BAB 10. STABILITY & CONTROL 10.1.
STABILITAS STATIS & DINAMIS Konsep dasar dari stabilitas secara sederhana dapat diungkapkan
sebagai berikut "sebuah aircraft yang stabil, ketika mengalami suatu gangguan selama fase penerbangan maka pesawat tersebut memiliki kecenderungan untuk mengembalikan dirt ke kondisi awal ( baik dalam pitch, roll, yaw, kecepatan dan lain-lain )". Kestablian suatu aircraft mutlak diperlukan dalam usaha menghindari ( paling tidak memperkecil) resiko accident selama fase penerbangan. Didalam dunia penerbangan ada dua macam stabilitas, yaitu stabilitas statis dan stabilitas dinamis. 1.1.
Stabilitas Statis Suatu aircraft dikatakan mempunyal stabilitas statis apabila gaya-gaya
yang muncul akibat gangguan selama fase penerbangan ( misalnya pitching moment sebagal akibat bertambah-besarnya AoA ) mendorong aircraft pada arah yang tepat sehingga mampu mengembalikan aircraft pada kondisi awal. Apabila restoring force ( gaya kembalian ) ini terlalu kuat maka aircraft akan melampaui kondisi awal dan akan berosilasi lebih besar dan mengalami amplitudo yang lebih besar sampai pada akhirnya aircraft tersebut dalam kondisi out of control. Jika sebuah aircraft mengalami hal ini berarti aircraft tidak mempunyai stabilitas dinamis, walaupun stabilitas statis telah diperlihatkan. Untuk conventional aircraft configuration, jika sudah memenuhi stabilitas statis, juga akan memiliki stabilitas dinamis pada sebagian besar flight condition Keterangan gambar: Gambar 1.a. aircraft memiliki perfectly neutral stability dimana untuk sudut pitch berapapun, gaya yang dihasilkan oleh gangguan tidak akan mampu mengganggu stabilitas aircraft. Beberapa aerobatic aircraft mempunyal stabilitas, mendekati perfectly neutral stability, sehingga tidak masalah untuk melakukan penerbangan pada kondisi berangin kencang. Gambar 1.b. menunjukkan statically unstable, dimana sudut pitch bertambah besar yang mengakibatkan timbulnya gaya
yang justru semakin memperbesar sudut pitch, hingga akhirnya terjadilah pitch-up.
Gambar 1. Stabilitas statis dan dinamis
Gambar 1.c. menunjukkan aircraft memiliki stabilitas statis dengan redaman berat. Aircraft kembali ke kondisi semula tanpa malampauinya. Gambar I.d. menunjukkan respon sebagian besar aircraft. Disini aircraft kembali ke kondisi awal tetapi melalui converging oscillation (osilasi mengumpul) terlebih dahulu. Respon semacam ini bisa diterima asalkan waktu osilasinya singkat. Gambar 1.e. menunjukkan bahwa restoring force sudah berada pada arch yang benar sehingga aircraft dikatakan memiliki stabilitas statis. Namun restoring force tersebut besar dan gaya redaman yang relatif rendah sehingga aircraft melampaui original pitch angle yang dihasilkan oleh gangguan itu sendiri, yang akhirnya menyebabkan aircraft tidak terkontrol ( misalnya spin ). 1.2.
Stabilitas Dinamis Sebuah aircraft dikatakan mempunyai stabilitas dinamis apabila gerakan-
gerakan dinamis aircraft pada akhirnya akan mengembalikan aircraft ke kondisi awal. Cara untuk mengembalikan aircraft ke kondisi awal ini tergantung pada restoring force, mass distribution dan damping force. Seperti yang tampak pada Gambar 1.e. bahwa bisa sa—ja sebuah aircraft itu memiliki stabilitas statis tetapi tidak memiliki stabilitas dinamis. Ketidak-stablian dinamis tidak selalu tidak dapat ditenima, asalkan terjadinya secara gradual. Sebagian besar aircraft setidak-tidaknya memiliki satu jenis dynamic instability yaitu spiral divergence. Jenis ini berjalan secara perlahan sehingga memberi banyak waktu pada pilot untuk melakukan pencegahan, misalnya dengan membuat minor roll correction. Pada kenyataannya, pada umumnya pilot tidak sadar akan keberadaan spiral divergence mode tersebut karena minor roll correction yang diperlukan tidak lebih besar dari minor roll correction yang diperlukan untuk menanggulangi gust.
