BAB 2 IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG OLEH BANK PERKREDITAN RAKYAT 2.1. Dasar Hukum Bank Perkreditan Rakyat. Menurut Pasal 58 UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) merupakan bank yang khusus melayani masyarakat kecil. Pada awalnya, BPR berasal dari Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, Lumbung Pitih Nagari (LPN), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Produksi Desa (BKPD), dan/atau lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu diberikan status sebagai Bank Perkreditan Rakyat.11 Dasar hukum bagi Bank Perkreditan Rakyat terdapat di dalam Pasal 5 ayat (1) UU No. 7 tahun 1992, yaitu menurut jenisnya, bank terdiri dari Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat. Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.12 Awal mula domisili pendirian BPR dibatasi. Di dalam Pasal 16 UU No. 7 tahun 1992 disebutkan bahwa pendirian BPR harus dalam wilayah kecamatan dan tidak boleh didirikan di wilayah ibukota negara, propinsi, kabupaten atau kotamadya. Sejalan dengan perkembangan zaman, dengan adanya UU No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan, ketentuan tersebut diubah. Lalu pada tanggal 12 Mei 1999
dikeluarkan Surat
Keputusan
Direksi Bank Indonesia No.
32/35/KEP/DIR/12 Mei 1999 yang memperbolehkan BPR beroperasi dimana saja. Hal ini ditunjang juga dengan dicabutnya Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999 11
Panji Achmad, Pengantar Hukum Perbankan (Bank Perkreditan Rakyat/BPR), (Jakarta: Bank Indonesia, 2001), hal. 1. 12
Indonesia (b), Undang-Undang Tentang Perbankan, UU No. 7 tahun 1992, LN No. 31 Tahun 1992, TLN No. 3472, ps. 5 ayat (1).
12 Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
13
dengan Peraturan Pemerintah No. 30 tahun 1999. Kemudian Bank Indonesia menerbitkan Peraturan Bank Indonesia tentang Bank Perkreditan Rakyat tersendiri yang komprehensif. Fungsi BPR yaitu sebagai suatu lembaga keuangan yang cukup spesifik berbeda dengan jenis-jenis unit usaha lain, di mana ciri khas tersebut terletak pada sumber dananya yang sebagian besar berasal dari dana masyarakat. Fungsi BPR tersebut antara lain:13 1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu; 2. Menyediakan kredit; 3. Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; 4. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikst deposito, dan/atau tabungan pada bank lain. Sedangkan tujuan dari BPR adalah melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
2.2. Bentuk Usaha Bank Perkreditan Rakyat. Bentuk usaha Bank Perkreditan Rakyat dapat dibedakan ke dalam 2 (dua) jenis, antara lain: 1. Bank Perkreditan Rakyat Konvensional. Bentuk penghimpunan dana dari masyarakat yang paling umum dilakukan perbankan atau BPR adalah dalam bentuk penghimpunan dana tabungan dan deposito. Kedua jenis bentuk penghimpunan tersebut dikenal pula dengan penghimpunan dana pihak ketiga. Selain dana dari pihak ketiga, penghimpunan dana dapat pula berasal dari tambahan setoran modal, pinjaman, antar bank dan laba tidak dibagi.14 Ditinjau dari kepentingan
13
Panji Achmad, op. cit., hal. 23.
14
Ibid.
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
14
penyimpan dana, maka dari dana pihak ketiga, tabungan merupakan simpanan yang paling liquid dibandingkan dengan deposito. Namun dari kepentingan BPR tabungan tersebut termasuk ke dalam likuiditas dengan tingkat risiko yang tinggi, sehingga balas jasa terhadap simpanan berupa tabungan lebih rendah dibandingkan deposito. Secara rinci kegiatan utama penghimpunan dana atau produk-produk yang dikeluarkan BPR dapar diuraikan sebagai berikut:15 a. Tabungan Tabungan adalah simpanan dari pihak ketiga kepada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu. Produk tabungan ini sangat familiar dengan masyarakat karena apresiasi masyarakat terhadap tabungan. b. Deposito Deposito adalah simpanan pihak ketiga kepada bank, yang penarikkannya hanya dapat dilakukan dalam waktu tertentu, sesuai dengan perjanjian antara pemilik deposito dengan BPR yang bersangkutan. c. Antar Bank Dana antar bank dalam konteks BPR adalah sumber dana yang berasal dari bank lain, baik berupa pinjaman maupun simpanan. Dalam kenyataannya, sumber dana bank dapat berasal dari Bank Umum ataupun sesama BPR. Namun demikian, apabila sifat dana antar bank tersebut berupa pinjaman, maka dana ataupun pinjaman tersebut yang diterima oleh BPR umumnya bersumber dari bank umum. Dana yang berhasil dihimpun oleh BPR harus disalurkan kembali terhadap kegiatan yang bersifat produktif, agar bank memperoleh spread yang positif. Pokok-pokok kegiatan penyaluran dana tersebut, khususnya untuk BPR terutama berupa pemberian kredit dan penempatan dana antar bank. Lebih rinci mengenai kegiatan penyaluran dan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:16
15 16
Ibid., hal. 8. Ibid., hal. 9.
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
15
a. Pemberian kredit Penyaluran dana dalam bentuk kredit yang diberikan merupakan kegiatan utama BPR untuk memperoleh keuntungan, jika dibandingkan dengan kegiatan penempatan dana antar bank. Kredit dapat pula dikatakan sebagai fasilitas atau jasa yang diberikan oleh BPR kepada masyarakat apabila masyarakat membutuhkan pembiayaan untuk modal kerja, konsumsi, produksi maupun investasi. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. b. Penempatan antar bank Penempatan dana oleh BPR dapat ditujukan kepada sesama BPR dan dapat pula kepada bank umum, namun demikian umumnya BPR menempatkan dana kepada bank umum. Jenis-jenis penempatan dana antar bank yang dilakukan oleh BPR, dapat berupa penempatan giro, penempatan tabungan, penempatan deposito atau bahkan pemberian pinjaman. Penempatan antar bank yang dilakukan oleh BPR termasuk ke dalam kategori penyaluran yang produktif, terutama penempatan dalam bentuk tabungan, deposito dan pinjaman, sedangkan penempatan dalam bentuk giro tidak dikategorikan sebagai penyaluran (aktiva) yang produktif mengingat jasa giro relatif rendah dan kepentingan BPR membuka giro pada umumnya hanya dalam rangka menjaga likuiditas. 2. Bank Perkreditan Rakyat Syariah. Kegiatan BPR Syariah pada dasarnya sama dengan kegiatan BPR Konvensional, yang membedakan adalah prinsip yang dipakai dalam kegiatan operasionalnya. Prinsip Syariah sebagaimana yang dipakai dalam landasan kegiatan usaha BPR Syariah adalah prinsip dengan aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara BPR dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
16
(musharakah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).17 Penghimpunan dana dalam sistem BPR Konvensional baik berupa tabungan dan deposito, maupun modal sendiri ataupun pinjaman serta antar bank terdapat pula dalam BPR Syariah, namun dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan prinsip syariah. Untuk lebih jelas, penghimpunan dana dimaksud dijelaskan sebagai berikut:18 a. Tabungan Sebagaimana diketahui bahwa tabungan termasuk ke dalam simpanan dana pihak ketiga, namun dalam kaitan ini pada BPR Syariah umumnya tabungan dimaksud memakai prinsip Al Wadiah dan Al Mudharabah. Al Wadiah adalah suatu titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penyimpan menghendaki. Sebaliknya imbalan untuk si penabung adalah adanya jaminan keamanan akan hartanya dan BPR mendapatkan keuntungan dari dana titipan yang dikelola. Keuntungan secara materi akan diperoleh oleh penabung apabila BPR membuat kebijakan untuk memberikan insentif berupa bonus, dengan catatan tidak disyaratkan sebelumnya termasuk jumlah maupun persentasenya. Selanjutnya pengertian Al Mudharabah adalah suatu kerjasama antara dua pihak dimana pihak pertama (penabung) menyerahkan dana kepada pihak kedua (BPR), dan pihak kedua bertanggung jawab atas pengelolaan usaha dana tersebut. Keuntungan dibagikan sesuai dengan ratio laba yang telah disepakati bersama dimuka, manakala rugi pihak pertama ikut menanggung rugi, demikian sebaliknya. Pada umumnya Al Wadiah dipakai untuk tabungan yang dapat ditarik sewaktu-waktu, sedangkan prinsip Al Mudharabah untuk sebaliknya.
17
Ibid., hal. 12.
18
Ibid., hal. 14.
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
17
b. Deposito Deposito berjangka adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu menurut kesepakatan perjanjian antara pemilik dana dengan pihak bank. Jenis simpanan seperti ini dapat dikelompokkan ke dalam simpanan investasi, jadi harus menggunakan akad mudharabah yang di dalamnya harus memuat klausul-klausul tentang nisbah bagi hasil, cara pembayaran bagi hasil, jangka waktu investasi. BPR menerima deposito dari pihak ketiga berdasarkan prinsip Al Mudharabah, yaitu suatu perjanjian kerjasama antar pihak yang mempunyai modal dengan BPR. Dalam kontrak deposito mudharabah, deposan menempatkan uang dalam jumlah dan jangka waktu tertentu, dengan tujuan untuk memperoleh bagian keuntungan dana yang diinvestasikan. BPR dan deposan menyetujui pembagian keuntungan dari hasil investasi dana berdasarkan nisbah yang telah disepakati. Penghimpunan maupun penempatan dana antar BPR Syariah atau bahkan dengan Bank Muamalat Indonesia, khususnya dalam pengelolaan likuiditas masing-masing BPR, tampaknya cukup sering dilakukan. Namun penempatan antar bank bagi sebagian pengurus BPR Syariah masih menimbulkan keraguraguan, misalnya apakah secara syariah penempatan dana antar bank tersebut dapat dibenarkan, sebab sebagian ulama melarang kegiatan tersebut dengan alasan akan menimbulkan mudharabah ganda dengan arti kata, bank tidak boleh memudharabahkan lagi dana yang telah diterimanya dari ummat, bagaimanapun hal tersebut merupakan amanah ummat dan bank itu sendiri yang harus memutar atau mengelolanya. Apabila di-placement-kan lagi sepertinya bank tidak bekerja, karena menerima hasil mudharabah secara gampang dari bank lain tanpa melakukan tindakan apapun atau upaya terlebih dahulu.19 Ada satu prinsip lagi yang menjadi ciri khas BPR Syariah yaitu prinsip Al Qard Ul Hasan. Prinsip ini merupakan titipan zakat, infaq, dan shodaqoh, baik yang diterima secara langsung maupun melalui badan amil zakat, sehingga BPR menjadi perpanjangan Baitul Mal dalam mengelola dana umat secara optimal yang nirlaba. Selanjutnya dana tersebut akan 19
Ibid., hal. 16.
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
18
disalurkan kepada pengusaha kecil atau pengusaha yang sangat mikro yang umumnya tidak memiliki jaminan, dan kepada debitur tidak dikenakan bunga. Dalam pengertian lain dapat dikatakan bahwa BPR menyediakan fasilitas dana kepada nasabah tanpa mengharapkan imbalan dari nasabah, fasilitas tersebut biasanya diberikan kepada nasabah dalam rangka pelaksanaan kewajiban sosial terhadap nasabah yang betul-betul membutuhkan dan berhak menerimanya, antara lain pengusaha kecil. Apabila pembiayaan terhadap pengusaha kecil tersebut berlangsung sukses, diharapkan dana yang tersedia di BPR dapat bergulir terus dan makin lama makin membesar atau semacam revolving fund yang sangat bermanfaat bagi pengusaha kecil yang sebenarnya masih tergolong dhuafa.20 Kegiatan penyaluran dana biasa dikenal dengan pemberian kredit pada BPR Konvensional, terhadap hal ini maka pada BPR Syariah, kegiatan tersebut disebut juga dengan kegiatan pembiayaan. Dana kegiatan pembiayaan ini antara lain adalah:21 a. Pembiayaan Al Mudharabah, yaitu BPR menyediakan 100% pembiayaan bagi usaha yang akan dikelola oleh nasabah tanpa campur tangan bank, namun bank dapat mengajukan usul dan melakukan pengawasan. Bank mendapat imbalan atau keuntungan yang besarnya ditetapkan atas dasar persetujuan kedua belah pihak. Apabila terjadi kerugian, sepenuhnya ditanggung oleh bank, kecuali kerugian tersebut disebabkan oleh kelalaian nasabah. b. Pembiayaan Al Musyarakah, yaitu BPR menyediakan sebagian dari pembiayaan bagi usaha nasabah, sebagian lagi akan disediakan oleh mitra usaha BPR. BPR bersama mitra usaha dapat ikut serta mengelola usaha nasabah. BPR dengan mitra usaha akan mengadakan kesepakatan dalam pembagian keuntungan yang jumlahnya tergantung dari perjanjian kedua belah pihak. Apabila terjadi kerugian akan ditanggung oleh BPR dengan mitra usahanya sesuai dengan pangsa pembiyaan masing-masing. c. Pembiayaan Al Murabahah, yaitu BPR membiayai pembelian barang yang diperlukan nasabah dengan sistem pembayaran kemudian. Dalam 20
Ibid., hal. 17.
21
Ibid., hal. 15.
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
19
pelaksanaannya BPR membeli atau memberi kuasa kepada nasabah untuk membelikan barang yang diperlukannya dengan atas nama BPR. Pada saat bersamaan BPR menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga pokok ditambah sejumlah keuntungan untuk dibayar oleh nasabah pada jangka waktu tertentu sesuai kesepakatan kedua belah pihak. d. Pembiayaan Bai Bithsaman Ajiil, yaitu BPR membiayai pembelian suatu barang dengan sistem pembayaran angsuran. Dalam pelaksanaannya BPR memberi kuasa kepada nasabah untuk membeli barang yang diperlukan dengan atas nama BPR. Pada saat yang bersamaan BPR menjual kepada nasabah dengan harga pokok ditambah dengan sejumlah keuntungan untuk dibayar secara cicilan oleh nasabah dengan jangka waktu berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
2.3. Perkembangan BPR di Indonesia. Dengan
keluarnya
PBI
Nomor
6/22/PBI/2004
tentang
BPR
yang
memperbolehkan BPR beroperasi dimana saja maka banyak pula pihak-pihak yang mendirikan BPR di perkotaan. Namun di dalam usaha perkembangannya, pihak-pihak yang ingin melakukan pendirian BPR harus mendapatkan izin usaha dari Bank Indonesia. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam pendirian BPR, antara lain sebagai berikut:22 1. BPR hanya dapat didirikan dan melakukan usaha dengan izin Dewan Gubernur Bank Indonesia; 2. BPR hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh: a. Warga Negara Indonesia; b. Badan hukum Indonesia yang seluruh kepemilikannya oleh Warga Negara Indonesia; c. Pemerintah Daerah. 3. Dua pihak atau lebih sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c pemberian izin sebagaimana dimaksud dilakukan dalam dua tahap, yaitu:23 22
Bank Indonesia (a), Peraturan Bank Indonesia Tentang Bank Perkreditan Rakyat, PBI No. 6/22/PBI/2004, ps. 3. 23
Ibid., ps. 5.
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
20
a. Persetujuan prinsip, yaitu persetujuan untuk melakukan persiapan pendirian BPR; b. Izin usaha, yaitu izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan usaha BPR setelah persiapan sebagaimana dimaksud dalam huruh a selesai dilakukan. Bentuk hukum BPR dalam pendirian BPR dimana pemohon dapat memilih bentuk hukum yang diinginkan dan yang telah ditentukan, masing-masing bentuk badan hukum mempunyai kelebihan dan kekurangan.24 Selain itu, Bank Indonesia juga harus memperhatikan tentang tingkat persaingan yang sehat antar bank, tingkat kejenuhan jumlah bank dalam suatu wilayah tertentu dan pemerataan pembangunan ekonomi nasional.25 Hal ini dikarenakan kegiatan penghimpunan dana dari masyarakat merupakan kegiatan yang menyangkut kepentingan orang banyak atau masyarakat yang menyimpan dananya pada pihak bank dan oleh karena menyangkut kepentingan orang banyak itulah perkembangan kegiatan ini perlu pengawasan.
2.4. Pencucian Uang. Pada saat ini, lebih dari sebelumnya, pencucian uang atau yang dalam istilah Inggrisnya disebut money laundering, sudah merupakan fenomena dunia dan merupakan tantangan internasional.26 Sampai saat ini belum ada definisi yang universal dan komprehensif mengenai apa yang dimaksud dengan pencucian uang atau money laundering. Pihak penuntut dan lembaga penyidikan kejahatan, kalangan pengusaha dan perusahaan, negara-negara yang telah maju dan negaranegara dari dunia ketiga (sebagaimana ternyata dari undang-undang tentang pencucian uang negara-negara itu), dan lembaga-lembaga internasional masingmasing mempunyai definisi sendiri berdasarkan prioritas dan perspektif yang
24
Kashmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999), hal. 44. 25
Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001), hal. 71. 26
Sutan Remy Sjahdeini, Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan Terorisme, (Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 2007), hal. 1.
