1
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dibidang kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional, sebagai institusi tertinggi pemerintah bertanggung jawab atas pemeliharaan kesehatan dan penyedia sarana pelayanan kesehatan. Kesehatan merupakan salah satu hak dan kebutuhan dasar tiap orang guna meningkatkan standar kesejahteraan kehidupanya, baik secara sosial, ekonomi, politik, maupun spiritual. Pelaksanaan pembangunan kesehatan melibatkan seluruh warga masyarakat Indonesia. Hal tersebut dapat dimengerti karena pembangunan kesehatan mempunyai hubungan yang dinamis dengan sektor lainnya. Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, dinyatakan bahwa setiap individu, keluarga dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara bertanggungjawab untuk mengatur terpenuhinya hak hidup sehat bagi penduduk termasuk masyarakat miskin dan tidak mampu. Kewenangan dalam pelayanan kesehatan terletak pada pemerintah pusat dan daerah, dan pada golongan sosial atas yang mempunyai wewenang menetapkan pilihan atas alternatif pelayanan kesehatan.1
1
Lumenta, Benyamin. 1989. Pelayanan Medis Citra, Konflik dan Harapan Tinjauan Fenomena Sosial. Yogyakarta: Kanisius. Hal 23
1
2
Masalah kesehatan senantiasa berubah dari waktu ke waktu. Tinggi dan rendahnya derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu lingkungan, perilaku dan pelayanan kesehatan yang kesemuanya saling berkaitan. Derajat kesehatan yang tinggi akan berpengaruh positif terhadap produktifitas masyarakat yang pada akhirnya akan memiliki nilai ekonomi bagi masyarakat itu sendiri.2 Pengesahan Undang-undang nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) memberikan landasan hukum terhadap kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, khususnya mengenai jaminan sosial. Jaminan Sosial yang dimaksud dalam Undang- undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) adalah perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak dan meningkatkan martabat hidupnya. Berdasarkan Undang- undang tersebut Negara berkewajiban memberikan jaminan kesehatan kepada setiap penduduk agar mendapatkan akses pelayanan kesehatan dengan mutu yang terjamin dan memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Selanjutnya, sebagai penyempurna dari Undang- undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) 2004 ditetapkan Undang- undang nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang resmi beroperasi pada tanggal 1 Januari 2014.
2
Brotowasisto, “Pembangunan Kesehatan di Indonesia”, Prisma, Vol. 19, No. 6, 1990, hlm. 37.
2
3
Dengan telah diundangkannya Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) maka, seluruh jaminan kesehatan di indonesia secara berturut- turut akan bertranformasi ke dalam BPJS Kesehatan. Transformasi tersebut mengakibatkan perubahan sifat, organ dan prinsip pengelolaan, atau dengan kata lain berkaitan dengan perubahan stuktur dan budaya organisasi, selanjutnya bagi semua peserta jaminan kesehatan PT Askesin (Asuransi Kesehatan Keluarga Miskin) secara otomatis dialihkan menjadi peserta jaminan kesehatan BPJS Kesehatan, bagi pihak yang belum beralih ke dalam BPJS kesehatan maka dibebaskan untuk memilih pindah atau tidak. Pindah dalam hal ini dimaksudkan untuk mengganti kartu Askesin yang dimilikinya menjadi kartu BPJS. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan merupakan Badan Hukum
Publik
yang
di
tugaskan
khusus
oleh
pemerintah
untuk
menyelenggarakan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia, terutama untuk masyarakat miskin sehingga dengan adanya BPJS kesehatan diharapkan adanya pemerataan kesejahteraan khususnya dalam bidang kesehatan, agar semua lapisan masyarakat dapat mengakses pelayanan kesehatan secara mudah dan tidak terbatas karena biaya. Lembaga ini bertanggung jawab langsung terhadap Presiden. Yogyakarta merupakan kota terbesar kelima di pulau Jawa yang merupakan ibukota dan pusat pemerintahan DIY yang memiliki luas areal 3.185,80 dengan penduduk 3,4 juta jiwa sehingga kota ini sudah menjadi kota Metropolitan. Besarnya jumlah penduduk Yogyakarta mendorong masyarakat untuk memiliki
