BAB 2 DASAR TEORI 2.1
Sistem Satelit Navigasi Global
GNSS (Global Satellite Navigation System) merupakan suatu istilah yang digunakan untuk mencakup seluruh sistem satelit navigasi global yang sudah beroperasi ataupun sedang dalam perencanaan. Sistem satelit navigasi GPS (Global Positioning System) milik negara Amerika Serikat merupakan yang paling terkenal dan saat telah beroperasi penuh. Satelit GPS pertama kali diluncurkan pada tahun 1978 dan konfigurasinya selesai pada tahun 1994. Sampai dengan bulan Mei 2012 ada 31 satelit GPS yang mengorbit dan dalam kondisi baik. Sementara GLONASS merupakan sistem satelit navigasi yang diluncurkan oleh Rusia yang dimulai pada tahun 1982 dan pada bulan Oktober 2011 telah beroperasi penuh pada skala global. GLONASS memiliki 24 satelit yang mengorbit dan dalam kondisi baik. Saat ini sistem satelit GLONASS terus dikembangkan di Rusia dan menjadi proyek utama pemerintah dengan pendanaan yang terus ditingkatkan. Selain itu, negara-negara di Eropa juga mulai mengembangkan sistem satelit navigasi GALILEO. Satelit GALILEO sendiri pertama kali diluncurkan pada tahun 2006 dan diperkirakan konfigurasinya akan selesai dan dapat beroperasi penuh pada tahun 2015. Selain itu, beberapa negara lain seperti juga mengembangkan sistem satelit navigasi, seperti Cina dengan Compass, India dengan IRNSS (Indian Regional Navigation Satellite System) dan Jepang dengan QZSS (Quasi-Zenith Satellite System). Walaupun demikian, sinyal-sinyal yang ditransmisikan oleh satelit GNSS tersebut masih memiliki kesalahan dan tidak selalu sesuai dengan kenyetaan yang ada. Sehingga harus dilakukan monitoring dari akurasi, ketersediaan, kontinuitas, dan integritas dari sinyal-sinyal tersebut menggunakan titik-titik referensi yang terdapat di permukaan bumi. Teknologi GNSS dapat digunakan untuk berbagai macam aplikasi seperti penentuan posisi akurat, survey dan pemetaan, dan berbagai macam aplikasi lainnya. Industri survey dan pemetaan telah mengalami revolusi dengan penggunaan GNSS yang menggunakan teknologi satelit, dimana sebagai refensi dalam pengukuran, digunakan receiver GNSS yang dapat mendukung berbagai macam aplikasi
8
penentuan posisi baik itu untuk ketelitian tinggi seperti pemantauan lempeng tektonik, survey deformasi, pemantauan gempa bumi, pemodelan ionosfer dan troposfer maupun aplikasi – aplikasi praktis seperti navigasi. Banyaknya berbagai macam aplikasi penentuan posisi yang menggunakan receiver GNSS sebagai referensi membuat stasiun referensi permanen atau disebut CORS (Continuously Operating Reference Station). Sistem CORS ini digunakan untuk berbagai macam aplikasi berbasis GNSS seperti Network RTK, Differential GPS maupun postprocessing positioning.
2.2
Sistem CORS
Perkembangan GPS saat ini telah memungkinkan beroperasinya sistem CORS, sebuah alat yang dapat menerima sinyal – sinyal GPS tanpa adanya gangguan. CORS harus dapat menyimpan data dan dalam keadaan tertentu melakukan pengolahan data dan kemudian mengirimkan data tersebut ke rover untuk kepentingan pengguna. Tiap – tiap jaringan CORS terdiri dari beberapa stasiun CORS yang saling terhubung dengan komunikasi yang memungkinkan perhitungan secara real time. Tiap stasiun, paling tidak terdiri dari satu receiver geodetik, satu antena, saluran komunikasi data dan power supply.
Jaringan CORS yang baik dan dilengkapi dengan sistem
komunikasi data yang lancar akan memungkinkan stasiun – stasiun CORS tersebut untuk mengirimkan raw data ke server pusat. Layanan penggunaan CORS secara umum terbagi menjadi 2, yaitu untuk pengolahan data post-processing dan untuk real time processing. Pada jaringan offline yang menyediakan informasi data – data pada user untuk post-processing data, file data disimpan menggunakan format data RINEX ( receiver independent exchange format ). RINEX sendiri merupakan format data yang menjadi standar internasional untuk mengubah raw data yang diterima dari receiver stasiun - stasiun CORS untuk kemudian diolah menggunakan software post-processing GNSS. Sementara untuk kepentingan online network, aplikasi yang digunakan adalah real time kinematic (RTK) dengan format RTCM (Radio Technical Commission for Maritime Services) yang biasa digunakan untuk transmisi data. Format RTCM adalah format data standar internasional yang digunakan dalam transmisi real time data untuk koreksi diferensial GPS dari stasiun – stasiun CORS ke rover yang digunakan oleh user. 9
Perkembangan jaringan CORS secara global terus berlanjut sehingga perlu adanya sebuah pengklasifikasian hirarki jaringan CORS. Teori mengenai hal ini sudah dikembangankan oleh Rizos (2008), dimana teori ini menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam pengembangan jaringan CORS atau pembangunan infrastruktur penentuan posisi. Rizos menjelaskan hirarki infrastruktur CORS menjadi beberapa tingkat. 2.2.1
Jaringan CORS tingkat 1
Dapat dikatakan sebagai ultra-high accuracy jaringan CORS yang dilengkap dengan receiver tipe geodetik yang dapat melakukan tracking semua sinyal GPS, monumentasi antena yang stabil dan kuat, memenuhi standar stasiun IGS, dan dibangun untuk tingkat ketelitian sangat tinggi yang mendukung kegiatan penelitian ilmiah dan pendefinisian kerangka referensi global. 2.2.2
Jaringan CORS tingkat 2
Jaringan CORS ini merupakan jaringan high accuracy yang dilengkapi dengan receiver tipe geodetik, dapat melakukan tracking seluruh sinyal GPS, monumentasi antena yang stabil dan kuat, dan memenuhi standar stasiun yang di miliki IGS. Jaringan ini biasanya dioperasikan oleh pemerintah atau instansi nasional yang berkaitan dengan geodesi, yang bertujuan untuk menjaga datum geodetik nasional dan dapat menyediakan kerangka referensi geospasial nasional. 2.2.3
Jaringan CORS tingkat 3
Jaringan CORS ini dilengkapi dengan receiver spesifikasi minimum yang dapat melakuukan tracking sinyal GPS pada frekuensi L1-L5. Stasiun – stasiun tersebut merupakan perapatan dari jaringan CORS tingkat 2 dan dioperasikan oleh instansi – instansi swasta untuk kepentingan komersial. Jasa yang diberikan biasanya untuk kegiatan yang membutuhkan penentuan posisi secara real time. Tingkat akurasi dari jaringan ini biasanya bergantung pada aplikasi yang ingin digunakan. Pembangunan stasiun dan monumentasi yang dibutuhkan untuk jaringan CORS ini tidak seketat yang dibutuhkan untuk jaringan tingkat 1 dan tingkat 2, tetapi tetap dibutuhkan komunikasi data yang baik dan stabil serta dan power yang baik untuk menjaga infrastruktur CORS tetap dapat beroperasi untuk kepentingan komersial.