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
21
berbeda. Definisi untuk tujuan penuntutan lebih sempit dibandingkan dengan definisi untuk tujuan penyidikan. Welling mengemukakan bahwa: “Money laundering is the process by which one conceals the existance, illegal source, or illegal application of income, and than disguises that income to make it appear legitimate.” 27 Dalam Bahasa Indonesia, maksud kalimat di atas adalah pencucian uang yaitu suatu proses dimana seseorang mengaburkan keberadaan, sumber ilegal atau aplikasi pemasukan yang ilegal dan menyamarkan pendapatan tersebut supaya terlihat sah di mata hukum. Sedangkan Fraser mengemukakan bahwa: “ Money laundering is quite simply the process through which “dirty” money (proceeds of crime), is washed through “clean” or legitimate sources and enterprises so that the “bad guys” may more safely enjoy their ill’ gotten gains.”28 Dalam Bahasa Indonesia, maksud kalimat di atas adalah pencucian uang yaitu kegiatan yang dengan mudah dilakukan di mana uang haram dicuci melalui sumber-sumber yang “bersih” dan sah sehingga para penjahat dapat menikmati uang tersebut secara aman. Pamela H. Bucy dalam bukunya yang berjudul White Collar Crime: Cases and Materials memberikan pengertian sebagai berikut: “ Money laundering is the concealment of the existence, nature or illegal source of illicit funds in such a manner that the funds will appear legitimate if discovered.”29
27
Ibid., hal. 2.
28
David Fraser, “Lawyers, Guns and Money: Economics and Ideology on the Money Trail” dalam Brent Fisse, David Fraser & Graeme Coss, The Money Trail (Confiscation of Proceeds of Crime, Money Laundering, and Cash Transaction Reporting), (Sydney: The Law Book Company Limited, 1992), hal. 257. 29
Pamela H. Bucy, White Collar Crime: Cases and Materials, (St. Paul, Minn: West Publishing Co., 1992), hal. 128.
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
22
Dalam Bahasa Indonesia, maksud kalimat di atas adalah pencucian uang yaitu kegiatan mengaburkan keberadaan sumber keuangan yang ilegal yang dilarang oleh hukum sehingga dana tersebut akan kelihatan sah jika ditemukan. David A. Chaikin memberikan definisi money laundering, sebagai berikut: “ The process by which one conceals or disguises that true nature, source, disposition, movement or ownership of money for whatever reason.”30 Dalam Bahasa Indonesia, maksud kalimat di atas adalah pencucian uang yaitu suatu proses dalam rangka mengaburkan atau menyamarkan keberadaan, sumber, letak, pergerakan atau kepemilikan dari suatu uang untuk alasan apapun. Financial Task Force on Money Laundering (FATF) yang dibentuk oleh G-7 Summit di Paris tahun 1982 juga tidak memberikan definisi mengenai apa yang dimaksudkan dengan money laundering, tetapi memberikan uraian mengenai money laundering sebagai berikut: “The goal of large number of criminal acts is to generate a profit for the individual or group that carries out the act. Money laundering is the processing of these criminal proceeds to disguise their illegal origin. This process isa of critical importance, as it enables the criminal to enjoy these profits without jeopardising their course. Illegal arms sales, smuggling, and the activities of organised crime, including for example drug trafficking and prostitution rings, can generate huge sums. Embezzlement, insider trading, bribery, and computer fraud schemes can also produce large profits and create the incentive to “legitimise” the ill-gotten gains through money laundering. When a criminal activity generates substantial profit, the individual or group involved must find a way to control the funds without attracting attention to the underlying activity or the persons involved. Criminals do this bydisguising the source, changing the form, or moving the funds toa place where they are less likely to attract attention.”31
Dalam Council Directive of 10 June 1991 on prevention of the use of the financial system for the purpose on money laundering (91/308/EEC) yang dikeluarkan oleh The Council of the European Communities (EC) dikemukakan definisi mengenai money laundering sebagai berikut:
“Money laundering; means the following conduct where commited intentionally: The conversion or transfer of property, knowing that such property is derived from criminal activity of from an act of participation in such activity, for the purpose of 30
David Fraser, op. cit., hal. 258.
31
Financial Action Task Force in Money Laundering, “Basic Fact about Money Laundering.”
, diakses 18 Januari 2010.
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
23
concealing or disguising the illicit origin of the property or of assisting any person who is involved in the commision of such activity to evade the legal consequences of his action, The concealment or disguise of the true nature, source, location, disposition, movement, rights with respect to, or ownership of property, knowing that such property is derived from criminal activity or from an act of participation in such activity, The acquisition, possesion or use of property, knowing, at the time of receipt, that such property was derived from criminal activity or from an act of participation in such activity, Participation in, association to commit, attempts to commit and aiding, abetting, facilitating and counselling the commission of any of the actions mentioned in the forgoing paragraphs, Knowledge, intent or purpose required as an element of the above mentioned activities may be inferred from objective factual circumstances.”32
Department of Justice Canada mengemukakan bahwa: “Money laundering is the conversion or transfer of property, knowing that such property is derived from criminal activity, for the purpose of concealing the illicit nature and origin of the property from government authorities.”33 Dalam Statement on Prevention of Criminal Use of the Banking System for the Purpose of Money Laundering yang dikeluarkan pada bulan Desember 1988, Basel Committee tidak memberikan definisi mengenai apa yang dimaksudkan dengan money laundering, tetapi menjelaskan mengenai apa yang dimaksudkan dengan money laundering itu dengan memberikan beberapa contoh kegiatan yang tergolong kegiatan-kegiatan yang disebut money laundering. Dikemukakan dalam Statement tersebut antara lain sebagai berikut: “ Criminal and their associates use the financial system to make payment and transfers of funds from one account to another; to hide the source and beneficial ownership of money; and to provide storage for bank notes through a safe-deposit facility. This activities are commonly referred to as money-laundering.”34
Sementara itu UU No. 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 25 tahun 2003 memberikan definisi mengenai pencucian uang dalam Pasal 1 angka 1 yang berbunyi sebagai berikut:
32
Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., hal. 3.
33
Department of Justice Canada, Solicitor General Canada, Electronic Money Laundering: An Environmental Scan, (Canada: Department of Justice, 1998), hal. 4. 34
Robert C. Effros, ed., Current Legal Issues Affecting Central Banks, Vol. 2, (Washington: International Monetary Fund, 1994), hal. 327.
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
24
“Pencucian Uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkana asal-usul Harta Kekayaan sehingga seolah-olah menjadi Harta Kekayaan yang sah.”35
Dalam Undang-undang No. 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang disebutkan mengenai cakupan pencucian uang di dalam Pasal 2 sebagai berikut:36 Hasil tindak pidana adalah Harta Kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana: 1. Korupsi; 2. Penyuapan; 3. Penyelundupan barang; 4. Penyelundupan tenaga kerja; 5. Penyelundupan imigran; 6. Di bidang perbankan; 7. Di bidang pasar modal; 8. Di bidang asuransi; 9. Narkotika; 10. Psikotropika; 11. Perdagangan manusia; 12. Perdagangan senjata gelap; 13. Penculikan; 14. Terorisme; 15. Pencurian; 16. Penggelapan; 17. Penipuan; 18. Pemalsuan uang; 19. Perjudian; 35
Indonesia (a), op. cit., ps. 1 angka 1.
36
Indonesia (c), Undang-Undang Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, UU No. 25 tahun 2003, LN No. 108 Tahun 2003, TLN No. 4324, ps. 2.
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
25
20. Prostitusi; 21. Di bidang perpajakan; 22. Di bidang kehutanan; 23. Di bidang lingkungan hidup; 24. Di bidang kelautan; atau 25. Tindak pidana lainnya yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia. Selanjutnya menurut Pasal 3 ayat (1) Undang-undang No. 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, diberikan batasan kegiatan yang termasuk kegiatan pencucian uang, yaitu:37 1. Menempatkan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana ke dalam Penyedia Jasa Keuangan, baik atas nama sendiri atau atas nama pihak lain; 2. Mentransfer Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dari suatu Penyedia Jasa Keuangan ke Penyedia Jasa Keuangan yang lain, baik atas nama sendiri maupun atas nama pihak lain; 3. Membayarkan atau membelanjakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, baik perbuatan itu atas namanya sendiri maupun atas nama pihak lain; 4. Menghibahkan atau menyumbangkan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, baik atas namanya sendiri maupun atas nama pihak lain; 5. Menitipkan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, baik atas namanya sendiri maupun atas nama pihak lain; 6. Membawa ke luar negeri Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana; atau
37
Ibid., ps. 3 ayat (1).
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
26
7. Menukarkan atau perbuatan lainnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan mata uang atau surat berharga lainnya, dengan maksud menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana. Dari beberapa definisi dan penjelasan mengenai apa yang dimaksudkan dengan money laundering, dapat disimpulkan bahwa: “Pencucian uang atau money laundering adalah rangkaian kegiatan yang merupakan proses yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi terhadap uang haram, yaitu uang yang berasal dari tindak pidana, dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul uang tersebut dari pemerintah atau otoritas yang berwenang melakukan penindakan terhadap tindak pidana, dengan cara antara lain dan terutama memasukkan uang tersebut ke dalam sistem keuangan (financial system) sehingga uang tersebut kemudian dapat dikeluarkan dari sistem keuangan itu sebagai uang yang halal.”38
“Money laundering”, menurut Jeffrey Robinson dalam tulisannya yang berjudul The Laundryman, “is all about sleight of hand. It is a magic trick for wealth creation. It is, perhaps, the closest anyone has ever come to alchemy.”39 Berkenaan dengan sejarah istilah money laundering, beliau mengemukakan sebagai berikut: “The lifeblood of drug dealers, fraudsters, smugglers, kidnappers, arms dealers, terrorist, extortionists adn tax evaders, myth has it that the term was coined by Al Capone, who, like his arch rical George ‘Bugs’ Moran, used a string of coin-operated Laundromats scatted around Chicago to disguise his revenue from gambling, prostitution, racketeering, and violation of the Prohibition laws.”40
Tetapi menurut beliau uraian tersebut di atas hanyalah isapan jempol belaka. Dikemukakan olehnya: “It is a neat story-but not true”. Menurutnya: “Money Laundering is called what it is because that perfectly describes what takes placeillegal, or dirty, money is put through a cycle of transactions, or washed, so that it come out the other end as legal, or clean, money. In other words, the source of illegally obtained funds is obscured through a succession of transfer and deals in order that those same funds can eventually be made to reappear as legitimate income.”41
38
Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., hal. 5.
39
Jeffrey Robinson, The Laundryman, (Simon & Schuster, 1994), hal. 3.
40
Ibid.
41
Ibid.
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
27
“Money laundering” sebagai sebutan sebenarnya belum lama dipakai. Penggunaan pertama kali di surat kabar adalah berkaitan dengan pemberitaan mengenai skandal Watergate di Amerika Serikat pada tahun 1973. Sedangkan penggunaan sebutan tersebut dalam konteks pengadilan atau hukum muncul untuk pertama kalinya tahun 1982 dalam perkara US v $4.255.625,39 (1982) 551 F Supp. 314. Sejak itu, istilah tersebut telah diterima dan digunakan secara luas di seluruh dunia.42
2.4.1. Obyek Pencucian Uang. Menurut Sarah N. Welling, uang dapat menjadi kotor dengan dua cara.43 Cara yang pertama ialah melalui pengelakan pajak (tax evasion) yaitu memperoleh uang secara legal atau halal, tetapi jumlah yang dilaporkan kepada pemerintah untuk keperluan perhitungan pajak lebih sedikit daripada yang sebenarnya diperoleh. Cara yang kedua ialah memperoleh uang melalui cara-cara yang melanggar hukum. Teknik-teknik yang biasa dilakukan untuk hal itu antara lain adalah penjualan obat-obatan terlarang atau perdagangan narkoba secara gelap (drug sales atau drug trafficking), perjudian gelap (illegal gambling), penyuapan (bribery), terorisme (terrorism), pelacuran (prostitution), perdagangan senjata (arms trafficking), penyelundupan minuman keras, tembakau, dan pornografi
(smuggling
of
contraband
alcohol,
tobacco,
pornography),
penyelundupan imigran gelap (illegal immigration rackets atau people smuggling), dan kejahatan kerah putih (white collar crime).44 Praktik-praktik money laundering memang mula-mula dilakukan hanya terhadap uang yang diperoleh dari lalu lintas perdagangan narkotika dan obat-obat sejenis itu (narkoba atau drug) atau yang dikenal sebagai illegal drug trafficking. Namun kemudian money laundering diperlukan pula untuk dilakukan terhadap 42
Billy Steel, “Money Laundering – A Brief History,” , diakses 20 Januari 2010. 43
Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., hal. 7.
44
Baca juga Vincenzo Ruggiero, Organized and Corporate Crime in Europe, (Aldershot: Dartmouth, 1998), hal. 146.
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
28
uang-uang yang diperoleh dari sumber-sumber kejahatan lain seperti yang dikemukakan di atas. Di antara berbagai kegiatan yang bersangkutan dengan pengumpulan uang haram secara internasional yang berasal dari drug trafficking bukanlah sumber yang utama. Porsi utama dari uang panas tersebut berasal dari tax evasion, capital flight, dan dari irregular or hidden economies yang dibedakan dari the overtly criminal economies. Flight capital termasuk flight capital atas uang yang disediakan oleh negara maju (developed countries) bagi negara berkembang (developing countries) dalam bentuk bantuan keuangan (financial aid), yang tidak dibelanjakan atau diinvestasikan di negara yang bersangkutan, tetapi kemudian kembali kepada negara-negara berkembang tersebut sebagai illegally exported capital. Uang ini sering ditempatkan di bank luar negeri yang justru telah memberikan kredit tersebut.45 Selain itu ada beberapa modus dengan menggunakan objek yang dimanfaatkan oleh para pencuci uang dalam melakukan operasi pencucian uang kotornya, yaitu:46 1. Modus secara Loan Back, yaitu dengan cara meminjam uangnya sendiri; 2. Modus Operasi C-Chase, yaitu cara menghapus jejak dengan cara berlikuliku sehingga cukup rumit melacaknya; 3. Modus transaksi dagang internasional, yaitu modus yang digunakan dengan menggunakan sarana dokumen L/C; 4. Modus perlindungan uang tunai atau sistem bank paralel ke negara lain, yaitu dengan cara menyelundupkan sejumlah fisik uang itu ke luar negeri; 5. Modus Akuisisi, yaitu modus yang mengakuisisi perusahaannya sendiri; 6. Modus Real Estate Carousel, yaitu dengan menjual suatu properti beberapa kali kepada perusahaan di dalam kelompok yang sama; 7. Modus investasi tertentu, yaitu investasi yang dilakukan dalam suatu transaksi berupa transaksi barang, misalnya transaksi barang antik atau lukisan; 45
Ibid.
46
N.H.T. Siahaan, Pencucian Uang dan Kejahatan Perbankan, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2005), hal. 10.
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
29
8. Modus over invoices atau double invoice, yaitu dilakukan dengan cara mendirikan perusahaan ekspor impor di negara sendiri, lalu di luar negeri (yang bersistem tax heaven) mendirikan pula perusahaan bayangan (shell company); 9. Modus perdagangan saham, yaitu dengan cara membuat 2 (dua) buah rekening bagi nasabah perusahaan efek, yang satu untuk transaksi yang menderita kerugian sedang yang satunya lagi untuk transaksi yang mempunyai keuntungan; 10. Modus Pizza Connection, yaitu dilakukan dengan cara menginvestasikan hasil perdagangan obat bius yang diinvestasikan untuk mendapat konsesi pizza; 11. Modus La Mina, yaitu dilakukan dengan cara dana yang diperoleh dari perdagangan obat bius yang diserahkan kepada pedagang grosiran emas dan permata sebagai suatu sindikat, kemudian emas itu diekspor ke negara lain dengan maksud supaya impornya bersifat legal; 12. Modus Deposit Taking, yaitu dilakukan dengan cara mendirikan perusahaan keuangan; dan 13. Modus Identitas Palsu, yaitu dilakukan dengan cara memanfaatkan lembaga perbankan sebagai mesin pemutihan uang, dengan cara mendepositokan menggunakan nama palsu, dengan safe deposit box untuk menyembunyikan hasil kejahatan, menyediakan fasilitas transfer supaya dengan mudah ditransfer ke tempat yang dikehendaki, atau menggunakan electronic fund transfer untuk melunasi kewajiban transaksi gelap, menyimpan atau mendistribusikan hasil transaksi gelap tersebut.
2.4.2. Tujuan Pencucian Uang. Tujuan dari pencucian uang adalah untuk menghindari pendeteksian atau penyelidikan terhadap asal-usul dana yang diduga berasal dari tindak kejahatan. Pencucian uang atau money laundering hanyalah dampak dari kejahatan, supaya uang yang tidak halal tidak menjadi pemicu penyelidikan pada kejahatannya sendiri.47 47
Ibid., hal. 33.
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
30
Mengutip pernyataan John C. Keeney, Deputy Assistant Attorney General, Criminal Division, United States Department of Justice, mengenai mengapa penjahat atau organisasi kejahatan perlu melakukan money laundering, adalah sebagai berikut: “If the money can be gotten into a bank or other financial institution, it can be wired ti any place inthe world in a matter of seconds, converted to any other currency, and used to pay expenses and recapitalize the corrupt business. The problem for the drug trafficker, arms merchant or tax evader then, is how to get his money into a form in which it can be moved and used most efficiently without creating a ‘paper trail’ that will lead law enforcement authorities to the illegal business. The process of doing that is what we call money laundering. There are many ways in which it is done.”48
Ada empat faktor yang dilakukan dalam proses money laundering, yaitu:49 1. Merahasiakan siapa pemilik sebenarnya maupun sumber uang hasil kejahatan itu; 2. Merubah bentuk sehingga mudah dibawa kemana-mana; 3. Merahasiakan proses pemutihan itu sehingga menyulitkan pelacaknya oleh petugas hukum; dan 4. Mudah diawasi oleh pemilik sebenarnya uang hasil kejahatan tersebut. Jadi pencucian uang atau money laundering bukanlah suatu kejahatan yang utama, melainkan suatu cara bagi para penjahat untuk mengaburkan asal-usul dana yang berasal dari berbagai tindak kejahatan supaya tindak kejahatan tidak dapat diusut oleh pihak yang berwenang. Money laundering hanya diperlukan dalam hal uang yang tersangkut jumlahnya besar, karena bila jumlahnya kecil, uang itu dapat terserap ke dalam peredaran secara tidak kentara. Uang kotor itu harus dikonversikan menjadi uang sah sebelum uang itu dapat diinvestasikan atau dibelanjakan, yaitu dengan cara yang disebut “pencucian” (laundering) sebagaimana telah dikemukakan di atas.50
48
Pamela H. Bucy, loc. cit.
