12
BAB 2 IKHWAL PRAGMATIK, TINDAK TUTUR, PRINSIP KERJA SAMA, DAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN
Pada bab ini peneliti menguraikan beberapa landasan teori yang akan diperlukan untuk menganalisis data sesuai dengan topik pembahasan skripsi ini. Adapun teori yang dibahasyaituteori pragmatik, prinsip kerja sama, jenis tindak tutur, dan implikatur. 2.1 Pragmatik Pragmatik merupakan cabang ilmu linguistik yang mulai berkembang sejak tahun 1970-an. Di tahun-tahun sebelumnya, linguistik identik dengan kajian fonetik, morfologi, dan fonemik. Sementara itu pragmatik hadir untuk mengkaji makna tuturan dan konteks dalam suatu proses komunikasi.Pragmatik mencoba mengkaji makna yang disampaikan oleh penutur dan ditafsirkan oleh pendengar. Yule (1996:3) menyebutkan empat definisi pragmatik, yaitu (1) bidang yang mengkaji makna pembicara; (2) bidang yang mengkaji makna menurut konteksnya; (3) bidang yang, melebihi kajian tentang makna yang diujarkan, mengkaji makna yang dikomunikasikan atau terkomunikasikan oleh pembicara; dan (4) bidang yang mengkaji bentuk ekspresi menurut jarak sosial yang membatasi partisipan yang terlibat dalam percakapan tertentu. Levinson(1983:9) mendefinisikan pragmatik yaitu pragmatics is the of those study relations between language and context there are grammaticalize, or
13
encoded in the structure of a language. Dengan kata lain, bahwa pragmatik mencoba untuk mempelajari relasi bahasa dengan konteksnya. Konteks yang dimaksud tergramatisasi dan terkodifikasi sehingga tidak dapat lepas dari struktur bahasanya. Sementara Parker menyebut pragmatik sebagai cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal. Adapun yang dimaksud dengan hal itu adalah bagaimana satuan lingual tertentu digunakan dalam berkomuniksasi yang sebenarnya. Pakar ini membedakan pragmatik dengan studi tatabahasa yang dianggapnya sebagai seluk beluk bahasa secara internal( dalam Rahardi, 2005:48) Pragmatik itu sendiri menurut Leech (1993:8) adalah studi tentang makna ujarandi dalam situasi-situasi tertentu. Lebih lanjut ia juga menyatakan bahwa pragmatik merupakan kajian mengenai makna dalam hubungannya dengan situasi ujar. Dari pengertian ini terlihat bahwa kedua batasan tersebut mengeksplisitkan makna yang kemudian dalam pragmatik disebut maksud. Tercakupnya pragmatik merupakan tahapan terakhir dalam gelombanggelombang ekspansi linguistik, dari sebuah disiplin ilmu sempit yang mengurusi data fisik bahasa, menjadi sebuah disiplin yang luas yang meliputi bentuk, makna, dan konteks (Leech, 1993:2).Dari penjelasan Leech tersebut, nampaklah bahwa pragmatik mencoba untuk membedah bagaimana bahasa digunakan dalam komunikasi. Bagi generasi Saussure sampai Bloomfield, linguistik berarti fonetik dan fonemik atau morfofonemik.Di jaman tersebut pengkajian makna terkekang dalam ruang lingkup semantik. Perbedaan semantik dengan pragmatik terletak pada
14
pengkajian terhadap makna. Semantik memperlakukan makna sebagai suatu hubungan dua arah, sedangkan pragmatik memperlakukan makna sebagai suatu hubungan tiga arah. Dalam (Rahardi, 2005:50) menjelaskan bahwa pragmatik mengkaji makna satuan lingual secara eksternal, bebas, dan makna yang dikaji pun bersifat terikat dengan konteks, juga mengkaji bentuk bahasa untuk memahami maksud penutur, sedangkan semantik mengkaji makna satuan lingual secara internal, makna yang dikaji pun bersifat bebas untuk memahami makna satuan lingual. Dari batasan-batasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pragmatik adalah pengkajian bahasa yang digunakan manusia dalam interaksi sosial dengan memperhatikan relasi antara bahasa dan konteksnya.
