BAB 1V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Hasil Penelitian 4.1.1 Sejarah Singkat SMK Negeri I Gorontalo
SMK Negeri 1 Gorontalo didirikan pada tahun 1954 dengan nama SMEA Gorontalo dan masih berstatus swasta. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 4404/B/III tanggal 31 Agustus Tahun 1955 dirubah statusnya menjadi Negeri dengan nama SMEA Negeri Gorontalo. Pada tahun 1997 sesuai Surat Keputusan Kepala Bidang Dikmenjur Kanwil Propinsi Sulawesi Utara Nomor 219/I16.8/LL/1997 tanggal 16 Oktober 1997 tentang perubahan nama SMEA Negeri Gorontalo menjadi SMK Negeri 1 Gorontalo.
SMK Ngeri I Goronalo adalah Sekolah menengah kejuruan tertua dan terbesar di kota Gorontalo, Sejak berdirinya hingga sekarang SMK Negeri 1 Gorontalo telah beberapa kali terjadi pergantian pimpinan (kepala sekolah) sebagaimana terlihat pada tabel berikut.
Hingga mencapai usia emasnya (50 tahun) sekolah ini tetap menunjukkan eksistensi sebagai sekolah menengah kejuruan yang berkembang secara dinamis, produktif, kreatif, dan inovatif, sehingga makin memperoleh kepercayaan dari duniausaha dan industri maupun masyarakat luas.
Dari tahun ke tahun animo (minat) untuk mendaftar di SMK Negeri I
Gorontalo semakin meningkat, hal ini antara lain disebabkan keterserapan lulusan SMK Negeri I Gorontalo di dunia kerja, prestasi bidang akademik (intrakurikulerf sebagai ) dan ekstrakurikuler melalui terobosan produktif,
kreatif dan inovati, sebagai pusat ITC dan ECT di Provinsi
Gorontalo, serta SMK Negeri I Gorontalo berpotens standar Internasional, berdasarkan SK Dirjen Ditdikmenjur No. 026/C5.3/MN/2005 tentang penetapan SMK berstandar Internasional
dengan program keahlian (kejuruan) Unggulan Usaha Jasa Pariwisata (UJP). Pada Tahun 2006 SMK Negeri I Gorontalo menetapkan komitmen untuk mencapai predikat sebagai SMK bersertifikat ISO, yaitu sertifikat pengakuan dari organisasi dunia yang saat ini beranggotakan 27 Negara. Untuk mencapai predikat tersebut maka SMK Negeri I Gorontalo memaksimalkan pencapaian visi dan misi.
4.1.2 Nama-nama kepala sekolah yang pernah menjabat di SMK Negeri I Gorontalo
Nama Kepala Sekolah No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Nama Urip Tjitrosuwarno A. Monoarfa Soepono Djamal B Husain Hamidun Muchsin Bouto Drs. Bagenda Mudjarab Rizam M. Rauf, BA Drs. Samir Badu, M.Pd Suryadi, S.Pd Drs. Rustam Umalu, M.Si
Masa Jabatan 1954 – 1955 1955 – 1955 1955 – 1958 1958 – 1962 1962 – 1967 1967 – 1980 1980 – 1992 1992 – 2000 2000 – 2008 2008 – 2009 2009 – Sekarang
4.1.3 Visi dan Misi SMK Negeri I Gorontalo Visi Lembaga Pendidikan Dan Pelatihan Yang Dapat Menghasilkan Tamatan Yang Profesional Dan Mandiri Misi
1. Meningkatkan Manajemen Sekolah Dengan Pendekatan Bisnis 2. Meningkatkan Mutu Pembelajaran 3. Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Inggris Bagi Warga Sekolah 4. Meningkatkan Kerja Sama Dunia Usaha Dan Industri 5. Mengembangkan Jiwa Kewirausahaan Warga Sekolah 6. Mengembangkan Kegiatan Ekstrakurikuler Dan Kreativitas Siswa 7. Meningkatkan Kesehatan, Kebersihan, Keindahan, Kerindangan Serta Kenyamanan Lingkungan Sekolah.
4.2 Hasil Penelitian 4.2.1
Efektivitas
Pembinaan
Karakter
Melalui
Mata
Pelajaran
Pendidikan
Kewarganegaraan Salah satu mata pelajaran yang cenderung pada salah satu pembinaan karakter atau domain afektif yaitu mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). PKn merupakan mata pelajaran yang wajib diberikan disemua jenjang pendidikan dari SD, SMP, SMA/SMK dan sampai ke Perguruan Tinggi. PKn merupakan mata pelajaran yang wajib bagi semua peserta didik. Sebab, PKn membawa missi menjadikan warga negara menjadi warga negara yang berkarakter baik. Mata pelajaran PKn merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter, sesuai yang diamanatkan oleh pancasila dan UUD 1945. Melalui PKn peserta didik diharapkan tidak
hanya
mampu
menguasai
aspek
kognitif
(pengetahuan),
(keterampilan), tetapi yang tidak kalah penting yaitu aspek afektif (sikap) .
aspek
psikomotorik
Kenyataan dilapangan berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa guru PKn di SMK Negeri I Gorontalo dan juga pengamatan peneliti, diketahui bahwa pada umumnya mereka menilai hasil belajar siswa dengan menggunakan tes dan lebih menekankan pada aspek kognitif yang menenkankan kepada pengulangan materi dengan cara mengingat dan menghafal sejumlah materi. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Ibu Sitti Yowan (guru PKn), beliau mengatakan bahwa: “proses pembelajaran akan berakhir biasanya saya memberikan ujian berupa tes tertulis kepada peserta didik. Itupun memberian ujiannya tidak setiap kali pertemuan, kalau lagi tidak memberikan ujian biasanya waktu tersebut dipergunakan untuk mengingatkan kembali materi yang sudah dijelaskan dan juga memberitahukan materi yang akan dipelajari minggu depan (wawancara pada tanggal 21 april 2013) Hal ini ditambahkan juga oleh ibu Farida Alamri (guru PKn), beliau mengatakan bahwa: “Setiap proses pembelajaran kalau masih banyak waktu saya selalu memberikan pertanyaan tentang materi yang sudah dijelaskan dengan begitu saya bisa mengetahui dan mengukur sampai dimana mereka menguasai dan paham dengan apa yang sudah dijelaskan. (wawancara pada tanggal 22 april 2013).