49
Anwar Nasution, “Sumber, Proses, Mekanisme dan Dampak Ekonomi Money Laundering Crime” dalam Pemutihan Uang Hasil Kejahatan Money Laundering: Bunga Rampai, (Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti, 1999), hal. 25. 50
Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., hal. 14.
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
31
Apabila para kriminal berhasil melakukan pencucian uang atau money laundering, maka hal itu akan memungkinkan para kriminal untuk:51 1. Menjauh dari kegiatan kriminal yang menghasilkan uang haram itu, sehingga dengan demikian akan lebih menyulitkan bagi otoritas untuk dapat menuntut mereka; 2. Menjauhkan uang haram itu dari aktivitas kriminal yang menghasilkan uang itu sehingga dengan demikian menghindarkan dapat disitanya dan dirampasnya hasil kejahatan itu apabila kriminal yang bersangkutan ditangkap; 3. Menikmati manfaat yang diperoleh dari uang haram itu tanpa menimbulkan perhatian otoritas terhadap mereka; dan 4. Menginvestasikan kembali uang haram itu pada kegiatan-kegiatan kriminal di masa yang akan datang atau ke dalam kegiatan-kegiatan usaha yang sah.
2.4.3. Alasan Mengapa Pencucian Uang Harus Diberantas. Secara langsung pencucian uang tidak merugiakan orang tertentu atau perusahaan tertentu. Sepintas tampaknya pencucian uang tidak ada korbannya, tidak seperti halnya perampokan, pencurian, atau pembunuhan yang ada korbannya dan yang menimbulkan kerugian bagi korbannya. Pada zaman Orde Baru di Indonesia, yaitu pada waktu Soeharto masih berkuasa sebagai Presiden Republik Indonesia, pemerintah pada waktu itu tidak pernah menyetujui untuk mengkriminalisasi pencucian uang dengan membuat undang-undang tentang tindak pidana pencucian uang. Alasannya adalah karena pelarangan perbuatan pencucian uang di Indonesia hanya akan menghambat penanaman modal asing yang sangat diperlukan bagi pembangunan Indonesia. Dengan kata lain, kriminalisasi perbuatan pencucian uang justru merugikan masyarakat Indonesia karena akan menghambat pembangunan. Masyarakat dunia justru berpendapat sebaliknya, yaitu bahwa kegiatan pencucian uang atau money laundering yang dilakukan oleh organisasi-organisasi 51
APG, “History and Background,” background.jsp.>, diakses 10 Februari 2010.
and
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
32
kejahatan dan oleh para penjahat sangat merugikan masyarakat. Menurut Pemerintah Kanada dalam sebuah kertas kerja berjudul Electronic Money Laundering: An Environmental Scan yang dikeluarkan oleh Department of Justice Canada pada Oktober 1998, ada beberapa dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan money laundering terhadap masyarakat. Konsekuensikonsekuensi yang ditimbulkan dapat berupa:52 1. Money Laundering memungkinkan para penjual dan pengedar narkoba, para penyelundup, dan para penjahat lainnya untuk dapat memperluas kegiatan operasinya. Hal ini akan meningkatkan biaya penegakan hukum untuk memberantasnya dan biaya perawatan serta pengobatan kesehatan bagi para korban atau para pencandu narkoba; 2. Kegiatan money laundering mempunyai potensi untuk merongrong masyarakat keuangan (financial community) sebagai akibat demikian besarnya jumlah uang yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Potensi untuk melakukan korupsi meningkat bersamaan dengan peredaran jumlah uang haram yang sangat besar; 3. Pencucian (laundering) mengurangi pendapatan pemerintah dari pajak dan secara tidak langsung merugikan para pembayar pajak yang jujur dan mengurangi kesempatan kerja yang sah; dan 4. Mudahnya uang masuk ke Kanada telah menarik unsur yang tidak diinginkan melalui perbatasan, menurunkan tingkat kualitas hidup, dan meningkatkan kekhawatiran terhadap keamanan nasional. John McDowell dan Gary Novis, dari Bureau of International Narcotics and Law Enforcement Affairs, US Department of State mengemukakan beberapa dampak dari pencucian uang dalam makalahnya pada bulan Mei 2001. Sejalan dengan pendapat pemerintah Kanada sebagaimana telah dikemukakan di atas, mereka mengemukakan dampak-dampak pencucian uang itu sebagai berikut:53
52
Department of Justice Canada, Solicitor General Canada, op. cit., hal. 5.
53
Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., hal. 18-23.
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
33
1. Merongrong sektor swasta yang sah (Undermining the Legitimate Private Sector); 2. Merongrong integritas pasar-pasar keuangan (Undermining the Integrity of Financial Markets); 3. Mengakibatkan
hilangnya
kendali
pemerintah
terhadap
kebijakan
ekonominya (Loss of Control of Economic Policy); 4. Timbulnya distorsi dan ketidakstabilan ekonomi (Economic Distortion and Instability); 5. Mengurangi pendapatan negara dari sumber pembayaran pajak (Loss of Revenue); 6. Membahayakan upaya-upaya privatisasi perusahaan-perusahaan negara yang dilakukan oleh pemerintah (Risks to Privatization Efforts); 7. Mengakibatkan rusaknya reputasi negara (Reputation Risk); dan 8. Menimbulkan biaya sosial yang tinggi (Social Cost). Dalam The National Money Laundering Strategy for 2000, yang diterbitkan Maret 2000 oleh Pemerintah Amerika Serikat, dikemukakan bahwa pemberantasan money laundering adalah penting karena tiga alasan, antara lain:54 1. Money
laundering
adalah
sarana
penting
bagi
kejahatan
yang
menghasilkan uang, baik kejahatan narkoba, kecurangan atau bentukbentuk kejahatan lainnya; 2. Money laundering membantu para pejabat negara asing yang melakukan korupsi untuk dapat menyembunyikan kekayaan masyarakat yang diperolehnya secara tidak jujur, seringkali kekayaan itu berupa kekayaan yang diberikan oleh Pemerintah Amerika Serikat untuk keperluan meningkatkan kehidupan warga negara; dan 3. Pemberantasan money laundering (counter money laundering) membantu Amerika Serikat untuk mempertahankan integritas dari sistem keuangan (financial system) dan lembaga-lembaga terhadap pengaruh buruk dari uang hasil kejahatan.
54
Ibid., hal. 28-29.
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
34
Oleh karena alasan-alasan tersebut di atas, maka pencucian uang atau money laundering telah memperoleh perhatian yang besar di banyak negara untuk diperangi. Sebagian besar negara di dunia kemudian mengikuti jejak Amerika Serikat untuk mengkriminalisasi pencucian uang atau money laundering. Sebagaimana diketahui, Money Laundering Control Act 1986, merupakan undang-undang yang pertama di dunia yang menentukan money laundering sebagai kejahatan. Undang-undang tersebut melarang setiap orang untuk melakukan transaksi keuangan yang melibatkan hasil (proceeds) yang diperoleh dari “specified unlawful activity”. Indonesia sendiri kemudian mengundangkan Undang-undang No. 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang pada tanggal 17 April 2002. Dalam tulisan yang diterbitkan oleh APG tahun 2003, tujuan utama yang paling jelas dari diambilnya tindakan-tindakan untuk memberantas pencucian uang adalah untuk menghentikan para kriminal agar tidak dapat memperoleh manfaat dari kegiatan pencucian uang yang mereka lakukan, khususnya adalah:55 1. Menghentikan mereka dari kemungkinan menikmati manfaat-manfaat yang dapat diperoleh dari kegiatan pencucian uang; 2. Mencegah mereka untuk dapat menginvestasikan kembali dana yang diperoleh dari kegiatan-kegiatan kejahatan mereka; dan 3. Menyediakan sistem bagi para kriminal agar keadilan dapat ditegakkan (justice system) dengan cara mendeteksi dan menginvestigasi kegiatankegiatan kriminal yang mereka lakukan. Caranya adalah dengan melakukan penelusuran terhadap asal-usul uang hasil kejahatan tersebut melalui audit (audit trail) dan menemukan hubungan yang jelas (evidentiary link) antara tindak-tindak pidana dan pelaku utama dari tindak-tindak pidana tersebut.
2.4.4. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Pencucian Uang. Ada beberapa faktor yang menjadi pendorong maraknya kegiatan pencucian uang di berbagai negara, antara lain:56 55
APG, loc. cit.
56
Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., hal. 39-52.
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
35
1. Globalisasi; 2. Kemajuan teknologi terutama di bidang informasi, yaitu dengan munculnya internet yang membuat seakan-akan dunia menjadi tanpa batas. Akibatnya, kejahatan-kejahatan terorganisasi (organized crime) yang diselenggarakan organisasi-organisasi kejahatan (criminal organization) menjadi mudah dilakukan secara lintas batas negara-negara. Kejahatankejahatan tersebut berkembang menjadi kejahatan-kejahatan transnasional; 3. Ketentuan rahasia bank yang sangat ketat dari negara yang bersangkutan; 4. Belum diterapkannya asas “Know Your Customer” bagi perbankan dan penyedia jasa keuangan lainnya secara sungguh-sungguh di negara tersebut. Yang dapat menimbulkan maraknya praktik-praktik money laundering di suatu negara adalah dimungkinkannya oleh ketentuan perbankan di negara tersebut seseorang menyimpan dana di suatu bank dengan menggunakan nama samaran atau tanpa nama (anonim); 5. Makin maraknya electronic banking, yang antara lain diperkenalkannya ATM dan wire transfer. Electronic banking telah memberikan peluang bagi para pencuci uang untuk melakukan pencucian uang model baru melalui jaringan internet yang disebut cyberlaundering yang telah menjadi teknik terkini pencucian uang; 6. Munculnya jenis uang baru yang disebut electronic money atau e-money,. Sehubungan dengan maraknya electronic commerce atau e-commerce melalui internet. Money laundering yang dilakukan dengan menggunakan jaringan internet, yang disebut pula dengan cyberspace, disebut cyberlaundering; 7. Dimungkinkannya penggunaan secara berlapis pihak pemberi jasa hukum (lawyer) untuk melakukan penempatan dana. Dengan cara pelapisan tersebut, pihak yang menyimpan dana di bank (nasabah penyimpan dana atau deposan bank) bukanlah pemilik yang sesungguhnya dari dana itu. Biasanya para penerima kuasa yang bertindak berlapis-lapis secara estafet itu adalah kantor-kantor pengacara; 8. Adanya
ketentuan
perundang-undangan
mengenai
keharusan
merahasiakan hubungan antara lawyer dan kliennya dan antara akuntan
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
36
dengan kliennya yang berlaku di negara tersebut.
Dana simpanan di
banm-bank sering diatasnamakan suatu kantor pengacara. Para lawyer yang menyimpan dana simpanan di bank atas nama kliennya, tidak dapat dipaksa oleh otoritas yang berwenang untuk mengungkapkan identitas dari kliennya; 9. Tidak bersungguh-sungguhnya pemerintah dan perbankan negara serta pengguna jasa keuangan lainnya dari negara yang bersangkutan untuk memberantas
praktik-praktik
pencucian
uang.
Dengan
kata lain,
pemerintah yang bersangkutan memang dengan sengaja membiarkan praktik-praktik money laundering itu berlangsung di negaranya karena negara yang bersangkutan memperoleh keuntungan dari dilakukannya penempatan uang-uang haram itu di perbankan negaranya; dan 10. Tidak atau belum adanya undang-undang pemberantasan pencucian uang di negara yang bersangkutan. Dengan kata lain, yang menjadi pendorong maraknya kegiatan pencucian uang di suatu negara adalah karena tidak dikriminalisasikannya perbuatan pencucian uang di negara yang bersangkutan.
2.5. Analisis Implementasi Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang Oleh Bank Perkreditan Rakyat. Peranan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dalam struktur keuangan di Indonesia memiliki sejarah panjang dan mempunyai peranan penting terutama dalam hal pemberian pelayanan kepada golongan masyarakat tertentu.57 BPR diharapkan dapat melayani kebutuhan dana usaha mikro terutama yang belum dapat dijangkau oleh pembiayaan bank umum di mana produk dan jasa perbankan yang diberikan oleh BPR dapat berkualitas yang berarti kebutuhan dana pengusaha mikro dapat dipenuhi pada waktu yang tepat dalam harga yang terjangkau.58 57
Mokhamad Dahlan, Membangun Lembaga Sertifikasi BPR, Cet. XXVI, (Jakarta: Bank Indonesia, 2004), hal. 1. 58
Wiyoto, “Permasalahan Yang Dihadapi BPR Dalam Menjalankan Usaha dan Alternatif Solusi Pemecahannya,” (Makalah disampaikan dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan pendidikan Sekolah Staf dan Pimpinan Bank Indonesia “SESPIBI”, Jakarta, April 2004), hal. 1.
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
37
Walaupun BPR merupakan kegiatan usaha kecil, dalam kenyataannya belum sepenuhnya memenuhi harapan untuk berperan sebagai lembaga intermediatif yang efektif dan produktif, karena masih mengalami beragam permasalahan, salah satunya adalah kemungkinan terjadinya praktik money laundering di BPR. Keberadaan BPR sangat rentan terhadap money laundering, walaupun Indonesia telah keluar dari daftar negatif negara nonkoperatif dalam anti pencucian uang (Noncooperative Countries and Territories), namun masih meninggalkan beberapa buah catatan, diantaranya Indonesia harus meningkatkan kewajiban laporan keuangan dari bank kecil seperti BPR, hal ini membuktikan bahwa besar kemungkinan terjadinya praktik money laundering di BPR. Sejalan dengan penjelasan di atas, menurut keterangan Bapak Heru Santoso (Deputi Direktur Pengawasan BPR pada Bank Indonesia), sampai sekarang belum ada BPR yang terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang. Menurut beliau hal tersebut bisa terjadi karena BPR adalah bank yang melakukan usaha perbankan dalam skala kecil sehingga kemungkinan untuk terjadinya pencucian uang, hampir nihil, namun justru dari yang skala kecil tersebut, menurut beliau, bisa saja pelaku kejahatan memecah-mecah uang hasil kejahatannya dalam jumlah yang kecil-kecil yang dibagi-bagi ke dalam suatu rekening di BPR, sehingga tindak pidana pencucian uang di BPR harus selalu senantiasa diantisipasi, salah satu caranya adalah dengan mengimplementasi Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang oleh BPR dan peraturan pendukung lainnya.