10
2.3
Sistem Referensi Koordinat Jaringan CORS
Secara umum, sistem referensi koordinat pada jaringan CORS mengacu pada kerangka referensi global ITRF (International Terrestrial Reference Frame). ITRF sendiri merupakan suatu kerangka referensi dengan tingkat akurasi yang tinggi dimana koordinat yang didapatkan merupakan koordinat yang tetap terhadap waktu. Nilai koordinat yang didapatkan dari ITRF ini digunakan sebagai acuan relatif untuk realisasi terbaru dari ITRF dimana saat ini versi terbarunya adalah ITRF 2008. Walaupun begitu, jaringan di beberapa negara seperti Swedia menggunakan sistem referensi koordinat lokal yaitu SWEREF 99 yang tetap terikat pada ITRF 2008. Penggunaan sistem referensi koordinat ini sangatlah penting karena nantinya akan memudahkan pengambilan, penyimpanan dan penggunaan data – data untuk kepentingan survey dan pemetaan. Referensi koordinat ini juga akan memastikan terintegrasinya jaringan CORS pada tingkat lokal, nasional, regional, dan global. Hal inilah yang membuat jaringan – jaringan CORS yang tersebar didunia tetap menggunakan ITRF sebagai acuan utama, dimana dari koordinat ITRF yang didapatkan baru kemudian diturunkan pada kerangka referensi nasional, contohnya seperti SWEREF 99. 2.4
Kesalahan – kesalahan pada stasiun CORS
Secara umum, kesalahan yang ada pada GNSS dapat dibagi menjadi kesalahan karena satelit dan kesalahan yang berhubungan dengan receiver. Skema pembagian kesalahan ini tidak sama dengan kesalahan yang ada pada jaringan CORS, dimana kesalahan pada jaringan CORS terbagi menjadi 2 yaitu kesalahan pada stasiun dan kesalahan pada panjang baseline. Kesalahan stasiun CORS tidak dipengaruhi dari jaringan CORS itu sendiri, dimana kesalahan ini erat kaitannya dengan teknis pembangunan stasiun CORS. Sementara kesalahan yang berhubungan dengan baseline diantaranya adalah kesalahan orbit dan jam satelit, bias inosfer, dan bias troposfer. Sumber kesalahan yang paling utama adalah kesalahan ionosfer. Kesalahan yang bergantung pada stasiun – stasiun CORS diantaranya adalah efek multipath, pergerakan pusat
fase antena, dan besar noise, tidak dapat direduksi dengan
melakukan perbaikan pada jaringan CORS.