Hal ini juga ditambahkan oleh peserta didik Sadam Mansur (kelas XII Akuntansi), menyampaikan bahwa : “Kebanyakan guru lebih cenderung bagaimana peserta didik menguasai menanyakan kembali materi yang sudah diajarkan tadi. (wawancara pada tanggal 22 april 2013). Hal ini juga diperkuat oleh observasi peneliti terhadap proses pembelajaran di kelas X TKJ (Tekhnik komputer dan jaringan) dan kelas XI Administrasi Perkantoran yang mana guru tepat waktu masuk kedalam kelas dan langsung mengucapkan salam kemudian berdoa sebelum Dari awal hingga akhir pelajaran, kemudian mengecek kehadiraan siswa, menegur siswa yang
terlambat kemudian menyuruhnya duduk, dan pada saat proses pembelajaran akan berakhir guru memberikan pertanyaan terkait materi yang sudah diajarkan. (pada tanggal 21 april 2013). Hal ini juga diperkuat lagi oleh observasi peneliti terhadap proses pembelajaran di kelas X1 Administrasi Perkantoran dan kelas X2 RPL (Rekayasa Perangkat Lunak), guru tepat waktu masuk ke dalam kelas dan langsung mengucapkan salam kemudian berdoa sebelum Dari awal hingga akhir pelajaran, kemudian mengecek kehadiraan siswa, dan pada saat proses pembelajaran akan berakhir guru memberikan pertanyaan terkait materi yang sudah diajarkan kemudian memberikan ujian tertulis (observasi pada tanggal 1 mei 2013). Terkait dengan program pembinaan karakter yang diaplikasikan melalui pendidikan karakter di SMK Negeri I Gorontalo, wawancara dilakukan kepada Bapak Rustam Umalu (Kepala Sekolah), beliau mengatakan bahwa : “Sekolah kami telah melakukan program terkait dengan pembinaan karakter Dan dalam karakter yang perlu diajarkan kepada peserta didik, sekitar 7 nilai karakter yang sudah diterapkan di SMK Negeri I Gorontalo dan pada tahun 2011 mulai diterapkan program nilai religius, peduli sosial, kerja sama, disiplin, mandiri kemudian pada tahun 2013 program nilai kreatif dan inovatif. Dan alasan kenapa pihak sekolah hanya menerapkan 7 karakter karena mereka beranggapan bahwa 7 nilai karakter ini merupakan dasar dan merupakan hal yang sangat krusial sekali dan merupakan dasar dalam pengembangan diri peserta didik. Dan dalam ke 7 karakter itu yang sulit untuk diterapkan adalah masalah disiplin karena menurut kepala sekolah masalah disiplin tidak bisa diterapkan pada orang-orang tertentu, ada siswa yang memiliki kebiasan tidur malam sudah lewat pada jam tidur atau sudah tengah malam sehingga dia terlambat ke sekolah akibatnya tidak bisa hadir pada jam pertama dan kedua, dan juga masalah emergency seperti bus terlambat menjemput. (wawancara pada tanggal 20 april 2013). Hal ini ditambahkan oleh ibu Sitti Yowan (guru PKn) terkait masalah perilaku siswa yang paling sulit untuk dirubah, beliau mengatakan bahwa: “Salah satu perilaku yang paling sulit untuk diterapkan atau di rubah perilaku peserta didik adalah masalah disiplin seperti siswa yang terlambat ke sekolah dan masalah kerapihan dalam berbusana. Lebih lanjut beliau menjelaskan mengapa masih banyak banyak siswa yang datang terlambat disebabkan karena mereka kesulitan menesuaikan waktu karena sebelumnya bel masuk pada pukul 07.00 sekarang pukul 06.30 sudah harus berada didalam kelas. Dan masalah kerapihan merupakan salah satu perilaku yang sulit
dirubah, menurutnya hanya pada saat proses pembelajaran didalam kelas mereka rapih itupun nanti disuruh atau kalau ada guru yang selalu memastikan kerapihan berpakaian sebelum pembelajaran dimulai, tetapi hanya pada saat ketika proses pembelajaran berakhir atau pada saat jam isterahat kemejanya berada diluar. Dan upaya yang dilakukkannya dalam masalah disiplin ini dengan memerikan pengertian dan nasehat terus menerus, dan biasanya apabila ketahuan mengeluarkan pakaiannya diluar ketika jam isterahat sanksinya berupa dimarahi dan sampe sanksinya berupa dicubit tetapi mereka tetap tidak jerah juga” ( wawancara pada tanggal 21 april 2013). Hal ini juga ditambahkan oleh ibu Farida Alamri (guru PKn) beliau mengatakan bahwa: “Masalah disiplin seperti terlambat ke sekolah dan membolos pada saat proses pembelajaran akan dimulai merupakan perilaku yang masih sulit untuk dirubah. Kemudian ketika proses pembelajaran sudah berjalan selama 15 menit ada peserta didik yang masuk kelas ditambah peserta didik tersebut sering melakukan kesalahan yang sama datang terlambat dia selalu memberikan sanksi berupah berdiri didepan kelas” (wawancara pada tanggal 22 april 2013). Hal ini juga ditambahkan oleh ibu Erni Rusli (guru bahasa Inggris), beliau mengatakan bahwa: “Mengenai masalah disipilin seperti peserta didik yang terlambat ke sekolah setiap hari hampir mencapai 30 orang “(wawancara tanggal 9 juni 2013). Pendapat ini juga diperkuat oleh observasi peneliti, sekitar 30 peserta didik terlambat ke sekolah dan ketika jam isterahat hampir sebagian besar peserta didik yang laki-laki kemejanya berada diluar . (observasi tanggal 23 April 2013). Kemudian diperkuat lagi oleh observasi peneliti, masih banyak peserta didik juga yang terlambat, dan pada jam isterahat masih banyak yang kemejanya berada diluar. ( observasi pada tanggal 3 Mei 2013). Selain masalah disiplin seperti terlambat kesekolah, membolos dan soal kerapihan dalam berbusana, masih terdapat perilaku yang tidak baik yang lainnya yaitu perkelahian antar peserta didik, seperti yang disampaikan oleh Bapak Rustam Umalu (Kepala Sekolah) belia mengatakan: “ Hampir tiap hari ada siswa yang berkelahi dan kebanyakan kelas X, beliau beranggapan bahwa ini terjadi karena mereka belum bisa menyesuaikan diri di lingkungan sekolah yang baru. Dan upaya untuk mengatasinya menurut beliau dengan memberikan sanksi
yang keras berupa selama 2 minggu di skors dan sanksi ini terbukti ampuh terbukti jumlah yang perkelahian mulai berkurang setiap harinya” (wawancara pada tanggal 20 April 2013). Hal ini juga ditambahkan oleh Ibu Hj Ningsih Langago ( Koordinator BK), beliau mengatakan bahwa: “Hampir setiap hari ada kasus perkelahian yang mereka tangani dan kebanyakan menyangkut faktor kesalahpahaman, karena bersenggolan dan juga karena faktor cemburu. Dan apabila sudah tiga kali melakukan perbuatan tersebut orang tuanya langsung diundang oleh pihak sekolah (wawancara pada tanggal 20 april 2013).
Selain masalah seperti yang dijelaskan diatas, masalah merokok merupakan perbuatan yang sering terjadi, menurut Bapak Rustam Umalu (Kepala Sekolah), beliau mengatakan bahwa: “Setiap seminggu sekali pada hari sabtu selalu dilakukan penggeledahan, dimulai dari tas- tas peserta didik sampai ke semua sudut sekolah, setelah digeledah didalam tas mereka didapati ada yang membawa rokok dan ada juga kedapatan sedang merokok di kantik sekolah (wawancara tanggal 23 april 2013).
Hal ini juga ditambahkan oleh ibu Hj Ningsih Langago ( Koordinator BK), beliau mengatakan bahwa: “ Pernah dilakukan tes Akhlak Mulia sekitar 80% peserta didik laki-laki sudah pernah merokok, dan ada peserta didik yang merokok sejak mereka masih SMP” (wawancara pada tanggal 20 april 2013).
Pendapat ini diperkuat oleh observasi peneliti, dan melihat pada jam isterahat ada sejumlah peserta didik berkumpul dirumah warga disamping sekolah dan beberapa diantaranya ada yang sedang merokok. (observasi pada tanggal 23 april 2013). Observasi berikutnya dilakukan oleh peneliti, dan melihat pada jam isterahat ada peserta didik sedang merokok di sebuah warung yang letaknya berada didepan sekolah. (observasi pada tanggal 3 Mei 2013).
Masalah yang pernah terjadi di SMK Ngeri I Gorontalo yaitu kasus tawuran dan peserta didik yang hamil diluar nikah, seperti yang diungkapkan oleh Bapak Rustam Umalu (kepala sekolah) terkait dengan kasus tawuran dan peserta didik yang hamil diluar nikah, beliau mengungkapkan : “Setiap kali ada pertandingan sekolah pasti terjadi tawuran karena masing-masing pendukung dari tiap sekolah yang tidak bisa menerimah kekalahan dan dia berusaha untuk tahun ini tidak ada peserta didik yang melakukan tawuran. Dan terkait masalah peserta didik yang hamil diluar nikah menurutnya setiap tahun sampai empat orang yang dilaporkan dan diketahui oleh pihak sekolah dan untuk tahun ini belum ada laporan yang kami terimah peserta didik yang hamil dan menurutnya sanksi yang diberikan oleh pihak sekolah yaitu dengan mengeluarkan dari sekolah peserta didik tersebut karena menurutnya masalah itu bisa membawa efek negatif yang begitu besar kepada peserta didik lainnya. Dan menurutnya sanksi tersebut tidak berlebihan karena sekarang sudah ada program paket C dan peserta didik tersebut bisa melanjutkann ke paket C. (wawancara pada tanggal 20 april 2013). Hal ini ditambahkan oleh ibu Hj Ningsih Langago (koordinator BK) terkait peserta didik yang hamil diluar nikah, beliau mengungkapkan bahwa: “Dia tidak menyangkal dengan jumlah siswa yang begitu banyak pasti ada peserta didik yang melakukannya dan memang ada kasus seperti ini yang dilaporkan kepada pihak sekolah. (wawancara tanggal 20 april 2013).