3
4
daya saing yang tinggi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Tidak hanya dari segi kuantitas namun juga kualitasnya, karena persaingan yang semakin tinggi itulah maka masyarakat memerlukan suatu wadah yang dapat melindungi mereka ketika tidak dalam keadaan sehat dan membutuhkan perawatan kesehatan. Fenomena yang berkembang saat ini adalah sulitnya akses dalam pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin. Kesulitan pelayanan tersebut utamanya dipengaruhi oleh faktor finansial. Masyarakat miskin yang menderita sakit parah atau penyakit tergolong berat tidak dapat di sembuhkan karena ketiadaan biaya pengobatan sehingga pada akhirnya lambat ditangani atau tidak ditangani sama sekali yang mengakibatkan penyakitnya semakin parah bahkan mengakibatkan kematian, sehingga dengan dibentuknya BPJS Kesehatan dengan program Jaminan Kesehatan Nasional diharapkan semua warga masyarakat Yogyakarta khususnya masyarakat miskin dapat memiliki asuransi kesehatan yang akan menjamin pelayanan kesehatannya ketika membutuhkannya. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Bagi yang mempunyai upah atau gaji, besaran iuran berdasarkan persentase upah yang diberikan oleh Pemberi Kerja. Bagi yang tidak mempunyai gaji atau upah besaran iurannya ditentukan dengan nilai nominal tertentu, dan bagi masyarakat miskin atau Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang tidak mampu
4
5
membayar iuran maka iurannya dibayari oleh pemerintah.3 Sedangkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) merupakan badan hukum publik yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan tersebut. Pelaksanaan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan bukan tanpa kendala, terlebih dalam menjangkau seluruh wilayah Indonesia yang sangat luas. Hal ini tentu berpengaruh pada pendistribusian sarana dan prasarana demi menunjang terlaksananya program. Selanjutnya proses sosialisasi dianggap sangat penting, sebab tidak semua masyarakat mengetahui akan kebijakan baru dari pemerintah tersebut. Adaptasi baru bagi masyarakat awam yang sebelumnya tidak mengetahui tentang BPJS Kesehatan sangat diperlukan. Sama halnya yang terjadi di Yogyakarta, dengan berbagai macam lapisan masyarakat yang ada di dalamnya tidak semua orang mengetahui tentang BPJS Kesehatan. Sebelum diterbitkanya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui BPJS Kesehatan, Jaminan Kesehatan yang berlaku ialah Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS) dan Jaminan Kesehatan Masyarakat Daerah (JAMKESDA). Jaminan Sosial Masyarakat (JAMKESMAS) adalah bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi fakir miskin dan tidak mampu yang iurannya dibayar oleh Pemerintah yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan sejak tahun 2008, dan merupakan perubahan dari Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin (JPKMM). JAMKESDA
3
http://www.jkn.kemkes.go.id/attachment/unduhan/BAHAN%20PAPARAN%20JKN.pdf. Diakses pada tanggal 13 Desember 2015. Pukul 15.00 WIB
5
6
adalah program jaminan bantuan pembayaran biaya pelayanan kesehatan yang diberikan Pemerintah Daerah kepada masyarakat Daerah. Sasaran Program Jamkesda adalah seluruh masyarakat daerah yang belum memiliki jaminan kesehatan,
dari
segi
pendanaan
Program
Jamkesda
dilakukan
secara sharing antara pemerintah provinsi (40%) dan pemerintah kabupaten/kota (60%). Porsi dana 40% provinsi ditransfer secara bertahap ke rekening kas daerah kabupaten/kota dan dicatat sebagai lain-lain pendapatan yang sah.4 Pengelolaan JAMKESMAS dilakasanakan dalam bentuk kerja sama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dalam hal pendanaan Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS) bagi warga miskin sumber dana berasal dari APBN dan kontribusi Pemerintah Daerah (Pemda). Pemerintah menunjuk instansi pemberi pelayanan kesehatan (PPK) untuk