11
Gambar 2.1 Sumber kesalahan pada CORS dan klasifikasinya [Schwieger, 2010]
fase antena, dan besar noise, tidak dapat direduksi dengan melakukan perbaikan pada Gambar 2.1 menunjukan kesalahan – kesalahan yang ada pada jaringan CORS. Dalam perjalanan sinyal dari satelit hingga mencapai antena CORS di bumi, sinyal – sinyal CORS akan dipengaruhi oleh beberapa kesalahan dan bias. Kesalahan dan bias harus diperhitungkan dengan baik dan benar karena besar dan karakteristik dari kesalahan dan bias tersebut dapat mempengaruhi ketelitian informasi yang dibawa oleh sinyal tersebut (posisi, kecepatan, percepatan, waktu). 2.4.1
Kesalahan Ephemeris (orbit)
Kesalahan orbit adalah kesalahan dimana orbit satelit yang dilaporkan oleh ephemeris satelit tidak sama dengan orbit satelit yang sebenarnya. Dapat dikatakan, posisi satelit yang dilaporkan tidak sama dengan posisi satelit yang sebenernya. Kesalahan ephemeris tersebut kemudian akan mempengaruhi ketelitian dari koordinat titik – titik yang ditentukan. Harus dicatat bahwa dalam penentuan posisi secara relatif, semakin panjang baseline yang diamati, maka efek kesalahan ephemeris satelit akan semakin besar, sehingga dalam aplikasi jaringan CORS, jarak antar stasiun CORS harus benar – benar rapat sehingga efek kesalahan ephemeris dapat direduksi. 2.4.2
Kesalahan Jam Satelit dan Receiver
Kesalahan dari jam satelit ataupun receiver, baik itu dalam bentuk offset waktu offset frekuensi ataunpun frequency drift akan langsung mempengaruhi ukuran jarak, baik 12
untuk data pseudorange maupun jarak fase. Kesalahan jam satelit dapat dieliminasi dengan melakukan pengurangan dua jarak ukuran yang diamati pada saat yang sama dari dua receiver pada stasiun CORS ke satelit tersebut. Untuk mengatasi kesalahan pada jam receiver, dapat dilakukan 2 cara, yaitu dengan mengestimasi parameter – parameter kesalahan jam receiver (offset, drift, dan drift rate) dalam proses pengestimasian posisi. Selain itu, seperti halnya pengeliminasian efek kesalahan jam satelit, efek kesalahan jam receiver pada ukuran jarak juga dapat dieliminasi dengan melakukan pengurangan jarak ukuran. Dalam hal ini, yang perlu dikurangi adalah jarak ukuran yang idamati pada saat yang sama oleh receiver stasiun CORS ke dua satelit yang berbeda. 2.4.3
Bias Ionosfer
Ionosfer adalah bagian dari lapisan atas atmosfer dimana terdapat sejumlah elekrton dan ion bebas yang mempengaruhi perambatan gelombang radio. Lapisan Ionosfer terletak kira – kira antara 60 sampai 1000 km diatas permukaan Bumi. Jumlah elektron dan ion bebas pada lapisan ionosfer tergantung pada besarnya intensitas radiasi matahari serta densitas gas pada lapisan tersebut [Davies, 1990]. Sinyal dari satelit GPS, yang teletak kira – kira 20.000 km di atas permukaan bumi, harus melalui lapisan ionosfer untuk sampai ke antena di permukaan bumi. Ion - ion bebas (elektron) dalam lapisan ionosfer akan mempengaruhi arah, polarisasi, dan kekuatan sinyal GPS yang melaluinya. Pengaruh efek ionosfer terbesar adalah pada kecepatan sinyal, dimana akan mempengaruhi nilai ukuran jarak dari pengamat ke satelit. Ionosfer akan memperlambat
pseudorange
(ukuran
jarak
menjadi
lebih
panjang)
dan
mempercepata fase ( ukuran jarak menjadi lebih pendek), dengan biasa jarak (dalam unit panjang ) yang sama besarnya. Besarnya bias jarak karena efek ionosfer akan tegantung pada konsentrasi elektron sepanjang lintasan sinyal serta frekuensi sinyal yang bersangkutan. Sedangkan konsentrasi elektron sendiri akan tergantung pada beberapa faktor, terutama aktivitas matahari dan medan magnetik bumi, dimana keduanya juga akan bergantung pada lokasi geografis, musim, dan waktu.
13
2.4.4
Bias Troposfer
Sinyal dari satelit GNSS untuk sampai ke antena harus melalu lapisan troposfer, yaitu lapisan atmosfer netral yang berbatasan dengan permukaan bumi dimana temperatur menurun dengan membsarnya ketinggian. Lapisan troposfr mempunyai ketebalan sekitar 9 sampai 16 km, tergantung dengan tempat dan waktu. Ketika melalui troposfer sinyal GNSS akan mengalami refraksi yang akan menyebabkan perubahan pada kecepatan dan arah sinyal GNSS, seperti diilustrasikan pada Gambar 2.2. Efek utama pada troposfer berpengaruh pada kecepatan, atau dengan kata lain terhadap haisl ukuran jarak.
Gambar 2.2 Efek Troposfer terhadap sinyal GPS [Abidin, 2000] Pada frekuensi sinyal GNSS ( dibawah 30 GHz ), magnitude dari bias troposfer tidak tergantung pada frekuensi dan oleh sebab itu besarnya tidak dapat diestimasi dengan pengamatan pada dua frekuensi. Patut dicatat bahwa pseudorange dan fase kedua – duanya diperlambat oleh troposfer, dan besar magnitude bias troposfer pada kedua data pengamatan tersebut adalah sama. 2.4.5
Efek Multipath
Multipath adalah fenomena dimaan sinyal dari satelit tiba di antena GPS melalui dua tau lebih lintasan yang berbeda. Dalam hal ini satu sinyal merupakan sinyal langsung dari satelit ke antena, sedangkan yang lainnya merupakan sinyal – sinyal tidak langsung yang dipantulkan oleh benda – benda di sekitar antena sebelum tiba di antena. Beberapa benda yang bisa memantulkan sinyal GNSS antara lain adalah jalan raya, gedung, danau, dan kendaraan. Bidang – bidang pantulan bisa merupakan 14
bidang horizontal, vertikal, maupun bidang miring. Perbedaan panjang lintasan menyebabkan sinyal – sinyal tersebut berinterferensi ketika tiba di antena yang pada akhirnya menyebabkan kesalahan pada hasil pengamatan. Multipath mempengaruhi hasil ukuran pseudorange maupun fase. Besarnya efek multipah tersebut akan bergantung pada beberapa faktor diantaranya jenis dan posisi reflektor, posisi relatif satelit, jarak reflektor ke antena, panjang gelombang sinyal, dan kekuatan sinyal. Multipath diilustrakan pada Gambar 2.3, menunjukan sinyal yang dipantulkan oleh reflektor sebelum sampai ke receiver. Efek multipath pada data pseudorange jauh lebih besar dibandingkan efeknya pada data fase.
