1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penyakit menular adalah penyakit yang dapat ditularkan melalui berbagai media. Penyakit menular masih menjadi masalah kesehatan yang besar dihampir semua negara berkembang karena angka kesakitan dan kematiannya yang relatif tinggi. Berbagai program telah dilaksanakan oleh pemerintah guna menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit menular. Salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia adalah penyakit skabies. Penyakit skabies merupakan penyakit yang bersifat zoonosis yang menyerang kulit, mudah menular dari manusia ke manusia, dari hewan ke manusia yang disebabkan oleh tungau (kutu atau mite) (Depkes RI, 2005). Pengetahuan dasar tentang penyakit skabies ini ditemukan oleh Bemomo pada tahun 1687, penyebabnya ditemukan pertama kali oleh Melanby dengan melakukan percobaan induksi pada sukarelawan pada perang dunia ke II. Penyakit scabies sudah di kenal lebih dari 100 tahun yang lalu, sebagian akibat infestasi tungau yang dinamakan Acurws scabies atau Sarcoptes scabiei varian hominis kutu ini khusus menyerang dan menjalani siklus
hidupnya dalam lapisan tanduk kulit manusia,
dikutip dari penelitian Megawati (2005) dalam jurnal Litbang Universitas Muhammadiyah Semarang.
1 Universitas Sumatera Utara
2
Infeksi kulit di negara maju sudah jarang didapatkan, sebaliknya di negara berkembang dan belum maju dapat dikatakan infeksi kulit masih sering dijumpai. Selain faktor predisposisi pada individu (sawar kulit, gizi, higiene perorangan), faktor lingkungan, kepadatan penduduk yang tinggi, patogenitas kuman dan virulensi mikroorganisme juga berperan penting pada terjadinya penyakit infeksi (Fernawan, 2008). Prevelensi skabies di Indonesia, berdasarkan laporan Departemen Kesehatan Republik
Indonesia (2000),
masih
menjadi permasalahan dalam upaya
pemberantasan penyakit menular. Berdasarkan penelitian Sungkar (2001), prevalensi skabies adalah sekitar 6-27% dari populasi umum dan cenderung lebih tinggi pada anak dan remaja. Berbagai penelitian terkini juga menemukan penyakit skabies masih ada di Indonesia, seperti penelitian Ma’rufi, dkk (2005), menemukan prevalensi skabies pada penghuni pondok pesantren di Lamongan, Jawa Timur yaitu sebesar 64,20% dari 338 santri yang diperiksa, dan pondok pesantren di Jakarta prevalensinya sebesar 78,70%, dan di pondok pesantren Pasuruan sebesar 66,70%. Berdasarkan data Departemen Kesehatan Republik Indonesia, prevalensi penyakit skabies dalam masyarakat diseluruh Indonesia pada tahun 1996 adalah 4,6% - 12,95% dan skabies menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering. Pada tahun 2009 penyakit kulit infeksi menempati urutan ketiga dari 10 besar penyakit rawat jalan di Indonesia dengan jumlah kasus 247.256. (Profil Kesehatan Indonesia, 2009)
Universitas Sumatera Utara
3
Di Provinsi Aceh menunjukkan bahwa penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat seperti malaria, demam berdarah dan penyakit infeksi lainnya termasuk skabies. Di Provinsi Aceh pernah terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit scabies pada tahun 2003 dan pada tahun 2004 kejadian penyakit skabies prevalensinya 40,78%. (Depkes, RI 2004 dan Dinkes Prov. NAD, 2005). Penyakit skabies masih menempati peringkat 9 dari 10 (sepuluh) penyakit terbesar di Provinsi Aceh dengan jumlah 38.854 kasus pada tahun 2011, berdasarkan laporan rawat jalan seluruh Puskesmas di Provinsi Aceh, ini terjadi penurunan jumlah kasus dari tahun sebelumnya yaitu sebanyak 46.721 kasus. (Profil Kesehatan Prov.Aceh, 2011). Begitu pula dengan pola penyakit yang terjadi di Kota Langsa yang merupakan salah satu daerah yang termasuk tinggi prevalensi penyakit skabies adalah sebesar 28,9% dari jumlah 2.137 kasus dari jumlah seluruh penyakit kulit yang dilaporkan. Kondisi ini diduga berhubungan dengan sanitasi lingkungan dan karakteristik penduduk di daerah tersebut. Peningkatan kasus penyakit skabies yang meluas secara cepat, baik jumlah kasus maupun daerah terjangkit terutama di daerah yang padat penghuninya, seperti asrama, panti asuhan, barak dan sebagainya. Penularan penyakit skabies yang sangat cepat dilingkungan panti asuhan terutama disebabkan penyakit skabies merupakan penyakit yang dapat menular secara langsung dan juga disebabkan oleh perilaku individu yang kurang menjaga hygiene personalnya (Dinkes Kota Langsa, 2012).