Pelaksanaan pembinaan karakter melalui mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dinilai tidak efektif oleh guru PKn karena, hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh ibu Sitti Yowan beliau mengatakan bahwa: “Pembinaan karakter melalui mata pelajaran ini dinilai kurang efektif karena dalam seminggu hanya satu kali pertemuan dan pertemuannya tidak sampai dua jam, sehingga mereka memiliki kesulitan dalam merubah perilaku siswa. (Wawancara pada tanggal 21 april 2013). Hal yang sama ditambahkan oleh ibu Faridah Alamri
(guru PKn), beliau
mengungkapkan bahwa: karakter merupakan sesuatu yang memerlukan waktu untuk merubahnya dia membutuhkan nasehat dan bimbingan yang terus menerus sedangkan mata pelajaran PKn
hanya terdapat satu kali pertemuan dalam seminggusehingga dinili kurang efektif kalau pembinaan karakter hanya melalui mata pelajaran PKn. (wawancara pada tanggal 22 april 2013).
Pendapat ini didukung oleh sejumlah data pelanggaran peserta didik Tahun Ajaran 2012/2013. Antara lain untuk jenis pelanggaran perkelahian berjumlah 11 kasus, merokok berjumlah 8 kasus, membolos berjumlah 8 kasus, terlambat berjumlah 9 kasus, sehingga total keseluruhan berjumlah 35 kasus pelanggaran. (sumber data berasal dari ruang Unit BK). Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa efektivitas pendidikan karakter melalui pendidikan Kewarganegaraan (PKn) masih dirasakan belum efektif mengantarkan peserta didik untuk memiliki kepribadian dan moralitas yang baik hal ini disebabkan oleh mata pelajaran ini hanya terdapat satu kali pertemuan dalam seminggu dan setiap kali pertemuan tidak sampai dua jam. Kenyataan dilapangan berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa guru PKn dan pengamatan peneliti selama proses pembelajaran di SMK Negeri I Gorontalo, diketahui bahwa pada umumnya guru menilai hasil belajar siswa dengan menggunakan tes dan lebih menekankan pada aspek kognitif yang menenkankan kepada pengulangan materi dengan cara mengingat dan menghafal sejumlah materi.
4.2.2 Faktor apa saja yang menjadi kendala dalam pelaksanaan pembinaan karakter melalui Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SMK Negeri I Gorontalo 1. Faktor Keluarga (orang tua) Keluarga merupakan faktor yang paling penting dalam pembentukan karakter anak. Keluarga adalah lingkungan yang pertama dan utama dikenal oleh anak, jadi dalam lingkungan
keluargalah watak dan kepribadian anak akan dibentuk yang sekaligus akan mempengaruhi perkembangannya di masa depan. Di mata anak, orang tua (ayah ibu) adalah figur atau contoh yang akan selalu ditiru oleh anak-anaknya. Oleh sebab itu, ayah ibu harus mampu memberi contoh yang baik pada anakanaknya, memberi pengasuhan yang benar serta mencukupi kebutuhan-kebutuhannya dalam batasan yang wajar. Tapi kenyataannya, Salah satu faktor yang menjadi kendala dalam pembinaan karakter di SMK Negeri I Gorontalo adalah faktor keluarga (orang tua), seperti yang diungkapkan oleh Bapak Rustam Umalu (kepala sekolah), beliau mengatakan bahwa: “Faktor yang menjadi kendala dalam penerapan pembinaan karakter di sekolah ini salah satunya juga orang tua, dimana banyak orang tua yang terlalu sibuk dan tidak tau bagaimana mendidik anak yang baik, dan karakter dipengaruhi oleh faktor keluarga yaitu pola asuh orang tua. Sekolah apabila didapati menyimpan rokok didalam tas akan dikenakan sanksi apalagi sampai ketahuan sedang merokok, tetapi ada kasus orang tua kalau pergi ke luar kota selain anaknya diberi uang saku juga diberi uang rokok. Ketika di ketahui dan kemudian orang tuanya di undang oleh pihak sekolah, alasannya dia tidak tega kalau sampai anaknya meminta rokok pada orang lain. (wawancara dilakukan pada tanggal 20 april 2013).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pola asuh orang tua menjadi faktor yang menjadi kendala dalam pembinaan karakter peserta didik. Karena keluarga merupakan wahana pertama dan utama bagi pendidikan karakter anak dan waktu yang relatif lebih banyak di habiskan peserta didik yaitu dilingkungan keluarga. Apabila keluarga gagal atau tidak bisa memberikan pendidikan karakter pada anak-anaknya, maka akan sulit bagi institusi-institusi lain diluar keluarga (termasuk sekolah) untuk memperbaikinya. 2.Faktor Sekolah (guru) Sekolah merupakan faktor yang sangat penting dalam pembentukan karakter peserta didik. Walaupun pembentukan karakter merupakan tugas utama keluarga, namun sekolahpun
ikut bertanggung jawab terhadap kegagalan pembentukan karakter dikalangan para peserta didik, karena proses pembudayaan menjadi tanggung jawab sekolah. Dan dalam lingkungan sekolah peran guru sangat penting dalam membentuk peserta didik yang berkarakter. Karena peran mereka yang sangat penting itu sehingga keberadaanya tidak dapat tergantikan oleh siapapun. Adapun faktor yang menjadi kendala dalam pembinaan karakter melalui mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SMK Negeri I Gorontalo yaitu jumlah guru PKn yang hanya berjumlah 6 orang guru. Hal ini seperti apa yang diungkapkan oleh Bapak Rustam Umalu (kepala sekolah) beliau mengungkapkan bahwa: ”Guru PKn mengalami kesulitan dalam menghadapi perilaku siswa hal ini disebabkan oleh jumlah siswa yang begitu banyak sedangkan guru PKn hanya berjumlah 6 orang guru. (wawancara pada tanggal 20 april 2013). Hal ini ditambahkan oleh guru PKn ibu Sitti Yowan (guru PKn) beliau mengatakan bahwa: “Faktor yang menjadi kendala guru dalam pembinaan karakter siswa yaitu jumlah guru yang hanya 6 orang guru sedangkan jumlah peserta didik yang begitu banyak berjumlah 2441 peserta didik sehingga sangat menyulitkan kami.. (wawancara pada tanggal 21 april 2013) Pelaksanaan terkait dengan pembinaan
karakter di SMK Negeri I Gorontalo baru
berjalan sekitar dua tahun sehingga baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilainilai saja, dan belum pada tahap bagaimana menginternalisasi dan pengamalan nyata dalam kehidupan sehari-hari peserta didik dimasyarakat. Ini dibuktikan dengan peneliti memberikan pertanyaan ke sejumlah siswa tentang apa itu karakter dan karakter yang baik itu yang bagaimana, mereka bisa menjawab dengan baik. Seperti pertanyaan diberikan kepada peserta didik bernama Dani Septian (kelas X), berikut petikan wawancaranya: “Karakter itu adalah sikap, sifat yang membedakan seseorang dengan orang lain, dan karakter yang baik itu seperi berbicara dengan sopan, menghargai pendapat orang lain, dan menghormati orang yang lebih tua (wawancara pada tanggal 30 april 2013).