Gambar 2.3 Efek multipath pada GNSS [Abidin, 2000] 2.4.6
Pegerakan dari Pusat Fase Antena
Pusat fase antena adalah sumber radiasi yang sebenarnya dan dalam GNSS merupakan titik refernsi yang sebenarnya digunakan dalam pengukuran sinyal secara elektroni. Titik sumber radiasi yang ideal akan memunyai muka fase gelombang berbentuk bola serta pusat fase yang tetap. Dalam realitanya, karena sumber radiasi yang ideal tersebut sulit direalisasikan pada antena CORS, maka pusat fase antena GPS umumnya akan berubah – ubah bergantung pada elevasi dan azimuth satelit serta intensitas sinyal, dan lokasinya akan berbeda untuk sinyal L1 dan L2 [Tranquilla dkk, 1987]. Satelit GPS yang selau bergerak pada orbitnya akan mengakibatkan pusat fase antena yang terus berubah dari waktu ke waktu. Melihat nilai perbedaan antara pusat fase dan pusat geometris antena yang berada pada level beberapa cm, maka dapat disimpulkan bahwa efek dari adanya pergerakan pusat fase antena GNSS hanya perlu diperhitungkan untuk aplikasi penentuan posisi 15
yang menuntut ketelitian posisi yang relatif tinggi, seperti halnya untuk studi geodinamika dan pemantauan deformasi yang teliti. 2.5
Metode Penentuan Posisi Jaringan CORS
Jaringan CORS dapat digunakan untuk berbagai macam metode penentuan posisi secara real – time maupun post-processing. Metode yang digunakan dalam penentuan posisi tersebut erat kaitannya dengan kebutuhan pada aplikasi penggunaan jaringan CORS. Metode – metode tersebut diantaranya Differential GPS, single base RTK, Network RTK, dan post – processing. 2.5.1
Sistem DGPS (Differential GPS)
Sistem DGPS adalah suatu sistem penentuan posisi real time secara diferensial menggunakan data pseudorange. Sistem ini umumnya digunakan untuk penentuan objek – objek yang bergerak. Stasiun referensi harus mengirimkan koreksi diferensial ke pengguna secara real time menggunakan sistem komunikasi data tertentu, seperti yang diilustrasikan Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Sistem DGPS [Abidin, 2000]
Ketelilitian tipikal poisis yang diberikan oleh sistem DGPS adalah berkisar sekitar 1 sampai 3 m, sehingga umumnya sistem DGPS ini digunkaan pada survei – survei kelautan. 2.5.2
Sistem RTK ( Real time Kinematic)
Sistem RTK ( Real time kinematic) adalah suatu sistem penentuan posisi real time secara differensial menggunakan data fase. Dalam hubungannya untuk memberikan 16
data real time, stasiun referensi harus mengirimkan data fase dan pseudorange kepada pengguna secara realtime menggunakan sistem komunikasi data. Stasiun referensi dan pengguna harus dilengkapi dengan suatu sistem pemancar dan penerima data yang dapat berfungsi dengan baik sehingga komunikasi data dapat berjalan dengan baik. Ketelitian posisi yang diberikan oleh sistem RTK sekitar 1-5 cm, dengan syarat bahwa ambiguitas fase dapat ditentukan secara benar. Salah satu hal yang harus diatasi adalah penentuan ambiguitas fase dengan menggunakan jumlah data yang terbatas dan juga dengan receiver yang bergerak merupakan hal yang cukup susah. Mekanisme penentuan ambiguitas fase pada metode RTK dinamakan on fly ambiguity. Sistem RTK dapat digunakan untuk penentuan posisi objek – objek yang diam ataupun objek yang bergerak, sehingga sistem RTK tidak hanya dapat melaksanakan survey GPS real time tetapi juga dapat melakukan navigasi dengan ketelitian yang tinggi. Cakupan aplikasi dari sistem RTK ini cukup beragam, antara lain staking out, penentuan dan rekonstruksi batas persil tanah, survei pertambangan, survey rekayasa dan utilitas dan juga berbagai macam aplikasi yang lain yang memerlukan ketelitian dalam orde cm. 2.5.2.1 Single Base RTK Merupakan suatu pengamatan diferensial dengan menggunakan dua receiver GNSS yang bekerja secara simultan dengan menggunakan data fase. Koreksi yang diberikan dikirimkan satu arah dari base station kepada rover melalui transmisi radio. Salah satu hal yang membatasi metode ini adalah baseline yang panjang antara receiver dengan stasiun referensi akan mengurangi ketelitian posisi yang diberikan karena semakin jauh jarak baseline, proses pemecahan resolusi ambiguitas antara stasiun refernsi denga receiver sulit untuk dilakukan. 2.5.2.2 Network RTK Metode ini biasa disebut NRTK adalah suatu metode penentuan posisi secara diferensial yang merupakan pengembangan dari single base RTK (Martin & Herring, 2009). Prinsip kerja NRTK adalah dengan perekaman data yang dilakukan oleh stasiun – stasiun referensi dari satelit GNSS secara kontinyu yang kemudian 17
disimpan dan dikirim ke server NRTK melalu jaringan internet. Data yang dikirimkan dalam format data mentah yang oleh server digunakan sebagai bahan untuk melakukan koreksi data yang dapat digunakan oleh pengguna. Data tersebut diolah dan disimpan dalam bentuk RINEX yang dapat digunakan untuk post processing atapun dalam bentuk RTCM yang dikirimkan kepada receiver yang membutuhkan koreksi data dari stasiun referensi. Komunikasi antara rover dengan server NRTK dilakukan dengan menggunakan jaringan GSM/GPRS/CDMA, sehingga dapat memperoleh koreksi hasil itungan dengan metode Area Correction Parameter (ACP/FKP) atau Master Auxiliary Concept (MAC) atau Virtual Reference Station (VRS) melalui jaringan internet. NRTK dianggap lebih memberikan keuntungan dalam penentuan posisi dengan menggunakan GNSS dibandingkan dengan metode single base RTK (Rizos & Han, 2002). Hal ini dikarenakan pada singe base RTK hanya terdapat satu stasiun referensi sehingga kendala jarak antara receiver dan stasiun referensi menjadi masalah utama. Faktor jarak yang jauh ini juga menjadi penghambat dalam komunikasi radio, sehingga memungkinkan terjadinya data loss dalam penyampaian informasi data dari stasiun referensi ke receiver. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, jaringan CORS dapat digunakan untuk mengeliminasi kesalahan pada baseline. Dalam aplikasi penggunaan RTK, dapat dilakukan beberapa koreksi untuk menghilangkan kesalahan – kesalahan tersebut, yaitu FKP ( flächen-korrektur parameter), VRS ( virtual reference station), dan MAC ( master auxiliary concept). Area correction parameters (FKP) adalah suatu metode yang telah dikembangkan untuk implementasi penentuan posisi menggunakan NRTK GPS [Wubenna dkk, 1996]. Teknik FKP menggunakan informasi yang didapatkan dari stasiun – stasiun pada jaringan untuk mendapatkan parameter linear yang akan menjelaskan pengaruh kesalahan atmosfir dan orbit. Parameter ini kemudian akan diberikan kepada pengguna yang nantinya akan digunakan untuk melakukan interpolasi kesalahan jaringan sehingga nantinya didapatkan posisi sebenernya dari stasiun – stasiun tersebut.