2.2 Tindak Tutur Tindak tutur merupakan salah satu analisis pragmatik yang mengkaji bahasa dengan aspek pemakaian aktualnya. Tindak tutur pertama kali diperkenalkan oleh Austin seorang guru besar di Universitas Harvard pada tahun 1965. Kumpulan makalahnya yang dibukukan oleh J.O. Urmson pada tahun 1965 dengan judul How To Do Thing with Word?. Teori ini baru berkembang dan dikenal dalam dunia linguistik setelah Searle pada tahun 1969 menerbitkan buku dengan judul Speech Act and Essay in the Philosophy of Language. Leech (1983: 5-6) menyatakan bahwa pragmatik mempelajari maksud ujaran (yaitu untuk apa ujaran itu dilakukan). Menanyakan apa yang seseorang maksudkan dengan suatu tindak tutur, dan mengaitkan makna dengan siapa
15
berbicara kepada siapa, di mana, bilamana dan bagaimana. Sekilas pernyataan Leech tersebut mempunyai kesamaan konsep dengan ahli sosiolinguistik yakni Fishman. Tindak tutur dianggap sebagai hal pokok di dalam pragmatik dan juga merupakan dasar bagi analisis topik-topik lain di bidang ini seperti praanggapan, implikatur percakapan, prinsip kerjasama, dan prinsip kesantunan. Tindak tutur merupakan suatu perbuatan tutur yang lebih mengacu terhadap makna dan arti dari ucapan yang dimaksudkan oleh penutur.
2.2.1 Jenis Tindak Tutur Klasifikasi tindak tutur berasal dari berbagai ahli pragmatik seperti yang disampaikan oleh Austin, Searle, Leech dan tokoh pragmatik lainnya. Namun penelitian ini hanya akan membahas teori tindak tutur yang dikemukakan oleh J.C Searle. Austin berpendapat bahwa mengucapkan sesuatu sama dengan melakukan sesuatu, dan bahasa tutur dapat dipakai untuk membuat kejadian karena pada umumnya ujaran yang merupakan tindak tutur mempunyai kekuatan-kekuatan. Berdasarkan hal tersebut, Austin membedakan atau mengklasifikasikan tindak tutur menjadi tiga aspek. Ketiga aspek tindak tutur tersebut adalah:
2.2.1.1 Tindak Lokusi Tindaktuturlokusi
adalah
tindaktutur
untuk
menyatakan
sesuatu.Tindaktutur itu disebut The Act of Saying Something (Wijana, 1996: 17).
16
Austin menjelaskan bahwa tindaktutur ini sama dengan melakukan tindakan untuk mengatakan sesuatu. Sebagai contoh dalam kalimat berikut. (01) Saya membaca buku (02) Tanganku gatal. Kalimat (01) dan (02) diutarakan oleh penuturnya semata-mata untuk menginformasikan sesuatu tanpa maksud untuk melakukan sesuatu, apalagi untuk mempengaruhi lawan tuturnya. Tindak tutur ini dipandang kurang penting dalam kajian pragmatik, hal ini dikarenakan bahwa aspek tutur seperti maksud dan fungsi tuturan tidak dijadikan permasalahan dan fokus kajian.
2.2.1.2 TindakIlokusi Tindakilokusitindaktutur untuk mengatakan dan melakukan sesuatu atau The Act of Saying Something (Wijana, 1996: 17).. Tindakilolusi sangat sukar diidentifikasi karena terlebih dahulu harus dipertimbangkan siapa penutur dan lawan tutur, kapan dan dimanatindaktutur itu terjadi, serta hal-hal lain yang berhubungan dengan konteks tindaktutur. Dengan demikian, tindakilokusi merupakan
bagian
sentral
untuk
memahamitindaktutur.