Stabilitas dinamis memerlukan analisa yang sangat kompleks dan memerlukan program komputer untuk mendapatkan hasil yang akurat. 1.3.
Sistem Koordinat Disini ada dua macam sistem koordinat yang biasa digunakan dalam analisa
suatu aircraft
1.
Body-axis system Sistem koordinat ini bersifat tetap ( fixed ) pada aircraft, dengan sumbu x sejajar dengan fuselage, sumbu z tegak lurus terhadap sumbu x, dan sumbu y tegak lurus terhadap sumbu x dan z. Titik asal bisa berlokasi di sembarang tempat, biasanya terletak pada ujung nose ( gambar 2.a ). Untuk kebanyakan orang sistem body-axis dirasa lebih natural, tetapi memiliki kekurangan terhadap yariasi arah dan lifit dan drag akibat perubahan AoA.
Gambar 2. Sistem koordinat pada aircraft
2.
Stability (wind ) axis system Sistem koordinat stability ( wind ) axis menyelesaikan persoalan pada body-axis system dengan cara mengorientasikan sumbu x dalarn arah aliran udara relatif tanpa memperhatikan (x ataupun sideslip angle ( ). Sistem koordinat ini akan berubah-ubah sehingga. proyeksi dari berbagai panjang lengan ( misalnya jarak dari wing MAC hingga tail MAC) akan bervariasi terhadap a ataupun Namun variasi dari lengan momen tersebut biasanya diabaikan dalam analisa stabilitas, karena sudutnya biasanya kecil. Momen-momen yang bekerja pada ketiga sumbu x, y. dan z, masing-masing rolling moment ( L ), pitching moment ( M ), dan yawing moment ( N )
10.2.
STABILITAS STATIS LONGITUDINAL & KONTROL Kebanyakan aircraft mempunyai bentuk yang simetris terhadap center line,
sehingga perubahan moderat pada hanya berpengaruh kecil atau tidak berpengaruh sama sekali pada yaw ataupun roll. Hal ini memungkinkan analisa stabilitas dan kontrol dibagi menjadi dua, yaitu analisis longitudinal ( pitch ) dan analisis lateral directional ( roli dan yaw ) Pitching moment disekitar c.g sebagian besar dikontribusi oleh wing, tail, fuselage dan engine. Kontribusi wing meliputi lift pada wing aerodynamic center dan wing moment disekitar aerodynamic center. Definisi aerodynamic center ( a. c ) adalah Suatu titik yang mana harga pitching moment pada titik tersebut berharga konstan terhadap . Harga pitching moment tersebut akan sama dengan nol hanya jika wingnya uncambered dan untwisted. Pada subsonic flight, a.c. terletak pada 25% MAC. lstilah wing moment yang lainnya adalah perubahan pitching moment akibat flap deflection. Flap deflection juga berpengaruh pada wing lift dan downwash pada tail. Drag pada wing dan tail juga menghasilkan pitching moment, tetapi dapat diabaikan karena harganya yang relatif kecii. Disisi lain, tail mempunyai lengan momen yang panjang, sehingga dapat menghasilkan momen yang besar yang digunakan untuk trim dan kontrol. Fuselage dan nacelle memproduksi pitching moment yang sulit diestimasi tanpa bantuan wind-tunnel data. Kesulitan tersebut ditambah dengan adanya pengaruh upwash dan downwash dari wing, Engine memberi tiga kontribusi pada pitching moment. Yang
pertama
adalah di sebabkan oleh thrust yang dikalikan dengan jarak yertikal terhadap c.g. Yang kedua adalah gaya vertikal Fp yang dihasilkan oleh propeller disk atau inlet front face,
sebagai akibat dari beloknya freestream airflow, Dan yang ketiga adalah disebabkan oleh propwash atau jet-Induced flowfield. yang akan mempengaruhi AoA efektif dari tail dan mungkin juga pada wing. 2.1. Stabilitas Statis Longitudinal menurut Nicolai Nicolai memberikan persarnaan stabilitas untuk tiga tipe aircraft, yaitu 1.