18
Virtual reference station (VRS) adalah metode yang biasa digunakan saat ini untuk penentuan posisi dengan metode NRTK dan telah digunakan selama hampir satu dekade. Nama dari metode ini didapatkan dari kemampuan user untuk mendownload data pada sebuah stasiun referensi virtual yang ditentukan oleh user itu sendiri. Data virtual tersebut dihitung dengan central processing facility (CPF) dan digunakan khusus untuk kepentingan user. Penggunaan dari konsep VRS ini telah diusulkan dan diteliti oleh berbagai kelompok penilitian. Konsep dari VRS diilustrasikan pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Ilustrasi VRS pada sebuah jaringan [Wilson dkk, 2002; Ktimatologio S.A, 2005] [ Master Auxiliary Concept (MAC) pertama kali diusulkan oleh Euler pada tahun 2001 untuk digunakan sebaga standar dalam melakukan koreksi pada jaringan. Pada dasarnya konsep MAC didesain untuk mengirimkan semua data koreksi dari jaringan CORS ke rover milik user dalam bentuk format yang ringkas yang mewakili tingkat ambiguitas fase data pengamatan sebagai koreksi diferensial. Dua stasiun referensi dapat dikatakan berada pada tingkat ambiguitas fase umum jika bilangan ambiguitas fase untuk tiap rentang telah direduksi sehingga bilangan ambiguitas fase dapat dihilangkan ketika dilakukan koreksi double-differences selama pengolahan data [Brown dkk, 2005]. 2.5.2.3 Prosedur penentuan posisi RTK pada jaringan CORS Metode - metode ini diaplikasian secara bersama dalam langkah – langkah penentuan posisi real time. Prosedur penentuan posisi real time pada jaringan CORS dijelaskan pada Gambar 2.6.
19
Gambar 2.6 Prosedur penentuan posisi pada jaringan CORS [Seeber, 2003] Langkah – langkah yang dilakukan pada prosedur penentuan posisi RTK pada jaringan CORS adalah : -
Akuisisi data pengamatan di dalam jaringan CORS
-
Melakukan koreksi ambiguitas fase dalam jaringan CORS
-
Menentukan parameter koreksi wilayah atau FKP
-
Pengukuran posisi untuk satu stasiun referensi
-
Penentuan nilai pendekatan untuk stasiun referensi virtual (VRS) dengan menggunakan perkiraan posisi dari rover
-
Penentuan panjang baseline
-
Penentuan posisi rover menggunakan pengukuran posisi rover
Pada umumnya, jarak antar stasiun idealnya berada pada jarak 50 – 100 km [Rizos, 2003], akan tetapi hal tersebut bergantung pada kondisi geografis jaringan CORS dan tingkat aktivitas ionosfer di daerah tersebut. Sebagai contoh, pada daerah khatulistitwa dan kutub, tingginya aktifitas ionosfer mengharuskan jarak antar receiver harus lebih padat dibandingkan jarak antar stasiun pada daerah lintang pertengahan. Sebagai tambahan, jaringan- jaringan seperti itu biasanya hanya mencakup daerah dengan kepadatan populasi yang tinggi atau daerah dengan 20
perkembangan ekonomi yang baik [Willgalis dkk, 2002]. Hal ini erat kaitannya dengan mahalnya biaya pembangunan infrastruktur CORS. 2.5.3
Post-processing pada jaringan CORS
Pada aplikasi post-processing, hal yang paling utama adalah user dapat mendownload data pengamatan dari stasiun CORS dalam bentuk format file RINEX dan melakukan pengolahan data menggunakan software yang tersedia untuk masingmasing user. Metode post-processing ini digunakan untuk aplikasi yang membutuhkan tingkat akurasi yang tinggi, karena pada metode ini, koordinat yang didapatkan akan lebih baik dibandingkan dengan metode penentuan posisi secara real time. Kualitas hasil data koordinat yang didapatkan bergantung pada software yang tersedia untuk melakukan pengolahan data dan juga kemampuan dari user tentang teori – teori dalam melakukan pengolahan data GPS. Dalam post-processing menggunakan data CORS, jika user bukan ahli dalam bidang GPS maka ditawarkan cara lain yang dapat dilakukan untuk melakukan processing data yaitu melalui layanan online-processing. User dapat melakukan pengambilan data dilapangan dan memilih stasiun – stasiun CORS tertentu sebagai referensi dalam pengukuran. Setelah pengukuran, raw data yang didapatkan dari pengukuran diubah menjadi format data RINEX untuk kemudian di-upload oleh user ke layanan postprocessing online, dimana proses upload dapat menggunakan fasilitas email atau website. Nantinya penyedia layanan tersebut akan melakukan pengolahan data yang didapat oleh user bersama dengan data stasiun – stasiun CORS yang dipilih oleh user sebagai referensi. Hasil perhitungan koordinat yang didapatkan oleh penyedia layanan akan dikirimkan kembali kepada user. Proses pengolahan dan hasil yang didapatkan nantinya tentu saja tidak dapat dikontrol oleh user, tetapi bagi user yang tidak terlalu mengerti konsep penentuan posisi GPS, layanan online post-processing akan sangat membantu karena user akan mendapatkan hasil koordinat yang diinginkan hanya beberapa jam setelah pengukuran dilakukan dilapangan. 2.6