bekerjasama di dalam
program JAMKESMAS. Penyaluran dana ke pemberi pelayanan kesehatan (PPK) berdasarkan Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
124/Menkes/SK/II/2009 tentang Penerimaan Dana Jamkesmas Tahun 2009 melalui jamkesmas pada dasarnya
Rumah Sakit dan Pemberi Pelayanan
Kesehatan Rujukan penerima dana Jamkesmas beserta besarannya, di biayai melalui Daftar Isian Pelaksana Anggaran (DIPA) Direktoran Jenderal Bina Pelayanan Medik Kemenkes, Kekurangan atau kelebihan dana akan diperhitungkan dan dibayarkan pada peluncuran dana tahap dua. Pembayaran
4
http://dinkes.bogorkab.go.id/index.php/multisite/layanan_detail/1 Diakses pada tanggal 24 januari 2016. Pukul 17.00 WIB
6
7
Jamkesmas pada penerimaan dana tahap dua besarannya, di biayai oleh Daftar Isian Pelaksana Anggaran (DIPA) Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Kemenkes. Kekurangan atau kelebihan dana akan diperhitungkan dan di bayarkan pada klaim pelayanan kesehatan berikutnya setelah diverifikasi oleh Tenaga Pelaksana Verifikasi. Berbeda dengan tata cara pembayaran klaim jamkesmas, maka pembayaran klaim BPJS kesehatan kepada fasilitas kesehatan dengan cara membayar kepada Fasilitas Kesehatan tingkat pertama dengan Kapitasi. Kapitasi merupakan sebuah metode pembayaran untuk pelayanan kesehatan di mana penyedia layanan dibayar dalam jumlah tetap per pasien tanpa memperhatikan jumlah atau sifat layanan yang sebenarnya diberikan.5 Untuk Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan, BPJS Kesehatan membayar dengan sistem paket INA CBG’s sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013.6 Semenjak diberlakukanya BPJS Kesehatan di Yogyakarta ternyata menuai berbagai permasalahan, contoh kasus akan permasalahan BPJS Kesehatan di Yogyakarta ialah Tagihan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) jebol akibat jumlah klaim lebih besar dibanding dengan premi yang dibayarkan oleh masyarakat pengguna Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
5
http://kamuskesehatan.com/arti/kapitasi/ Diakses pada tanggal 24 januari 2016. Pukul 13.00 WIB http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Permenkes%20No.%2027%20thn%202014 %20ttg%20Juknis%20Sistem%20INA%20CBGs%20(1).pdf Diakses pada tanggal 24 januari 2016. Pukul 13.00 WIB 6
7
8
Meski subsidi silang antar anggota JKN, namun ternyata di Bantul dan DIY, besaran premi tak mencukupi klaim yang dicairkan. Kepala BPJS Bantul, Sutardji mengungkapkan, hampir sama dengan keadaan di kabupaten/kota lainnya, pengumpulan premi BPJS dari masyarakat di wilayahnya tak sebanding dengan klaim yang harus dicairkan guna menutupi biaya pengobatan dari anggota. "Beberapa faktor memang menjadi penyebab minimnya premi yang diterima. Banyak hal, terutama dari perilaku anggota masyarakat dalam hal kepatuhan pembayaran premi,” ujarnya, kepada wartawan, Minggu (9/8/2015). Sutardji mengatakan, salah satu penyebabnya adalah banyak anggota BPJS Mandiri yang menunggak pembayaran. Mereka membayar di awal menjadi anggota atau ketika butuh BPJS untuk menutup biaya pengobatannya di rumah sakit. Senada diungkapkan Kanit Keuangan BPJS DIY Musdaliza. Tingkat kepatuhan membayar premi peserta BPJS Mandiri di DIY hanya 70% dari anggota yang tercatat. Hal ini tentu berakibat lebih tinggi klaim yang dibayarkan oleh BPJS ke rumah sakit. 7 Permasalahan lainya ialah permasalahan mengenai banyaknya Rumah sakit kelas C yang ramai-ramai naik ke kelas B dikarenakan rumah sakit lebih condong dan fokus dalam mengurusi Klaimnya. Bagaimana Klaim tersebut terpenuhi, terbayarkan, pedapatan rumah sakit tidak menurun dan berkurang dengan adanya pasien BPJS atau JKN terutama yang pasien PBI (Penerima