2.5.1. Upaya yang dilakukan oleh Bank Perkreditan Rakyat untuk menanggulangi Tindak Pidana Pencucian Uang. Adanya kemungkinan terjadinya praktik money laundering di BPR, mengharuskan pihak BPR untuk lebih meningkatkan kewaspadaannya, karena praktik tersebut kini makin banyak terjadi di bank umum sehingga BPR pun harus mengantisipasi hal tersebut sejak dini. Ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh BPR dalam menanggulangi tindak pidana pencucian uang, antara lain menerapkan prinsip mengenal nasabah atau (Know Your Customer Principle). Prinsip ini diterapkan untuk mengetahui identitas nasabah, memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk pelaporan
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
38
transaksi yang mencurigakan ,dan juga menerapkan PBI No. 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Umum. Mengenai PBI yang dikeluarkan pada tanggal 1 Juli 2009 ini, sebenarnya aturan tersebut ditujukan bagi Bank Umum, namun oleh BPR seharusnya juga mengacu pada ketentuan tersebut. Sejalan dengan penjelasan di atas, menurut Bapak Heru Santoso, PBI tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Perkreditan Rakyat saat ini sedang disusun oleh tim yang berkompeten dalam hal tersebut di Bank Indonesia, dan pada akhir tahun ini akan keluar. Selanjutnya menurut beliau, PBI No. 11/28/PBI/2009 sebenarnya hanya ditujukan bagi bank umum saja karena bila BPR juga ikut mengimplementasikan maka BPR akan menemui kesulitan dalam pelaksanaannya, karena PBI No. 11/28/PBI/2009 memang sengaja disusun sedemikian rupa untuk diterapkan dalam sistem bank umum yang lebih rumit dibandingkan sistem pada BPR yang lebih sederhana. Namun untuk sementara, sebelum keluar PBI tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Perkreditan Rakyat, maka BPR masih harus berpedoman pada PBI No. 5/23/PBI/2003 tentang Prinsip Mengenal Nasabah bagi BPR, dan apabila PBI tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Perkreditan Rakyat keluar pada akhir tahun ini, maka PBI No. 5/23/PBI/2003 dinyatakan sudah tidak berlaku lagi. Setiap BPR wajib meminta informasi tentang nasabah baik perorangan, perusahaan, lembaga pemerintah, lembaga internasional dan perwakilan negaranegara asing, maupun nasabah berupa bank. BPR juga dilarang melakukan hubungan dengan nasabah yang tidak memenuhi ketentuan yang diatur dalam peraturan BI tersebut, selain itu bank juga harus dapat memegang rahasia perbankan sesuai dengan ketentuan BI, namun untuk urusan tindak pidana pencucian uang ketentuan tersebut harus dikecualikan. Ada pula beberapa upaya yang dilakukan BI untuk mengembangkan dan memperkuat industri BPR, upaya ini ditempuh melalui beberapa kebijakan, yaitu bertujuan
untuk
meningkatkan
kemampuan
dan
memperluas
jangkauan
pelayanan. Pada dasarnya upaya yang dilakukan dapat dikelompokkan menjadi 4
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
39
strategi, yaitu program penyehatan, penyempurnaan sistem pengaturan dan pengawasan, penguatan kapasitas, serta pengembangan kelembagaan.59 Dalam program penyehatan perbankan, sebenarnya ditujukan bagi BPR yang bermasalah, yaitu didorong untuk melakukan restrukturisasi permodalan, merger, atau akuisisi oleh investor baru yang potensial. Di samping itu, saat ini juga sudah ada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang menjamin penyimpanan dana di BPR.60 Penyempurnaan
pengaturan
dan
pengawasan
BPR
diarahkan
pada
international best practices, dengan menyempurnakan beberapa ketentuan mengenai prinsip kehati-hatian, meningkatkan efektivitas law enforcement, ketentuan tentang fit and proper test, exit policy, dan pemanfaatan data base dalam rangka early warning system.61 Penguatan kapasitas dan pengembangan kelembagaan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kemampuan BPR dalam menghadapi persaingan. Dalam penguatan kapasitas, program yang dirancang adalah mendorong berdirinya lembaga stratifikasi untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), pengembangan teknologi informasi bagi BPR dan mendorong linkage program BPR dengan bank umum. Sedangkan dalam rangka pengembangan kelembagaan, sudah ada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang menjamin dana nasabah, pemberdayaan asosiasi BPR, juga pengembangan kerjasama antar BPR, disamping penyempurnaan ketentuan untuk mendorong pengembangan BPR.62
2.5.2. Penerapan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang Oleh Bank Perkreditan Rakyat. Dikeluarkannya Undang-undang No. 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang diundangkan pada tanggal 17 April 2002 sebagaimana 59
Mokhamad Dahlan, op. cit., hal. 6.
60
Ibid., hal. 7.
61
Ibid., hal. 8.
62
Ibid., hal. 9.
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
40
kemudian diubah dengan Undang-undang No. 25 tahun 2003 yang diundangkan pada tanggal 13 Oktober 2003, merupakan salah satu upaya untuk mencegah dan memberantas praktik pencucian uang.63 Menurut undang-undang ini, tindak pidana pencucian uang dikelompokkan dalam tiga kelompok sebagai berikut:64 1. Setiap
orang
yang
dengan
sengaja
menempatkan,
mentransfer,
membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana korupsi, penyuapan, penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan barang, penyelundupan imigran, perbankan, narkotika, psikotropika, perdagangan budak, perdagangan senjata gelap, penculikan, terorisme, pencurian, penggelapan, dan penipuan. 2. Setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan atau penukaran harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana korupsi, penyuapan, penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan barang, penyelundupan imigran, perbankan, narkotika, psikotropika, perdagangan budak, perdagangan senjata gelap, penculikan, terorisme, pencurian, penggelapan, dan penipuan. 3. Setiap warga negara Indonesia atau korporasi Indonesia yang berada di luar wilayah negara Republik Indonesia yang memberikan bantuan, kesempatan, sarana, atau keterangan untuk terjadinya tindak pidana pencucian uang. Atas perbuatan-perbuatan tersebut di atas dapat dikenakan sanksi pidana penjara minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun dan denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 15.000.000.000,00 (limabelas milyar rupiah).65 Tindak pidana yang berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang, sebagaimana diatur di dalam bab III dalam undang-undang ini, yaitu: 63
N.H.T. Siahaan, op. cit., hal. 35.
64
Ibid., hal. 4.
65
Indonesia (c), op. cit., ps. 6 ayat (1).
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
41
1. Penyedia Jasa Keuangan yang dengan sengaja tidak menyampaikan laporan kepada PPATK sebagaimana dimaksud Pasal 13 ayat (1), dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp 250.000.000,00 (duaratus limapuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).66 2. Setiap orang yang tidak melaporkan uang tunai berupa rupiah sejumlah Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau lebih atau mata uang asing yang nilainya setara dengan itu yang dibawa ke dalam atau ke luar wilayah negara Republik Indonesia, dipidana dengan denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 300.000.000,00 (tigaratus juta rupiah).67 3. PPATK, penyidik, saksi penuntut umum, hakim atau orang lain yang bersangkutan dengan perkara tindak pidana pencucian uang yang sedang diperiksa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) dan Pasal 41 ayat (1) yaitu melanggar kewajiban merahasiakan identitas pelapor, akan dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 3 tahun.68 Tindak pidana pencucian uang dapat dilakukan oleh orang perorangan atau korporasi. Yang dimaksud korporasi ialah kumpulan orang atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum, sehingga di dalam undang-undang ini telah terjadi perluasan pengertian pelaku tindak pidana. Apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh pengurus atau kuasa pengurus atas nama korporasi, maka penjatuhan pidana dilakukan baik terhadap pengurus atau kuasa pengurus maupun terhadap korporasi. Pidana pokok yang dijatuhkan terhadap korporasi adalah pidana denda dengan ketentuan maksimum pidana denda ditambah 1/3, di samping itu juga dapat dijatuhkan pidana tambahan
66
Indonesia (a), op. cit., ps. 8.
67
Indonesia (c), op. cit., ps. 9.
68
Indonesia (a), op. cit., ps. 10.
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
42
berupa pencabutan izin usaha atau pembubaran korporasi yang diikuti dengan likuidasi.69 Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang mewajibkan kepada setiap Penyedia Jasa Keuangan (bank, lembaga pembiayaan, perusahaan efek, pengelola reksa dana, kustodian, wali amanat, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, pedagang valuta asing, dana pensiun dan perusahaan asuransi) untuk melaporkan kepada PPATK, mengenai hal-hal:70 1. Transaksi keuangan mencurigakan; 2. Transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai dalam jumlah kumulatif sebesar Rp 500.000.000,00 (limaratus juta rupiah) atau lebih yang nilainya setara, baik dilakukan dalam satu kali transaksi maupun beberapa kali transaksi dalam 1 (satu) hari kerja. Penyampaian laporan transaksi keuangan mencurigakan dilakukan paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah diketahui oleh Penyedia Jasa Keuangan sedangkan untuk penyampaian laporan transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai dilakukan paling lambat 14 (empatbelas) hari kerja terhitung sejak tanggal transaksi dilakukan.71 Namun demikian terdapat beberapa transaksi yang dikecualikan dari kewajiban pelaporan seperti transaksi antar bank, transaksi dengan Pemerintah, transaksi dengan bank sentral, pembayaran gaji, pensiun dan transaksi lainnya atas permintaan Penyedia Jasa Keuangan yang disetujui oleh PPATK.72 Pelaksanaan kewajiban pelaporan oleh Penyedia Jasa Keuangan yang berbentuk bank, dikecualikan dari ketentuan rahasia bank sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur ketentuan rahasia bank (undang-undang perbankan) dan di samping itu terhadap penyedia jasa keuangan, pejabat serta pegawainya tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana atas pelaksanaan kewajiban pelaporan dimaksud serta kepada setiap pelapor atau saksi 69
Ibid., ps. 5.
70
Indonesia (c), op. cit., ps. 13 ayat (1).
71
Ibid., ps. 13 ayat (2) dan (3).
72
Ibid., ps. 13 ayat (5).
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
43
dalam suatu tindak pidana pencucian uang akan diberi perlindungan khusus oleh negara dari kemungkinan ancaman yang membahayakan diri, jiwa dan hartanya termasuk keluarganya.73 Dalam rangka memperkuat kewajiban nasabah Penyedia Jasa Keuangan untuk memberikan identitasnya secara lengkap dan akurat dengan mengisi formulir yang disediakan oleh Penyedia Jasa Keuangan dan melampirkan dokumen pendukung yang diperlukan. Bagi Penyedia Jasa Keuangan yang berbentuk bank, identitas dan dokumen pendukung yang diminta dari pengguna jasa keuangan harus sesuai dengan ketentuan perundang-undangan (PBI tentang KYC Principle).74 Mengenai PBI No. 11/28/PBI/2009, meskipun ditujukan bagi bank umum, namun sambil menunggu PBI tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi BPR keluar pada akhir tahun ini, maka BPR untuk sementara bisa mengacu kepada PBI yang ditujukan bagi bank umum tersebut, dan PBI No. 8/26/PBI/2006 tentang Bank Perkreditan Rakyat (pengganti dari PBI No. 6/22/PBI/2004), di mana menurut PBI ini, diatur agar BPR meningkatkan permodalannya secara bertahap hingga akhir tahun 2010.75
2.5.3. Dampak
Hukum
Penerapan
Undang-Undang
Tindak
Pidana
Pencucian Uang Kepada Nasabah Bank Perkreditan Rakyat. Dengan diterapkannya UUTPPU, kewajiban memberikan identitas dan dokumen yang selengkap-lengkapnya sebagaimana diwajibkan oleh Peraturan Bank Indonesia tentang penerapan prinsip mengenal nasabah telah mempunyai dasar hukum yang kuat, sehingga nasabah tidak dapat menolak untuk memberikan identitas dan dokumen pendukung yang diperlukan, sekalipun PBI tentang KYC sudah menegaskan bahwa bank dilarang melakukan hubungan usaha dengan nasabah yang tidak mau memberikan identitas, dokumen pendukung dan memberikan informasi tentang beneficial owner apabila dia bertindak untuk dan atas nama orang lain. Dalam hal nasabah menolak memberikan identitas dan 73
N.H.T. Siahaan, op. cit., hal. 6.
74
Ibid., hal. 7.
75
Bank Indonesia (b), Peraturan Bank Indonesia Tentang Bank Perkreditan Rakyat, PBI No. 8/26/PBI/2006, ps. 4 ayat (1) dan ps.69 ayat (1).
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
44
dokumen pendukung yang diperlukan dan terdapat bukti permulaan yang cukup maka penegak hukum dapat mengkualifikasi perbuatan yang bersangkutan dengan ketentuan-ketentuan yang ada.76 Selain dampak hukum bagi nasabah terdapat pula dampak hukum penerapan UUTPPU bagi pihak bank apabila melanggar ketentuan yang ada, yaitu berupa:77 1. Teguran tertulis; 2. Penurunan kegiatan usaha tertentu, baik untuk kantor cabang tertentu maupun untuk bank secara keseluruhan; 3. Pembekuan kegiatan usaha tertentu, baik untuk kantor cabang tertentu maupun untuk bank secara keseluruhan; 4. Pemberhentian pengurus bank dan selanjutnya menunjuk dan mengangkat pengganti sementara sampai Rapat Umum Pemegang Saham atau Rapat Anggota Koperasi mengangkat pengganti yang tetap dengan persetujuan Bank Indonesia; 5. Pencantuman anggota pengurus, pegawai bank, pemegang saham dalam daftar orang tercela di bidang perbankan.
2.5.4. Penerapan Prinsip Know Your Customer Principle (KYC) oleh Bank Perkreditan Rakyat. Pada tanggal 18 Juni 2001, Bank Indonesia mengeluarkan peraturan tentang penerapan mengenal nasabah. Peraturan mengenai prinsip tersebut tertuang dalam Peraturan Bank Indoneisa No.3/10/PBI/2001 Lembaran Negara 2001 No. 78, Tambahan Lembaran Negara No. 4107. Peraturan Bank Indonesia selanjutnya disebut PBI ini mengatur tentang penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principle), peraturan ini kemudian diubah dengan PBI No. 3/23/PBI/2001.78 Sebelumnya prinsip ini hanya diterapkan bagi bank umum saja, prinsip ini diartikan sebagai prinsip yang diterapkan bank untuk mengetahui segala sesuatu 76
N.H.T. Siahaan, op. cit., hal. 12.
77
Ibid., hal. 10.
78
Ibid., hal. 70.
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
45
yang berhubungan dengan identitas para nasabah yang kemudian dilanjutkan dengan memantau kegiatan transaksi nasabah dan bilamana terdapat transaksi yang mencurigakan supaya segera dilaporkan. Dengan adanya perkembangan zaman, maka prinsip ini akhirnya diterapkan juga di dalam BPR dan sama halnya dengan bank umum, prinsip mengenal nasabah (Know Your Customer Principle) adalah prinsip yang juga diterapkan di BPR untuk mengetahui identitas nasabah dan memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk juga pelaporan transaksi yang mencurigakan, yaitu dengan Peraturan Bank Indonesia No. 5/23/PBI/2003 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Bagi Bank Perkreditan Rakyat. Berdasarkan penjelasan dari Bapak Kusnandar (Direktur pada BPR “ABC”), dengan diterapkannya ketentuan mengenai KYC di BPR, sangat berdampak positif bagi perkembangan BPR itu sendiri dengan mempertimbangkan bahwa hal tersebut dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga BPR dan sebagai bagian dari kegiatan “proteksi” bagi BPR yang bersangkutan dari kejahatan pencucian uang. Dalam menerapkan prinsip mengenal nasabah ini pihak BPR wajib:79 1. Menetapkan kebijakan penerimaan nasabah; 2. Menetapkan kebijakan dan prosedur dalam mengidentifikasikan nasabah; 3. Menetapkan kebijakan dan prosedur pemantauan terhadap rekening dan transaksi nasabah; 4. Menetapkan kebijakan dan prosedur manajemen risiko yang berkaitan dengan penerapan prinsip mengenal nasabah. BPR dilarang melakukan hubungan usaha dengan calon nasabah yang tidak memenuhi ketentuan-ketentuan yang telah diatur di dalam undang-undang. Oleh karena itu, sebelum melakukan hubungan usaha dengan nasabah, BPR wajib meminta informasi mengenai:80 1. Identitas calon nasabah; 79
Bank Indonesia (c), Peraturan Bank Indonesia Tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principle) Bagi Bank Perkreditan Rakyat, PBI No. 5/23/PBI/2003, ps. 2 ayat (2). 80
Ibid, ps. 4 ayat (1).
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
46
2. Maksud dan tujuan calon nasabah melakukan hubungan usaha dengan BPR; 3. Informasi lain yang memungkinkan BPR untuk dapat mengetahui profil calon nasabah; 4. Identitas pihak lain dalam hal calon nasabah bertindak untuk dan atas nama pihak lain. Dalam hal identitas nasabah sebagaimana dijelaskan di atas, harus dapat dibuktikan dengan keberadaan dokumen pendukung. BPR juga wajib meneliti kebenaran dokumen pendukung identitas calon nasabah dan bagi BPR yang telah menggunakan media elektronik dalam pelayanan jasa perbankan wajib melakukan pertemuan dengan calon nasabah sekurang-kurangnya pada saat pembukaan rekening.81 Dalam hal calon nasabah bertindak sebagai perantara atau kuasa pihak lain (beneficial owner) untuk membuka rekening, BPR wajib memperoleh dokumen pendukung identitas, yang antara lain memuat keterangan tentang hubungan hukum, penugasan, serta kewenangan bertindak sebagai perantara atau kuasa pihak lain, selain itu BPR harus memperoleh bukti atas identitas dari beneficial owner, sumber dana dan tujuan penggunaan dana serta informasi lain mengenai beneficial owner , yang antara lain berupa:82 1. Bagi beneficial owner perorangan: a. Dokumen identitas yang memuat: - Nama; - Alamat tinggal tetap; - Tempat dan tanggal lahir; - Kewarganegaraan; - Keterangan mengenai pekerjaan; - Spesimen tanda tangan; - Keterangan mengenai sumber dana dan tujuan penggunaan dana. b. Bukti pemberian kuasa kepada calon nasabah.
81
N.H.T. Siahaan, op. cit., hal. 88-90.
82
Bank Indonesia (c), op. cit., ps. 6.
