BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Semakin berkembangnya Jakarta sebagai kota metropolitan memberi peluang bagi para pengusaha untuk membangun tempat-tempat hiburan yang dengan cepatnya menimbulkan persaingan dalam bisnis tempat hiburan untuk keluarga. Persaingan tersebut kini membuat para investor berusaha lebih kreatif dengan tidak hanya menawarkan tempat untuk mencari hiburan tetapi juga dapat menjadi sarana edukasi bagi masyarakat yang terbukti tidak pernah sepi dari pengunjung yang dengan sukarela menghabiskan uang dan waktunya. Dari tempat hiburan kelas atas yang menawarkan kemewahan layaknya di kerajaan sampai hiburan kelas menengah yang memungkinkan masyarakat mendapat hiburan tanpa harus mengosongkan kantong semua dapat ditemui di Jakarta. Lihatlah mall-mall yang semakin menjamur, tempat rekreasi seperti taman hiburan, area outbond dan lainlain akan selalu ramai dikunjungi khususnya pada akhir pekan. Sebaliknya, mari kita tengok museum, sepi dan merana. Sungguh sulit untuk ditemui orang yang dengan segenap kesadaran dalam dirinya mau menyempatkan diri berkunjung ke museum. Apabila bukan karena kepentingan khusus, alasan berkunjung ke museum merupakan karena suatu keharusan karena agenda dari sekolah. Sebut saja Museum Nasional, museum yang berumur lebih dari 150 tahun ini berdiri tegak di pusat kota Jakarta, namun lokasi yang strategis tersebut tidak menjadikannya sebagai alternatif tempat hiburan utama yang akan dikunjungi di akhir pekan oleh masyarakat. Sangat disayangkan karena Museum 1
2 Nasional adalah museum tertua di Indonesia dan koleksinya disebut-sebut sebagai yang terlengkap dan terbaik di antara seluruh museum di Asia Tenggara. Bahkan koleksi keramik Cina yang dimiliki Museum Nasional, merupakan yang terbesar dimiliki sebuah museum di luar museum yang berada di daratan Tiongkok dan Taiwan. Lebih lanjut mengenai Museum Nasional, berdasarkan website resminya, Museum Nasional merupakan sebuah lembaga studi warisan budaya dan pusat informasi
edukatif
kultural
dan
rekreatif
yang
mempunyai
kewajiban
menyelamatkan dan melestarikan benda warisan budaya bangsa Indonesia. Penyelamatan dan pelestarian budaya ini pada hakekatnya ditujukan untuk kepentingan masyarakat, diinformasikan melalui pameran dan penerbitanpenerbitan katalog, brosur, audio visual juga website. Tujuannya agar masyarakat tahu dan ikut berpartisipasi dalam pelestarian warisan budaya bangsa. (www.museumnasional.or.id) Selain itu berdasarkan Tahun Kunjung Museum yang dicanangkan oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata dari tahun 2010 secara serentak museum di seluruh Indonesia melaksanakan Gerakan Nasional Cinta Museum melalui berbagai kegiatan yang tujuannya untuk meningkatkan citra museum, serta berupaya menarik minat dan kepedulian masyarakat terhadap museum. Salah satu kegiatan dalam upaya menarik minat masyarakat untuk berkunjung ke Museum Nasional adalah melalui pameran. Pada tahun 2011 ini, Museum Nasional menggelar sebuah pameran sejarah kebudayaan Cina dengan tema “Color of Uniqueness”. Pameran ini merupakan kerjasama antara Museum Nasional Indonesia dengan Guangxi Museum of Nationalities, China. Tujuan dari
3 penyelenggaraan pameran kali ini tidak hanya untuk menyebarluaskan informasi tentang keragaman dan kekayaan budaya Indonesia tetapi juga untuk meningkatkan jalinan kerjasama dan persabatan antara Indonesia dan China yang dalam beberapa aspek tertentu memiliki kesamaan unsur-unsur budaya. Pameran ini akan digelar di dua negara, yaitu di Indonesia dari 25 April hingga 31 Mei 2011, dan di China dari 1 Juli sampai dengan 1 November 2011. Kerjasama antara Museum Nasional Indonesia dengan Guangxi Museum of Nationalities, China dalam bentuk pameran ini merupakan yang kedua kalinya. Pada penyelenggaraan pameran tahun 2009 - 2010 pameran serupa juga dilaksanakan, namun hanya di Guangxi Museum of Nationalities, Nanning City, China, dengan tema “Precious Cultural Relics of Indonesia”. Adapun alasan tema pameran ini diangkat, terdorong oleh tanggung jawab untuk berpartisipasi dalam memberikan informasi dan meningkatkan pemahaman kepada masyarakat tentang betapa beragamnya khasanah budaya bangsa Indonesia yang pada aspek tertentu diperkaya oleh unsur-unsur budaya Tionghoa. Dalam sejarahnya awal mula kedatangan bangsa China ke wilayah Nusantara tidak diketahui secara pasti. Ada pendapat yang mengatakan bahwa Bangsa China diperkirakan telah melakukan kegiatan perdagangan hingga ke wilayah Nusantara sejak awal masehi, bila dilihat dari tinggalan arkeologis berupa keramik dari masa Dinasti Han (abad ke-2 SM - abad ke-3 M) yang sebagian kini menjadi koleksi Museum Nasional. Pendapat lain menyatakan bahwa tinggalan arkeologis dari China yang ditemukan di Indonesia adalah berupa keramik dari Dinasti Tang (abad ke-6 hingga ke-8 Masehi) dianggap sebagai bukti awal keberadaan bangsa Tionghoa di Indonesia.