Contoh
dari
tindaktuturilokusi sebagai berikut. (03) Ujian akhir semakin dekat saja. (04) Rambut kamu panjang sekali. Ujaran (03) bila diucapkan oleh seorang ibu kepada anaknya, maka selain memberitahukan ujian semakin dekat, mungkin pula berfungsi untuk memberi nasihat agar anaknya segera mempersiapkan diri dalam menghadapi ujian
17
akhir.Bila ujaran tersebut diujarkan oleh seorang guru terhadap muridnya, maka maksud dari tuturan tersebut adalah untuk memberitahu peringatan dan menasihati agar muridnya tidak hanya bermain tetapi digunakan untuk belajar. Kemudian dalam ujaran (04) mempunyai beberapa kemungkinan penafsiran yang disesuaikan dengan konteks yang ada. Bila ujaran tersebut diucapkan oleh seorang ibu pada anak lelakinya, atau diucapkan oleh seorang istri pada suaminya, maka ujaran tersebut dimaksudkan untuk menyuruh memerintah agar sang anak/suami segera memotong rambutnyayang sudah mulai memanjang. Akan tetapi jika diucapkan oleh seorang laki-laki pada pacarnya, maka ujaran tersebut berfungsi pujian atau bentuk kekaguman. Tarigan (1986 : 114) mengklasifikasikantindaktuturilokusi berdasarkan verba yang terkandung dalam setiap tuturan. Verba dalam tindaktuturilokusi yaitu melaporkan, mengumumkan, meramalkan, mengakui, menanyakan, menegur, memohon,
menyarankan,
memerintahkan,
memesan,
mengusulkan,
mengungkapkan, mengucapkan selamat, mengucapkan terima kasih, menyajikan, dan mendesak.
2.2.1.3 Tindak Perlokusi Tindakperlokusi adalah tindaktutur yang memberikan pengaruh (effect) kepada mitra tuturnya.Pada tindaktuturperlokusipenutur biasanya melakukan tindakan untuk memengaruhi lawan tuturnya seperti memalukan, mengintimidasi, membujuk, dan lain-lain.Tindaktuturperlokusi biasanya disebut the act of affecting someone. Misalnya pada tuturan “tanganku gatal” tentunya dapat menimbulkan
18
pengaruh perasaan takut jika yang mengatakan itu adalah seorang preman yang suka memukul orang. Tarigan
(1986:
114)
mengklasifikasikantindaktuturperlokusi
berdasarkanverba yang terkandung dalam setiap tuturan. Verba dalam tindaktuturperlokusi yaitu yaitumendorong penyimak mempelajari bahwa, meyakinkan,
menipu,
memperdayakan,
membohongi,
menganjurkan,
membesarkan hati, menjengkelkan, mengganggu, mendongkolkan, menakuti (menjadi takut, memikat, menawan, menggelikan hati, membuat penyimak melakukan, mengilhami, memengaruhi, mencamkan, mengalihkan, mengganggu, membingungkan,
membuat
penyimak
memikirkan
tentang,
mengurangi
ketegangan, memalukan, mempersukar, menarik perhatian, menjemukan, dan membosankan. Berdasarkan kajian jenis tindak tutur berdasarkan pandangan Austin. Kajian pembahasan tindak tutur dalam penelitian ini difokuskan menggunakan teori tindak tutur ilokusi yang diajukan oleh Searle (dalam Tarigan 2009:42). Secara garis besar pembagian tindak tutur ilokusi Searle adalah sebagai berikut. 1) Asertif (Assertive) adalah tindak tutur ilokusi yang mengikat penutur pada kebenaran
proposisi
yang
diekspresikan,
misalnya
menyatakan,
menyarankan, memberitahukan, membanggakan, mengeluh, menurut, dan melaporkan. 2) Direktif (directives) adalah tindak tutur ilokusi yang bertujuan untuk menimbulkan beberapa efek melalui tindakan sang penyimak, misalnya
19
memesan,
memerintahkan,
memohon,
meminta,
menyarankan,
menganjurkan, dan memberi nasihat. 3) Komisif (Commissives) adalah tindak tutur ilokusi yang melibatkan pembicara pada beberapa tindakan yang akan datang, misalnya, menjanjikan, menawarkan, bersumpah, memanjatkan doa)/ Jenis tindak tutur ini cenderung berfungsi menyenangkan daripada kompetitif, dilaksanakan justru lebih memenuhi minat seorang daripada sang pembicara. 4) Ekspresif (Expressive) adalah tindak tutur ilokusi yang berfungsi untuk mengungkap atau mengutarakan sikap psikologis sang pembicara menuju suatu pernyataan yang diperkirakan oleh ilokusi, misalnya, mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memberi maaf, mengecam, memuji, mengucapkan belasungkawa, memaafkan, mengampuni, dan menyalahkan. 5) Deklarasi (Declaration) adalah tindak tutur ilokusi yang bila performasinya berhasil akan menyebabkan korespondensi yang baik antara isi proporsional
dengan
realitas,
misalnya,
memecat,
membebaskan,
membaptis, mengangkat, menunjuk, memberi nama, menjatuhkan hukuman, mengucilkan/membuang, menentukan, dan memvonis.