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
47
c. Penyertaan dari calon nasabah bahwa telah dilakukan penelitian terhadap kebenaran identitas maupun sumber dana dari beneficial owner. 2. Bagi beneficial owner perusahaan termasuk bank: a. Dokumen yang memuat: 1) Nasabah perusahaan sekurang-kurangnya terdiri dari: - Akte pendirian/anggaran dasar bagi perusahaan yang bentuknya diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku; - Izin usaha dari instansi yang berwenang; - Nama, spesimen tanda tangan dan kuasa pada pihak-pihak yang ditunjuk mempunyai wewenang bertindak untuk dan atas nama perusahaan yang melakukan hubungan usaha dengan BPR; - Keterangan sumber dana dan tujuan penggunaan dana; - Nomor pokok wajib pajak (NPWP); - Dokumen
identitas
pengurus
yang
berwenang
mewakili
perusahaan. 2) Nasabah berupa bank terdiri dari dokumen-dokumen antara lain: - Akte pendirian anggaran dasar bank; - Izin usaha dari instansi yang berwenang; - Nama, spesimen tanda tangan dan kuasa kepada pihak-pihak yang ditunjuk mempunyai wewenang bertindak dan atas nama bank dalam melakukan hubungan usaha dengan BPR. b. Dokumen identitas pengurus yang berwenang mewakili perusahaan. c. Dokumen identitas pemegang saham pengendali perusahaan. d. Bukti pemberian kuasa kepada nasabah termasuk untuk pembukaan rekening. e. Pernyataan dari nasabah bahwa telah dilakukan penelitian terhadap kebenaran identitas maupun sumber dana dari beneficial owner. Dalam hal pemantauan rekening dan transaksi nasabah BPR diwajibkan melakukan pengkinian data apabila terdapat perubahan terhadap dokumendokumen tersebut serta menatausahakan dokumen-dokumen tersebut sampai dengan sekurang-kurangnya 5 tahun sejak nasabah menutup rekening pada BPR
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
48
yang bersangkutan,83 serta diwajibkan pula bagi BPR untuk memiliki sistem pencatatan
yang
dapat
mengidentifikasi,
menganalisa,
memantau
dan
menyediakan laporan secara efektif mengenai karakteristik transaksi yang dilakukan oleh nasabah, sistem pencatatan yang dimiliki harus dapat memungkinkan BPR untuk menelusuri setiap transaksi, apabila diperlukan, baik untuk keperluan intern atau Bank Indonesia, PPATK, maupun kaitannya dengan kasus peradilan.84 Selain kewajiban BPR untuk meminta identitas kepada setiap nasabahnya, BPR juga wajib untuk memelihara profil tiap-tiap nasabahnya, sekurangkurangnya meliputi:85 1. Pekerjaan atau bidang usaha; 2. Jumlah penghasilan; 3. Rekening lain yang dimiliki; 4. Aktivitas transaksi normal; 5. Tujuan pembukaan rekening. Dalam hal terjadinya transaksi keuangan yang mencurigakan, BPR wajib menyampaikan kepada PPATK paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah BPR mengetahui adanya unsur transaksi keuangan
yang mencurigakan dan
penyampaian laporan ini berpedoman kepada peraturan yang berlaku, yang artinya harus sesuai dengan undang-undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan ketentuan PPATK.86
2.5.5. Penerapan
Program
Anti
Pencucian
Uang
dan
Pencegahan
Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum (PBI No.11/28/PBI/2009). Pada tanggal 1 Juli 2009, PBI No.11/28/PBI/2009 resmi diundangkan di Jakarta. Dengan adanya PBI ini, maka bank umum wajib menerapkan program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (selanjutnya disebut 83
Ibid., ps. 8 ayat (2).
84
Ibid., ps. 9.
85
Ibid., ps. 10.
86
Ibid., ps. 11 ayat (1) dan (2).
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
49
program “APU” dan “PPT”). PBI ini juga mengatur mengenai Customer Due Diligence (yang selanjutnya disebut CDD) yaitu kegiatan berupa identifikasi, verifikasi, dan pemantauan yang dilakukan bank untuk memastikan bahwa transaksi tersebut sesuai dengan profil nasabah.87 Pada prinsipnya antara ketentuan PBI tentang KYC dengan PBI No. 11/28/PBI/2009 hampir sama atau serupa, hanya saja PBI No. 11/28/PBI/2009 merupakan peraturan penyempurna dari PBI tentang KYC, sehingga meskipun PBI No. 11/28/PBI/2009 ditujukan bagi Bank Umum, namun dalam pelaksanaannya, BPR juga dituntut untuk mengacu pada ketentuan yang serupa, sambil menunggu PBI serupa untuk BPR dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Menurut ketentuan dalam PBI No. 11/28/PBI/2009, penerapan program APU dan PPT paling kurang mencakup:88 1. Pengawasan aktif Direksi dan Dewan Komisaris; 2. Kebijakan dan prosedur; 3. Pengendalian intern; 4. Sistem informasi manajemen; 5. Sumber daya manusia dan pelatihan. Dalam menerapkan program APU dan PPT, bank juga wajib memiliki kebijakan dan prosedur tertulis yang paling kurang mencakup:89 1. Permintaan informasi dan dokumen; 2. Beneficial Owner; 3. Verifikasi dokumen; 4. CDD yang lebih sederhana; 5. Penutupan hubungan dan penolakan transaksi; 6. Ketentuan mengenai area berisiko tinggi dan PEP; 7. Pelaksanaan CDD oleh pihak ketiga; 8. Pengkinian dan pemantauan; 87
Bank Indonesia (d), Peraturan Bank Indonesia Tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Umum, PBI No. 11/28/PBI/2009, ps. 1. 88
Ibid., ps. 3 ayat (2).
89
Ibid., ps. 8 ayat (1).
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
50
9. Cross Border Correspondent Banking; 10. Transfer dana; dan 11. Penatausahaan dokumen. Prosedur CDD wajib dilakukan oleh bank pada saat:90 1. Melakukan hubungan usaha dengan calon nasabah; 2. Melakukan hubungan usaha dengan WIC; 3. Bank meragukan kebenaran informasi yang diberikan oleh nasabah, penerima kuasa, dan/atau Beneficial Owner; atau 4. Terdapat transaksi keuangan yang tidak wajar yang terkait dengan pencucian uang dan/atau pendanaan terorisme. Dalam melakukan hubungan usaha dengan nasabah, sebelumnya bank wajib terlebih dahulu meminta informasi yang memungkinkan bank untuk dapat mengetahui profil calon nasabah yang dibuktikan dengan keberadaan dokumendokumen pendukung. Informasi tersebut minimal mencakup:91 1. Bagi calon nasabah perorangan: a. Identitas nasabah yang memuat: 1) Nama lengkap termasuk alias apabila ada; 2) Nomor dokumen identitas yang dibuktikan dengan menunjukkan dokumen dimaksud; 3) Alamat tempat tinggal yang tercantum pada kartu identitas; 4) Alamat tempat tinggal terkini termaksud nomor telepon apabila ada; 5) Tempat dan tanggal lahir; 6) Kewarganegaraan; 7) Pekerjaan; 8) Jenis kelamin; dan 9) Status perkawinan; b. Identitas Beneficial Owner, apabila nasabah mewakili Beneficial Owner; c. Sumber dana;
90
Ibid., ps. 9.
91
Ibid., ps. 11 dan ps. 13.
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
51
d. Rata-rata penghasilan; e. Maksud dan tujuan hubungan usaha atau transaksi yang akan dilakukan calon nasabah dengan bank; dan f. Informasi lain yang memungkinkan bank untuk dapat mengetahui profil calon nasabah 2. Bagi calon nasabah perusahaan selain bank: a. Nama perusahaan; b. Nomor izin usaha dari instansi berwenang; c. Alamat kedudukan perusahaan; d. Tempat dan tanggal pendirian perusahaan; e. Bentuk badan hukum perusahaan; f. Identitas Beneficial Owner, apabila nasabah mewakili Beneficial Owner ; g. Sumber dana; h. Maksud dan tujuan hubungan usaha atau transaksi yang akan dilakukan calon nasabah perusahaan dengan bank bank; dan i. Informasi lain yang diperlukan. Terhadap Nasabah perusahaan, informasi pendukung di atas, masih harus didukung dengan dokumen identitas perusahaan dan:92 1. Untuk Nasabah perusahaan yang tergolong usaha mikro dan usaha kecil ditambah dengan: a. Spesimen tanda tangan dan kuasa kepada pihak-pihak yang ditunjuk mempunyai wewenang bertindak untuk dan atas nama perusahaan dalam melakukan hubungan usaha dengan Bank; b. Kartu NPWP bagi Nasabah yang diwajibkan untuk memiliki NPWP sesuai dengan ketentuan yang berlaku; dan c. Surat
Izin
Tempat
Usaha (SITU) atau
dokumen
lain
yang
dipersyaratkan oleh instansi yang berwenang.
92
Ibid., ps. 15 ayat (1).
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
52
2. Untuk Nasabah perusahaan yang tidak tergolong usaha mikro dan usaha kecil selain disertai dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b dan c, ditambah dengan: a. Laporan keuangan atau deskripsi kegiatan usaha perusahaan; b. Struktur manajemen perusahaan; c. Struktur kepemilikan perusahaan; dan d. Dokumen identitas anggota Direksi yang berwenang mewakili perusahaan untuk melakukan hubungan usaha dengan Bank. Sedangkan untuk Nasabah perusahaan berupa Bank, dokumen yang disampaikan paling kurang:93 1. Akte pendirian/anggaran dasar Bank; 2. Izin usaha dari instansi yang berwenang; dan 3. Spesimen tanda tangan dan kuasa kepada pihak-pihak yang ditunjuk mempunyai wewenang bertindak untuk dan atas nama Bank dalam melakukan hubungan usaha dengan Bank. Untuk calon Nasabah berupa Lembaga Negara/Pemerintah, lembaga internasional, dan perwakilan negara asing, Bank wajib meminta informasi mengenai nama dan alamat kedudukan lembaga atau perwakilan, dan informasi tersebut masih harus didukung dengan dokumen sebagai berikut:94 1. Surat penunjukan bagi pihak-pihak yang berwenang mewakili lembaga atau perwakilan dalam melakukan hubungan usaha dengan Bank; dan 2. Spesimen tanda tangan. Sedangkan bagi Beneficial Owner, bank wajib memastikan apakah calon nasabah atau WIC (Walk In Customer) mewakili Beneficial Owner untuk membuka hubungan usaha atau melakukan transaksi, dan dalam hal calon nasabah atau WIC mewakili Beneficial Owner untuk membuka hubungan usaha atau melakukan transaksi, bank wajib melakukan prosedur CDD terhadap Beneficial Owner yang sama ketatnya dengan prosedur CDD bagi calon nasabah atau WIC.
93
Ibid., ps. 15 ayat (2).
94
Ibid., ps. 17.
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
53
Dalam hal ini, bank wajib memperoleh bukti atas identitas dan/atau informasi lainnya mengenai Beneficial Owner, antara lain berupa:95 1. Bagi Beneficial Owner perorangan: a. Dokumen identitas; b. Hubungan hukum antara calon nasabah atau WIC dengan Beneficial Owner yang ditunjukkan dengan surat penugasan, surat perjanjian, surat kuasa atau bentuk lainnya; dan c. Pernyataan dari calon nasabah atau WIC mengenai kebenaran identitas maupun sumber dana dari Beneficial Owner. 2. Bagi beneficial Owner perusahaan, yayasan atau perkumpulan: a. Dokumen; b. Dokumen dan/atau informasi identitas pemilik atau pengendali akhir perusahaan, yayasan, atau perkumpulanl; dan c. Pernyataan dari calon nasabah dan WIC mengenai kebenaran identitas maupun sumber dana dari Beneficial Owner. Kewajiban penyampaian dokumen dan/atau informasi identitas pemilik atau pengendali akhir Beneficial Owner sebagaimana yang dimaksud dalam angka 2 huruf b di atas tidak berlaku bagi Beneficial Owner berupa:96 1. Lembaga pemerintah; atau 2. Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek. Bank dapat menerapkan prosedur CDD yang lebih sederhana dari prosedur CDD sebagaimana dimaksud seperti yang telah dijelaskan di atas, terhadap calon Nasabah atau transaksi yang tingkat risiko terjadinya pencucian uang atau pendanaan terorisme tergolong rendah dan memenuhi kriteria antara lain sebagai berikut:97 1. Tujuan pembukaan rekening untuk pembayaran gaji; 2. Nasabah berupa perusahaan publik yang tunduk pada peraturan tentang kewajiban untuk mengungkapkan kinerjanya; 95
Ibid., ps. 18 dan 19.
96
Ibid., ps. 20.
97
Ibid., ps. 23.
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
54
3. Nasabah berupa Lembaga Negara/Pemerintah; atau 4. Transaksi pencairan cek yang dilakukan oleh WIC perusahaan. Bank wajib meneliti adanya Nasabah dan Beneficial Owner yang memenuhi kriteria berisiko tinggi atau PEP (Politically Exposed Person), yang akan dibuat dalam daftar tersendiri. Terhadap hal ini, Bank wajib melakukan:98 1. EDD (Enhanced Due Diligence) secara berkala paling kurang berupa analisis terhadap informasi mengenai Nasabah atau Beneficial Owner, sumber dana, tujuan transaksi, dan hubungan usaha dengan pihak-pihak yang terkait; dan 2. Pemantauan yang lebih ketat terhadap Nasabah atau Beneficial Owner. Kewajiban Bank sebagaimana dimaksud di atas, diberlakukan pula terhadap Nasabah atau WIC (Walk In Customer) yang: 99 1. Menggunakan produk perbankan yang berisiko tinggi untuk digunakan sebagai sarana pencucian uang atau pendanaan teroris; 2. Melakukan transaksi dengan negara berisiko tinggi; atau 3. Melakukan transaksi tidak sesuai dengan profil. Menurut keterangan dari Bapak Kusnandar (Direktur BPR “ABC”), penerapan ketentuan hukum yang hampir serupa dengan hal yang diatur dalam PBI No.11/28/PBI/2009 sudah diterapkan oleh BPR “ABC”, hal ini terbukti dari adanya Aplikasi Pembukaan Rekening di mana salah satu butirnya membahas tentang Tujuan Pembukaan Rekening yang di dalamnya mencakup jenis transaksi, investasi, keperluan pribadi, dan lainnya. Menurut beliau, hal ini diperlukan guna mencegah kemungkinan terjadinya tindak pidana pencucian uang dan pembiayaan terorisme. Selain dari hal yang disebutkan di atas, BPR “ABC” tidak pernah membuat suatu peraturan tersendiri yang mengatur mengenai pencegahan tindak pidana pencucian uang dan terorisme, namun BPR “ABC” tetap “berpedoman” pada PBI yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, hanya saja penegasannya diatur dalam
98
Ibid., ps. 24.
99
Ibid.
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
55
bentuk dikeluarkannya “Memo Intern”, yang isinya antara lain “mohon dilaksanakan sesuai dengan PBI”.
2.5.6. Fungsi PPATK Dalam Memantau Kepatuhan Bank. Sejalan dengan kompleksitas kegiatan pencucian uang dan sesuai dengan Pasal 18 Undang-undang No. 15 tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 25 tahun 2003 tentang Pencucian Uang, di Indonesia telah didirikan sebuah lembaga khusus yang menangani masalah pencucian uang, yaitu Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).100 Di dalam undang-undang tersebut peranan PPATK adalah mengumpulkan, menganalisis, serta mengevaluasi informasi yang diperolehnya.101 Apabila dalam analisisnya PPATK menemukan transaksi keuangan yang berindikasikan tindak pidana pencucian uang, maka PPATK melaporkan kepada penyidik untuk ditindak lanjuti,102 sehingga tanpa adanya laporan dari PPATK akan sulit bagi penyidik untuk menemukan tindak pidana pencucian uang, mengingat Penyedia Jasa Keuangan hanya diwajibkan melapor kepada PPATK, sekalipun demikian pelaporan tindak pidana pencucian uang oleh masyarakat luas dimungkinkan oleh undang-undang tersebut.103 Pada dasarnya tugas dan fungsi PPATK merupakan financial intelligence, dan dalam penanganan anti pencucian uang di beberapa negara disebut juga financial intelligence unit (FIU). PPATK merupakan lembaga yang independen, yang bebas dari campur tangan bersifat politik seperti lembaga negara, penyelenggara negara dan pihak lain dan dalam melaksanakan tugasnya wajib menolak campur tangan itu dari pihak siapapun, prinsip ini bisa ditafsirkan dari ketentuan yang mengatakan:
100
Indonesia (a), op. cit., ps. 18.
101
Indonesia (c), ps. 26.
102
Indonesia (a), op. cit., ps. 27 dan 31.
103
N.H.T. Siahaan, op. cit., hal. 8.
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
56
“PPATK... adalah lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya. Setiap pihak tidak boleh melakukan segala bentuk campur tangan terhadap pelaksanaan tugas dan kewenangan PPATK.”104 PPATK memberikan rekomendasi pada pemerintah tentang pemberantasan pencucian uang dan melaporkan hasil analisis terhadap transaksi keuangan yang mencurigakan atau berindikasi pencucian uang kepada kepolisian, kejaksaan, serta menyampaikan laporan mengenai analisis transaksi keuangan dan kegiatan lainnya secara berkala kepada DPR dan lembaga yang berwenang melakukan pengawasan bagi Penyedia Jasa Keuangan (PJK). PPATK merupakan administrative model yang merupakan lembaga independen yang bertanggung jawab kepada Presiden. Model administratif ini lebih banyak berfungsi sebagai perantara antara masyarakat atau industri jasa keuangan dengan institusi penegak hukum. Laporan yang masuk dianalisis dulu oleh lembaga ini kemudian dilaporkan kepada institusi penegak hukum, yaitu kepolisian dan kejaksaan.105 Tugas PPATK antara lain:106 1. Mengumpulkan, menyimpan, menganalisis, mengevaluasi informasi yang diperoleh PPATK; 2. Memantau catatan dalam buku daftar pengecualian yang dibuat oleh penyedia jasa keuangan; 3. Membuat pedoman mengenai tata cara pelaporan transaksi keuangan mencurigakan; 4. Memberikan nasehat dan bantuan kepada instansi yang berwenang tentang informasi yang diperoleh PPATK sesuai ketentuan UU Pencucian Uang; 5. Mengeluarkan pedoman dan publikasi kepada Penyedia Jasa Keuangan yang berkaitan dengan tindakan preventif dan represif tindak pidana money laundering;
104
Indonesia (a), op. cit., ps. 18 ayat (2) jo. ps. 25 ayat (1).
105
N.H.T. Siahaan, op. cit., hal. 94.