Pertanyaan yang sama juga diberikan kepada siswa bernama Rahmiyati lajuma dan Sri Wahyuni Tangahu (kelas XII Perkantoran), berikut petikan wawancaranya: “Karakter itu adalah sifat atau prilaku dan karakter yang baik itu seperi menaati peraturan sekolah dan menghargai orang lain. (wawancara pada tanggal 30 april 2013). Pelaksanaan pembinaan karakter melalui aplikasi “pendidikan karakter” di SMK Negeri I Gorontalo baru berjalan sekitar dua tahun lebih dan mungkin belum ada perubahan perilaku yang sangat signifikan atau baru pada tingkat pengenalan nilai dan norma-norma saja belum pada tingkat bagaimana peserta didik mengamalkannya dalam kehidupan di masyarakat, tetapi ini merupakan upaya yang dilakukkan oleh pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional mencanangkan penerapan pendidikan karakter bagi semua tingkat pendidikan, dan hal yang sama juga dilakukan oleh SMK Negeri I Gorontalo dengan membuat program pembinaan karakter. Banyak harapan yang ingin dicapai tidak hanya oleh para guru tetapi juga oleh peserta didik itu sendiri dengan adanya pendidikan karakter ini. Seperti yang disampaikan oleh siswa bernama Muhammad Andi (kelas XI), berikut petikan wawancaranya: “Berharap bahwa dengan adanya pendidikan karakter bisa mencapai cita-cita yang baik, bisa membahagiakan orang tua dan Negara dan dapat merubah perilaku agar lebih baik lagi. ( wawancara pada tanggal 30 april 2013).
Hal yang sama juga diungkapkan oleh siswi bernama Fatma Nantuli (kelas XII ), berikut petikan wawancaranya: “Berharap dengan adanya pendidikan karakter dapat membentuk prilaku siswa lebih baik lagi”. (wawancara pada tanggal 30 april 2013).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa walaupun pembentukan karakter merupakan tugas utama keluarga, namun sekolahpun ikut bertanggung jawab
terhadap kegagalan
pembentukan karakter dikalangan peserta didik, karena proses pembudayaan menjadi tanggung jawab sekolah. Tetapi jumlah guru PKn yang tidak sebanding dengan jumlah peserta didik menjadi kendala dalam merubah perilaku peserta didik. 4.3 Pembahasan 4.3.1
Efektivitas pembinaan Kewarganegaraan.
Karakter
Melalui
Mata
Pelajaran
Pendidikan
Pelaksanan pembinaan karakter Melalui Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, yang diaplikasikan melalui “Pendidikan Karakter” yang terintegrasi kesemua mata pelajaran disemua jenjang lembaga-lembaga pendidikan merupakan salah satu solusi dalam merubah karakter Bangsa. Untuk merubah karakter pada anak dari yang tidak baik manjadi berkarakter baik memang memerlukan waktu yang cukup lama dan untuk mengatasi masalah karakter yang kurang baik salah satunya yaitu dengan merealisasikan akhlak mulia dalam kehidupan setiap orang, maka pembudayaan akhlak mulia menjadi suatu hal yang niscaya. Di Sekolah atau lembaga Pendidikan, upaya ini dilakukan melalui pemberian mata pelajaran pendidikan akhlak, pendidikan moral, pendidikan etika, atau pendidikan karakter. Di Indonesia misi ini diemban oleh
mata pelajaran pokok, yakni Pendidikan Kewarganegaraan karena salah satu tujuan
matapelajaran ini adalah membentuk peserta didik menjadi warga negara yang berkarakter baik. Tetapi, pemberian mata pelajaran ini dianggap belum efektif mengantarkan peserta didik memiliki karakter atau perilaku yang baik, ini terbukti masih banyak guru lebih cenderung bagaimana peserta didik lebih menguasai materi, menghafal materi atau lebih kepenguasaan kognitif dan cenderung mengabaikan aspek afektif (sikap).