2.2.2 Situasi Ujar atau Konteks Leech memberi penekanan bahwa pragmatik merupakan studi bahasa yang mendasarkan pada analisis konteks. Konteks yang dimaksud adalah segala latar
20
belakang pengetahuan yang dimiliki bersama oleh penutur dan mitra tutur serta yang menyertai dan mewadahi sebuah peraturan. Leech menyatakan bahwa terdapat lima aspek dalam konsteks situasi ujar, yaitu: 1) Yang menyapa (penyapa) atau yang disapa (pesapa). Para pakar terbiasa dengan istilah penutur (n) merupakan orang yang menyapa dan petutur (t) merupakan orang yang disapa.Jadi, penggunaan n dan t tidak membatasi pragmatik pada bahasan lisan saja.Istilah-istilah ‘penerima’ (orang yang menerima dan menafsirkan pesan) dan ‘yang disapa’ (orang yang seharusnya menerima dan menjadi sasaran pesan).Si penerima bisa saja seorang yang kebetulan lewat dan mendengar pesan, dan bukan orang yang disapa. Perbedaan ini gayut dengan penelitian di sini, yaitu seorang yang menganalisis makna pragmatik dapat disamakan dengan seorang ‘penerima’ ibarat ‘seekor lalat di dinding’: ia berusaha mengartikan isi wacana hanya berdasarkan bukti kontekstual yang ada saja tanpa menjadi sasaran pesan penutur. 2) Konteks sebuah tuturan. Leech mengartikan bahwa aspek-aspek yang terkait dengan lingkungan fisik dan sosial sebuah tuturan. Dalam suatu tuturan, konteks dipandang sebagai suatu pengetahuan latar belakang yang sama-sama dimiliki oleh n dan t dan yang membantu t menafsirkan makna tuturan. 3) Tujuan sebuah tuturan.
21
Leech berpendapat bahwa sering sekalian lebih berguna memakai istilah tujuan atau fungsi daripada makna yang dimaksud atau maksud n mengucapkan sesuatu.Istilah tujuan lebih netral daripada maksud, karena tidak membebani pemakainya dengan suatu kemauan atau motivasi yang sadar, sehingga dapat digunakan secara umum untuk kegiatan-kegiatan yang berorientasi tujuan. 4) Tuturan sebagai bentuk tindakan atau kegiatan: tindak ujar. Tata bahasa berurusan dengan bentuk statis yang abstrak, seperti kalimat (dalam sintaksis), dan proposisi (dalam semantik), sedangkan pragmatik berurusan dengan tindak-tindak atau performasi-performasi verbal yang terjadi dalam situasi dan waktu tertentu. 5) Tuturan sebagai produk tindak verbal. Selain sebagai tindak ujar atau tindak verbal itu sendiri, dalam pragmatik kata ‘tuturan’ dapat digunakan dalam arti yang lain, yaitu, sebagai ‘produk’tindak verbal (bukan tindak verbal itu sendiri) sebagai contoh pada kata-kata Would you please be quiet yang diucapkan dengan intonasi naik yang sopan. Rangkaian kata-kata tersebut dapat disebut dengan istilah“kalimat”atau “pertanyaan”atau “permintaan”ataupun “tuturan”. Namun sebaiknya istilah-istilah
seperti
“kalimat”, “pertanyaan”,
“permohonan”dipakai untuk mengacu pada maujud-maujudgramatikal sistem bahasa, sedangkan “tuturan”sebaiknnya mengacu saja pada “contoh-contoh”maujud-maujudgramatikal
tersebut
sebagaimana
digunakan dalam situasi-situasi tertentu. Tuturan merupakan unsur-unsur
22
yang maknanya dikaji dalam pragmatik, sehingga dengan tepat pragmatik dapat digambarkan sebagai suatu ilmu yang mengkaji makna tuturan.