Komponen - Komponen Pembentuk stasiun CORS
Infrastruktur dari stasiun CORS terbentuk dari 4 komponen utama yaitu monumentasi , receiver , antena, dan radome. Selain itu, dalam pembangunan stasiun CORS juga harus memperhatikan sistem keamanan, jangkauan pelayanan, sistem elektrikal dan jaringan komunikasi dari sistem tersebut. 21
2.6.1
Monumentasi Stasiun CORS
Monumen antena adalah suatu struktur bangunan yang digunakan untuk menjaga antena GNSS agar berada pada posisi yang stabil baik idiatas tanah maupun gedung. Berdasarkan strukturnya, monumen besi bertulang yang ditanam kedalam tanah, merupakan jenis monumentasi stasiun yang paling stabil. Monumentasi ini digunakan pada stasiun tingkat 1 dan 2 jaringan CORSnet-NSW di Australia. Jenis monumentasi besi bertulang tersebut ditunjukan pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7 Monumentasi CORS tipe pilar besi bertulang jaringan CORSnet-NSW [ Guideline for CORSnet-NSW,2012] Selain monumentasi pilar besi bertulang, terdapat juga beberapa jenis monumentasi lainnya, yang digunakan pada jaringan CORS tingkat 3 dan lebih rendah di Australia yang ditunjukan pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8 beberapa jenis monumentasi stasiun CORS : (a) monumentasi tiang berdiri bebas (b) monumentasi clamp style (c) monumentasi terikat dinding (d) monumen tipe pad style dan (e) monumentasi rooftop [Guideline for CORSnet22 NSW,2012]
Selain beberapa tipe monumentasi milik jaringan CORSnet-NSW, UNAVCO juga memiliki beberapa standar monumentasi stasiun yang digunakan sebagai acuan dalam pembangunan stasiun – stasiun CORS. UNAVCO memiliki beberapa tipe monumentasi diantaranya deep drilled braced, shallow drill braced, shallow brace (non-drilled), dan concrette pillar. 2.6.1.1 Monumentasi Deep Drilled Braced Deep drilled braced monument atau biasa disebut UNAVCO DDBM merupakan jenis monumentasi yang paling stabil dan tahan lama serta dapat juga dibangun diatas batuan dasar maupun diatas material yang relatif tidak stabil. DDBM berbentuk tripod, yang tiap kakinya dapat ditanam hingga kedalaman 12 meter dibawah permukaan tanah dan dilas pada bagian atasnya. Contoh dari monumentasi tipe ini ditunjukan pada Gambar 2.9.
Gambar 2.9 UNAVCO DDBM di Nevada, Amerika Serikat [Situs Unavco, 2012] Material yang digunakan dalam pembangunan UNAVCO DDBM diantaranya adalah Pipa baja berulir dengan diameter 1.25 inci, yang ditutupi dengan pipa PVC dengan diameter 2.5 inci. Selain itu, untuk memperkokoh struktur dari kaki-kaki penyangga, maka bagian atas kaki dilas dengan batangan besi. Penggunaan monumen tipe ini membutuhkan biaya yang besar dibandingkan dengan monumentasi lainnya dengan biaya monumentasi berkisar antara $7.500 hingga $15.000.
23
2.6.1.2 Monumentasi Shallow Drill Braced Shallow drilled braced monument atau disebut SDBM merupakan tipe monumentasi stasiun CORS yang terdiri dari 4 sampai 5 kaki baja berdiameter 1 inci yang dibangun dengan konfigurasi tripod dan dibor lalu kemudian dilem menggunakan epoxy diatas lapisan batuan dengan kedalaman sekitar 1.5 hingga 2 meter. SDBM digunakan pada lokasi dimana terdapat lapisan batuan diatas atau didalam 0.5 meter dari permukaan tanah. SDBM idealnya diletakan diatas batuan yang keras dan hanya terjadi sedikit pelapukan atau retakan. Jika terjadi pelapukan ataupun retakan pada sebagian besar lapisan batuan tersebut, maka lapisan tersebut tidak dapat digunakan untuk monumentasi tipe ini. Contoh monumentasi SDBM ditunjukan pada Gambar 2.10. Jika dibandingkan dengan DDBM, maka biaya monumentasi dari SDBM jauh lebih rendah yaitu sekitar $800.