106
Indonesia (c), loc. cit.
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
57
6. Memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai upaya-upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang; 7. Melaporkan hasil analisis transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang kepada kepolisian dan kejaksaan; 8. Membuat dan memberikan laporan mengenai hasil analisis transaksi keuangan dan kegiatan lainnya secara 6 (enam) bulan sekali kepada Presiden, DPR dan lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap Penyedia Jasa Keuangan; dan 9. Memberikan informasi kepada publik tentang kinerja kelembagaan sepanjang pemberian informasi tersebut tidak bertentangan dengan UU ini. Sebagaimana tertuang dalam Pasal 26 huruf c UUTPPU, dinyatakan bahwa salah satu tugas PPATK adalah membuat pedoman mengenai Tata Cara Pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan. Pedoman tersebut diatur lebih lanjut dengan keputusan Kepala PPATK (Pasal 13 ayat 7 UUTPPU).107 Pedoman ini diperlukan agar Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan oleh Penyedia Jasa Keuangan (PJK) dapat dilakukan secara tepat, benar, dan dapat dipertanggungjawabkan, mengingat laporan tersebut merupakan salah satu sumber informasi utama yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas PPATK. Diharapkan dari pedoman ini juga dapat menciptakan keseragaman pemahaman bagi PJK dalam melaporkan Transaksi Keuangan Mencurigakan kepada PPATK. Dalam pelaksanaannya setiap PJK perlu melakukan penyesuaian dengan memperhatikan karakteristik bidang usahanya dan ketentuan yang dikeluarkan oleh lembaga pengawasan dari masing-masing PJK. Selanjutnya untuk meningkatkan efektifitas dalam pelaksanaannya, PPATK senantiasa melakukan kajian dan penyempurnaan terhadap pedoman ini yang hasilnya akan diterbitkan secara berkala. Selain itu dimungkinkan pula untuk memberikan penjelasan terhadap hal-hal penting yang mungkin timbul dalam implementasinya.
107
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (a), Keputusan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Tentang Pedoman Tata Cara Pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan Bagi Penyedia Jasa Keuangan, KepPPATK No. 2/6/KEP.PPATK/2003.
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
58
Dalam perkembangan selanjutnya, PPATK akan menerbitkan pula pedoman yang lebih rinci dan sifatnya lebih teknis antara lain:108 1. Pedoman Identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan bagi Penyedia Jasa Keuangan; 2. Pedoman Pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan bagi Penyedia Jasa Keuangan; 3. Pedoman Pelaporan Transaksi Keuangan Yang Dilakukan Secara Tunai bagi Penyedia Jasa Keuangan. Dalam pelaksanaan tugasnya, PPATK juga melakukan tindakan pencegahan (preventif) dan pemberian sanksi bagi yang melanggar (represif). Tindakan preventif yang dilakukan oleh PPATK adalah dengan larangan memberikan keterangan kepada pihak yang tidak berhak (Anti Tipping-off), yang mengatur antara lain:109 1. Direksi, pejabat atau pegawai PJK dilarang memberitahukan kepada nasabah atau orang lain baik secara langsung ataupun tidak langsung dengan cara apapun mengenai laporan transaksi keuangan mencurigakan yang sedang disusun atau telah disampaikan kepada PPATK (anti tippingoff). 2. Petugas PJK yang meminta keterangan awal dari nasabah dalam rangka melakukan verifikasi terhadap suatu transaksi, tidak dikategorikan sebagai tipping-off. PJK dilarang menginformasikan kepada nasabah apabila hasil verifikasi transaksi tersebut dikategorikan dan dilaporkan sebagai transaksi keuangan mencurigakan. 3. Apabila transaksi keuangan mencurigakan telah dilaporkan kepada PPATK, maka dalam penyelidikan dan penyidikan lebih lanjut harus dipastikan bahwa pihak-pihak yang dilaporkan tidak menaruh kecurigaan akibat dari penyelidikan dan penyidikan tersebut.
108
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (b), Keputusan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Tentang Pedoman Umum Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Bagi Penyedia Jasa Keuangan, KepPPATK No. 2/1/KEP.PPATK/2003. 109
Ibid., hal. 24-25.
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
59
Tujuan adanya anti tipping-off adalah:110 1. Untuk mencegah pihak yang dilaporkan (nasabah) mengalihkan dananya dan atau melarikan diri sehingga mempersulit aparat penegak hukum dalam melakukan pelacakan kasus tersebut. 2. Untuk menjaga efektivitas penyelidikan dan penyidikan tindak pidana pencucian uang. Sedangkan tindakan represif untuk PJK yang dengan sengaja tidak menyampaikan laporan kepada PPATK yaitu dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Undang-undang No. 15 Tahun 2002 yaitu pidana denda paling sedikit Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Dengan tidak mengurangi sanksi pidana tersebut di atas, masing-masing lembaga pengawas PJK juga dapat mengenakan sanksi atas tidak menyampaikan laporan.111 Dalam menyampaikan Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan, PJK dapat melakukannya dengan cara:112 1. Manual, yaitu mengirimkan hardcopy Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan sesuai dengan contoh formulir Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan yang terlampir pada pedoman (dapat dilihat pada website PPATK), atau 2. Elektronis,
yaitu
menyampaikan
Laporan
Transaksi
Keuangan
Mencurigakan secara on-line dengan mengakses server PPATK dengan menggunakan user id dan password yang ditentukan oleh PPATK. Penyampaian Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan kepada PPATK paling lambat dilakukan 3 (tiga) hari kerja setelah PJK mengetahui adanya unsur Transaksi Keuangan Mencurigakan sampai dengan tanggal diterimanya Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan oleh PPATK. Pihak PJK dalam hal ini adalah Pejabat di kantor pusat PJK yang berwenang untuk menetapkan status suatu
110
Ibid., hal. 25.
111
Ibid.
112
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (a), loc. cit.
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
60
transaksi sebagai Transaksi Keuangan Mencurigakan.113 Pada prinsipnya, pelaporan yang dilakukan lebih awal akan meningkatkan efektifitas tindakan pencegahan maupun tindakan lain yang diperlukan, selain itu PPATK juga bisa memberikan feedback terhadap laporan-laporan tersebut, misalnya apabila dari laporan terbukti bahwa suatu bank kurang berkualitas, maka PPATK dapat memberikan saran/masukan dalam rangka untuk memperbaiki kualitas keuangan bank yang bersangkutan. Sedangkan apabila dihubungkan dengan tugas PPATK, maka menurut Pasal 27 ayat (1) UU Pencucian Uang, PPATK juga mempunyai wewenang, antara lain:114 1. Meminta dan menerima laporan dari lembaga keuangan; 2. Meminta informasi mengenai perkembangan penyidikan atau penuntutan terhadap tindak pidana pencucian uang yang telah dilaporkan kepada penyidik atau penuntut umum; 3. Melakukan audit kepada lembaga keuangan mengenai kepatuhan kewajiban sesuai dengan yang ditentukan UU Pencucian Uang ini dan terhadap pedoman pelaporan mengenai transaksi keuangan; 4. Memberikan pengecualian kewajiban pelaporan mengenai transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b. Ketentuan ini ialah mengenai kewajiban Penyedia Jasa Keuangan menyampaikan laporan kepada PPATK untuk transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai dalam jumlah kumulatif sebesar Rp 500.000.000,00 (limaratus juta rupiah) atau lebih yang nilainya setara, baik dilakukan dalam satu kali transaksi atau lebih di dalam satu hari kerja. Mengingat besar kemungkinan terjadi tindak pidana pencucian uang baik di dalam negeri maupun yang bersifat antar negara, yang akibatnya bisa berdampak buruk terhadap sistem keuangan dan sistem perekonomian yang secara tidak langsung dan langsung bisa berdampak pada kehidupan masyarakat dan bangsa,
113
Ibid., hal. 27-28.
114
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (b), op. cit., hal. 11-12.
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
61
maka kerjasama antara PPATK dengan penegak hukum di dalam negeri maupun dengan pihak luar negeri sangat dibutuhkan. Berdasarkan Pasal 13 ayat 1 huruf b, UU No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan UU No. 25 Tahun 2003 (“UU TPPU”), Penyedia Jasa Keuangan (“PJK”) seperti bank, lembaga pembiayaan, perusahaan efek, pengelola reksa dana, kustodian, wali amanat, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, pedagang valuta asing, dana pensiun, dan perusahaan asuransi, wajib menyampaikan laporan kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (“PPATK”) terhadap Transaksi Keuangan yang Dilakukan Secara Tunai dalam jumlah kumulatif sebesar Rp 500.000.000,00 (limaratus juta rupiah) atau lebih atau mata uang asing yang nilainya setara, baik dilakukan dalam satu kali transaksi maupun beberapa kali transaksi dalam 1 (satu) hari kerja.115 Laporan transaksi tersebut di atas dikenal juga sebagai Cash Transaction Report (CTR) yang untuk selanjutnya dalam Pedoman yang dikeluarkan oleh PPATK, disebut sebagai “Laporan Transaksi Keuangan Tunai”. Sehubungan dengan hal tersebut, berdasarkan Pasal 13 ayat (7) dan Pasal 26 huruf (e) UU TPPU, PPATK mempunyai tugas antara lain mengeluarkan pedoman bagi PJK dalam rangka pelaksanaan pelaporan Transaksi Keuangan Tunai. Pedoman ini dikeluarkan dalam rangka memberikan pemahaman dan acuan kepada PJK tentang apa yang dimaksud dengan Transaksi Keuangan Tunai dan bagaimana pelaporannya secara tepat dan akurat.116 Pedoman ini akan menjelaskan hal-hal sebagai berikut:117 1. Pengertian Transaksi Keuangan Tunai; 2. Transaksi Keuangan Tunai yang Dikecualikan; 3. Cara Pengisian Formulir Laporan Transaksi Keuangan Tunai; 4. Cara Pelaporan; 115
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (c), Keputusan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Tentang Pedoman Laporan Transaksi Tunai Dan Tata Cara Pelaporannya Bagi Penyedia Jasa Keuangan, KepPPATK No. 3/1/KEP.PPATK/2004. 116
Ibid., hal. 1.
117
Ibid.
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
62
5. Alamat Penyampaian Laporan; 6. Batas Waktu Penyampaian Laporan; 7. Kerahasiaan; dan 8. Lain-lain. Penyampaian Laporan Transaksi Keuangan Tunai oleh PJK dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara yakni:118 1. Manual, yaitu mengirimkan hardcopy Laporan Transaksi Keuangan Tunai sesuai dengan contoh formulir Laporan Transaksi Keuangan Tunai yang terlampir pada pedoman ini; atau 2. Elektronis, yaitu menyampaikan Laporan Transaksi Keuangan Tunai secara on-line dengan mengakses server PPATK dengan menggunakan user id, password dan secure key yang diberikan oleh PPATK. PJK yang akan menyampaikan Laporan Transaksi Keuangan Tunai secara elektronis, terlebih dahulu harus mengajukan “Permohonan Pelaporan Transaksi Keuangan
Tunai
Secara
Elektronis”
melalui
e-mail
ke
alamat:
[email protected]. Selanjutnya PPATK akan memberikan user id, password, secure key dan alamat server Laporan Transaksi Keuangan Tunai secara individual kepada masing-masing PJK. Sepanjang PJK belum menerima user id, password dan secure key maka penyampaian Laporan Transaksi Keuangan Tunai dilakukan secara manual. Berdasarkan Pasal 1 angka 8 UU TPPU, yang dimaksud dengan Transaksi Keuangan yang Dilakukan Secara Tunai adalah transaksi penarikan, penyetoran atau penitipan yang dilakukan dengan uang tunai atau instrumen pembayaran lain yang dilakukan melalui PJK. Transaksi penarikan, penyetoran atau penitipan tunai merupakan transaksi keuangan secara tunai yang dilakukan oleh nasabah atau pengguna jasa keuangan dengan Penyedia Jasa Keuangan yang berbentuk bank, lembaga pembiayaan, perusahaan efek, pengelola reksa dana, kustodian, wali amanat, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, pedagang valuta asing, dana pensiun, dan perusahaan asuransi.119
118
Ibid., hal. 2.
119
Ibid., hal. 3.
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
63
Transaksi Keuangan Tunai yang wajib dilaporkan oleh PJK kepada PPATK adalah transaksi yang memenuhi kriteria sebagai berikut:120 1. merupakan penarikan/penerimaan atau penyetoran/pembayaran dengan menggunakan uang tunai (uang kertas dan atau uang logam); 2. dalam jumlah kumulatif Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau lebih atau dalam mata uang asing yang nilainya setara; dan 3. dilakukan dalam satu kali atau beberapa kali transaksi dalam satu hari kerja pada satu atau beberapa kantor dari satu PJK. Deteksi terjadinya Transaksi Keuangan Tunai dilakukan dengan cara memantau aliran uang tunai masuk dan uang tunai keluar yang terjadi pada masing-masing PJK. Ketentuan Pasal 13 ayat (4) dan ayat (5) UU TPPU menetapkan bahwa transaksi tunai yang dikecualikan dari kewajiban pelaporan Transaksi Keuangan Tunai meliputi transaksi-transaksi sebagai berikut:121 1. transaksi antarbank; 2. transaksi dengan Pemerintah; 3. transaksi dengan Bank Sentral; 4. pembayaran gaji dan pensiun; dan 5. transaksi lainnya yang ditetapkan oleh Kepala PPATK atau atas permintaan PJK yang disetujui oleh PPATK. Semua “Transaksi Yang Dikecualikan” sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai dengan angka 5 tersebut di atas tidak dilaporkan oleh PJK sebagai Transaksi Keuangan Tunai kepada PPATK. Namun demikian PJK, secara internal wajib menata-usahakan dokumen-dokumen yang terkait dengan “Transaksi Yang Dikecualikan” dalam bentuk hard-copy atau secara elektronis sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. “Transaksi Yang Dikecualikan” sebagaimana dimaksud pada angka 4 tersebut di atas adalah suatu transaksi tertentu yang secara rutin dilakukan oleh suatu institusi/lembaga/perusahaan dalam rangka pembayaran gaji karyawannya. Transaksi penarikan/penyetoran tunai seorang nasabah perorangan yang atas dasar
120
Ibid.
121
Ibid., hal. 7.
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
64
pengakuannya dilakukan untuk pembayaran gaji dan tidak secara rutin tidak termasuk sebagai “Transaksi Yang Dikecualikan”. Penetapan Transaksi Yang Dikecualikan sebagaimana dimaksud pada angka 5 tersebut di atas dilakukan dengan cara:122 1. Berdasarkan keputusan Kepala PPATK untuk menetapkan suatu transaksi dikecualikan dari Laporan Transaksi Keuangan Tunai. Keputusan Kepala PPATK ditentukan dengan berdasarkan pada besarnya jumlah transaksi, bentuk PJK tertentu, atau wilayah kerja PJK tertentu. Pemberlakuan pengecualian tersebut dapat dilakukan untuk seluruh PJK dan/atau PJK tertentu baik untuk jangka waktu yang tidak terbatas (permanen) maupun untuk jangka waktu tertentu. 2. Berdasarkan permohonan dari PJK karena pertimbangan nasabah dari PJK tersebut secara rutin melakukan transaksi tunai dan dalam jumlah besar yang sesuai dengan profil nasabah dan karakteristik usahanya. Kepala PPATK dengan berbagai pertimbangan dapat menyetujui atau menolak permohonan pengecualian Pelaporan Transaksi Keuangan Tunai yang diajukan oleh PJK. Penetapan Transaksi Yang Dikecualikan oleh PPATK dan tata cara permohonon Pengecualian Pelaporan Transaksi Keuangan Tunai oleh PJK akan diatur tersendiri dalam suatu Surat Keputusan Kepala PPATK. Penyampaian Laporan Transaksi Keuangan Tunai kepada PPATK dilakukan paling lambat dilakukan 14 (empat belas) hari kerja setelah terjadinya Transaksi Keuangan Tunai. Jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja tersebut dihitung sejak terjadinya Transaksi Keuangan Tunai di PJK sampai dengan tanggal diterimanya Laporan Transaksi Keuangan Tunai oleh PPATK.123 Sesuai dengan Pasal 8 UU TPPU, Penyedia Jasa Keuangan yang dengan sengaja tidak menyampaikan laporan Transaksi Keuangan Tunai kepada PPATK
122
Ibid.
123
Ibid., hal.16.
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
65
dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
2.6. Analisis Kendala Yang Timbul Dalam Mengatasi Tindak Pidana Pencucian Uang Oleh BPR. Keberadaan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dirasakan cukup strategis dalam menjembatani terwujudnya pemerataan pembangunan. Di samping itu BPR juga sebagai lembaga keuangan mikro diharapkan dapat melayani kebutuhan dana usaha mikro terutama yang belum dapat dijangkau oleh pembiayaan bank umum.124 Berbagai perilaku dan karakteristik pengusaha mikro seperti kebutuhan dana yang mendadak, sulit memenuhi persyaratan administrasi dan lokasi yang tidak mudah terjangkau perlu diakomodasi oleh BPR. Jasa BPR diharapkan mampu menjangkau debitur mikro yang tersebar di berbagai lokasi seperti pedesaan dan daerah nelayan.125 Secara umum BPR diharapkan dapat memberikan produk dan jasa perbankan yang berkualitas dalam arti kebutuhan akan dana pengusaha mikro dapat dipenuhi pada waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau. Namun demikian apabila dilihat lagi keberadaan BPR ditengah-tengah komunitas pelaku ekonomi kecil, masih banyak permasalahan-permasalahan yang timbul dan harus dihadapi BPR dalam menjalankan usahanya, antara lain adanya indikasi praktik Money Laundering di BPR. Meskipun BPR merupakan lembaga keuangan mikro namun patut diduga lembaga tersebut dapat digunakan sebagai sarana dalam kegiatan Money Laundering. Hal ini dapat terjadi karena banyak pihak manajemen bank yang kurang memahami dalam melaksanakan penerapan prinsip kehati-hatian bagi nasabahnya.