Dari unsur-unsur yang telah disebutkan di atas, dapat pula ditambahkan konsep ‘situasi ujar’ yang mencakup semua unsur ini, dan mungkin juga unsurunsur lain, seperti waktu dan tempat ketika tuturan dihasilkan. Konsep lain diutarakan Perber dan Wilson (Wijana, 1996: 115). Menurutnya konteks adalah konstruks psikologis yang merupakan asumsi tentang dunia yang mempengaruhi interpretasi penutur terhadap tuturan yang didengarnya atau dibacanya. Konteks di sini tidak hanya informasi mengenai tuturan yang mendahului, tetapi juga meliputi harapan-harapan, kepercayaan, dugaan-dugaan, anekdot-anekdot, atau asumsi-asumsi yang bersifat kultural, dan sebagainya.
2.3 Prinsip Kerja Sama Menurut Grice (Wijana: 46) wacana yang wajar terbentuk karena kepatuhan terhadap prinsip kerja sama komunikasi. Menurut teori ini penutur dan petutur mempunyai komitmen bahwa tuturan-tuturan mereka benar dan relevan dengan koteks pembicaraan. Ada empat maksim yang dikenal yaitu: maksim kuantitas, maksim kualitas, maksimrelevansi, dan maksim pelaksana. 1) Maksim Kuantitas Maksim kuantitas menghendaki setiap peserta pertuturan memberikan kontribusi yang secukupnya atau sebanyak yang dibutuhkan oleh lawan bicaranya, dan seinformatif mungkin. Informasi demikian itu
23
tidak boleh melebihi informasi yang sebenarnya dibutuhkan si mitra tutur.Berikut contoh maksim kuantitas. a) Saya bermain bola. b) Dini membuat kue ulang tahun.
2) Maksim Kualitas Maksim percakapan ini mewajibkan setiap peserta percakapan mengatakan hal yang sebenarnya.Kontribusi peserta percakapan hendaknya didasarkan pada bukti-bukti yang memadai. Misalnya seseorang harus mengatakan bahwa ibu kota Indonesia Jakarta bukan kota-kota yang lain kecuali kalau benar-benar tidak tahu. Akan tetapi, bila terjadi hal yang sebaliknya.tentu ada alasan-alasan mengapa hal demikian bisa terjadi. Berikut contoh maksim kualitas. a) Andi
: Kamu tahu di mana Anto dirawat?
Gusti : Tahu, di rumah sakit Harapan Jaya. b) Elis
: Apa kamu sudah mandi?
Hendri : Sudah tadi.
3) Maksim Relevansi Maksimrelevansi
mengharuskan
setiap
peserta
percakapan
memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah pembicaraan.Di dalam maksim relevansi, dinyatakan bahwa agar terjalin kerja sama yang baik antara penutur dan mitra tutur, masing-masing hendaknya
24
dapat memberikan kontribusi yang relevan tentang sesuatu yang sedang dipertuturkan itu. Bertutur dengan tidak memberikan kontribusiyang demikian dianggap tidak mematuhi
dan melanggar
prinsip kerja sama. Berikut contohnya. Polisi
: Kamu tidak melihat lampu merah?
Hendri
: Saya sedang buru-buru Pak.
Tuturan di atas sepintas tidak mempunyai hubungan, yakni ketika Polisi menanyakan mengenai lampu merah seharusnya cukup dijawab iya atau tidak. Bila diteliti, ternyata tuturan tersebut mempunyai bentuk relevansi yakni adanya alasan kenapa Hendri melanggar lampu lalu lintas.
