BAB 2 DASAR TEORI 2.1
Kerangka Teori 2.1.1 Knowledge
Pengetahuan
(knowledge)
merupakan
sebuah
proses
menerjemahkan informasi (seperti data) dan pengalaman masa lalu menjadi satu kesatuan hubungan yang bermakna sehingga dapat dipahami dan diterapkan oleh seorang individu (Debowski, 2006, pp.16). Dalam hal ini, informasi yang disediakan harus berada dalam tempat yang tepat, waktu yang tepat dan format yang tepat (Tiwana, 2000). Pengetahuan disebut juga sebagai ‘actionable information’ yang memungkinkan seseorang membuat keputusan dan memberikan saran yang efektif dalam sebuah komunikasi dan berkreasi dalam organisasi (Jashapara, 2011). Pengetahuan harus menyatu dalam keseluruhan proses kerja pada sebuah organisasi seperti yang dikemukakan oleh Davenport dan Prusak, “...In organizations, it often becomes embedded not only in documents orrepositories but also in organizational routines, processes, practices, and norms” (Tiwana, 1999). Michael Polanyi mengelompokkan pengetahuan ke dalam dua tipe yaitu tacit knowledge dan explicit knowledge (Nonaka & Takeuchi, 1995). Tacit knowledge bersifat individu, sulit untuk diformulasikan dan dikomunikasikan. Sedangkan explicit knowledge adalah pengetahuan yang
4
5
sudah diformulasikan atau didokumentasikan sehingga lebih mudah untuk ditransfer. Knowledge tersebut berinteraksi dan berkonversi satu sama lain dalam aktivitas yang terjadi antar individu. Nonaka dan Takeuchi (1995) memetakan interaksi knowledge ke dalam suatu model yang disebut dengan Knowledge Conversion Model seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Knowledge Conversion Model (Sumber: Nonaka & Takeuchi (1995) The Knowledge Creating Company) Dalam konversi pengetahuan tersebut, perubahan tacit knowledge menjadi explicit knowledge dan sebaliknya berjalan melalui empat cara (Nonaka & Takeuchi, 1995) yaitu: 1. Socialization, perubahan tacit knowledge ke tacit knowledge; 2. Externalization, perubahan tacit knowledge ke explicit knowledge; 3. Combination, perubahan explicit knowledge ke explicit knowledge; 4. Intenalization, perubahan explicit knowledge ke tacit knowledge. Nonaka dan Takeuchi (1995) menyebutkan bahwa model konversi pengetahuan merupakan dasar untuk menciptakan pengetahuan di dalam
6
organnisasi. Prosees penciptaaan pengetahuuan ini disebbut sebagai Knowledge K Spira al seperti yang y ditunjuukkan pada Gambar 2.2. Knowleddge Spiral terjad di dalam proses p yang berulang dan d dalam tingkatan yang y terus bertaambah. Kno owledge Spiiral ini dikkenal juga sebagai mo odel SECI, singk katan dari Socializatiion – Extternalizationn – Comb bination – Interrnalization.
Gambar 2.2 2 Knowledgge Spiral (Sum mber: Nonakka & Takeucchi (1995) Thhe Knowledgge Creating Company) Firdaniannty dan Soleeh (2011) dalam d bukunnya Smart Knowledge K Workker menyebbutkan bahw wa proses socialization s n yakni prooses untuk menggubah tacit knowledge k kke tacit know wledge lain ddapat dilakuukan secara prakttis
tanpa
media.
P Proses
terseebut
dapatt
dilakukann
dengan
mem manfaatkan keberadaan k oorang lain yaang mungkinn lebih berppengalaman dan lebih l dulu mengerjakan m suatu pekerjjaan, misalnyya melalui diskusi d atau berdiialog dengaan orang laain. Selanjuttnya proses externaliza ation yang menggubah tacit knowledge menjadi ekp kplisit knowlledge dapat dilakukan denggan menuliskkan know-hoow dan menccatat pengalaman yang didapatkan dalam m bentuk tu ulisan artikeel atau buku u sehingga tulisan tersebut dapat
7
bermanfaat bagi diri kita sendiri atau orang lain saat diperlukan. Lalu proses combination yang mengubah explicit knowledge ke explicit knowledge lain dapat dilakukan misalnya dengan menghubungkan explicit knowledge yang ada dengan explicit knowledge baru yang lebih bermanfaat. Dalam proses ini tools teknologi informasi sangat berperan sebagai media repositori. Berikutnya proses internalization, yakni mengubah explicit knowledge sebagai inspirasi datangnya tacit knowledge dapat dilakukan dengan belajar melalui media misalnya melalui bukubuku, jurnal, internet dan lain sebagainya. Hal ini disebut juga dengan learning by doing.
2.1.2 Knowledge Management (KM) Seiring peran individu dan data organisasi menjadi sangat penting untuk mencapai tujuan organisasi dan berkompetisi, maka dibentuklah sebuah konsep manajemen pengetahuan yang disebut Knowledge Management (KM) (Debowski, 2006). Jashapara (2011) mengemukakan bahwa literatur KM dapat dilihat dari berbagai perspektif. Beberapa literatur menitikberatkan pada manajemen informasi sedangkan yang lainnya fokus kepada dimensi manusia dalam hal menciptakan dan berbagi pengetahuan yang lebih mengarah seperti manajemen sumber daya manusia. Perspektif lainnya melihat KM dari sudut pandang strategis hingga change management. Dari berbagai perspektif ini maka terdapat berbagai definisi KM. Davenport dan Prusak 1998, melihat KM dari perspektif sistem informasi dan proses
8
human resource (HR), “Knowledge Management draws from existing resources that your organisation may already have in place – good information system management, organisational change management, and human resources management practices”. Swan et al. 1999, melihat KM dari perspektif proses HR, “...any process of practice of creating, acuiring, capturing, charing and using knowledge, whereever it resides, to enhance learning and performance in organisations”. Begitu juga dengan Skyrme 1999 melihat KM dari sisi proses HR, “The explicit and systematic management and vital knowledge and its associated process of creating, gathering, organising, diffusion, use and exploitation, in pursuit of organisational objectives”. Sedangkan Jashapara sendiri melihat KM dari sudut pandang integrasi proses HR, teknologi, dan strategi organisasi, “The effective learning process associated with exploration, exploitation and sharing of human knowledge (tacit and explicit) that use appropriate technology and cultural environtments to enhance an organisation’s intellectual capital and performance”.