Canard, dengan konfigurasi canard dan main wing.
2.
Aft tail dengan konfigurasi main wing dan tail.
3.
Tailles, yang lebih dikenal dengan flying wing karena hanya menggunakan main wing sebagai penghasil lift dan kontrol. Persamaan trim dart aircraft tipe aft tail adalah sebagai berikut:
perubahan momentum akibat berputarnya ( beloknya ) udara ke inlet. Untuk kecil, maka (CMcg)inlet dapat diabaikan. Untuk Z <<< c maka wing -body drag moment dapat diabalkan. Sehingga jika Z relatif kecil maka thrust term dapat diabaikan. Deviriatif pitching coefficient terhadap adalah sebagai berikut :
Stabilitas statis merupakan kecenderungan suatu sistern gaya berat dan momen untuk
mengembalikan
kekondisi
setimbang
(equilibrium)
apabila
gangguan
menerpanya. Stabilitas statis merupakan kondisi yang diperlukan untuk memperoleh stabilitas dinamis. Apabila suatu aircraft diharapkan memiliki kestabilan dinamis, maka aircraft tersebut harus memiliki kestabilan statis. Suatu aircraft dikatakan memiliki stabilitas statis bila CM bernilai negatif yang berarti bahwa : apabila sebuah aircraft dengan CM < 0 berada dalam kesetimbangan pada AoA positif, dan tiba-tiba AoA bertambah ( misalkan pada gust), maka aircraft akan membuat negative moment untuk mendorong nose ke arah bawah untuk menuiu AoA setimbang semula.
2.2. Stabilitas Statis Longitudinal menurut Perkins Persamaan stabilitas yang dijabarkan oleh Perkins adalah persamaan stabilitas untuk conventional aircraft dengan konfigurasi main-wing dan aft-tail.
Gambar 4. Stabilitas statis longitudinal menurut Perkins Gaya-gaya utama yang bekerja dalam konfigurasi ini adalah
Persamaan momen untuk stabilitas longitudinal dinyatakan sebagai berikut
Koefisien momen diperoleh dengan cara membagi persamaan (61) dengan q.Sw,.c,
Perubahan Cm, terhadap CI, menghasilkan persamaan berikut ini 1.
Persamaan stabilitas longitudinal stick fixed, propeller diam.
2.
Persamaan stabilitas longitudinal stick fixed dengan windmilling propeller.
Aircraft dikatakan stabil apabila derivatif Cm, terhadap, CI bernilal negatif, yang berarti kenaikan CI, yang diakibatkan oleh gangguan pada aircraft akan dikembalikan pada kondisi awal oleh aircraft pitching moment.
2.3. Stabilitas Statis Longitudinal menurut Raymer Persamaan stabilitas yang diberikan Raymer adalah persamaan stabilitas untuk aircraft dengan konfigurasi main wing dan tail. Disini Raymer memberi grafik Cm, untuk beberapa tipe aircraft sebagal pernbanding, sehingqa dari hasil perhitungan dapat dilihat apakah stabilitas aircraft sudah baik atau belum.
Gambar 6.5. Stabilitas statis longitudinal menurut Raymer Besarnya derivatif pitching moment coefficient ( persamaan13 ) tergantung pada lokasi c.g. Ada lokasi c.g dimana perubahan a tidak menimbulkan perubahan pada nilai pitching moment-nya. Titik ini disebut "airplane aerodynamic center" atau "neutral point ( Xnp )", yang menunjukkan neutral stability dan merupakan batas lokasi c.g paling belakang sebelum aircraft tidak stabil ( aft c.g ). Center of gravity yang terletak dibelakang Xnp menyebabkan instability pada aircraft. Neutral point diperoleh dengan cars membuat CMa= 0, yang berarti pada kondisi tersebut Xnp= X_cgsehingga:
Pada umumnya inlet atau propeller force (Fp) bisa diabaikan dalam menentukan "power off stability". Hal ini menyebabkan hilangnya ketergantungan Xnp terhadap tekanan dinamik q pada subsonic speed. Sehingga persamaan (15) menjadi
Static margin ( SM ) adalah jarak dari Xnp sampal c.g yang dinyatakan dalam prosentase terhadap wing MAC(c), dengan kata lain SM= (Xnp - Xcg). Jika c.g berada didepan Xnp ( yang berarti positive static margin ), maka derivatif dari pitching moment coefficient ( CMa ) berharga negatif sehingga aircraft tersebut dikatakan stabil.