124
Tjahjo Oetomo Kartodinoto “Usaha Skala Mikro dan Kecil serta Keunggulan dan Alternatif Pembiayaannya Dalam Era Otonomi Daerah,” (Makalah disampaikan dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan pendidikan Sekolah Staf dan Pimpinan Bank Indonesia “SESPIBI”, Jakarta, Maret 2004), hal. 7. 125
Edy Setiadi, “Penyaluran Kredit Perbankan Kepada Usaha Mikro dan Kecil: Sebuah Dilema Dalam Optimalisasi Fungsi Intermediasi Perbankan di Indonesia,” (Makalah disampaikan dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan pendidikan Sekolah Staf dan Pimpinan Bank Indonesia “SESPIBI”, Jakarta, Juli 2003), hal. 12.
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
66
Usaha menanggulangi masalah tersebut yaitu dengan telah dibuatnya Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 5/23/PBI/2003 tentang penerapan prinsip mengenal nasabah (Know Your Customer Principle) bagi BPR yang kemudian akan menyusul juga pada akhir tahun ini, PBI yang serupa dengan PBI No. 11/28/PBI/2009, tapi yang ditujukan bagi BPR. Selain dengan adanya PBI, juga dengan keberadaan Undang-undang No. 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 25 tahun 2003. Tetapi di dalam usahanya menerapkan undang-undang tersebut, BPR masih mengalami beragam permasalahan, baik secara ekstern maupun intern. Sehingga apabila permasalahan tersebut tidak segera diatasi maka akan menghambat perkembangan BPR itu sendiri dan dampak yang lebih luas lagi akan menghambat tercapainya program pemerintah dalam usahanya mencegah money laundering di dalam BPR dan memberdayakan ekonomi rakyat UMKM. Beberapa permasalahan intern yang secara umum dihadapi oleh BPR dalam menjalankan usahanya antara lain:126 1. Kualitas sumber daya manusia yang terbatas Pada umumnya manajemen BPR mempunyai kualitas yang relatif rendah dalam menjalankan operasional perbankan, mengingat sebagian besar tingkat pendidikan pegawai hanya setingkat SLTA dan memiliki pengalaman yang minim di bidang perbankan, sehingga pengelolaan bank dilakukan secara konvensional dan belum profesional. Dengan masih cukup banyaknya manajemen BPR yang relatif belum terlalu lama apabila dibandingkan dengan bank umum, maka kemampuan SDM BPR untuk mengikuti perkembangan baru dalam teknologi akan relatif lebih terbatas dibandingkan dengan bank umum. Di sisi lain upaya untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan bagi manajemen dan pegawai pada umumnya belum dilakukan dengan baik. Hal tersebut terjadi karena kesadaran pemilik dan pengurus bank akan pentingnya pendidikan masih sangat rendah.
126
Wiyoto, op. cit., hal.5-12.
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
67
2. Kelemahan sistem dan prosedur Sebagian
besar
operasional
BPR
masih
dilaksanakan
secara
konvensional. Selain itu sistem dan prosedur operasional yang ada umumnya masih sederhana dan belum mencakup semua kegiatan operasional bank. Meskipun sebagian BPR dalam menjalankan kegiatan operasionalnya telah didukung oleh perangkat komputer namun relatif masih sederhana. Hal tersebut terjadi karena keterbatasan kemampuan atau pengetahuan dan dana yang dimiliki oleh bank dalam upaya peningkatan atau perbaikan. 3. Kurangnya penerapan prinsip kehati-hatian Manajemen bank dalam menjalankan operasional bank umumnya cenderung mengabaikan prinsip kehati-hatian, terutama dalam proses pemberian kredit yang tidak berdasarkan asas-asas perkreditan yang sehat. Terbatasnya pengetahuan manajemen bank dan pegawai dalam melakukan analisa permohonan kredit dan tidak menutup kemungkinan adanya moral hazard dari manajemen atau pengawas BPR dimaksud. 4. Campur tangan pemilik Sebagaimana diketahui bahwa sebagian besar kepemilikan BPR yang ada saat ini mayoritas dikuasai oleh perseorangan atau anggota keluarga. Sementara itu pengurus bank yang terdiri dari Direksi dan Komisaris umumnya berasal dari salah satu anggota keluarga atau pemegang saham itu sendiri. Sehingga kontrol intern atas jalannya kegiatan usaha bank akan menjadi lemah. Dalam pengelolaan usaha bank pemegang saham sering melakukan intervensi atau campur tangan atas keputusan manajemen dengan maksud untuk memberikan keuntungan kepada pemilik. Campur tangan pemilik umumnya terjadi dalam bidang pemberian kredit kepada perusahaan pemilik atau anggotanya 5. Penyalahgunaan wewenang oleh pengurus bank Maju mundurnya usaha bank tergantung dari kompetensi dan integritas dari pengurus bank yaitu anggota Dewan Komisaris dan Direksi. Dewan Komisaris dan Direksi sesuai dengan fungsinya masing-masing mempunyai tanggung jawab untuk menjaga kelangsungan hidup usahanya. Dalam menjalankan tugasnya pengurus bank harus berpegang pada ketentuan yang
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
68
berlaku baik yang dikeluarkan oleh intern maupun ekstern bank. Namun dalam praktiknya tidak jarang pengurus bank secara sendiri atau bersamasama justru menyalahgunakan wewenang yang diberikan untuk keuntungan pribadi pengurus. Penyalahgunaan wewenang tersebut dapat berupa praktik rekayasa dalam pembukuan (window dressing), bank dalam bank, penggelapan pendapatan bunga dan penggunaan biaya yang tidak wajar. Kesemuanya itu dapat berakibat buruk terhadap kondisi atau kinerja BPR. 6. Belum adanya kesadaran dari BPR untuk membuat peraturan tersendiri (di luar PBI) yang mengatur mengenai pencegahan tindak pidana pencucian uang dan terorisme. Sedangkan permasalahan ekstern yang biasanya dihadapi oleh bank, antara lain: 1. Pengawasan oleh Bank Indonesia. Sesuai dengan Undang-Undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia dinyatakan bahwa salah satu tugas pokok Bank Indonesia adalah menjalankan pengawasan dan pembinaan bank baik bagi Bank Umum maupun Bank Perkreditan Rakyat. Pengawasan oleh Bank Indonesia dilakukan baik secara off site (tidak langsung) maupun on site (langsung).127 Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui laporan-laporan yang disampaikan oleh bank dalam hal ini BPR (berupa laporan bulanan triwulan, dan
tahunan),
sementara
pengawasan
langsung
dilakukan
melalui
pemeriksaan kepada bank, yang menurut amanat undang-undang harus dilakukan minimal 1 tahun sekali (dengan cara didatangi langsung ke BPR yang bersangkutan dan kira-kira memakan waktu 4 hari). Terhadap hal yang disebutkan di atas, BI akan melihat apakah BPR yang dimaksud sudah sesuai dengan peraturan seperti yang diamanatkan oleh UU No. 23 tahun 1998 atau belum. Pengawasan oleh BI tidak sama dengan penilaian yang dilakukan oleh LSM (seperti hasil jajak pendapat yang terdapat dalam majalah Infobank), karena LSM memperoleh data-datanya
127
Ibid., hal. 13.
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
69
dari hasil statistik yaitu berdasarkan neraca publikasi bank yang dilakukan minimal 6 bulan sekali. Pelaksanaan dengan kedua bentuk pengawasan tersebut dirasakan kurang optimal, sebagai akibat adanya kendala-kendala yang masih dihadapi oleh bidang pengawasan BPR. Kendala-kendala tersebut antara lain:128 a. Dalam melakukan pengawasan terhadap BPR sebenarnya pihak BI telah melakukan seoptimal mungkin. Namun demikian karena keterbatasan tenaga pengawas BI yang tidak sebanding dengan jumlah bank yang harus diawasi, BI memerlukan bantuan dari pihak lain yaitu BRI untuk turut mengawasi BPR di wilayah atau di daerah-daerah pelosok mengingat jumlah pegawai PPATK lebih kecil dari BI, maka PPATK akan sangat sulit untuk menjangkau seluruh BPR di Indonesia yang tidak terdapat BRI. b. Mayoritas BPR belum menerapkan teknologi sistem informasi yang memadai. Oleh karena itu, perlu metode pelaporan yang sesuai dengan kemampuan BPR. 2. Tingkat persaingan yang tinggi. Sampai dengan saat ini lembaga keuangan yang terlibat di dalam pembiayaan usaha mikro cukup beragam, yaitu dapat berupa Bank Umum, Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Modal Ventura, Pegadaian, Lembaga Perkreditan Desa (LPD) serta Koperasi Simpan Pinjam (KSP). Dalam menjalankan
kegiatan
operasionalnya
lembaga
pembiayaan
tersebut
menggunakan strategi, memanfaatkan kondisi daerah dan peraturan yang ada untuk memenangkan persaingan sebagai berikut:129 a. Bank Umum misalnya BRI, BNI, Bank Niaga dan Bukopin dalam menjalankan operasionalnya dilakukan melalui kantor unit desa, unit layanan mikro (ULM) dan UKM Center yang sudah mantap karena
128
Ibid., hal. 15.
129
Djarot Sumartono, “Peran Bank Indonesia Dalam Pemberdayaan Bank Perkreditan Rakyat untuk Mendukung Pengembangan Usaha Mikro dan Kecil,” (Makalah disampaikan dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan pendidikan Sekolah Staf dan Pimpinan Bank Indonesia “SESPIBI”, Jakarta, Mei 2002), hal. 12-16.
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
70
didukung dengan sarana dan prasarana yang cukup seperti sumber daya manusia yang berpengalaman dalam pembiayaan mikro, tersedianya teknologi yang memadai dan keberadaannya sudah lama dikenal oleh masyarakat kecil (pedesaan). Faktor yang lebih penting adalah pada umumnya masyarakat terutama penyimpan dana masih menaruh kepercayaan yang tinggi kepada bank milik pemerintah dari pada BPR. b. Lembaga Perkreditan Rakyat, seperti di propinsi Bali, dasar ketentuan untuk operasional lembaga ini adalah Peraturan Daerah (Perda), disamping aturan adat setempat yang umumnya sangat dipatuhi oleh masyarakat. Lingkup operasinya hanya terbatas dalam desa atau kelurahan dimana LPD berada. Modal usaha berasal dari simpanan dari masyarakat desa setempat, sehingga rasa memilikinya sangat tinggi. Di samping itu, terdapat ketentuan pemerintah yang menguntungkan lembaga ini yaitu tidak dikenakannya pajak atas bunga simpanan nasabah yang disimpan pada LPD, sehingga lebih menarik anggota masyarakat untuk menyimpan uangnya. c. Koperasi Simpan Pinjam, di mana modal usahanya berasal dari para anggota dan tujuan utama didirikannya koperasi adalah untuk kesejahteraan para anggota, sehingga rasa memiliki para anggota sangat tinggi. Di samping itu simpanan atas para anggota koperasi juga dikecualikan dari ketentuan pajak atas bunga simpanan. d. PT. Permodalan Nasional Mandiri (PNM), di mana modal usaha perusahaan ini bersumber dari angsuran kredit likuiditas Bank Indonesia untuk kredit-kredit program yang pemberiannya dilakukan sebelum berlakunya UU No. 23 tahun 1999 dan sampai dengan saat ini belum lunas, sehingga biaya dana atas permodalan PNM lebih murah. Dengan demikian perusahaan ini dapat memberikan kredit dengan bunga yang relatif rendah bila dibandingkan dengan bunga kredit dari BPR. e. Pegadaian, yang keberadaannya sudah cukup lama dikenal oleh masyarakat kecil. Saat ini Pegadaian patut diperhitungkan BPR
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
71
sebagai pesaing kuat, terutama dari segi pembiayaan. Hal ini karena, satu, pegadaian boleh dikatakan memiliki prosedur dan layanan penyaluran kredit yang hampir sama dengan BPR yaitu cepat (pada hari yang sama uang sudah dapat diterima) dan sangat sederhana. Dua, dari sisi penyaluran kredit, pencapaian kredit Pegadaian secara keseluruhan ternyata sudah jauh meninggalkan BPR. Kredit Pegadaian per Desember 2009 sudah mendekati Rp 50 triliun, sementara BPR secara industri baru mendekati Rp 30 triliun. Tiga, tidak tertutup kemungkinan, jumlah gerai Pegadaian dapat melampaui jumlah kantor cabang BPR pada akhir 2010, karena sepanjang tahun 2010, Pegadaian berencana menambah sebanyak 1.500 gerai sehingga jumlahnya menjadi sekitar 4.700 gerai.130 3. Infrastruktur yang belum memadai. Sebagaimana diketahui bahwa untuk mendukung perkembangan industri BPR dalam menjalankan usahanya telah didirikan suatu asosiasi yang bernama Perbarindo untuk BPR yang operasinya secara konvensional, Perbamida untuk BPR milik Pemda (di Jawa) dan Asbisindo untuk BPR yang operasinya berdasarkan prinsip Syariah. Anggota asosiasi terdiri dari pemilikpemilik BPR itu sendiri. Tujuan utama dari asosiasi adalah untuk kepentingan para anggotanya dalam mengembangkan usahanya, terutama dalam bidang pendidikan untuk pengembangan pengetahuan dan keterampilan manajemen dan pegawai BPR.131 Sementara untuk tujuan yang sifatnya lebih luas seperti penyediaan modal kerja bagi anggota, pemberian pinjaman antara anggota untuk mengatasi mismatch dan lain-lain belum ada. Dalam praktiknya, keberadaan asosiasi di atas belum dapat memberikan kontribusinya yang maksimal terhadap kebutuhan anggota. Hal tersebut karena adanya beberapa kendala yang dihadapi antara lain terbatasnya dana untuk operasional, adanya kepentingan individu yang kuat di atas
130
Dwi Setiawati, “BPR dan Pegadaian Saling Menghadang,” Infobank (Maret 2010) : 70.
131
Mokhamad Dahlan, op. cit., hal. 13.
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
72
kepentingan anggota dan belum adanya kesatuan pandang atau tujuan diantara asosiasi-asosiasi tersebut di atas.132 4. Perlakuan ketentuan yang sama antara Bank Umum dan BPR Dalam menjalankan kegiatan usahanya BPR harus mengikuti ketentuan dan peraturan yang dikeluarkan oleh otoritas moneter dalam hal ini Bank Indonesia sebagai pengawas dan pembina bank. Pada prinsipnya tidak terdapat perbedaan perlakuan dan pengaturan terhadap BPR, khususnya yang terkait dengan Prinsip Kehati-hatian Bank (Prudential Banking). Namun demikian dalam praktiknya terdapat perbedaan antara Bank Umum dengan BPR, khususnya dalam wilayah kerja BPR dan Bank Umum, bidang usaha kecil dan larangan BPR untuk ikut serta dalam lalu lintas pembayaran (BPR dilarang menghimpun dana dalam bentuk giro). Perbedaan yang sangat menonjol pada kedua jenis bank tersebut, misalnya dalam pemberian kredit yang sifatnya angsuran. Dalam BPR terdapat angsuran kredit dengan sistem harian atau mingguan, sedangkan pada bank umum tidak ada. Sementara dalam perlakuan ketentuan mengenai kolektibilitas kredit yang mendasarkan pada tunggakan pembayaran angsuran pokok maupun bunga dihitung berapa kali debitur menunggak. Hal ini sangat memberatkan BPR dalam penilaian tingkat kesehatan bank khususnya faktor kualitas aktiva produktif. Dengan demikian perbedaan perlakuan pengaturan yang timbul adalah pengaturan yang terkait dengan hal tersebut di atas.133
2.6.1. Cara Penanggulangan Dalam Mengatasi Tindak Pidana Pencucian Uang Oleh BPR. Industri BPR telah berkembang dengan baik terbukti dengan sangat berperannya BPR dalam melayani usaha mikro dan kecil serta berpeluang untuk terus tumbuh dan berkembang di masa yang akan datang. Namun di sisi lain BPR masih menghadapi kendala atau masalah baik yang timbul dari intern maupun ekstern bank. Untuk menciptakan industri BPR yang sehat sehingga dapat lebih
132
Ibid., hal. 17.
133
Ibid., hal. 23.