KM perlu diterapkan pada organisasi untuk memahami hal-hal
berikut ini (United Nations, 2012): 1. Apa yang organisasi ketahui; 2. Lokasi pengetahuan berada – misalnya dalam pikiran seorang ahli di organisasi, dalam unit kerja tertentu, dalam sebuah catatan, dalam tim tertentu dan lain-lain; 3. Dalam bentuk apa pengetahuan disimpan – apakah dalam pikiran para ahli, dalam sebuah catatan, dan lain-lain;
9
4. Cara terbaik untuk mentransfer pengetahuan kepada pihak-pihak yang sesuai sehingga pengetahuan tersebut tidak akan hilang; 5. Kebutuhan untuk menilai keadaan aktual organisasi dalam hal melihat apa yang organisasi butuhkan dan untuk bertindak.
2.1.3 Knowledge Management Process Para peneliti telah mengemukakan berbagai proses atau mekanisme KM dalam organisasi, antara lain Debowski (2006) mengemukakan bahwa mekanisme KM terdiri dari lima fase yaitu knowledge sourcing, knowledge abstraction, knowledge conversion, knowledge diffusion, knowledge development and refinement. Kemudian studi oleh Beliveau, Bernstein dan Hsin-Jung (2011) mengemukakan bahwa KM process terdiri dari enam aspek
yaitu
internal
knowledge
acquisition,
external
knowledge
acquisition, knowledge upgrade, knowledge protection, knowledge conversion, dan knowledge application. Studi oleh Bhatt pada tahun 2000 mengemukakan bahwa ada lima aspek
dalam
pengembangan
KM
yaitu
acquisition,
creation,
communication, inspection, dan correction. Kemudian Holsapple dan Singh tahun 2001 memperkenalkan konsep knowledge value chains yang terdiri dari acquisition, selection, production, internalization dan externalization. Selanjutnya studi oleh Shih dan Huang pada tahun 2005 mengelompokkan proses KM ke dalam empat proses yaitu acquisition, creation, dissemination dan accumulation (Keh-Luh, Chi & Chiu-Mei, 2012). Gambar 2.3 berikut menunjukkan proses KM oleh Shih dan Huang.
10
Knowledge Acquisition
Knowledge Creation
Knowledge Dissemination
Knowledge Accumulation
Gambar 2.3 Proses KM oleh Shih dan Huang (2005) (Sumber: Keh-Luh et al. (2012) Keh-Luh et al. (2012) menyebutkan bahwa knowledge acquisition merupakan proses organisasi untuk mendapatkan knowledge yang dibutuhkan oleh organisasi. Ketika sebuah organisasi menyadari keterbatasan pengetahuanyang mereka miliki, maka ia perlu mendapatkan pengetahuan baik dari dalam organisasi atau dari luar organisasi untuk memenuhi gap pengetahuan pada organisasi. Organisasi dapat juga berkerja sama dengan organisasi lain untuk membantu mereka dalam mengembangkan kemampuan untuk memperoleh pengetahuan. Selanjutnya knowledge creation adalah proses organisasi untuk menciptakan pengetahuan (Keh-Luh et al. (2012). Beckett, Wainwright, dan Bance, pada tahun 2000 menyampaikan bahwa saat organisasi menyadari mereka tidak dapat memperoleh pengetahuan yang penting dari luar, maka mereka harus membentuk mekanisme penciptaan pengetahuan internal. Barney 1991, menyebutkan bahwa organisasi dapat memiliki kemampuan unik yang mungkin sulit untuk ditiru oleh kompetitor sehingga kemampuan tersebut dapat mendukung inovasi dan membuat terobosan baru bagi organisasi. Oleh sebab itu, Leonard-Barton menyebutkan bahwa pihak manajemen harus menciptakan lingkungan
11
yang
dapat
mendorong
karyawan
berinovasi
dan
membagikan
pengetahuan mereka dalam organisasi (dikutip dalam Keh-Luh et al., 2012). Nonaka dan Takeuchi (1995) juga menyebutkan bahwa karyawan dapat menghasilkan konsep-konsep baru dengan bekerja sama dengan karyawan lainnya dalam sebuah tim yang terorganisir. Selain itu, ada faktor-faktor situasional yang dapat mendorong penciptaan pengetahuan antara lain faktor pemberian kewenangan kepada karyawan dalam hal pengambilan keputusan yang tepat,mengembangkan keahlian karyawan agar dapat menangani lingkungan luar yang rumit atau keadaan darurat, membangun
database
untuk
dokumen-dokumen
organisasi,
dan
mendorong diskusi antar karyawan mengenai ide-ide baru. Keh-Luh
et
al.
(2012)
menyampaikan
bahwa
knowledge
dissemination merupakan proses untuk menyebarkan pengetahuan secara efektif dan efisien ke semua bagian dalam organisasi sehingga orang lain dapat menggunakan pengetahuan tersebut dan membagikannya kepada yang memerlukan. Agar penyebaran pengetahuan ini berjalan efektif, Shih dan Huang pada tahun 2005 menyampaikan bahwa perlunya setiap individu dalam organisasi untuk memahami dan dapat beradaptasi dengan pengetahuan yang ada. Selain itu diperlukan juga sebuah knowledge base untuk mendukung penyebaran pengetahuan serta kemampuan individu yang memadai (dikutip dalam Keh-Luh et al., 2012). Nonaka dan Takeuchi (1995) menyebutkan bahwa organisasi perlu mendelegasikan informasi, aktivitas bisnis, dan tanggung jawab manajerial kepada staff
12
tertentu dalam organisasi. Organisasi perlu menetapkan mekanisme untuk mengintegrasikan pengetahuan dari berbagai sumber melalui jalur komunikasi formal dan informal, seperti dicantumkan pada standar kerja dan peraturan, dokumen tertulis, catatan kerja, laporan lisan dan email. Dengan demikian organisasi dapat mengubah pengetahuan tacit menjadi explicit yang dapat disebarkan dan dipahami oleh seluruh elemen organisasi. Keh-Luh
et
al.