Segala upaya harus dilaksanakan untuk membekali guru dalam menjalankan fungsinya sebagai aktor penggerak sejarah peradaban manusia dengan melahirkan kader-kader masa depan bangsa yang berkualitas sempurna, tidak hanya dalam sisi akademik, psikomotorik tetapi yang sangat penting dalam segi afektif. Berdasarkan hasil peneltian tentang efektivitas pendidikan karakter melalui Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) masih dirasakan belum efektif mengantarkan peserta didik untuk memiliki kepribadian dan moralitas yang baik hal ini disebabkan oleh mata pelajaran ini hanya terdapat satu kali pertemuan dalam seminggu dan setiap kali pertemuan tidak sampai dua jam. Kenyataan dilapangan berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa guru PKn dan observasi peneliti selama proses pembelajaran di SMK Negeri I Gorontalo, diketahui bahwa pada umumnya mereka menilai hasil belajar siswa dengan menggunakan tes dan lebih menekankan pada aspek kognitif yang menenkankan kepada pengulangan materi dengan cara mengingat dan menghafal sejumlah materi dan menilai hasil belajar siswa dengan menggunakan tes. Menurut Sudrajat (dalam Aunillah, 2011 : 38), bahwa secara konseptual maupun empiris, aspek afektif memegang peranan yang sangat penting terhadap tingkat kesuksesan seseorang dalam bekerja maupun menghadapi kehidupan secara keseluruhan. Selanjutnya
menurut
Goleman
dalam
Turmudhi
(2003)
menyebutkan
bahwa
kepribadian/karakter yang jauh lebih besar peranannya dibanding kemampuan intelektual dalam mengantar kejayaan suatu bangsa. Dalam proses pembelajaran guru menyampaikan suatu hal tidak hanya berdasarkan teori saja tetapi dipraktekkan langsung karena guru merupakan seorang model dalam karakter, seperi guru harus datang tepat waktu (contoh nilai yang ditanamkan adalah disiplin, guru mengucapkan salam dengan ramah kepada siswa ketika memasuki ruangan kelas ( contoh nilai yang
ditanamkan adalah santun dan peduli, berdoa sebelum Dari awal hingga akhir pelajaran (nilai yang ditanamkan adalah religius), mengecek kehadiraan siswa ( contoh nilai yang ditanamkan adalah disiplin dan rajin), mendoakan siswa yang tidak hadir karena sakit atau karena halangan lainnya (nilai yang ditanamkan adalah religius dan peduli), memastikan siswa yang datang tepat waktu (contoh nilai yang ditanamkan adalah disiplin), menegur siswa yang terlambat dengan sopan (contoh nilai yang ditanamkan adalah disiplin, santun, dan peduli.), dan mengaitkan materi yang akan dipelajari dengan karakter, semua ini merupakan faktor yang harus diperhatikan oleh guru. Dan tentunya yang paling penting adalah bagaimana guru merancang sebuah strategi agar mata palajaran pendidikan kewarganegaraan menjadi mata pelajaran yang menarik, mudah dan menyenangkan, sehingga pembinaan karakter dapat dengan mudah diterimah oleh mereka dan juga harus memberikan suatu reward atau penghargaan walaupun cuman berupa pujian kepada siswa yang berperilaku baik dengan begitu akan memberikan motivasi lagi kepada mereka untuk lebih baik lagi dan peserta didik yang sering perperilaku yang kurang baik akan termotivasi juga untuk merubah perilakunya menjadi lebih baik. Suatu usaha yang sederhana tetapi sangat memberikan dampak yang sangat besar buat peserta didik. Dan alternatif lainnya agar bisa lebih optimal dengan mengingat kuantitas waktu yang ada tidak sampai dua jam berada didalam kelas sehingga pembinaan karakternya guru harus bisa membuat suatu kegiatan atau rencana pembinaan karakter diluar sekolah. Artinya, semakin menyemarakkan berbagai kegiatan ekstrakurikuler di sekolah, para siswa tidak hanya memahami pelajaran secara keseluruhan di kelas saja, tetapi juga bisa diwujudkan dalam berbagai kegiatan ekstrakurikuler yang tentunya sarat nilai dan saling terintegrasi dengan kegiatan sekolah. Persoalan seputar kedisiplinan seperti terlambat kesekolah dan masalah kedisiplinan lainnya perlu ditanggapi secara serius dan sekolah perlu dengan berani menetapkan kebijakan
pembentukan karakter bagi sekolahnya sendiri, terutama berkaitan dengan hal-hal yang mendasar yang bisa dijadikan penilaian bagi perilaku. Data- data tentang masalah kedisiplinan bisa dijadikan sebagai penentu kelulusan atau kenaikan siswa tentunya harus sepengetahuan orang tua ketika kebijakan ini akan diambil. Karena lembaga pendidikan sampai sekarang lebih mengutamakan dan mempergunakan penilaian kelulusan dan kenaikkan melalui kriteria kemampuan akademis semata. Jika ada siswa yang pandai namun tidak disiplin, sekolah ternyata tetap harus meluluskannya, sebab secara akademis anak tidak memiliki masalah. Situasi seperti ini sebenarnya bertentangan dengan tujuan Pendidikan karakter yang ingin membentuk sistem nilai yang akan berguna bagi bekal kehidupan peserta didik. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pembinaan karakter melalui mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan tidak akan efektif mengantar peserta didik memiliki karakter atau perilaku yang baik, ini terbukti karena masih banyak guru lebih cenderung bagaimana peserta didik lebih menguasai materi, menghafal materi atau dengan kata lain lebih cenderung ke penguasaan kognitif dan cenderung mengabaikan aspek afektif (sikap). Guru selalu menggunakan waktu sebelum proses pembelajaran berakhir hanya dipergunakan untuk memberikan evaluasi tentang materi yang sudah diberikan dan juga melakukan post test atau tes tertulis yang tujuannya untuk mengetahui apakah siswa benar-benar masih mengingat atau menguasai materi yang telah diajarkan pada saat itu, jarang memberikan nasehat, bimbingan maupun diskusi mengenai masalah-masalah yang menarik yang sedang terjadi dan bagaimana peserta didik bersikap yang baik di lingkungan sekolah, lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat. Hal ini tidak bisa diabaikan karena kesuksesan seseorang tidak semata-mata dipengaruhi oleh pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga oleh keterampilan mengelolah diri sendiri.