4 Pada abad ke 16-17 Masehi telah terjadi eksodus besar-besaran orang Tionghoa ke wilayah bagian selatan China, seperti Vietnam, Thailand, Filipina, Malaysia, Singapura dan Indonesia, yang disebabkan oleh adanya perang saudara dan kemarau yang berkepanjangan. Pada saat yang bersamaan, wilayah Nusantara yang saat itu diduduki oleh Bangsa Belanda melalui serikat dagang Belanda (VOC) membutuhkan banyak tenaga untuk membangun wilayah perkotaan yang kini dikenal dengan wilayah Kota Tua, di Jakarta Barat. Pihak Belanda kemudian memanfaatkan tenaga para pendatang China itu untuk membangun wilayah perkotaan tersebut, karena orang Tionghoa dianggap cekatan dan rajin bekerja. Orang Tionghoa selain di Batavia, menyebar dan banyak bermukim di wilayah pesisir, berdekatan dengan pelabuhan, karena umumnya mereka berprofesi sebagai pedagang seperti sutera, keramik dan benang emas yang merupakan komoditi perdagangan mereka. Dari pedagang Nusantara mereka memperoleh barus, rempah-rempah, cendana, dll. Wilayah Nusantara yang banyak didiami oleh orang Tionghoa antara lain Medan, Palembang, Bangka, Jakarta, Semarang, Pekalongan, Cirebon, Lasem, Surabaya, dan Singkawang. Keberadaan orang Tionghoa di wilayah Nusantara yang kemudian berbaur dengan masyarakat setempat tanpa disadari menciptakan akulturasi antara budaya lokal dengan budaya China. Banyak bukti arkeologis yang ditemukan di wilayah Nusantara yang menunjukkan betapa intensnya hubungan bangsa China dengan wilayah Nusantara. Bukti-bukti tersebut dalam perkembangan kebudayaan selanjutnya menunjukkan bahwa budaya China banyak mewarnai khasanah budaya Nusantara.
5 Secara khusus, budaya Tionghoa sangat kentara mewarnai masyarakat Betawi yang dalam pergaulan sehari-hari banyak kata serapan yang berasal dari bahasa China dialek Fujian seperti gua/gue (saya), lu/elu (engkau), engkong (kakek), encek (panggilan pria China totok), centeng (tukang pukul bayaran), cabo (pelacur), dan kongkow (duduk sambil mengobrol santai). Sementara itu dalam transaksi jual beli di pasar masih sering terdengar tawar-menawar dengan menyebut sejumlah uang seperti cepek (seratus), nopek (dua ratus), gopek (lima ratus), ceceng/seceng (seribu), noceng (dua ribu), goceng (lima ribu), dan ceban (sepuluh ribu). Tidak hanya kata-kata serapan China yang menjadi bahasa pergaulan masyarakat Betawi, kata-kata China juga diabadikan menjadi nama-nama tempat (toponimi) di Jakarta yang merujuk kepada sejarah. Kawasan Jakarta Barat dan Jakarta Utara adalah kawasan Pecinan di mana banyak nama tempat atau jalan yang masih menggunakan nama-nama China. Contohnya nama tempat Angke berasal dari kata ‘ang’ berarti ‘darah’ dan ‘kee’ berarti ‘bangkai’. Kampung itu dinamakan Angke karena pada tahun 1740 pernah terjadi peristiwa pembantaian orang-orang China di Batavia yang memberontak terhadap Kompeni Belanda. Mayat orang-orang China yang bergelimpangan dihanyutkan ke kali di dekat tempat kejadian tersebut sehingga kampung dan kali yang penuh mayat itu diganti penduduk dengan nama Kampung Angke dan Kali Angke. Sebelum peristiwa itu terjadi, kampung tersebut bernama Kampung Bebek, karena orang-orang China yang tinggal di kampung itu banyak beternak bebek. Nama jalan di kawasan Pasar Baru, Lautze adalah seorang filsuf terkenal dari China. Kini di Jalan Lautze terdapat masjid untuk kaum China Muslim.