(2012)
menyampaikan
bahwa
knowledge
accumulation merupakan transformasi pengetahuan yang sudah ada dalam memori jangka pendek atau jangka panjang organisasi. Transformasi ini berupa transformasi dari tacit knowledge ke explicit knowledge, sehingga pengetahuan tersebut dapat dikumpulkan dan digunakan berulangulang.Jika transformasi pengetahuan berjalan efektif dan efisian maka dapat menghemat waktu dan usaha serta
memungkinkan organisasi
memperbaiki kesalahan dengan mudah. Studi oleh Badaracco dan Leonard-Barton
menyebutkan
bahwa
organisasi
biasanya
menggunakantiga cara untuk menyimpan sumber pengetahuan yakni pertama melalui database dan manajemen sistem informasi, kedua melalui proyek-proyek khusus, kerja sama tim, dan pelatihan, dan ketiga melalui sasaran organisasi, struktur organisasi, sistem kerja, serta sebagai dokumen tertulis dan regulasi pemerintah (dikutip dalam Keh-Luh et al., 2012).
13
2.1.4 Knowledge Management Strategy Dalam proses KM , terdapat dua jenis strategi KM yang perlu dijalankan oleh perusahaan (Hansen, Nohriah, & Tierney, 1999) yaitu: 1. Kodifikasi – untuk menentukan struktur pengetahuan secara sistematis
dan
menyimpan
pengetahuan
dalam perusahaan
sehingga dapat diakses dan digunakan oleh semua individu di perusahaan. 2. Personalisasi – untuk mendukung aliran pengetahuan dalam sebuah perusahaan dengan menstimulasi pertukaran pengetahuan antara individu-individu di dalam perusahaan. Menurut Hansen et al. (1999) dengan menghubungkan KM dan strategi HRM maka dapat membentuk sebuah keunggulan kompetitif bagi perusahaan. Kemudian kontribusi lain yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan praktik HRM yang sesuai dengan KM di perusahaan tersebut, misalnya dengan menerapkan sistem Reward. Sebagai contoh dalam model kodifikasi, manajer di perusahaan perlu mengembangkan sistem yang dapat mendorong individu untuk menuliskan apa yang mereka ketahui dan menyimpannya dalam sebuah repositori elektronik di perusahaan. Kemudian kontribusi karyawan dalam menyimpan dokumen ke dalam repositori tersebut dijadikan sebagai bagian penilaian kinerja tahunan mereka. Selanjutnya dalam model personalisasi, perusahaan memberikan
insentif
untuk
pengetahuan yang mereka miliki.
merangsang
individu
saling
berbagi
14
2.1.5 Human Resource Management (HRM) HRM dapat didefinisikan secara luas yakni semua aktivitas manajemen yang dapat memberikan dampak terhadap hubungan antara organisasi dan karyawan (Beer et al. dalam Jørgensen, Becker &Matthews, 2009). Jørgensen et al. (2009) menyebutkan bahwa kegiatan HRM meliputi hal yang terkait dengan fungsi operasional organisasi seperti staffing, selection, job design, training dan development, performance appraisal dan compensation. Noe et al. pada tahun 2000 menyampaikan bahwa HRM mengacu kepada kebijakan, praktik dan sistem yang mempengaruhi perilaku karyawan, sikap dan kinerja. Terdapat beberapa praktik HRM yang perlu dipertimbangkan untuk
memaksimalkan kinerja individu terhadap
perusahaan antara lain; human resource planning, recruiting, selection, training and development, compensation, performance management, dan employee relations. HRM juga menekankan kepada komunikasi, motivasi dan kepemimpinan (Norhaiza Ishak, Eze, & Lew, 2010). Debowski (2006) mengemukakan bahwa HRM menggambarkan proses organisasi dan merupakan sebuah sistem yang membantu kegiatan recruitment, selection dan management. HRM menyediakan panduan dalam melakukan aktivitas kerja, panduan berperilaku dan juga nilai-nilai organisasi. HRM mendukung pengelolaan karyawan sejak mereka mulai bekerja hingga berhenti dari perusahaan.
15
HRM dapat didefinisikan jugasebagai konsep administratif untuk merekrut dan mengembangkan karyawan agar menjadi lebih berharga bagi organisasi (United Nations, 2012). Aktivitas HRM meliputi: 1. Melakukan analisis pekerjaan; 2. Melakukan perencanaan tenaga kerja dan perekrutan; 3. Memilih individu yang tepat untuk suatu pekerjaan; 4. Melakukan orientasi dan pelatihan; 5. Menentukan upah dan gaji; 6. Menentukan benefit dan insentif bagi karyawan; 7. Melakukan penilaian kinerja; 8. Menyelesaikan konflik; 9. Berkomunikasi dengan semua karyawan di perusahaan. Studi oleh Ulrich menyebutkan, terdapat beberapa peran HRM dalam organisasi antara lain sebagai strategic partner, change agent, administrative expert dan employee champion (Domsch & Hristozova, 2006, pp.4). HRM sebagai strategic partner berarti HR berfungsi untuk mengembangkan dan menjalankan strategi HR dan kebijakan HR untuk mendukung kesukseskan organisasi. HRM sebagai change agent berarti HR berfungsi untuk mengontrol transformasi dan perubahan dalam organisasi. HRM sebagai administrative expert berarti HR memiliki fungsi untuk mengelola kegiatan HRM; staffing, training, remuneration dan promotion dengan efisien. Kemudian HRM sebagai employee champion berarti HR bertanggung jawab dalam mengelola komitmen dan moral individu di organisasi.