4.3.2 Faktor – Faktor Yang Menjadi Kendala Dalam Pelaksanaan Pembinaan Karakter Melalui Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan 1. Faktor Keluarga (orang tua) Sampai saat ini, banyak pihak yang sepakat bahwa keluarga ialah sekolah pertama bagi peserta didik. Oleh karena itu, peran orang tua dalam membentuk karakter sekaligus dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan merupakan faktor yang sangat menentukan.keberhasilan peserta didik berubah menjadi pribadi yang berpendidikan dan berkarakter baik bukan sematamata hanya tugas guru di sekolah, melainkan juga orang tua dalam keluarga. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pola asuh orang tua salah satu faktor yang menjadi kendala dalam pembinaan karakter peserta didik. Karena keluarga merupakan wahana pertama dan utama bagi pendidikan karakter anak dan waktu yang lebih banyak di habiskan peserta didik yaitu dilingkungan keluarga. Apabila keluarga gagal melakukan pendidikan karakter pada anak-anaknya, maka akan sulit bagi institusi-institusi lain diluar keluarga (termasuk sekolah) untuk memperbaikinya. Amin (2011:44) mengemukakan bahwa “Keluarga adalah lingkungan yang paling utama untuk menentukan masa depan anak. Demikian pula karakter/budi pekerti anak yang baik dimulai dari dalam keluarga. Dalam hal ini ibu merupakan peran utama, karena ibu yang melahirkan, sangat dekat dengan anak, paling sayang dengan anak.” Sebelum anak masuk sekolah, pendidikan formal merupakan pendidikan yang pertama kali yang diberikan kepada anak adalah pendidikan dalam keluarga. Walaupun sebelum itu anak dimasukan kedalam Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), namun peran pendidikan dalam keluarga sangat menentukan karekter/budi pekerti anak. Suwaid dalam Amin (2011:46) beberapa kebiasaan yang perlu diberikan kepada anak antara lain:
a.
Orang tua mengajak anak mengikuti pertemuan dengan orang dewasa, di mesjid, pertemuanpertemuan yang direncanakan tempatnya.
b. Menyuruh melaksanakan tugas rumah, melatih mandiri, menghargai waktu dan keuangan. c.
Membiasakan mengucapkan salam (setiap salam adalah sunat terutama umat Muslim).
d. Menjenguk anak yang sakit. e.
Memilih teman yang baik, yang penting teman yang berkelakuan baik.
f.
Melatih berdagang, jika anak ingin mandiri nantinya.
g. Menghadiri acara yang disyaratkan melatih anak agar semakin bermasyarakat. Orang tua yang menjalani kehidupan dengan anak-anak di rumah dalam waktu 24 jam sehari semalam dibandingkan waktu yang dihabiskan peserta didik di sekolah hanya sekitar 7 jam. Waktu yang lebih banyak dihabiskan peserta didik dilingkungan keluarga itu lebih dari cukup untuk mendidik anak-anak, membiasakan karakter yang baik kepada anak-anak membentuk budi pekerti/akhlak mulia kepada anak-anak. Kebiasaan kebiasaan yang sejatinya diberikan kepada orang tua kepada anak-anaknya dalam rangka pendidikan karakter/budi pekerti adalah: a.
Kebiasaan mengenal tuhan dalam sebutan sederhana dalam keseharian seperti Allah, Allahu Akbar.
b.
Kebiasaan sholat (sembahyang) berjamaah dengan orang tua, selesai sholat bersalaman mencium tangan orang tua.
c.
Kebiasaan sopan santun kepada orang tua, guru, anggota keluarga yang lebih tua, kepada saudara dalam rumah, dan kepada tetangga.
d. Kebiasaan meminta ijin bila hendak keluar rumah, pergi kerumah teman untuk belajar, pergi kesekolah, pergi mengaji ke surau, ke mesjid, kerumah guru mengaji.
e.
Kebiasaan mencium tangan orang tua bila hendak kepergian.
f.
Kebiasaan menyayangi orang tua dan orang tua menyayangi anak, itulah sifat Allah.
g. Kebiasaan berjalan menunduk di hadapan orang tua, di hadapan guru, di hadapan orang yang lebih tua,di hadapan tokoh-tokoh masyarakat, tokoh-tokoh agama dll. h. Kebiasaan menyapa orang yang lebih tua dengan sapaan yang menunjukan rasa hormat. i.
Kebiasaan mendidik anak supaya jujur. Disuruh belanja supaya jujur, bila ada uang kembali harus dikembalikan.
j.
Kebiasaan mendidik anak supaya amanah. Disuruh menyampaikan pesan atau barang kepada tetangga supaya sampai ketujuanya.
k. Kebiasaan membantu pekerjaan orang tua dirumah terutama anak perempuan. l.