Beradheta, “Klaim Lebih Tinggi, Nominal Iuran Rencana Akan Naik”, http://www.harianjogja.com/baca/2016/01/22/bpjs-kesehatan-klaim-lebih-tinggi-nominal-iuranrencana-akan-naik-683324. Diakses pada tanggal 24 januari 2016. Pukul 14.00 WIB 7
8
9
Bantuan Iuran). Menurut Niluh Putu Eka Andayani “Fokusnya telah berubah bukan kepada bagaimana meningkatkan pelayanan tapi lebih fokus pada bagaimana cara menggali dana dan pendapatan sebesar-besarnya,”8 Dengan demikian maka hal ini menjadi bukti bahwa pemberlakuan BPJS Kesehatan belum dapat terlaksana dengan baik sehingga
kendala dalam
pelaksanaan BPJS Kesehatan tidak hanya dari aspek pelayanan kesehatannya saja, akan tetapi disebabkan juga dari aspek kepesertaan, pendanaan program, pengorganisasian, peran, dan fungsinya. Dari pemaparan yang telah diuraikan, maka penulis ingin melakukan penelitian tentang “Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional Melalui BPJS Dalam Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin di Kota Yogyakarta”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka penulis merumuskan pokok permasalahan yaitu berupa: 1. Bagaimana Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional Melalui BPJS Dalam Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin di Kota Yogyakarta? 2. Hambatan- hambatan apa saja yang dihadapi dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional Melalui BPJS Dalam Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin di Kota Yogyakarta?
Anonim, “Menaikkan klaim BPJS, motivasi menaikkan akreditasi rumah sakit”, http://koranopini.com/nasional/beritadaerah/menaikan-claim-bpjs-motivasi-untuk-naikanakreditasi-rumah-sakit. Diakses pada tanggal 24 januari 2016. Pukul 16.00 WIB 8
9
10
3. Bagaimana upaya untuk mengatasi hambatan- hambatan dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional Melalui BPJS Dalam Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin di Kota Yogyakarta?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Subjektif Untuk memperoleh data dan bahan- bahan yang berguna dalam penyusunan penulisan hukum sebagai prasyarat memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 2. Tujuan Objektif a. Untuk mengetahui pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Melalui BPJS dalam pelayanan kesehatan masyarakat miskin di Kota Yogyakarta b. Untuk mengetahui hambatan- hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Melalui BPJS dalam pelayanan kesehatan masyarakat miskin di Kota Yogyakarta c. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatanhambatan dalam pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Melalui BPJS dalam pelayanan kesehatan masyarakat miskin di Kota Yogyakarta.
10
11
D. Keaslian Penelitian Dalam penyusunan penulisan hukum ini penulis telah melakukan pencarian dan penelusuran pada berbagai refrensi dan hasil penelitian, baik media cetak maupun media elektronik terkait dengan tema Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional melalui BPJS atau penelitian sejenis. Dari penelusuran tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa penelitian terkait dengan tema tersebut pernah dilakukan namun dalam sisi yang berbeda. Dalam penelusuran oleh penulis, didapatkan ada Penulisan Hukum dengan Judul sebagai berikut: 1.
Penulisan Hukum oleh Zulkahfi dengan Judul “Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Perspektif Hukum Islam”, pada tahun 2014. Penelitian yang dilakukan oleh Zulkahfi menekankan pada pandangan hukum islam terhadap Jaminan Kesehatan Nasionan (JKN) di Indonesia yang berprinsip asuransi sosial melalui BPJS. Berbeda dengan penulisan
11
12
2.
hukum Zulkahfi, fokus penulisan hukum yang dibuat oleh penulis lebih menekankan kepada sisi hukum administrasi negara yang secara spesifik langsung menuju pada pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Melalui BPJS dalam pelayanan kesehatan masyarakat miskin.9
3.