16
2.1.6 Integrasi KM dan HRM Integrasi KM dan HRM berarti menghubungkan strategi HRM terhadap KM, dalam hal ini melihat bagaimana peran dan aktivitas HRM yang dijalankan dapat meningkatkan KM dalam suatu organisasi (Edvardsson, 2004). Seperti yang disampaikan oleh Rana dan Goel (2012) bahwa KM dan HRM saling berhubungan satu sama lain secara signifikan, maka setiap elemen organisasi harus menyadari bahwa pengetahuan merupakan kunci utama untuk keberlangsungan organisasi sehingga perlu dikelola dengan tepat. Integrasi antara KM dan HRM menjadi salah satu hal yang penting dalam operasi bisnis terutama dalam berkompetisi di pasar global (KehLuh, Chi & Chiu-Mei, 2012). Collins, Smith dan Stevens (2011) mengemukakan bahwa aktivitas HR memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
proses
knowledge
creation
yang
juga
mempengaruhi
pertumbuhan organisasi. Kemudian Cabrales, Perez-Luño, dan Cabrera (2009) menyampaikan bahwa aktivitas HRM yang berbasis pada pengetahuan
dapat
mengembangkan
kemampuan
inovasi
dan
meningkatkan kinerja organisasi. Praktik HRM dan KM adalah hal yang penting untuk meningkatkan kreatifitas dan originalitas. KM dan HRM perlu berkolaborasi membangun suatu sistem yang saling mendukung untuk mencapai inovasi (Galia & Legros, 2003). Terdapat beberapa peran yang dapat dijalankan oleh HRM dalam mendukung KM di organisasi (Smith & Schurink, 2005; Jha, 2011). Studi
17
oleh Lengnick-Hall & Lengnick-Hall menyebutkan bahwa dalam era ekonomi berbasis pengetahuan, organisasi akan membutuhkan HRM untuk membantu menciptakan dan mempertahankan kemampuan organisasi. Dalam hal ini HRM harus berperan sebagai human capital steward, knowledge facilitator, relationship builder dan rapid deployment specialist. Sebagai human capital steward berarti HR memiliki fungsi untuk membangun modal intelektual dan memastikan ketersediaan human capital dalam organisasi. Kemudian sebagai knowledge facilitator berarti HR berfungsi sebagai media untuk menciptakan lingkungan yang kondusif agar individu dapat menciptakan, berbagi dan menyebarkan pengetahuan. Dalam hal ini fokus HR adalah pada learning dan development. HRM sebagai relationship builder berarti HR berfungsi untuk menciptakan dan mempertahankan communities of practices dalam organisasi. Kemudian HRM sebagai rapid deployment specialist berarti HR berfungsi dalam pengelolaan informasi, proses bisnis, desain organisasi untuk menghadapi tantangan perubahan pasar dan dinamika bisnis yang bergerak sangat cepat (dikutip dalam Jha, 2011). Interaksi antara HRM dan KM harus tercermin dalam praktik HR yang dijalankan dan memberikan hasil yang terintegrasi dalam hal perekrutan,
pelatihan,
pemberdayaan
dan
penerapan
pengetahuan
diorganisasi (Keh-Luh, Chi & Chiu-Mei, 2012). Keh-Luh et al. (2012) mengintegrasikan peran HRM, praktik HR dan proses KM yang dapat
18
menciptakan keunggulan kompetitif organisasi, seperti terlihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Integrasi Peran HRM, Praktik HR dan Proses KM Peran HRM
Knowledge Facilitator
Human Capital Steward
Relationship Builder
Praktik HR 1. Merekrut karyawan (sebagian) besar berdasarkan learning capabilities. 2. Memetakan sumber utama pengetahuan karyawan dalam organisasi. 3. Membuat sistem insentif untuk mendorong karyawan giat mencari dan memperoleh pengetahuan serta melakukan knowledge sharing antar karyawan. 4. Memfasilitasi penerapan pengetahuan secara cepat, kreatif dan efektif untuk menyelesaikan masalah organisasi dan mencari peluang. 1. Mengidentifikasi dan memanfaatkan talenta karyawan, bukan hanya pengetahuan umum, keahlian dan kemampuan. 2. Memperlakukan karyawan sebagai volunteer atau free agents yang memiliki hak penuh terhadap modal intelektual yang dimiliki. 3. Mengatur fleksibilitas sumber daya organisasi agar dapat digunakan sesering mungkin. 4. Menciptakan kordinasi yang fleksibel dengan mengadaptasi dan menerapkan praktik HR dalam berbagai situasi. 5. Menciptakan kultur organisasi pembelajar dan mempunyai tanggung jawab pribadi. 6. Mengatur penempatan karyawan pada organisasi dengan komposisi yang tepat antara core employee, associate dan peripheral workers. 1. Menciptakan dan memperkuat rasa kebersamaan di seluruh unit organisasi. 2. Menunjukkan kepada karyawan bahwa setiap kontribusi individu dapat mempengaruhi kinerja organisasi secara keseluruhan. 3. Menciptakan peluang untuk berkolaborasi, belajar dan berbagi pengalaman antar fungsi dalam organisasi. 4. Mengidentifikasi dan menciptakan penghubung antar unit organisasi yang terpisah (Sumber: Keh-Luh et al. (2012) )
Proses KM
Knowledge Acquisition
Knowledge Creation
Knowledge Dissemination
Knowledge Accumulation
19
Dengan mengacu kepada konsep “People Management Practices” oleh Wright et al. 2001, Cabrera dan Cabrera (2005) mengemukakan bahwa aktivitas HR; work design, staffing, training and development, performance
appraisal,
compensation
and
rewards,
culture
dan
technology dapat memfasilitasi dan mendukung penyebaran pengetahuan dalam organisasi. Kemudian Debowski (2006) menyebutkan bahwa aktivitas HRM yang mendukung proses KM antara lain organisational structure, staffing, performance management, learning and development, organisational evaluation and review. Organisational structure atau work design merupakan aktivitas HRM terkait fungsi struktur organisasi, hierarki atau workflow management, pengambilan keputusan, jalur komunikasi dan inovasi. Staffing merupakan aktivitas HRM terkait dengan perencanaan tenaga kerja dan sistem perekrutan. Performance management mengatur standard penilaian kerja dan prosedur penilaian kerja di perusahaan. Learning and development meliputi kegiatan belajar, knowledge sharing dan pengembangan individu termasuk perencanaan karir. Kemudian Organisational evaluation and review mengatur hal terkait pengukuran kinerja organisasi dan pengembangan organisasi. Beberapa penelitian sebelumnya mengemukakan berbagai indikator dalam integrasikan KM dan HRM seperti ditunjukkan pada Tabel 2.2.