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
73
berperan dalam sistem perekonomian dan perbankan Nasional, Bank Indonesia telah menempuh beberapa strategi dan program kebijakan. Kebijakan yang telah dilakukan oleh Bank Indonesia antara lain:134 1. Program Penyehatan Industri BPR. Program
restrukturisasi
BPR
bermasalah
dilakukan
dengan
cara
mendorong pemilik BPR untuk melakukan penambahan setoran modal, merger akuisisi serta masuknya investor baru untuk memperkuat struktur permodalan bank. Restrukturisasi BPR bermasalah berpedoman kepada ketentuan exit policy yang telah ditetapkan sehingga diharapkan kinerja usaha BPR semakin membaik. Sementara bagi BPR bermasalah yang tidak dapat memenuhi ketentuan dilakukan tindakan BBKU dan pencabutan izin usahanya. Dengan demikian diharapkan BPR yang kinerjanya baik yang dapat melanjutkan usahanya. 2. Program Penyempurnaan Ketentuan dan Pengawasan BPR. a. Penyempurnaan sistem pengaturan dan pengawasan BPR diarahkan pada risk based supervision dengan menyempurnakan beberapa ketentuan yang terkait dengan prinsip kehati-hatian BPR, misalnya ketentuan tentang exit policy, sedangkan ketentuan lain seperti: Fit and Proper BPR, Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM), BMPK, Kualitas Aktiva Produktif (KAP) dan Penilaian Tingkat Kesehatan (TKS) BPR. b. Untuk meningkatkan efektivitas dalam pengawasan BPR telah disusun pedoman pengawasan BPR, penerapan Sistem Informasi Manajemen (SIM) BPR, serta penafsiran data base BPR sebagai sarana early warning system. c. Ada pula BPR dengan modal yang begitu besar tetapi ingin tetap menjalankan operasinya sebagai BPR, pemilik tidak mau merubahnya menjadi bentuk bank umum, karena menurutnya apabila diubah bentuk menjadi bank umum maka ketentuan-ketentuannya akan menjadi lebih ketat. Pengawasan juga tetap akan dilakukan terhadap BPR yang
134
Wiyoto, loc. cit.
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
74
memiliki modal sangat besar dan mengikuti ATM bersama. Pengawasan akan dilakukan secara ketat oleh BI, dan BPR tersebut tetap
harus
selalu
menyampaikan
laporan
transaksi
keuangan
mencurigakan kepada PPATK, karena apabila tidak, ia akan dikenai sanksi. d. Di samping itu dalam rangka pelaksanaan kebijaksanaan entry policy, telah disusun pedoman wawancara terhadap calon pengurus dan pemegang saham pengendali BPR dan petunjuk terhadap calon pengurus dan pemegang saham pengendali BPR dan petunjuk pelaksanaan penilaian studi kelayakan pendirian BPR. 3. Program Peningkatan dalam Infrastruktur. Bank Indonesia telah berupaya untuk mendorong terciptanya pendukung industri BPR berupa pendirian Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai pengganti program penjaminan pemerintah yang dahulu berlaku dan dirasakan efektif untuk menjaga atau mempertahankan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan. Sementara itu peran asosiasi BPR (Perbarindo) akan terus diberdayakan. 4. Program Penguatan Kapasitas a. Sebagaimana diketahui bahwa permasalahan yang mendasar yang ada pada BPR adalah terbatasnya kualitas sumber daya manusia. Untuk mengatasi kondisi tersebut Bank Indonesia akan melaksanakan pelatihan bersertifikasi (CERTIF) bekerjasama dengan GTZ Profi asosiasi BPR yang ada (Perbarindo) dan IBI. Tujuan dari CERTIF adalah untuk meningkatkan kualitas SDM BPR secara sistematis dan berkelanjutan serta mengkaji aspek kemampuan SDM BPR. Untuk keperluan tersebut telah dibentuk suatu badan National Task Force (NTF) yang bertugas sebagai pelaksana untuk membentuk sistem training secara nasional dan menjaga kelangsungan pelaksanaannya. Sejalan dengan pembentukan Dewan Sertifikasi Standar, Bank Indonesia telah memutuskan untuk meneruskan kebijakan pemberian subsidi sebesar 50% bagi biaya pelatihan BPR dan mendorong asosiasi BPR lebih giat untuk menyelenggarakan modul yang telah disepakati.
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
75
b. Sementara itu dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan BPR dalam menyalurkan kredit kepada usaha mikro dan membantu bank umum atau lembaga keuangan dalam meningkatkan penyaluran kredit kepada UMKM, Bank Indonesia telah mendorong dilakukannya Linkage Program antara BPR dan Bank Umum atau Lembaga Keuangan.135 Dalam hal kerjasama ini masing-masing pihak akan mendapatkan manfaat diantaranya: 1) Bank Umum, dapat meningkatkan penyaluran kredit kepada UMKM, mengingat sektor ini merupakan sektor yang potensial untuk dibiayai dan menguntungkan bagi bank, karena memiliki unit usaha yang besar dan telah teruji tahan terhadap krisis ekonomi beberapa waktu yang lalu.136 2) Bank Perkreditan Rakyat berpeluang untuk meningkatkan kinerja usahanya, karena kredit yang diberikan, bank mempunyai peluang yang lebih besar untuk meningkatkan keuntungannya dalam perolehan laba. Di samping itu, Tingkat Kesehatan Bank (TKB) juga akan mengalami peningkatan karena faktor KAP dan rentabilitas yang membaik.137 Cara penanggulangan masalah
yang terkait dengan intern bank, antara
lain:138 1. Peningkatan kompetensi SDM BPR yang merupakan kunci sukses dalam pengembangan BPR, maka program pelatihan dan pendidikan yang terencana dan berkelanjutan perlu ditingkatkan. Program pendidikan sertifikasi (CERTIF) yang dicanangkan merupakan program yang tepat, sehingga perlu segera direalisasikan, untuk tahap awal bagi daerah-daerah yang BPR nya banyak. Mengingat kemampuan finansial dari BPR pada 135
Edy Setiadi, op. cit., hal. 22.
136
Wiyoto, loc. cit.
137
Ibid., hal. 19.
138
Ibid.
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
76
umumnya masih terbatas untuk melakukan investasi pengembangan SDM ,subsidi untuk hal ini dari Bank Indonesia masih diperlukan sampai jangka waktu tertentu. 2. Sebagaimana diketahui bahwa tingkat teknologi informasi BPR pada umumnya masih sederhana. Untuk meningkatkan sistem informasi BPR diperlukan investasi yang sangat besar yang rasanya tidak mungkin dapat dilakukan sendiri dengan dana bank. Untuk itu Bank Indonesia dapat menjadi fasilitator dalam rangka membantu penyediaan software yang memadai dan terjangkau oleh BPR. Misalnya melakukan kerja sama dengan Lembaga Keuangan Internasional. 3. Sejalan dengan jiwa Arsitektur Perbankan Indonesia (API), bahwa salah satu cara untuk meningkatkan daya saing BPR adalah melalui peningkatan modal. Upaya peningkatan jumlah modal BPR perlu terus dilakukan, karena dengan jumlah modal yang kuat dapat mengurangi ketergantungan BPR kepada dana mahal, sehingga diharapkan BPR dapat memberikan kredit dengan suku bunga yang bersaing dengan Bank Umum maupun lembaga keuangan mikro lainnya. Peningkatan modal BPR di samping dilakukan dengan cara menambah setoran modal, akusisi juga melalui pola merger. Dalam hal ini Bank Indonesia perlu melakukan pengkajian kemungkinannya untuk meminta BPR-BPR kecil yang berada dalam satu wilayah yang sama untuk melakukan merger. 4. Untuk mengurangi campur tangan pemilik dan penyalahgunaan wewenang pengurus BPR, perlu segera dibuat suatu perangkat ketentuan (misalnya Fit and Proper Test) yang jelas dan diketahui oleh semua pihak mengenai pengenaan sanksi yang tegas atas penyimpangan dan penyelenggaraan yang dilakukan oleh pejabat dari pengurus BPR dan dilaksanakan secara konsekuen. Hingga saat ini ketentuan dimaksud belum ada, sehingga Bank Indonesia (khususnya KBI) belum pernah melakukan Fit and Proper Test terhadap pejabat dan pengurus BPR yang nakal. 5. Perlu dibuat suatu peraturan tersendiri oleh BPR yang mengatur mengenai pencegahan tindak pidana pencucian uang dan terorisme, yang dalam pelaksanaannya tetap berpedoman pada PBI.
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
77
Sedangkan cara menanggulangi masalah yang terkait dengan ekstern bank, antara lain:139 1. Untuk mengoptimalkan pengawasan terhadap BPR oleh Bank Indonesia yang perlu dilakukan adalah meningkatkan kuantitas maupun kualitas pengawas baik di Kantor Pusat maupun di KBI. Cara yang dapat ditempuh adalah dengan menempatkan pengawas bank yang memiliki atau memenuhi kualifikasi atau persyaratan sebagai pengawas bank (misalnya mempunyai latar belakang pendidikan sebagai pengawas bank). Sementara untuk peningkatan kualitas pengawas dapat dilakukan melalui pendidikan atau pelatihan yang berkesinambungan dalam arti dimulai dari pendidikan yang sifatnya pembekalan sampai dengan pendidikan praktik. Dengan demikian seseorang yang ditempatkan sebagai pengawas BPR benar-benar sudah siap pakai. Dalam hal pelaporan yang dilakukan BPR terhadap PPATK bila terdapat transaksi yang mencurigakan mengingat jumlah pegawai PPATK yang sedikit dan belum adanya sistem informasi yang memadai di BPR, maka pelaporan dapat dilakukan dengan cara BPR menentukan pihak yang akan menjadi koordinator untuk menyampaikan laporan kepada PPATK. 2. Sebagaimana diketahui bahwa sifat, jenis dan ukuran operasional BPR dan Bank Umum (BU) adalah sangat berbeda. Sementara itu ada beberapa ketentuan yang perlakuannya sama, seperti ketentuan tentang KAP dan TKS. Penerapan ketentuan tersebut merugikan BPR khususnya dalam perhitungan TKS untuk setiap bulan. Oleh karena itu Bank Indonesia selaku regulator agar segera memperbaiki ketentuan tersebut di atas. 3. Dalam rangka pelaksanaan perubahan pengawasan yang semua dengan pendekatan atas dasar kepatuhan (Compliance Approach) menjadi atas dasar Risiko (Risk Based Supervision), perlu dilakukan persaingan yang matang yang antara lain meliputi sosialisasi, persiapan perangkat peraturan yang mengatur mengenai persyaratan, format dan media pelaporan BPR kepada pengawas. Pada tahap awal program ini dapat diimplementasikan
139
Ibid., hal 17.
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
78
untuk BPR-BPR yang mempunyai aset yang berukuran besar misalnya Rp 50 miliar ke atas 4. Sebagai
lembaga
intermediasi
BPR
dalam
beroperasinya
harus
berdasarkan prinsip kepercayaan. Untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap BPR, manajemen bank dalam menjalankan usahanya perlu menerapkan Good Corporate Government (GCG). Sehubungan dengan itu Bank Indonesia sebagai lembaga pengawas perlu segera mengeluarkan ketentuan mengenai GCG sebagai pedoman manajemen bank dalam menjalankan
usaha
minimal
mencakup
mengenai
transparansi,
responsibiliti, kewajaran, akuntabilitas dan independensi. Terkait dengan hal yang telah dijelaskan di atas, maka kebijakan yang akan ditempuh ke depan:140 1. Untuk menciptakan BPR yang sehat ke depan perlu diambil kebijakan oleh Bank Indonesia mengenai pembatasan pendirian BPR baru (entry barrier), pembukaan Kantor Cabang (KC) dan pembukaan Kantor Kas (KK). Kebijakan tersebut mencakup penetapan persyaratan setoran modal, persyaratan SDM dan lainnya yang pelaksanaannya tidak secara equal treatment untuk semua BPR, namun dibedakan berdasarkan tempat dan size dari pada BPR yang bersangkutan. Misalnya, untuk pendirian BPR baru di luar pulau Jawa dan Bali persyaratannya lebih ringan dari pada yang di Jawa dan Bali. 2. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu kendala yang banyak dihadapi oleh BPR pada umumnya adalah tidak berfungsinya sistem pengawasan intern bank secara memadai. Terutama untuk BPR yang modalnya dimiliki oleh mayoritas perorangan atau keluarga. Untuk itu Bank Indonesia perlu segera mengatur mengenai keharusan BPR untuk menerapkan sistem pengawasan intern. 3. Untuk meningkatkan peran BPR dalam pembiayaan keuangan mikro dan penguatan ketahanannya, BI perlu berinisiatif untuk menempuhnya dengan tiga kebijakan. Satu, memberikan insentif untuk mendorong peningkatan
140
Ibid., hal. 20.
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
79
modal. Dua, memfasilitasi terpenuhinya kebutuhan sumber daya manusia (SDM) BPR yang kompeten. Tiga, mempertegas posisi BPR sebagai community bank. Untuk solusi peningkatan permodalan di BPR, BI sebenarnya sudah memberikan perhatian sejak empat tahun yang lalu, yakni dengan diluncurkannya Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 8/26/PBI/2006 tentang BPR. Di dalam PBI tersebut ada peraturan yang mendorong BPR untuk meningkatkan permodalannya secara bertahap hingga akhir 2010 dan beberapa sanksi bagi BPR yang tidak mampu memenuhinya.
Sementara
itu,
inisiatif
BI
untuk
memfasilitasi
terpenuhinya kebutuhan SDM BPR yang kompeten harus diakui merupakan hal mutlak yang harus dicapai untuk pengembangan industri BPR, karena sudah cukup banyak BPR yang ditutup dalam beberapa tahun terakhir karena fraud. Sedangkan inisiatif BI untuk mempertegas posisi BPR sebagai community bank, akan menjadi spirit baru dalam misi dan visi blue print pengembangan BPR selanjutnya. Blue print yang baru akan memuat beberapa kebijakan baru terkait dengan pengembangan industri BPR ke depan, antara lain, perubahan misi dan visi pengembangan BPR sebagai community bank yang bertujuan untuk mendukung pemberdayaan ekonomi lokal dan mewujudkan industri BPR sebagai lembaga pembiayaan yang terdekat dan terdepan bagi UMKM dan masyarakat sekitar. 4. Sejalan dengan rencana pengembangan BPR dalam API, Bank Indonesia telah memberikan dukungan terhadap keinginan asosiasi (Perbarindo) dengan pembentukan lembaga Apex bagi BPR di wilayah Jabodetabek dan Riau, pada tanggal 3 Mei 2010. Lembaga Apex merupakan salah satu infrastruktur yang mendukung penguatan kelembagaan BPR, khususnya dalam membantu mengatasi permasalahan keuangan dan keterbatasan teknis yang dialami oleh BPR. Pembentukan lembaga Apex bertujuan untuk menjembatani kebutuhan industri BPR, sehingga tercipta industri BPR yang kokoh, berdaya saing tinggi, serta memiliki kredibilitas yang baik di mata masyarakat dan UMKM yang menjadi segmen utamanya. Untuk mencapai tujuan tersebut, setidaknya lembaga Apex harus mampu
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
80
menjalankan 3 (tiga) fungsi utama, yaitu (i) sebagai lembaga yang dapat memberikan liquidity support; (ii) memberikan bimbingan atau bantuan teknis (technical assistance); (iii) pengembangan dan implementasi teknologi informasi untuk kepentingan penerapan core banking system, inovasi produk dan layanan BPR berbasis teknologi informasi, menjalankan fungsi sebagai clearing house untuk kepentingan transaksi dana antar nasabah, dan kegiatan promosi produk/layanan bersama. 5. Untuk mengurangi persaingan usaha antara BPR dan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) lainnya,perlu dikeluarkan suatu peraturan yang mengatur mengenai keberadaan LKM, 6. Mengingat saat ini sudah banyak BPR khususnya di pulau Jawa dan Lampung yang telah melakukan penyelesaian transaksi keuangan dengan nasabah/debitur melalui non tunai yaitu dengan menerbitkan kuitansi, maka Bank Indonesia perlu segera melakukan pengkajian yang mendalam, untuk mengantisipasi kemungkinan dikeluarkannya ketentuan kliring lokal antar BPR. Tindakan tersebut perlu segera diambil mengingat dampak negatif yang mungkin dapat ditimbulkan oleh sistem penyelesaian non tunai tersebut. 7. Perlu adanya penerapan law enforcement (penegakan hukum) yang tegas dan konsisten bagi pengurus dan pemilik BPR yang tidak mematuhi ketentuan yang berlaku dalam menjalankan usahanya. Untuk itu perlu segera dikeluarkan/dibuat ketentuan Fit and Proper test yang jelas untuk diketahui semua pihak yang terkait mengenai jenis dan bobot pelanggaran serta sanksi yang akan dikenakan. 8. Meskipun pemerintah dan BI telah mengambil berbagai langkah yang perlu, namun masih terdapat kelemahan yang dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu. Hal ini terkait dengan belum disahkannya UndangUndang Transfer Dana. Selama ini masih banyak penyelenggara pengiriman uang dan PVA Bukan Bank yang tidak berizin. Berdasarkan penjelasan dari Bapak Heru Santoso, sampai saat ini BI masih tetap berupaya mencari berbagai kemungkinan timbulnya TPPU, di mana salah satunya kemungkinan bisa bersumber dari transfer uang dari TKI yang
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.
81
bekerja di luar negeri. Mereka sulit ditertibkan karena PBI yang mengatur tidak cukup kuat secara hukum untuk melakukan tindakan terhadap pelanggar pidana. Padahal selain rentannya penyalahgunaan perusahaanperusahaan ilegal untuk pencucian uang dan pendanaan teroris, sudah banyak juga masyarakat yang dirugikan oleh perusahaan tersebut. Menyadari hal tersebut, pemerintah telah menyusun Rancangan UndangUndang (RUU) Transfer Dana yang merupakan salah satu RUU prioritas tahun 2010. Dalam hal ini, presiden sudah menyampaikannya ke DPR dan DPR sudah membentuk Pansus RUU Transfer Dana. Semoga RUU tersebut segera disahkan sehingga tersedia payung hukum yang cukup kuat untuk menindak kegiatan ilegal.
Universitas Indonesia
Implementasi undang..., Prajna Wisakha, FH UI, 2010.