Penulisan Hukum oleh Nora Eka Putri dengan judul “Efektivitas Penerapan Jaminan Kesehatan Nasional Melalui Bpjs dalam Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin di Kota Padang”, pada tahun 2011. Penelitan yang dilakukan oleh Nora Eka Putri menekankan pada efektivitas penerapan Jaminan Kesehatan Nasional melalui BPJS dalam pelayanan kesehatan Masyarakat Miskin di Kota Padang yang dilihat dari sisi Ilmu sosial. Berbeda dengan dengan penulisan hukum Nora Eka Putri, fokus penulisan hukum yang dibuat oleh penulis lebih menekankan kepada sisi hukum administrasi negara, yang secara spesifik langsung menuju pada pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Melalui BPJS dalam pelayanan kesehatan masyarakat miskin dan wilayah yang yang menjadi objek penelitian peneliti ialah Yogyakarta.10
4.
Penulisan Hukum oleh Mariza Rizqi Iriani dengan Judul “Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional (Studi Evaluasi Efektivitas Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
9
Zulkahfi. 2014, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Perspektif Hukum Islam, Skripsi Fakultas Hukum, Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga. Melalui http://digilib.uinsuka.ac.id/14824/2/10380002_bab-i_iv-atau-v_daftar-pustaka.pdf 10
Nora Eka Putri. 2011, Efektivitas Penerapan Jaminan Kesehatan Nasional Melalui Bpjs dalam Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin di Kota Padang. Fakultas Hukum, Universitas Andalas, Tesis. Melalui http://ejournal.unp.ac.id/index.php/index/search/titles?searchPage=25
12
13
(BPJS) Kesehatan di Kabupaten Temanggung)” pada tahun 2015. Penelitian yang dilakukan oleh Mariza Rizqi Iriani menekankan pada Efektivitas Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Kabupaten Temanggung. Berbeda dengan penulisan hukum Mariza Rizqi Iriani, fokus penulisan hukum yang dibuat oleh penulis lebih menekankan kepada pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Melalui BPJS dalam pelayanan kesehatan masyarakat miskin dan wilayah yang yang menjadi objek penelitian peneliti ialah Yogyakarta.11 Oleh karena itu penulis menyatakan bahwa penelitian yang akan dilakukan belum pernah diteliti sebelumnya dan diharapkan penelitian ini akan dapat menambah atau melengkapi penelitian yang telah ada. E. Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik untuk kepentingan akademis maupun kepentingan praktis: 1. Manfaat Akademis Hasil penelitian Penulisan Hukum ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan hukum administrasi negara yang berhubungan dengan program
11
Mariza Rizqi Iriani, 2015, Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional (Studi Evaluasi Efektivitas Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Kabupaten Temanggung), Tesis Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Negri Sebelas Maret, melalui http//www.prints.uns.ac.id/18375/
13
14
Pemerintah dalam Pelyanan Kesehatan khususnya masyarakat tidak mampu. 2.
Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi kalangan akademisi, praktisi, maupun masyarakat pada umumnya serta dapat bermanfaat bagi Pemerintah dalam mebuat kebijakan khususnya berhubungan dengan Pelayanan Kesehatan bagi masyarakat tidak mampu.
14
15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Asuransi 1. Pengertian Asuransi Istilah asuransi lebih banyak dikenal dan dipakai oleh perusahaan pertanggungan. Dalam Undang-undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Asuransi, Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. Definisi Asuransi berdasarkan Undang-undang No. 2 Tahun 1992, maka dapat dimaknai bahwa suransi merupakan perjanjian atau kontrak antara para pihak yang sepakat, dimana salah satu pihak bertindak sebagai penanggung jawab terhadap risiko dari suatu potensi kerugian yang diperjanjikan, dan pihak lain bertindak sebagai tertanggung yang akan menerima ganti rugi sebesar kerugian yang dialaminya ataupun sebesar
15
16
nilai yang telah diperjanjikan.12 Tertanggung mempunyai hak dan kewajiban, yaitu : a.
Kewajiban yang harus diperhatikan oleh tertanggung adalah: 1.
Membayar premi
2.
Mencegah agar kerugian dapat dibatasi
3.
Kewajiban khusus yang disebut sebagai polis
4.