20
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu Mengenai Indikator Integrasi KM dan HRM No 1.
Konsep
Dimensi
Indikator
3.
4.
Pernyataan
Supporting KM
Organization
Team based
Jørgensen, Becker
Perusahaan membuat struktur kerja berbasis tim untuk
through HRM
Structure /
structure
& Matthews (2009)
setiap proyek dengan berbagai skala.
practices,
Work Design
Cabrera & Cabrera
Debowski 2.
Referensi
(2006)
(2005) Cross-
Cabrera & Cabrera
Perusahaan membentuk cross-functional team untuk
functional team
(2005)
mendorong terciptanya hubungan antar karyawan dari tim
People
atau
management
meningkatkan knowledge sharing di perusahaan.
Practices that
Project
fostering
management
Dörhöfer (2012)
kelompok
yang
berbeda,
sehingga
Perusahaan menerapkan Project Management dengan memperjelas tugas, peran dan tanggung jawab untuk
knowledge
setiap pekerjaan serta melakukan pemantauan proyek dari
sharing,
waktu ke waktu.
Cabrera &
Space
Dörhöfer (2012)
Perusahaan melakukan pengaturan tata letak ruang agar
Cabrera (2005)
management
Norhaiza Ishak,
karyawan dapat melakukan pertemuan informal sehingga
Eze & Lew (2010)
mendorong pertukaran ide dan knowledge sharing antar karyawan.
dapat
21
No 5.
6.
7.
8.
Konsep
Dimensi
Indikator
Referensi
Pernyataan
Supporting KM
Organization
Senior
Norhaiza Ishak,
Perusahaan melibatkan manajemen senior dalam berbagai
through HRM
Structure /
management
Eze & Lew (2010)
aktivitas
practices,
Work Design
involvement
knowledge sharing dari manajemen senior terhadap
Debowski
and support
junior employee.
(2006)
Social
Norhaiza Ishak,
Perusahaan membuat suatu acara pertemuan social
gathering of
Eze & Lew (2010)
gathering
knowledge
untuk
management
mendorong
(KM)
aktivitas
misalnya
knowledge
Fostering
staff
knowledge
A monthly
sharing through
company
meeting)
people
meeting
pengetahuan antar karyawan.
management
Community of
Cabrera & Cabrera
Perusahaan membentuk kelompok diskusi yang disebut
practices,
practice (CoP)
(2005)
Community of Practices (CoP) untuk saling bekerja sama,
management (KM). Dörhöfer (2012)
Perusahaan
mengatur
untuk
pertemuan
memfasilitasi
bulanan
pertukaran
(monthly ide
dan
Cabrera &
melakukan pertukaran ide dan pengetahuan melalui
Cabrera (2005)
sebuah pertemuan rutin atau media online seperti menggunakan intranet atau internet.
9.
Recruitment
Person-
Keh-Luh, Chi &
Perusahaan
and Selection
Organization
Chiu-Mei (2012)
pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan misi dan
(P-O) fit
Cabrera & Cabrera
karakteristik perusahaan.
(2005)
merekrut
kandidat
yang
memiliki
22
No
Konsep
10.
Supporting KM
Recruitment
Candidate
Dörhöfer (2012)
Perusahaan merekrut kandidat yang memiliki latar
through HRM
and Selection
professional
Norhaiza Ishak,
belakang
11.
12.
13.
Dimensi
Indikator
Referensi
profesional
dan
sesuai
dengan
budaya
practices,
background and Eze & Lew (2010)
Debowski
culture.
(2006)
Learning
Keh-Luh, Chi &
Perusahaan merekrut kandidat yang memiliki kemampuan
capabilites
Chiu-Mei (2012)
untuk belajar dan berkembang di masa yang akan datang.
Fostering
Communication
Cabrera & Cabrera
Perusahaan menilai kandidat berdasarkan kemampuan
knowledge
capabilities
(2005)
komunikasi baik komunikasi secara lisan dan tulisan,
perusahaan.
sharing through
dengan tujuan jika kandidat diterima sebagai karyawan
people
maka akan mudah berkomunikasi dan melakukan
management
knowledge sharing.
practices,
Internal
Jørgensen, Becker
Perusahaan
Cabrera &
recruitment
& Matthews (2009)
metode word of mouth atau mengumumkan lowongan
Cabrera (2005) 14.
Pernyataan
melakukan
perekrutan
internal
dengan
pekerjaan pada bulletin board perusahaan. Recruitment
Jørgensen, Becker
Perusahaan melakukan perekrutan dengan menggunakan
agent
& Matthews (2009)
jasa recruitment agent seperti lembaga perekrutan, online job dan universitas.
23
No
Konsep
Dimensi
Indikator
15.
Referensi
Supporting KM
Recruitment
International
Jørgensen, Becker
Perusahaan melakukan perekrutan internasional untuk
through HRM
and Selection
recruitment
& Matthews (2009)
mendapatkan top candidate dan juga bekerja sama dengan lembaga perekrutan internasional.
practices, 16.