Pada posisi aft c.g, kebanyakan transport aircraft mempunyal nilai static margin berkisar 5 % - 10 %. Sedang untuk large transport aircraft memiliki positive static margin berkisar 10 % - 20 %. Untuk current fighter sekitar 5 %, kecuali F-16 yang berkisar 0%--15%. Pada perhitungan "power on stability', pengaruh inlet atau propeller force Fp (yang
pada "power off stability" diabalkan ) dihitung dengan menggunakan static
margin allowance berdasarkan data-data percobaan pada aircraft sejenis. Power on stability akan mengurangi static margin antara 4% - 10% untuk propeller aircraft dan 1% - 3% untuk Jet aircraft. Kemudian harga dari pitching moment coefficient derivative ( CMa ) adalah
dengan ( X.np — Xcq ) yang telah dikurangi sebagaimana power on stability. Keterangan simbol : Lw = lift pada wing Lh = lift pada horizontal tail Mfus = fuselage pitching moment Mcg = momen terhadap c.g. Fp = propeller disk force Tz = engine thrust q = tekanan dinamic. c = wing MAC f = flap deflection (derajat) Sw = wing area Sh = horizontal tail area CI = koefisten lift Clow = wing lift curve slope Cmw = wing pitching moment coefficient Cmfus = fuselage pitching moment coefficient Cmwf = wing pitching moment increment akibat flap Xcg = lokasi aircraft center of gravity Xacw= lokasi wing aerodynamic center Xach = lokasi lokasi horizontal tail aerodynamic center Xnp = lokasi neutral point h = qh/q perbandingan tekanan dinamis pada tail dan pada freestream Mw =wing pitching moment Mwf = wing pitching moment akibat flap deflection
Gambar 7. Typical pitching moment derivative values 10.3. STABILITAS STATIS LATERAL-DIRECTIONAL AnalIsis
stabilitas
lateral
directional
mencakup
dua
analisis
yang
berhubungan erat yaitu yaw ( directional ) dan roli lateral ). Hal penting yang perlu diketahul adalah bahwa keduanya ( yaw dan roll) dipengaruhi oleh yaw angle 13. Sedangkan roli angle pada kenyataannya tidak memiliki pengaruh secara langsung terhadap momen yang muncul ( dalam yaw ataupun roli ). Lebih lanjut, defleksi rudder ataupun aileron akan menghasilkan momen baik dalam yaw ataupun roll. Secara geometri, analisis lateral directional diilustrasikan pada Gambar 8, yang menunjukkan faktor-faktor utama yang mempengaruhi yawing moment N dan rolling moment L. Dengan ketentuan yaw dan roli bernilai positif jika arah momen ke kanan (clock wise ). Tidak seperti dalam stabilitas longitudinal, sebagian besar komponen dalam stabilitas lateral akan bermlal nol saat aircraft berada pada kondisi straight dan level flight. Ketentuan lain yang digunakan untuk r3 dan yaw adalah stabilitas akan diperoleh apabila derivatif dari yawing moment ( N ) terhadap 0 bernilal positif.
Sementara stabilitas roli akan diperoleh jika derivatif dari rolling moment ( L) terhadap 13 bernilai negatif
10.4. KARAKTERISTIK DINAMIS 4.1. Aircraft Dynamic Characteristic Sebuah analisis 6-DOF diperlukan untuk mengevaluasi stabilitas dan kontrol dinamis dari aircraft. Persamaan dengan 6-DOF tersebut memungkinkan untuk menganalisa gerakan rotasi pada pitch, yaw dan roll, serta perubahan kecepatan aircraft pada arah vertikal, lateral dan longitudinal secara bersamaan. Ke semua gerakan tersebut sating mempengaruhi, sehingga memerlukan sejumlah cross derivative untuk menghitung semua gaya dan momen yang ada. Pada arah longitudinal, ada dua oscillatory solution (pemecahan osilasi) dalam persamaan gerak, yaitu : 1.