Memberitahukan
keadaan-keadaan
sebenarnya
mengenai
barang yang dipertanggungkan b.
hak yang dipunyai tertanggung adalah : 1. Menerima polis 2. Mendapatkan ganti kerugian apabila terjadi peristiwa itu 3. Hak-hak lainnya sebagai imbalan dari kewajiban penanggung. Sedangkan yang disebut penanggung atau penjamin ialah mereka yang
dengan mendapatkan premi berjanji akan mengganti kerugian atau membayar sejumlah uang yang telah disetujui, jika nanti terjadi peristiwa yang tidak dapat diduga sebelumnya, yang akan menimbulkan kerugian bagi si tertanggung. Jadi disini penanggung merupakan subyek yang berhadapan dengan tertanggung, dan biasanya yang menjadi penanggung adalah suatu badan usaha yang telah memperhitungkan untung rugi didalam tindakantindakannya.13 Kewajiban dan hak dari penanggung adalah :
12
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani,2000, Hukum tentang Perlindungan Konsumen, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hlm. 11 13 Ibid, Halaman 8
16
17
a. Penanggung mempunyai kewajiban, yaitu : 1. memberikan polis kepada tertanggung 2. mengganti kerugian dalam asuransi ganti rugi dan memberikan sejumlah uang yang telah disepakati dalam polis asuransi tersebut 3. melaksanakan premi restorno pada tertanggung yang beritikad baik, berhubung penanggung untuk seluruhnya atau sebagian tidak menanggung risiko lagi dan asuransinya gugur atau batal seluruhnya atau sebagian. b.
hak-hak penanggung adalah : 1.
menerima premi dari tertanggung
2.
karena perjanjian asuransi adalah perjanjian timbal balik, maka dapat dilihat bahwa hak penanggung adalah paralel atau sejajar dengan kewajiban pihak tertanggung.
Asuransi sosial adalah asuransi yang dikelola oleh pemerintah atau instansi atau badan yang ditunjuk oleh pemerintah sebagai pengelola asuransi. Asuransi sosial hanya mencakup perlindungan atas dasar yang biasanya ditentukan dalam peraturan perundang- undangan.14 Selain dari pengertian diatas, asuransi sosial sesuai dengan yang diatur dalam pasal 1 angka 3 Undang- undang No. 2 Tahun 1992 yaitu Program asuransi sosial adalah program asuransi yang diselenggarakan secara wajib berdasarkan suatu undang- undang, dengan tujuan untuk memberikan perlindungan dasar kesejahteraan masyarakat.
14
Darmawi. Herman, Op.cit, hlm. 168
17
18
Kebutuhan masyarakat akan terciptanya jaminan sosial menjadi salah satu faktor pendorong timbulnya asuransi sosial ditengah- tengah masyarakat. hal tersebut menjadi suatu kebutuhan mengingat didalam menjalankan kehidupanya masyarakat dapat terkena penyakit- penyakit tertentu yang dapat menghabat pekerjaanya. Oleh karena itu berkenaan dalam tujuan mensejahterakan seluruh masyarakat maka negara dituntut untuk
menaggulangani hal- hal yang
menyebabkan kesejahteraan masyarakat menurun khusunya dalam hal kesehatan sehingga perlunya pemerintah untuk menyelenggarakan asuransi sosial.
2.
Tujuan Asuransi Sosial Tujuan asuransi sosial adalah menyediakan program- program untuk menjamin kesejahteraan sosial baik masyarakat umum, maupun bagi masyarakat yang tidak diuntungkan, adanya asuransi diharapkan agar para korban yang termasuk golongan lemah (golongan tidak mampu) tidak berada dalam keadaan terlantar dan tanpa suatu sumber penghasilan apabila terjadi suatu peristiwa yang mengakibatkan kerugian terhadap mereka yang termasuk golongan lemah, dari uraian diatas jelas bahwa asuransi sosial merupakan program pemeliharaan kesejahteraan dan pendapatan dengan cara redistribusi kekayaan dari segmen masyarakat yang lebih mampu kepada segmen masyarakat yang kurang mampu.15
15
R. Ali Ridho, 1992, Prinsip dan Fungsi Asuransi dalam Lembaga Keuangan, Pasar Modal dan Asuransi Haji, PT. Alumni, Bandung, halaman 375
18
19
Asuransi sosial timbul karena kebutuhan akan terselenggaranya suatu jaminan sosial (social security) bagi masyarakat sehingga jaminan sosial merupakan suatu hal yang mendesak dan tidak dapat ditunda. Setiap jaminan sosial selalu mempunyai tujuan dan fungsi ganda yaitu sosial dan ekonomis. Tujuan dan fungsi sosial diwujudkan dalam bentuk perlindungan terhadap risiko yang mengakibatkan hilangnya pendapatan seseorang yang mendapat kecelakaan seperti jaminan hari tua, sakit dan kematian, dengan demikian korban akan memperoleh bantuan pada saat yang benar-benar dibutuhkannya yang mana akan membantu tercapainya ketenangan kerja dan produktivitas meningkat, didalam mengatasi hal yang demikian pemerintah mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang mewajibkan masyarakatnya untuk membayar iuran wajib. Hal ini didasarkan pada kewajiban pemerintah yang tugasnya adalah untuk melindungi kesejahteraan umum bagi warga negaranya, sebab asuransi sosial bertitik tolak pada upaya perlindungan bagi golongan lemah, baik kondisi sosialnya maupun posisi keuangan perseorangannya. Adapun unsur-unsur dari asuransi sosial adalah:16 1.