Pernyataan
Debowski
Publish
Jørgensen, Becker
Perusahaan mengumumkan lowongan pekerjaan pada
(2006)
vacancy
& Matthews (2009)
berbagai website dan seminar dengan tujuan menyerap banyak kandidat.
17.
Fostering
Employee
Cabrera & Cabrera
Perusahaan
knowledge
refferals
(2005)
memprioritaskan kandidat yang direferensikan oleh
sharing through 18.
perekrutan
dengan
karyawan yang sudah bekerja.
people
Training and
management
Development
Job rotation
Norhaiza Ishak,
Perusahaan menerapkan sistem job rotation antar bagian
Eze & Lew (2010)
atau antar proyek untuk meningkatkan keahlian karyawan
practices, 19.
melakukan
dan knowledge sharing.
Cabrera &
Mentorship
Norhaiza Ishak,
Perusahaan membuat program “On The Job Training”
Cabrera (2005)
Program
Eze & Lew (2010)
atau “Mentor Program” khususnya bagi karyawan baru
Jørgensen, Becker
di perusahaan.
& Matthews (2009) Edvardsson (2004) 20.
Knowledge
Jørgensen, Becker
Perusahaan membentuk sebuah knowledge center sebagai
Center
& Matthews (2009)
pusat pengetahuan dan knowledge sharing bagi karyawan.
24
No
Konsep
Dimensi
21.
Supporting KM
Training and
Internal and
Jørgensen, Becker
Perusahaan menjadwalkan karyawan mengikuti berbagai
through HRM
Development
eksternal
& Matthews (2009)
pelatihan dan seminar yang diselenggarakan oleh pihak
practices,
Indikator
Referensi
perusahaan atau pihak luar, baik di dalam dan di luar
training
Debowski 22.
negeri.
(2006)
Fostering
Team-
Cabrera & Cabrera
Perusahaan melakukan pelatihan berbasis tim dan antar
based/cross-
(2005)
tim
24.
untuk
memfasilitasi
pertukaran
pengetahuan,
meningkatkan interaksi, menciptakan bahasa yang sama
training
knowledge 23.
Pernyataan
dan membangun ikatan sosial yang kuat antar karyawan.
sharing through
Performance
Company goal
Jørgensen, Becker
Perusahaan menetapkan company goal sebagai sasaran
people
Evaluation
setting
& Matthews (2009)
kinerja yang diturunkan secara berjenjang ke seluruh
management
karyawan di semua tingkat dan harus dicapai sesuai target
practices,
yang telah ditentukan.
Cabrera &
Annual
Jørgensen, Becker
Perusahaan menetapkan sistem penilaian kerja tahunan
Cabrera (2005)
performance
& Matthews (2009)
dengan konsep 360° yaitu karyawan dapat dinilai oleh
review
Edvardsson (2004)
semua elemen perusahaan dimulai dari menilai diri sendiri, dinilai oleh rekan kerja yang se-level, dinilai oleh atasan dan dinilai oleh bawahan.
25
No
Konsep
Dimensi
25.
Supporting KM
Performance
Performance
through HRM
Evaluation
appraisal
metode interview sehingga dapat terjalin komunikasi
intervew
yang efektif antar Manager dan karyawan, lalu Manager
practices,
Indikator
Referensi Jha (2011)
Pernyataan Perusahaan melakukan proses penilaian kinerja dengan
Debowski
dapat menyampaikan bahwa knowledge sharing sangat
(2006)
dihargai oleh perusahaan dan Manager dapat mendorong karyawan untuk meningkatkan knowledge sharing.
26.
27.
28.
Fostering
Salary &
Innovation
Norhaiza Ishak,
Perusahaan memberikan royalti kepada karyawan yang
knowledge
Rewards
royalty
Eze & Lew (2010)
berhasil melakukan inovasi atau penemuan ide baru,
sharing through
misalnya karyawan mendapatkan insentif sebesar 10%
people
dari nilai inovasi yang berhasil ia lakukan.
management
Intrinsic reward Jørgensen, Becker
Perusahaan
memberikan
penghargaan
intrinsik
practices,
& Matthews (2009)
(penghargaan non-finansial) berupa recognition kepada
Cabrera &
Cabrera & Cabrera
karyawan yang aktif melakukan knowledge sharing,
Cabrera (2005)
(2005)
misalnya penghargaan “Employee of the Year”.
Jørgensen, Becker
Perusahaan memberikan bonus kepada karyawan untuk
& Matthews (2009)
mendorong karyawan melakukan knowledge sharing,
Bonus
misalnya project bonus, quarterly/annual bonus yang disesuaikan dengan performa perusahaan.
26
No
Konsep
29.
Supporting KM
Salary &
through HRM
Rewards
30.
Dimensi
practices,
Indikator
Referensi
Pernyataan
Knowledge
Cabrera & Cabrera
Perusahaan memberikan penghargaan berupa insentif
sharing reward
(2005)
bagi karyawan yang aktif melakukan knowledge sharing.
Group reward
Cabrera & Cabrera
Perusahaan memberikan penghargaan berupa insentif
(2005)
kepada kelompok atau tim yang aktif melakukan
Debowski (2006)
knowledge sharing sesuai dengan performa kelompok tersebut.
31.
32.