Universitas Sumatera Utara
4
Kota Langsa terdapat dua panti asuhan yaitu panti asuhan Taman Harapan yang terletak di Kecamatan Langsa Baro dan panti asuhan Bustanul Fikri terletak di Kecamatan Langsa Lama, panti asuhan Taman Harapan memiliki jumlah anak-anak panti sebanyak 124 orang, yang mengalami penyakit skabies sebanyak 31 kasus, Sedangkan panti asuhan Bustanul Fikri memiliki jumlah anak-anak panti sebanyak 96 orang, yang mengalami penyakit skabies sebanyak 28 kasus dengan prevalensi sebesar 26,8 %. (Puskesmas Langsa Baro, 2012) Penyakit skabies yang terjadi di panti asuhan berdampak terhadap anak-anak panti terutama tingkat kemampuan dalam belajar akan terganggu. Banyak mata pelajaran yang terlewatkan baik di sekolah maupun di tempat pengajian, karena adanya rasa kurang percaya diri dalam bergaul. Tingginya angka kejadian skabies menyebabkan anak-anak panti merasa terganggu dalam belajar, sehingga prestasi belajarnya menurun. Kedua panti asuhan tersebut dilengkapi dengan fasilitas yang sama seperti asrama, penyediaan air bersih, serta memiliki peraturan yang sama. Namun berkaitan dengan penyakit skabies sebagian dari anak-anak panti menderita dan juga ada yang tidak menderita dalam hal ini adanya tingkat perbedaan pengetahuan, sikap dan kebersihan anak-anak di panti asuhan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Dengan adanya perbedaan tersebut maka penyebaran penyakit skabies juga berbeda pada setiap panti asuhan maupun secara individu anak-anak panti. Berdasarkan hasil penelitian Sasmita yang
dilakukan di Pesantren
Ta’mirulislam pada 96 orang sampel ditemukan bahwa variabel yang mempunyai
Universitas Sumatera Utara
5
hubungan bermakna dengan kejadian skabies yaitu personal hygiene yang meliputi kebiasaan mandi, kebiasaan membersihkan tempat tidur, kebiasaan anak-anak panti tidur dalam satu malam satu tempat tidur, kebiasaan memakai handuk bersama, mencuci pakaian, penyetrikaan pakaian, mencuci handuk, dan berganti pakaian. (Sasmita, 2012). Menurut Hidayat (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kebersihan Diri dan Kesehatan Lingkungan di Pesantren Nurul Huda Desa Cibatu Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi menyatakan bahwa kebiasaan tukar menukar handuk dikalangan santri ternyata dapat menimbulkan penyakit kulit diantaranya skabies, didukung juga dengan penelitian yang telah dilakukan di pesantren Al karimiyah Sawangan Depok Tahun 2007 oleh Totih Ratna Sondari Setiadi bahwa kebiasaan tukar menukar handuk mempunyai peranan penting dalam kaitannya dengan kejadian skabies. Hubungan antara kebiasaan tukar menukar handuk dengan kejadian skabies dapat dilihat dari OR=10,07 pada selang kepercayaan 95%:3,697-27,196 dari nilai P=0,000 (P<0,05) yang berarti adanya hubungan antara kebiasaan tukar menukar handuk dengan kejadian skabies. Secara statistik ada hubungan yang bermakna artinya ada perbedaan antara santri yang biasa tukar menukar handuk dengan santri yang tidak tukar menukar handuk dengan kejadian skabies. Sedangkan hasil analisis, santri yang biasa tukar menukar handuk mempunyai risiko 10,027 kali terkena skabies dibandingkan dengan santri yang tidak tukar menukar handuk. Skabies dapat berpindah dari satu orang ke orang lain utamanya lewat kontak kulit. Dalam penelitian tersebut juga menyimpulkan bahwa
Universitas Sumatera Utara
6
ada hubungan perilaku santri mengenai penggunaan tempat tidur, kebersihan pakaian, kebiasaan tukar menukar handuk, kebiasaan tukar menukar tempat tidur dan kebersihan lantai kamar ternyata berhubungan dengan kejadian skabies. Menurut Muzakir (2007) dalam penelitiannya yang berjudul faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit skabies pada pesantren di Kabupaten Aceh Besar dengan desain penelitian case control ditemukan adanya hubungan antara pengetahuan dengan kejadian penyakit skabies, tidak ada hubungan sikap dengan kejadian penyakit skabies, ada hubungan kebersihan dengan kejadian penyakit skabies, tidak ada hubungan kebiasaan dengan kejadian penyakit skabies. Sungkar (2001) dalam majalah Ilmiah Resmi Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia menyatakan perilaku manusia sangat komplek dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Salah satu bentuk perilaku terhadap sakit dan penyakit yaitu bagaimana manusia bereaksi, baik secara pasif (mengetahui, bersikap, dan mempersepsi penyakit yang ada pada dirinya atau diluar dirinya) maupun aktif (tindakan atau praktik) yang dilakukan sehubungan dengan sakit maupun penyakit skabies. Terbentuknya perilaku baru dimulai dari pengetahuan yang kemudian menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap yang akhirnya menimbulkan respon yang lebih jauh yaitu tindakan. Menurut Widoyono (2011), secara epidemiologi terjadinya suatu penyakit disebabkan oleh tidak adanya keseimbangan antara host (manusia), agent (penyebab) dengan environment (lingkungan), demikian juga terjadinya penyakit skabies. Berdasarkan faktor host adalah semua yang berasal dari internal atau karakteristik