Gambar 2.10 Monumentasi SDBM pada jaringan CORS di Arab Saudi [Situs UNAVCO, 2012]
2.6.1.3 Monumentasi shallow brace (non-drilled) Shallow brace (non-drilled) monument atau disingkat SBM terdiri dari 4 hingga 5 kaki baja dengan diameter ari tiap kaki tersebut sebesar1 inci dan dibangun dalam konfigurasi tripod dan ditanam kedalam substrat tertentu sampai dengan kedalaman
24
1.5-2 meter. Kaki-kaki baja tersebut dilas pada bagian atas guna memperkuat dan menstabilkan posisi antena. Monumen tipe SBM hampir sama dengan SDBM, dengan perbedaan kaki-kaki baja ditanam ke dalam tanah dan tidak dilem menggunakan epoixed. Monumen SBM ini biasanya didirikan pada di lokasi di mana tidak ada lapisan batuan yang memungkinkan untuk didirikan SDBM, seperti ditunjukan pada Gambar 2.11. Biaya yang diperlukan untuk membangun monumen SBM sekitar $800. Meskipun demikian, SBM lebih tidak stabil jika dibandingkan dengan DDBM.
Gambar 2.11 Monumen tipe SBM pada Plate Boundary Observatory (PBO) di Amerika Serikat [Situs UNAVCO, 2012] 2.6.1.4 Monumen concrette pillar (Pilar Beton) Monumen concrette pillar atau pilar beton bertulang dapat bervariasi jenisnya, tetapi pada umumnya merupakan suatu bentuk monumentasi yang
terdiri dari beton
bertulang didalam bentuk tabung yang kongkrit. Antena GNSS diletakan pada suatu pin baja yang ditanam pada bagian teratas dari pilar beton.
Desain dari pilar
monumen ini bergantuk pada ketersediaan material pembentuk, lokasi, kondisi stasiun, dan kebutuhan. Biasanya monumen pilar beton ini mudah untuk dibangun dan dapat digunakan dimana saja dengan material pembentuk yang mudah didapatkan dimana saja dan relatif murah.
25
Gambar 2.12 Concrette pillar di Dar es Saalam, Tanzania [Situs UNAVCO, 2012] Kelemahan dari pilar beton bertulang adalah pilar yang dapat mengalami penurunan seiring berjalannya waktu dan juga tidak dapat menjamin kestabilan monumen dalam jangka waktu yang panjang jika dibandingkan dengan DDBM. Biaya pembuatan monumen ini berkisar antara$500-$2000 bergantung pada material yang dipilih. Selain monumen-monumen tersebut,
tipe monumentasi UNAVCO yang lain
diantaranya adalah thermophile, polar mast, shallow foundation mast, shallow foundation mast, stainless steel pin, dan 5/8” all thread. Pemilihan tipe monumen yang digunakan untuk instalasi antena CORS sangat bergantung pada lokasi, biaya, dan juga kegunaan dari stasiun CORS itu sendiri. Dalam melakukan monumentasi stasiun CORS, beberapa karakteristik dari monumen yang harus diperhatikan diantaranya adalah : -
Monumen yang tahan lama
-
Elevasi yang cukup dari antena untuk meminimalkan obstruksi,
-
Stabil dalam menahan getaran dan deformasi dalam jangka waktu yang lama
-
Mudah dipelihara serta anti karat
-
Dapat meminimalkan efek multipath
-
Desain yang sederhana untuk memudahkan fabrikasi, instalasi, dan pemeliharaan
26
-
Material yang ringan agar tidak membebani struktur bangunan dibawahnya ( pada stasiun diatas gedung)
-
Estetika bangunan
-
Ada standar keamanan pada monumen yang dibangun diatas gedung atau struktur lainnya
Dalam pembangunan stasiun CORS, harus dihindari penggunaan monumen menggunakan alumunium karena sifat alumunium yang mudah memuai jika terkena panas. Pada praktek pembangunan monumen pada stasiun CORS, tiap – tiap jaringan memiliki standar sendiri dalam pembangunan monumen stasiun. Monumentasi stasiun merupakan hal paling mendasar dalam pembangunan stasiun CORS, sehingga sebelum membangun stasiun CORS, harus benar-benar diperhatikan karakteristik dari monumentasi tersebut agar dapat menjaga stabilitas dari antena CORS. 2.6.2
Receiver Stasiun CORS
Banyak operator CORS memilih untuk menggunakan receiver CORS yang berbeda – beda, walaupun begitu, pemilihan receiver GPS yang digunakan di stasiun CORS harus memenuhi ketentuan – ketentuan sebagai berikut : -
Melakukan tracking kode dan fase pada sinyal L1 dan L2 dalam kondisi ada ataupun tidak ada AS (anti-spoofing).
-
Dapat melakukan perekaman data dari 8 satelit yang tampak pada orbit secara bersamaan dan dapat dilakukan pada sudut 10o dari garis horizontal.
-
Dapat melakukan pengamatan data pada interval 30 detik atau lebih kecil
-
Sinkronisasi waktu pengamatan sebenarnya dengan waktu yang ada pada GPS dengan perbedaan kurang lebih 1 ms.
2.6.3
Antena Stasiun CORS
Beberapa ketentuan dalam pemasangan antena stasiun CORS : -
Memiliki pola fase antena yang baik sehingga dapat digunakan bersama antena yang lainnya dengan kesalahan yang dapat diabaikan dan antena tersebu harus memiliki pola fase yang identik. Pusat fase antena absolut harus stabil dengan perbedaan sumbu horisontal tidak lebih dari 2 mm 27
dan sumbu vertikal tidak lebih dari 4 mm, relatif terhadap tipe antena Dorne Margolin choke ring antenna, yang ditunjukan pada Gambar 2.7.
Gambar 2.13 Receiver GPS Dorne Margolin choke ring antenna [Situs Trimble, 2012] -
Mengacu pada True North dengan menggunakan acuan arah utara atau menggunakan kabel connector antena.
-
Terpasang stabil dengan toleransi pergeseran antena sebesar 0.1 mm dari titik tempat antena tersebut diletakkan.