6 Keberadaan klenteng (vihara), bangunan dengan arsitektur bergaya China, keramik, batik, kerajinan lak (dengan ragam hias khas China), barong Bali, barongsai, gambang kromong, wayang potehi, peringatan tahun baru Imlek, sempoa, sumpit, uang kepeng dalam upacara keagamaan di Bali, pakaian pengantin khas Betawi, petasan, kembang api, kosa kata dari Bahasa China serta panganan khas China merupakan bukti adanya nuansa China dalam kehidupan sosial dan budaya masyarakat Indonesia. Masyarakat nusantara menanggapi secara positif budaya dari luar yang diadaptasikan dengan budaya lokal secara arif dan bijaksana. Pameran bertajuk “Color of Uniqueness” ini bertujuan memberikan gambaran kepada masyarakat umum, tentang tinggalan arkeologis dari masa prasejarah hingga masa klasik yang mengandung unsur-unsur budaya China yang ditemukan di Indonesia. Penjelasan tentang akulturasi China dalam budaya di Indonesia, yang terdapat pada kain/ tekstil tradisional Nusantara khususnya batik pesisir, seni kriya, arsitektur, seni ukir, seni pertunjukan dan keramik China, serta gambaran tentang unsur-unsur budaya China yang mewarnai kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Dengan adanya pameran “Color of Uniqueness” ini diharapkan masyarakat dapat menikmati dan memanfaatkan museum sebagai media pembelajaran tentang khasanah budaya bangsa. Selain itu masyarakat dapat lebih menghayati nilai-nilai budaya
bangsa
serta
keragamannya,
dan
menyadari
bahwa
dalam
perkembangannya kebudayaan suatu bangsa akan mengalami akuturasi budaya sehingga memperkaya budaya bangsa itu, juga dapat meningkatkan apresiasi
7 terhadap pelestarian budaya bendawi (tangible) dan budaya non-bendawi (intangible). Namun pameran yang menampilkan sekitar 200 buah koleksi yang berasal dari Museum Nasional (106 koleksi), Guangxi Museum of Nationalities, Nanning City, China (92 koleksi) koleksi dan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Trowulan (2 koleksi) ini belum tentu dapat dinikmati seluruh lapisan masyarakat tanpa publikasi yang efektif. . Selain itu juga dibutuhkan strategi khusus untuk menarik pengunjung dan mengubah paradigma masyarakat mengenai museum yang cenderung membosankan. Masalah tersebut mendasari keinginan peneliti untuk mengetahui strategi komunikasi pemasaran yang dilakukan Museum Nasional dalam pameran “Color of Uniqueness” ini dengan judul: “Analisa Komunikasi Pemasaran Museum Nasional dalam Event Pameran Kebudayaan Cina (Studi kasus: Pameran “Color of Uniqueness” periode April – Mei 2011)”. Marketing Communication Analysis of National Museum in the Event of Chinese Culture Exhibition (Case study: “Color of Uniqueness” period of AprilMay 2011).
1.2
Rumusan Masalah Rumusan masalah pada penelitian ini adalah: Bagaimana komunikasi yang dilakukan Museum Nasional dalam pemasaran pameran “Color of Uniqueness” ini?
8 1.3
Ruang Lingkup Berdasarkan uraian sebelumnya, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah menganalisa komunikasi pemasaran Museum Nasional pada pameran “Color of Uniqueness” yang dilaksanakan mulai tanggal 25 April 2011 hingga 31 Mei 2011 ini. Penelitian dibatasi pada perencanaan dan proses pameran itu sendiri. Proses pameran terdiri dari: Tabel 1.1 Proses Pameran Selasa, 25 April 2011
Pembukaan Pameran
Rabu, 26 April 2011
Diskusi dan Bedah buku ”Peranakn Cina di Jawa” bekerja sama dengan Komunitas Bambu
Minggu, 22 Mei 2011
Pertunjukkan Wayang Potehi bekerja sama dengan JNE
Kamis, 26 Mei 2011
Diskusi dan Bedah buku ”Nusantara dalam catatan Tiong Hoa” (bekerja sama dengan Komunitas Bambu)
Pada akhir penelitian, selain menganalisa kefektifan promotion tools yang digunakan oleh Museum Nasional dalam pameran ini serta menentukan cara promosi yang lebih efektif, penulis juga akan mencoba menganalisa Pameran ini dengan Log Frame Analysis.