Universitas Sumatera Utara
7
masyarakat yang berpengaruh terhadap kejadian penyakit yaitu umur, pendidikan, pendapatan keluarga, perilaku kesehatan (pengetahuan, sikap dan tindakan) dan faktor environment yaitu faktor sanitasi lingkungan perumahan seperti penyediaan air bersih, kepadatan hunian, penggunaan jamban keluarga, pembuangan air limbah, dan kelembaban udara mempunyai pengaruh terhadap kejadian penyakit. Lingkungan sekolah adalah tatanan yang dapat melindungi siswa dan staf sekolah dari kecelakaan dan penyakit serta dapat meningkatkan kegiatan pencegahan dan mengembangkan sikap terhadap faktor risiko yang dapat menyebabkan penyakit (Pusat Promosi Kesehatan, Depkes RI, 2008) Green dalam Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor pokok, yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor yang memperkuat atau pendorong. Oleh sebab itu, pendidikan kesehatan sebagai faktor usaha intervensi perilaku harus diarahkan pada ketiga faktor pokok tersebut. Penyakit menular memiliki basis lingkungan dan perilaku penduduk setempat, keduanya sulit dipisahkan. Oleh karena itu, upaya perbaikan sanitasi lingkungan harus diikuti atau diintegrasikan dengan upaya perbaikan perilaku hidup sehat. (Achmadi, 2012) Skabies merupakan salah satu penyakit yang sering diderita oleh masyarakat yang tinggal ditempat yang padat penghuninya seperti asrama, pesantren, panti asuhan dan tempat-tempat lain. Sehingga penyakit skabies sering dianggap sebagai penyakit tradisional dikalangan masyarakat. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh pengetahuan, sikap,
Universitas Sumatera Utara
8
tindakan dan ketersediaan air bersih terhadap kejadian penyakit skabies di Panti Asuhan Kota Langsa Tahun 2013.
1.2. Permasalahan Panti asuhan Taman Harapan dan panti asuhan Bustanul Fikri merupakan fasilitas Pemerintah Kota Langsa untuk penampungan anak-anak yang kurang mampu dan mempunyai peran penting dalam pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia. Sebagai salah satu sarana pemerintah maka perlu mendapat perhatian yang serius khususnya kesehatan, hal ini berkaitan dengan kebiasaan dan kebersihan anakanak panti asuhan dalam kehidupan sehari-hari. Apabila keadaan tersebut tidak diperhatikan dan diupayakan dengan sunguh-sunguh maka akan berdampak terhadap kesehatan dan dapat meningkatnya penyakit yang diakibat oleh perilaku dan lingkungan panti asuhan yang tidak sehat. Berdasarkan data yang diperoleh dari laporan Puskesmas ditemukan angka kejadian penyakit skabies yang masih tinggi dan ini sangat bertolak belakang dengan harapan pemerintah yang ingin menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit menular. Permasalahan ini terjadi karena adanya pengaruh lingkungan dan prilaku yang tidak baik terhadap kesehatan, sehingga perlu dilakukan sebuah penelitian untuk mengetahui berbagai faktor yang mempengaruhi angka kejadian penyakit skabies. Penelitian ini dilakukan supaya tidak terjadi peningkatan kasus yang lebih tinggi.
Universitas Sumatera Utara
9
1.3. Tujuan Penelitian Untuk
mengetahui pengaruh karakteristik
serta pengetahuan,
sikap,
kebersihan diri (pakaian, handuk dan tempat tidur) dan penyediaan air bersih dengan kejadian penyakit skabies pada anak-anak di panti asuhan Kota Langsa.
1.4. Hipotesis a. Adanya hubungan umur dengan kejadian penyakit skabies. b. Adanya hubungan jenis kelamin dengan kejadian penyakit skabies. c. Adanya hubungan pendidikan dengan kejadian penyakit skabies. d. Adanya hubungan pengetahuan dengan kejadian penyakit skabies. e. Adanya hubungan sikap dengan kejadian penyakit skabies. f. Adanya hubungan kebersihan diri dengan kejadian penyakit skabies. g. Adanya hubungan penyediaan air bersih dengan kejadian penyakit skabies.
1.5. Manfaat Penelitian a. Bagi peneliti Dapat memberikan suatu masukan yang berkaitan dengan penyakit skabies dan meningkatkan pengetahuan terhadap pola pencegahan penyakit skabies. b. Bagi anak-anak panti asuhan Dapat menjadi masukan terhadap perbaikan kebiasaan hidup yang merugikan bagi kesehatan sehingga dapat menjaga kesehatan diri khususnya yang berkaitan dengan penyakit skabies.
Universitas Sumatera Utara
10
c. Bagi pengelola Menjadi suatu acuan dalam membuat suatu aturan yang berkaitan dengan penularan penyakit skabies dalam lingkungan panti asuhan.
Universitas Sumatera Utara