2.6.4
Radomes Stasiun CORS
Radomes (merupakan gabungan dari kata radar dan dome) adalah sebuah struktur yang tahan terhadap segala jenis cuaca dan melindungi antena yang ada didalamnya. Radome dibuat dari bahan – bahan yang tidak menganggu transmisi dan penerimaan sinyal – sinyal elektromagnetik pada antena, dengan kata lain radome tersebut dapat dilewati oleh gelombang radio. Radome diperlukan untuk mencegah terjadinya kerusakan pada antena CORS karena adanya pengaruh cuaca dan juga untuk menjaga keamanan dari receiver tersebut. 2.6.5
Power Stasiun CORS
Pada umumnya stasiun CORS menggunakan tenaga listrik yang terhubung dengan receiver. walaupun demikian, untuk stasiun yang berada pada daerah yang tidak terjangkau dengan listrik, dapat digunakan batu baterai ataupun aki kering, dimana besar voltase dari masing – masing sumber tersebut bergantung pada kebutuhan daya dari tiap stasiun yang berbeda – beda.
28
2.7
Sistem komunikasi data CORS
Guna melakukan pengiriman data koreksi secara real time ataupun post-processing, diperlukan komunikas antara stasiun CORS dengan data center. Dalam aplikasinya, terdapat beberapa sistem komunikasi data yang dapat digunakan guna mendukung kinerja dari jaringan CORS. 2.7.1
Koneksi VPN
Virtual Private Network (VPN) merupakan suatu koneksi antar dua jaringan yang dibuat untuk mengkoneksikan stasiun – stasiun CORS dengan data center ke dalam suatu
jaringan
dengan
menggunakan
infrastruktur
telekomunikasi
umum
danmenggunakan metode enkripsi tertentu sebagaimedia pengamanannya (Kevin, 2001). VPN merupakan sebuah jaringan private yang menghubungkan satu node jaringan ke node jaringan lainnya dengan menggunakan jaringan publik seperti Internet. Data yang dilewatkanakan di-encapsulation (dibungkus) dan dienkripsi seperti pada Gambar 2.8, supaya data tersebut terjamin kerahasiaannya. Tunnel mengambarkan paket data yang di-encapsulation (dibungkus) melewati interkoneksi jaringan.
Gambar 2.14 Tunelling VPN
Dengan menggunakan VPN, seakan-akan dibuatjaringan khusus dengan melewati jaringan publik seperti Internet, teknologi ini memungkinkan dapat mereduksi biaya dan aman karena menggunakan metode enkripsi. Selain itu, keuntungan menggunakan VPN adalah, lebih ekonomis dan lebih murah jika dibandingkan dengan solusi lain karena interkoneksi dilewatkan di jaringan internet dan tidak memerlukan perangkat khusus jika infrastruktur yang telah ada mendukungjaringan VPN.
29
2.7.2
Komunikasi point to point wireless radio
Konsep dasar dari komunikasi radio adalah transmisi sinyal antara dua antena yang berada pada line of sight. Line of sight adalah suatu teknik pentransmisian sinyal dimana antara dua terminal yang saling berhubungan benar-benar tidak ada obstacle yang menghalanginya (bebas pandang) sehingga sinyal dari pengirim dapat langsung mengarah dan diterima di sisi penerima. Pada sistem komunikasi data CORS menggunakan radio, tiap stasiun CORS yang telah dilengkapi dengan antena radio akan mengirimkan sinyal berisi data ke stasiun lain yang berada pada line of sight stasiun tersebut. Untuk dapat membuat stasiunstasiun CORS tersebut berada pada line of sight, pembangunan stasiun CORS harus memperhatikan berbagai macam faktor yang nantinya dapat menganggu transmisi sinyal stasiun CORS yaitu diantaranya adalah kondisi topografi wilayah, kelengkungan bumi, dan cuaca. Sistem komunikasi radio ini digunakan pada jaringan CORS di California, Amerika Serikat, dan dapat mencapai interval jarak 150 km. Keunggulan dari sistem komunikasi radio ini adalah harganya yang murah dan dapat digunakan pada daerah-daerah terpencil yang tidak memilii insfrastruktur komunikasi yang baik, sehingga sering digunakan pada jaringan CORS yang biasanya merupakan jaringan skala besar dan berada pada remote area. Kelemahan sistem ini terletak pada ketahanannya menghadapi kondisi alam, karena sistem ini dapat saja mati secara keseluruhan meskipun hanya satu antena yang mati. Tidak berfungsinya satu antena radio pada sistem ini akan mengakibatkan putusnya hubungan antar stasiun CORS yang menggunakan sistem komunikasi ini, karena sistem ini saling menghubungkan satu stasiun ke lainnya. 2.7.3
Komunikasi internet
Internet merupakan sistem global dari seluruh jaringan komputer yang saling terhubung menggunakan standar Internet Protocol Suite (TCP/IP) untuk melayani miliaran pengguna di seluruh dunia. Penggunaan sistem internet juga digunakan pada stasiun CORS, dimana tiap – tiap stasiun akan dilengkapi dengan modem yang berguna untuk melakukan koneksi data dari stasiun ke server data.
30
Penggunaan internet ini relatif murah tetapi harus didukung dengan cakupan area yang dapat melakukan koneksi internet. Luasnya jaringan CORS membuat penggunaan internet terkadang tidak dapat digunakan pada daerah – daerah terpencil yang tidak memiliki akses internet yang baik. Selain itu, tidak semua daerah yang memiliki koneksi internet dapat menyediakan akses internet stabil yang tidak terputus, sehingga terkadang penggunaan akses internet tidak dipilih pada daerah – daerah tertentu.
31