Kebiasaan kepada anak supaya tidak iri hati kepada saudara sendiri. Tanggung jawab keluarga dalam mendidik anak karena dalam lingkungan keluargalah
karakter/budi pekerti anak tumbuh lebih awal. Beberapa penjelasan diatas cukup masuk akal bahwa sesungguhnya pendidikan karakter/budi pekerti adalah tanggung jawab orang tua. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan kepala sekolah SMK Negeri I Gorontalo bahwa salah satu faktor yang menjadi kendala dalam pembinaan karakter di sekolah adalah orang tua. Untuk mengatasi masalah tersebut upaya yang harus ditempuh yaitu dengan mengadakan promosi program karakter inti yang akan dibangun oleh sekolah kepada peserta didik, orang tua, dan juga masyarakat. Setiap ada pertemuan dengan orang tua pihak sekolah tidak hanya memberitahukan pencapaian peserta didik dalam segi
akademik
tetapi harus
mempromosikan karakter inti yang ada di sekolah, dengan begitu orang tua juga bisa melakukan evaluasi dan melihat perubahan perilaku anaknya dengan adanya program pendidikan karakter yang ada di sekolah.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter merupakan tugas dari orang tua, karena karakter pertama kali diajarkan dalam lingkungan keluarga. Sehingga orang tua diharapkan dapat mengarahkan dan membiasaakan melakukkan hal-hal yang positif. Sayangnya kebanyakan orang tua tidak mengetahu bagaimana cara mendidik anaknya dengan baik dan ada juga yang terlalu sibuk bekerja sehingga tidak mempunyai banyak waktu untuk dihabiskan waktunya bersama-sama anak-anak dirumah. 2. Faktor Sekolah (Guru) Sekolah sebagai Lembaga pendidikan harus berada didepan dalam membangun karakter peserta didik yang bermoral dan berakhlak mulia. Mengapa, sebab tanggung jawab utama negara dan masyarakat dalam mempersiapkan kader masa depan yang berkualitas baik dibidang ilmu pengetahuan, moral, dan akhlak dimulai dari lembaga pendidikan. Berdasarkan hasil penelitian bahwa pembentukan karakter merupakan tugas utama keluarga, namun sekolahpun ikut bertanggung jawab terhadap kegagalan pembentukan karakter dikalangan peserta didik. Karena proses pembudayaan menjadi tanggung jawab sekolah. Tetapi jumlah guru PKn yang tidak sebanding dengan jumlah peserta didik menjadi kendala dalam pembinaan karakter di SMK Negeri I Gorontalo. Narwanti (2011 : 6) mengemukakan bahwa “Sekolah adalah lembaga pendidikan yang paling depan dalam mengembangkan pendidikan karakter . melalui sekolah, proses-proses pembentukan dan pengembangan karakter siswa mudah dilihat dan ukur. Peran sekolah adalah memperkuat proses otonomi siswa. Karakter dibangun secara konseptual dan pembiasaan dengan menggunakan pilar moral, dan hendaknya memenuhi kaidah-kaidah tertentu”. Salah satu faktor terpenting dalam pembinaan karakter yaitu guru. Keberadaanya sebagai jantung pendidikan tidak bisa dipungkiri. Baik atau buruknya pendidikan sangat tergantung pada
sosok yang satu ini. Segala upaya harus dilaksanakan untuk membekali guru dalam menjalankan fungsinya sebagai aktor penggerak sejarah peradaban manusia dengan melahirkan kader-kader masa depan bangsa yang berkualitas sempurna, baik dalam sisi akademik, afektif maupun psikomotorik. Hal ini sesuai dengan pendapat Mulyasa (dalam Asmani 20011 : 71-72), mengatakan bahwa, “fungsi guru itu bersifat multifungsi, ia tidak hanya sebagai pendidik, tapi juga sebagai pengajar, pembimbing, pelatih, penasihat, pembaru, model dan teladan, pribadi, peneliti, pendorong kreatifitas, pembangkit pandangan, pekerja rutin, pemindah kemah, pembawa cerita, aktor, emansipator, evaluator, pengawet, dan kulminator”. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan kepala sekolah dan juga guru PKn bahwa yang menjadi kendala dalam pembinaan karakter melalui mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan di SMK Negeri I Gorontalo jumlah siswa yang begitu banyak sedangkan guru PKn hanya berjumlah 6 orang guru. Sehingga upaya yang harus ditempuh yaitu Guru pendidikan kewarganegaraan bersama-sama para guru yang lain dapat merancang atau membiasakan maupun membudayakan
berbagai aktivitas sehari-hari bagi peserta didik di
sekolah yang diwarnai nilai-nilai ajaran yang baik, seperti ketika tiba disekolah mengucapkan salam dan juga pada saat bertemu dengan bapak dan ibu guru mencium tangan mereka. Kemudian guru PKn bekerja sama dengan guru yang basicnya juga hampir sama yaitu dengan guru BK (Bimbingan Konseling), karena Bimbingan dan Konseling (BK) juga merupakan bagian penting dalam pembentukan karakter siswa SMK, dimana Bimbingan dan Konseling ini sebagai media pengarah dan pembimbing siswa mempunyai tujuan untuk mendorong
perkembangan
karir
serta
kehidupan-nya
di
masa
yang
akan datang,
mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin,
menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat serta lingkungan kerjanya, mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat, maupun lingkungan kerja. Jadi sangat jelas bahwa BK merupakan salah satu komponen yang sangat penting didalam dunia pendidikan sebagai salah satu yang dapat mendorong pembentukan karakter yang baik pada siswa. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sekolah merupakan wadah atau lembaga sosial yang masih dipercaya dalam merubah karakter peserta didik sehingga menjadi warga negara yang memiliki karakter yang mulia. Keberadaan guru merupakan faktor terpenting dalam pembinaan karakter di sekolah. Tentunya sangat sulit jika tugas ini hanya dibebankan oleh guru PKn apalagi jika jumlah guru yang sedikit sehingga dibutuhkan kerja sama dengan guru-guru yang lain untuk merancang atau membudayakan kegiatan sehari-hari yang diwarnai dengan nilainilai yang baik dan juga bekerja sama dengan guru nyang basicnya juga hampir sama seperti guru BK (Bimbingan dan Konseling).