Fostering
Technology
IT application
Dörhöfer (2012)
Perusahaan mengembangkan aplikasi IT internal untuk
knowledge
mendukung
sharing through
sharing.
penyebaran
informasi
dan
knowledge
people
Electronic
Davoudi & Fartash
Perusahaan menggunakan e-HRM misalnya aplikasi
management
Human
(2012)
Human Resource Information System (HRIS) untuk
practices,
Resource
Nawaz (2012)
meningkatkan
Cabrera &
Management
mendukung penyebaran informasi dan media komunikasi
Cabrera (2005)
(e-HRM)
online.
pengelolaan
sumber
daya
manusia,
27
2.1.7 Analisis Faktor Analisis faktor merupakan salah satu alat analisis statistik multivariat yang memiliki banyak kegunaan (Williams, Onsman, & Brown, 2010). Analisis faktor termasuk ke dalam kelompok teknik interdependence yang digunakan untuk data reduction atau summarization (Widayat, 2011). Prosedur analisis faktor dilakukan dengan mengidentifikasi item atau variabel berdasarkan kemiripannya. Kemiripan tersebut ditunjukkan dengan nilai korelasi yang tinggi. Item-item yang memiliki korelasi yang tinggi akan membentuk satu kerumunan faktor. Sebaliknya variabel dengan korelasi yang lemah dengan variabel lain cenderung tidak akan mengelompok dalam faktor tertentu (Widhiarso, 2009; Nugroho, 2010). Widayat (2011) menjelaskan bahwa analisis faktor dapat digunakan untuk mengidentifikasi faktor yang dapat menjelaskan korelasi sekumpulan variabel, mengidentifikasi variabel baru yang dapat digunakan untuk analisis lainya (misalnya untuk regression), mengidentifikasi satu atau
beberapa
variabel
dari
variabel
yang
banyak
jumlahnya,
mengkonfirmasi kontruksi suatu variabel laten. Analisis faktor terdiri dari dua jenis yaitu Exploratory Factor Analysis (EFA) dan Confirmatory Factor Analysis (CFA). Pada EFA, peneliti tidak mempunyai gambaran mengenai faktor yang akan terbentuk dari
sekumpulan
variabel,
peneliti
akan
mengeksplorasi
untuk
mendapatkan banyak faktor yang ada untuk menjelaskan hubunganhubungan diantara satu set indikator dengan estimasi factor loading atau
28
korelasi variabel. Sedangkan pada CFA, peneliti dapat memperkirakan parameter dan menguji hipotesis tentang sejumlah faktor yang mendasari hubungan di antara suatu set indikator (Thompson, dikutip dalam Williams, Onsman, & Brown, 2010). Analisis faktor dapat dilakukan dengan program komputer seperti SPSS (Statistical Program for Social Sciences), jenis analisis yang dapat dilakukan adalah Exploratory Factor Analysis (EFA) (Widhiarso, 2009). Terdapat lima langkah melakukan analisis faktor EFA dengan SPSS (Williams, Onsman, & Brown, 2010) yaitu: 1. Mengidentifikasi apakah data layak dianalisis menggunakan analisis faktor; 2. Menentukan metode ekstraksi faktor; 3. Menentukan kriteria yang digunakan dalam melakukan ekstraksi faktor; 4. Menentukan metode rotasi faktor; 5. Melakukan interpretasi dan memberikan nama pada faktor baru. Langkah pertama, Williams et al. (2010) menyebutkan bahwa dalam mengidentifikasi kelayakan analisis perlu memperhatikan sample size, koefisien korelasi matriks (R) dan nilai uji Kaiser-Meyer-Olkin (KMO) and Bartlett's Test. Untuk sample size terdapat berbagai referensi antara lain Hair et al. menyarankan jumlah sample minimal 100 atau lebih, sedangkan Sapnaz dan Zeller menyebutkan 50 data sudah cukup untuk dianalisis dengan analisis faktor. Kemudian untuk koefisien korelasi matriks (R), Tabachnick dan Fidell merekomendasikan nilai R di atas
29
0.30, Hair et al. juga mengelompokkan nilai R menjadi ±0.30 = minimal, ±0.40 = important, dan ±.50 = practically significant. Koefisien korelasi ini menunjukkan hubungan antar setiap variabel, jika nilai R kurang dari 0.30 maka peneliti tidak dapat menyertakan variabel tersebut saat melakukan analisis faktor. Selanjutnya uji Kaiser-Meyer-Olkin (KMO) and Bartlett's Test dilakukan untuk mengetahui apakah data responden layak dianalisis dengan analisis faktor. Nilai index KMO Measure of Sampling Adequacy adalah antara 0 sampai 1 dengan batas minimum adalah 0.50, sedangkan Bartlett's Test harus bernilai signifikan (p < 0.05). Selanjutnya langkah kedua, untuk menentukan metode ekstraksi faktor dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain principal components analysis (PCA), principal axis factoring (PAF), maximum likelihood, unweighted least squares, generalised least squares, alpha factoring dan image factoring. Metode PCA adalah metode yang umum digunakan untuk mereduksi data, yaitu dengan menguji total varian suatu data. Thompson juga menyebutkan bahwa PCA adalah metode default dalam software statistik (Williams et al., 2010). Langkah ketiga adalah menentukan kriteria yang digunakan dalam ekstraksi faktor antara lain menggunakan Kaiser’s criteria (eigenvalue > 1 rule), melihat diagram scarter (scree plot) atau menentukan fixed number of factor (Williams et al., 2010). Field (2005) merekomendasikan bahwa jika jumlah variabel < 30 dan communalities setelah ekstraksi > 0.7 atau jika sample size> 250 dan average communality > 0.6 maka dapat menggunakan Kaiser’s criteria (eigenvalue > 1 rule). Sedangkan scree
30
plot digunakan jika jumlah sample besar, sekitar 300 atau lebih data. Penentuan kriteria dapat ditentukan secara subjektif atau justifikasi oleh peneliti, yaitu dengan melakukan percobaan analisis data beberapa kali hingga terbentuk pengelompokkan faktor yang optimal. Dalam ekstraksi faktor, nilai persentase kumulatif varian yang dijelaskan sebagai total variance explained perlu diperhatikan (Williams et al., 2010). Besar persentase kumulatif ini dapat digunakan sebagai referensi dalam melakukan justifikasi jumlah faktor yang terbentuk. William et al. menyebutkan bahwa tidak ada batasan yang jelas mengenai persentase yang direkomendasikan, namun Hair et al. menyebutkan bahwa biasanya dalam ilmu sosial kemasyarakatan varian minimal yang terbentuk adalah 50-60%. Langkah keempat adalah menentukan metode rotasi faktor untuk menyederhanakan faktor dan memudahkan interpretasi. Terdapat dua teknik rotasi yaitu orthogonal rotation dan oblique rotation, prosedur yang umum digunakan adalah orthogonal – varimax yang meminimalkan jumlah variabel dengan loading factor yang besar (Williams et al., 2010). Selanjutnya Williams et al. menyebutkan, bahwa langkah terakhir adalah melakukan interpretasi dengan memeriksa keberadaan variabel yang mengelompok pada faktor tertentu, kemudian memberikan nama untuk faktor tersebut serta melakukan perhitungan factor scores. Untuk mendapatkan interpretasi yang berarti setidaknya minimal ada dua atau tiga variabel yang mengelompok ke dalam faktor tertentu. Pemberian nama faktor bersifat subjektif dan teoritis sesuai dengan tujuan peneliti.