.
9 1.4
Tujuan dan Manfaat Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui komunikasi pemasaran Museum Nasional dalam Pameran ”Color of Uniqueness” yang dilaksanakan di Museum Nasional pada tanggal 25 April-31 Mei 2011. Manfaat dari penelitian ini terbagi dua, yaitu manfaat teoritis dan praktis. Manfaat teoritis adalah untuk memperkaya kajian teori komunikasi khususnya tentang perkembangan promosi melalui event sebagai salah satu upaya untuk melestarikan budaya nusantara yang semakin terlupakan dan menjadi bahan studi pustaka dalam rangka penelitian lebih lanjut. Sedangkan manfaat praktis dapat dilihat dari tiga sudut pandang, yaitu Museum Nasional, penulis sendiri, serta pembaca. Bagi Museum Nasional, manfaat praktis penelitian ini adalah untuk mengetahui tolak ukur keberhasilan Museum Nasional dalam menerapkan strategi pemasaran pada event budaya “Color of Uniqueness”. Selain itu penelitian ini diharapkan juga dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran untuk event berikutnya. Bagi Penulis, melalui penelitian ini penulis dapat mempelajari bagaimana proses diselenggarakannya Pembukaan Pameran “Color of Uniqueness” yang diadakan di Museum Nasional. Bagi pembaca, mereka dapat memperoleh pengetahuan baru mengenai Museum Nasional dan meningkatkan pemahaman kepada masyarakat tentang betapa beragamnya khasanah budaya bangsa Indonesia yang pada aspek tertentu diperkaya oleh unsur-unsur budaya Tionghoa. Diharapkan hasil penelitian dapat menarik minat masyarakat untuk berkunjung ke Museum Nasional.
10 1.5
Asumsi Asumsi yang digunakan adalah bahwa komunikasi pemasaran yang dilakukan Museum Nasional pada pameran ini dapat menarik minat pengunjung untuk menyaksikan pameran dengan tema “Color of Uniqueness”.
1.6
Metodologi Metode penelitian yang akan digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Riset kualitatif menurut Catherine Marshal yang dikutip oleh Jonathan Sarwono (2006:193) didefinisikan sebagai suatu proses yang mencoba untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai kompleksitas yang ada dalam interaksi manusia. Pada penelitian ini, metode kualitatif dimaksudkan untuk menelaah secara lebih mendalam serta menganalisa mengenai komunikasi pemasaran yang dilakukan Museum Nasional terkait pameran yang dilaksanakan Museum Nasional itu sendiri.
1.7
Sistematika Penulisan Secara garis besar sistematika penulisan skripsi ini akan disusun dengan format sebagai berikut: BAB I
PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai latar belakang, ruang lingkup, tujuan dan manfaat, metodologi serta sistematika yang digunakan penulis dalam penulisan yang diuraikan secara singkat.
11 BAB II
LANDASAN TEORI Bab ini akan membahas tentang berbagai teori yang digunakan dalam konsep pemikiran dan dasar pemecahan masalah. Selain itu juga penjabaran definisi secara ilmiah mengenai hal-hal yang dibahas dalam karya ilmiah ini.
BAB III
PENELITIAN Pada bab ini, hal-hal yang akan diulas adalah mengenai struktur organisasi
persahaan,
prosedur
yang
berlaku,
metode
pengumpulan data, permasalahan yang ada dan alternatif pemecahan masalah. BAB IV
HASIL PENELITIAN Bab ini berisi penyajian data penelitian serta bagaimana pengolahan terhadap data yang telah terkumpul, kemudian akan dibahas hasil dari penelitian yang telah dilakukan.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN Dalam bab terakhir ini, penulis akan menyimpulkan hasil analisis dan interpretasi yang telah dilakukan dalam bab-bab sebelumnya, serta memberikan saran yang diharapkan dapat berguna bagi pambaca maupun museum Nasional sendiri.