4) Maksim Pelaksanaan/cara Maksim
pelaksanaan
mengharuskan
peserta
pertuturanberuturanbertutur secara langsung, jelas, dan tidak kabur. Orang bertutur dengan tidak mempertimbangkan hal-hal itu dapat dikatakan melanggar prinsip kerja samaGrice karena tidak mematuhi maksimpelaksanaan. Berkenaan dengan itu, tuturan berikut dapat digunakan sebagai ilustrasi. Kakak
: Ayo kita berangkat!
Adik :Sebentar dulu, masih hujan.
pada contoh
25
Maksim pelaksanaan mengharapkan mitra tutur untuk memahami dan memberikan kontribusi yang harus dilakukannya, dan melaksanakan secara rasioal.Dalam suatu interaksi peserta tuturakan bekerja sama agar jalannya pertuturan dapat berjalan dengan lancar, dan masingmasing peserta tutur akan dapat memahami apa yang diinginkan lawan tuturnya melalui tuturan yang dibuatnya.Pragmatik meyakini bahwa komunikasi yang berhasilbukanlah pada saat lawan tutur mengetahui makna linguistik tuturanpenutur, melainkan pada saat lawan tutur tersebut dapat menangkap maksud penutur yang sesungguhnya lewat tuturan-tuturannya.
2.3
Implikatur Percakapan Grice, “Logic and Comversation” (1975) dalam Wijana mengemukakan
bahwa sebuah tuturan dapat mengimplikasikan proposisi yang bukan merupakan bagian dari tuturan bersangkutan. proposisi yang diimplikasikan itu disebut implikatur. Di dalam penuturan sesungguhnya, penutur dan mitra tutur dapat secara lancar berkomunikasi karena mereka berdua memiliki semacam kesamaan latar belakang pengetahuan tentang sesuatu yang dipetuturkan. Di antara penutur dan mitra tutur terdapat semacam kontrak percakapan tidak tertulis bahwa apa yang sedang dipertuturkan itu saling dimengerti (Rahardi, 2005:43). Seperti pada contoh percakapan berikut ini. Andi : Akhirnya Kami berhasil lewat pintu belakang.
26
Nurul : Apakah Kalian terpaksa merusak kuncinya? Kunci yang disebutkan (+) ialah kunci pintu belakang. Namun untuk sampai pada kesimpulan tersebut kita tidak sekedar mengandalkan pada kesamaan pengetahuan bahwa pintu belakang adalah satu-satunya pintu yang unik, tetapi juga pada suatu pengetahuan umum, yaitu, bahwa pintu biasanya memiliki kunci; dari sini dapat diambil kesimpulan bahwa pintu belakang yang atau ini memiliki kunci. Implikatur dapat pula dikatakan sebagai keterpahaman antara penutur dan lawan tutur dengan hal-hal yang dimaksudkan dalam pembicaraan. Lebih lanjut untuk menjelaskan bahwa sebuah tuturan memang dapat mengimplikasikanproporsi yang bukan merupakan bagian dari tuturan yang bersangkutan, Wijana (1996:37-38) memberikan contoh sebagai berikut: (+)
: Ali sekarang memelihara kucing
(-)
: Hati-hati menyimpan daging
Tuturan (-) bukan merupakan bagian dari tuturan (+) karena tuturan (-) muncul akibat inferensi yang didasari oleh latar belakang pengetahuan tentang kucing dengan segala sifatnya.Adapun salah satu sifatnya adalah senang makan daging. Levinson (1983) berpendapat implikatur memberikan penjelasan lebih banyak dari apa yang dituturkan. Contoh yang dikemukakannya adalah jawaban terhadap permintaan informasi mengenai waktu “Can you tell me the time?” dan dijawab “Well, the milkman has come”. Jawaban yang diberikan oleh
27
penuturnampaknya tidak relevan dengan permintaan informasi mengenai waktu, namun jawaban penutur sebenarnya ingin mengatakan bahwa yang bersangkutan tidak mengetahui secara tepat pada saat itu pukul berapa. Namun, dia mengharapkan penanya dapat memperkirakan sendiri waktu itu pukul berapa dengan mengatakan bahwa tukang susu sudah datang. Dalam konteks ini tampaknya penutur dan petutur telah sama-sama mengetahui pukul berapa tukang susu biasanya datang.