Short-period mode Mode tersebut biasanya berupa redaman berat (heavily damped) dan
menghasilkan stabilitas dinamis yang dikehendaki sebagal respon terhadap pitch disturbance ( gangguan gerakan pitch ).
2.
Long-period lightly damped mode Mode tersebut disebut jugs pitch phugoid, yang mana melibatkan osilasi pitch
yang lambat selama beberapa detik dimana energi diubah antara vertical dan forward velocity. Phuggoid yang berlebihan harus dihindari. Untuk yaw disturbance, persamaan gerak arch lateral memberikan tiga solution, yaitu :
1.
Heavily-damped direct convergence Biasanya berupa redaman berat, dan apabila ada gangguan langsung diatasi dengan cepat. Kondisi ini yang diharapkan ada pada aircraft.
2.
Spiral divergence Pada kondist ini aircraft mengalami peningkatan bank angle ( sudut kemiringan scat membelok ) yang dibarengi dengan semakin kencangnya aircraft tersebut belok, hingga akhimya akan kehilangan kontrol. Namun demikian, waktu yang diperlukan relatif lama sehingga pilot dapat dengan mudah mengatasi kondisi ini.
3.
Short period oscillation ( Dutch roll ) Aircraft yang mengalarni short period oscillation ( dutch roli ) akan mengalami gerakan ( goyangan ) dari satu sisi ke sisi lain yang meliputi perubahan gerakan yaw dan roll. Apabila dutch roli yang terjadi berlebihan, maka osilasi tersebut akan berpengaruh pada kenyamanan penumpang dan crew. Short period oscillation tersebut terutama disebabkan oleh efek dihedral. Yang berperan dalam melawan efek dutch roll terutama adalah vertical tail ( rudder).
4.2. Persamaan Stabilitas Dinamis 1-DOF Persamaan stabilitas dinamis I-DOF dapat digunakan untuk analisa awal beberapa flight condition seperti puli up dan steady roll. Persamaan ini didasarkan pada kenyataan bahwa percepatan rotasi ( g, r, p) dikalikan dengan mass moment of inertia ( l„, lyy, 1u ) sama dengan jumlah momen yang diderita ( termasuk damping moment 1 Pitch
(6,29)
Yaw
(6,30)
Roli
(6,31)
PULL UP Pull up merupakan suatu kondisi "quasi steady state trim" dimana aircraft mengalami percepatan vertikal pada load factor n. Hubungan antara pitch rate q' dengan load factor n adalah
10.5. SPIN RECOVERY Sebuah aircraft dikatakan baik bila sesaat setelah aircraft tersebut mengalami stall tidak terjadi spin. Aircraft yang mengalami stall dan disambung dengan spin merupakan tendensi yang sulit dikembalikan pada kondisi normal oleh seorang pilot tanpa ada peralatan atau mekanisme yang dapat mencegah ( recovery ) atau paling tidak mengurangi tendensi tersebut. Gambar 11 menunjukkan gaya-gaya yang bekerja pada aircraft saat mengalami spin. Massa fuselage dan wing digambarkan sebagai barbell. Gaya-gaya sentrifugal yang bekerja pada fuselage cenderung menaikkan nose, dan selanjutnya akan meningkatkan wing stall. Spin itu terutarna disebabkan oleh adanya perbedaan nilai lift antara outer wing yang lebih cepat dan inner wing yang lebih lambat dan lebih mengalami stall. Spin dilawan dengan gays redaman, terutama dari aft fuselage dan vertical tail, yang berada dibawah horizontal tail ( Af ). Untuk recovery, rudder didefleksi melawan arch spin. Meskipun demikian, hanya sebagian area dari rudder yang tidak tertutup oleh olakan aliran udara horizontal tail yang bisa membantu spin recovery ( SRI dan SR2 ). Pada perancangan ini, menggunakan convetional tail yang mana rudder tertutup olakan tersebut seluruhnya. Karenanya, digunakan peralatan tambahan yang berupa fin ( sirip ) yang dipasang
pada leading edge of vertical tail. Fin tersebut memperbaiki tail effectiveness pada sudut sideslip tinggi dengan cars membuat vortex yang menempe pada vertical tail. Hal ini cenderung mencegah high angle of sideslip terjadi saat spin dan memperbesar rudder control pada saat spin.