31
2.1.8 Analisis Regresi Linear Berganda Priyatno (2012) menyebutkan bahwa analisis regresi linear berganda merupakan analisis untuk mengukur besarnya pengaruh antara dua atau lebih variabel independen terhadap satu variabel dependen dan memprediksi variabel dependen. Analisis ini menggunakan dua atau lebih variabel yang dimasukkan ke dalam model. Bentuk persamaan regresi linear berganda yang dicerminkan dalam model adalah: Y’ = a + b1X1 + b2X2 + ... + bnXn, dengan: Y’: Nilai prediksi variabel dependen a : Konstanta, yaitu nilai Y’ jika x = 0 b : Koefisien regresi, yaitu nilai peningkatan atau penurunan variabel Y’ berdasarkan variabel x x : Variabel independen Sebuah model regresi linear dapat dikatakan baik jika memenuhi asumsi klasik regresi (Priyatno, 2012). Asumsi klasik yang harus dipenuhi antara lain: 1. Residual terdistribusi normal, hal ini dapat dilihat dengan melakukan uji normalitas dan uji one-sample Kolmogorov Smirnov. Pada uji normalitas, nilai residual akan terdistribusi normal jika pada grafik normal P-P plot menunjukkan titik-titik yang menyebar di sekitar garis dan mengikuti garis diagonal. 2. Tidak ada masalah multikolinearitas, hal ini dapat dilihat dengan melakukan uji multikolinearitas. Multikolinearitas merupakan
32
keadaan model regresi yang memiliki korelasi yang sempurna atau mendekati sempurna antar variabel independen. Untuk melihat gejala multikolinearitas adalah dengan melihat nilai tolerance dan variance inflaction factor (VIF). Model regresi terbebas dari multikolinearitas jika nilai VIF kurang dari 10 dan nilai tolerance lebih dari 0.1. 3. Tidak ada masalah heteroskedastisitas, hal ini dapat dilihat dengan melakukan uji heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas adalah keadaan terjadinya ketidaksamaan varian dari residual pada suatu pengamatan ke pengamatan lain. Salah satu cara untuk melihat gejala heteroskedastisitas adalah melakukan uji Glejser. Model regresi terbebas dari masalah heteroskedastisitas jika output pada uji Glejser menunjukkan nilai signifikansi variabel-variabel independen lebih dari 0.05.
2.2
Kerangka Pikir Pengetahuan dapat menjadi sebuah keunggulan kompetitif bagi sebuah
perusahaan. Aspek individu merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam menciptakan pengetahuan di perusahaan. Proses pengelolaan individu, dalam hal ini HRM sangat mendukung dan menentukan bagaimana pengetahuan diciptakan. Oleh karena itu penting untuk menghubungkan aktivitas human resource management (HRM) agar dapat mendukung proses knowledge management (KM) di perusahaan, mulai dari individu tersebut direkrut, kemudian dinilai hasil kerjanya, hingga dikembangkan dan dilatih agar mampu berkreasi dan berinovasi serta diberikan apresiasi yang sesuai dari perusahaan. Interaksi dan
33
integrasi kedua aspek KM dan HRM ini sangatlah diperlukan agar setiap individu dapat berkontribusi dalam menciptakan dan menyebarkan pengetahuan di perusahaan, sehingga pengetahuan perusahaan akan semakin meningkat dan dapat menjadi keunggulan kompetitif bagi perusahaan. Dalam integrasi KM dan HRM di perusahaan dapat didukung dengan teknologi untuk mempermudah proses kerja dan penyampaian informasi. Sebagai contoh terkait dengan proses knowledge acquisition, maka perusahaan dapat mengumumkan iklan lowongan pekerjaandan melakukan seleksi kandidat melalui web site perusahaan atau menggunakan aplikasi online job.
2.3
Kerangka Konsep Kerangka konsep yang digunakan dalam studi ini ditunjukkan pada
Gambar 2.4. Kerangka ini dikembangkan dari kerangka integrasi KM dan HRM oleh Keh-Luh, Chi & Chiu-Mei (2012). Dalam kerangka ini, setiap aktivitas HRM dihubungkan dengan proses KM yang ada di perusahaan agar dapat memberikan keunggulan kompetitif bagi perusahaan. Sebagai pengembangan, aktivitas HRM dan proses KM tersebut didukung dengan pemanfaatan teknologi. Aktivitas HRM yang terdiri dari work design, recruitment & selection, training & development, performance evaluation dan salary & reward merupakan area yang akan diamati dalam penelitian ini. Dalam setiap area tersebut akan dilihat indikator-indikator apa saja yang berpengaruh dalam integrasi KM dan HRM dalam suatu perusahaan.
34
Gambar 2.4 Kerangka Konsep Integrasi KM dan HRM (Sumber: Tiara Alamanda (2013), Revisi dari Keh-Luh, Chi & Chiu-Mei (2012)