedikit dibandingkan motor tempel. Di PPP ini, kapal mesin terbesar memiliki kekuatan hingga 15 GT yang memiliki daya jarak tempuh 13
mencapai radius 250 km dari PPP. Sedangkan kapal yang lebih kecil seperti motor tempel (sampai 10 GT) hanya memiliki daya jarak tempuh dengan radius 150 km (Rizkita, 2010). Tabel 2.4 menjelaskan mengenai jenis dan jumlah alat pancing dan jaring di PPP Cilauteureun yang di gunakan oleh nelayan di PPP Cilauteureun. Tabel 2. 4 Jenis dan Jumlah Alat Pancing dan Jaring di PPP Cilauteureun Jenis Alat
Pancing
Jaring
Jumlah
Rawe Botol
55
Rawe Buas
82
Rawe Kakap
136
Tonda
417
Kalipo
278
Jumlah
968
Gill Net
102
Payang
30
Sirang
488
Pukat Pantai Jumlah
8 628
(Sumber: http://www.garutkab.go.id) Jenis tangkapan yang didaratkan di PPP Cilauteureun didominasi oleh ikan tongkol, layur, kerapu, kakap, dan udang. Berdasarkan data dari Disnakkanla Kabupaten Garut, tangkapan ikan tongkol rata-rata mencapai 52% dari keseluruhan hasil tangkapan hingga pertengahan Mei 2010. Data produksi perikanan tangkap di PPP Cilauteureun dapat dilihat pada Tabel 2.5. Jumlah tangkapan terbanyak didominasi pada bulan Mei hingga Oktober. Waktu-waktu tersebut merupakan masa panen bagi nelayan di PPP Cilauteureun karena hasil tangkapan cenderung berlimpah. Hal tersebut diakibatkan oleh adanya fenomena upwelling yang terjadi secara berkala di laut selatan Pulau Jawa akibat pengaruh musim timur.
14
Tabel 2. 5 Jumlah Produksi Tangkapan Ikan Dalam Kilogram dan Rupiah di PPP Cilauteureun 2007 Bulan
2008
2009
Produksi
Produksi
Produksi
Produksi
Produksi
Produksi
(Kg)
(Rp)
(Kg)
(Rp)
(Kg)
(Rp)
Januari
31.412,5
60.450.000
4.968
12.600.000
1.745
4.362.500
Februari
15.600
27.040.000
15.792
33.540.000
106
4.240.000
Maret
5.750
9.660.000
3.384
14.220.000
2.164,5
10.108.800
April
4.900
12.250.000
9.660
26.880.000
450
2.400.000
Mei
8.470
19.622.500
37.258
97.440.000
5.031
20.124.000
Juni
17.900
46.062.500
29.944
78.190.000
55.165,5
369.354.000
Juli
31.574
78.935.000
49.970
118.400.000
39.341,47
184.405.380
Agustus
23.524
58.182.000
31.006
75.250.000
103.512,84
682.604.150
September
32.042
83.375.000
12.468
30.000.000
10.228,3
55.701.000
Oktober
18.475
46.125.000
5.748
21.120.000
9.820,8
50.252.100
November
7.020
15.240.000
10.492
21.160.000
6.308
24.838.400
Desember
3.742
13.065.000
344
10.010.000
385
1.540.000
Total (kg)
200.409,5
470.007.000
211.024
538.810.000
234.258.41
1.409.930.330
Total
200,410
211,024
234,258
(ton)
(Sumber: Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Kabupaten Garut, 2011) 2.3.2
Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Ikan merupakan komoditi yang mudah busuk. Sesudah diangkat dari kapal,
ikan harus segera ditangani secara tepat untuk mempertahankan mutu ikan secara maksimum. Sistem pemasaran menjadi kompleks karena sifatnya yang mudah busuk. Beberapa cara pelayanan untuk mendistribusikan produk perikanan yang dapat dilakukan : 1. Melalui tempat pelelangan ikan di pelabuhan perikanan dan pasar induk di luar kota sebelum akhirnya sampai pada konsumen. 2. Diangkut dengan kapal langsung ke pasar di kota konsumen tanpa melewati tempat pelelangan ikan. 3. Para pengolah membeli ikan untuk bahan mentah di tempat pelelangan.
15
4. Setelah membeli ikan di pelelangan ikan, tengkulak memasok para konsumen di lingkungan perkotaan seperti restoran, pabrik, rumah sakit, pasar swalayan dan sebagainya. Tempat Pelelangan Ikan (TPI) merupakan salah satu fungsi utama dalam kegiatan perikanan dan juga merupakan salah satu faktor yang menggerakkan dan meningkatkan usaha dan kesejahteraan nelayan (Wiyono, 2005). Menurut sejarahnya Pelelangan Ikan telah dikenal sejak tahun 1922, didirikan dan diselenggarakan oleh Koperasi Perikanan terutama di Pulau Jawa, dengan tujuan untuk melindungi nelayan dari permainan harga yang dilakukan oleh tengkulak/pengijon, membantu nelayan mendapatkan harga yang layak dan juga membantu nelayan dalam mengembangkan usahanya. Pada dasarnya sistem dari Pelelangan Ikan adalah suatu pasar dengan sistem perantara (dalam hal ini adalah tukang tawar) melewati penawaran umum dan yang berhak mendapatkan ikan yang dilelang adalah penawar tertinggi. Hasil tangkapan yang dibongkar dari kapal ikan perlu mendapatkan pelayanan yang memudahkan terlaksananya pekerjaan dalam serangkaian proses seperti sortasi, pencucian, penimbangan, penjualan dan pengepakan di tempat pelelangan ikan (TPI) tersebut. Setelah itu ikan dikirim sebagian untuk konsumsi lokal dalam bentuk segar, sebagian lainnya ke pabrik untuk prosesing dan sisanya ke tempat pembekuan ikan untuk diawetkan. Tempat Pelelangan Ikan (TPI) merupakan salah satu fasilitas fungsional yang disediakan di setiap Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI). Dengan demikian TPI merupakan bagian dari pengelolaan PPI. Berdasarkan Keputusan Bersama 3 Menteri yaitu Menteri Dalam Negeri, Menteri Pertanian dan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil No. 139 tahun 1997 tentang penyelengaraan tempat pelelangan ikan, bahwa yang disebut dengan Tempat Pelelangan Ikan adalah tempat para penjual dan pembeli melakukan transaksi jual beli ikan melalui pelelangan dimana proses penjualan ikan dilakukan di hadapan umum dengan cara penawaran bertingkat. Ikan hasil tangkapan para nelayan harus dijual di TPI kecuali : a. Ikan yang digunakan untuk keperluan lauk keluarga b. Ikan jenis tertentu yang diekspor dan ikan hasil tangkapan pola kemitraan dengan pertimbangan dan atas dasar persetujuan dari Kepala Daerah.
16