Bertujuan untuk kepentingan umum
2.
Bersifat wajib
3.
Harus ada hukum yang bersifat publik
4.
Dikelola oleh Perusahaan Negara dan di Indonesia biasanya berbentuk Perum dan kemudian ada yang beralih menjadi Persero
16
Ibid, halaman 374
19
20
Pengertian asuransi tidak terbatas hanya pada memberikan perlindungan pada tertanggung saja, tetapi juga kepada seluruh anggota masyarakat. Pengertian asuransi yang seperti ini dikenal dengan nama asuransi sosial (social insurance) yang kesehatan termasuk didalamnya. Pada saat ini jenis asuransi juga semakin bervariasi, mula-mula lebih terarah pada barang, kemudian pada jasa, untuk selanjutnya ketika hidup dan kehidupan mulai dapat dinilai dalam bentuk rupiah (concept of human life value), berkembanglah asuransi jiwa (life insurance) serta asuransi kesehatan (health insurance). Asuransi kesehatan adalah suatu instrumen sosial yang dapat menjamin seseorang untuk memenuhi kebutuhan pemeliharaan kesehatan tanpa mempertimbangkan keadaan ekonomi orang tersebut ketika membutuhkan pelayanan kesehatan. Dasar asuransi kesehatan adalah menghilangkan ketidakpastian yang dihadapi seseorang dari kemungkinan kebutuhan pengobatan karena ketidakpastian dari insiden sakit dan biaya pengobatan.17 Menurut Azwar asuransi kesehatan adalah suatu sistem dalam pembiayaan kesehatan dimana dilakukan pengelolaan dana yang berasal dari iuran teratur peserta untuk membiayai pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh peserta. Adapun pihak yang terlibat dalam asuransi kesehatan adalah:18 a.
Peserta (client), yakni mereka yang terdaftar sebagai anggota, membayar sejumlah iuran (premi) dengan mekanisme tertentu dan karena itu ditanggung biaya kesehatannya.
17
Hasbullah, T., 2005. Pendanaan Kesehatan dan Alternatif Mobilisasi Dana Kesehatan di Indonesia. Jakarta: Penerbit Raja Grafindo Persada. Hlm. 40 18 Azwar, Azrul,1996, Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta: Sinar Harapan. Hlm. 29
20
21
b. Badan penyelenggara asuransi (health insurance institution), yakni pihak yang bertanggung jawab mengumpulkan dan mengelola iuran serta membayar biaya kesehatan yang dibutuhkan peserta c.
Penyedia pelayanan (health provider), yakni pihak yang bertanggung jawab menyediakan pelayanan kesehatan bagi peserta dan untuk itu mendapatkan imbalan jasa dari badan asuransi.
3.
Pola Asuransi Kesehatan Pelaksanaan asuransi kesehatan mengenal beberapa pola didalam
pelaksanaanya, yakni:19 a. Pola Tripartie Pola tripartie merupakan pola asuransi dimana fungsi pembiayaan dan penyediaan pelayanan kesehatan dilakukan terpisah oleh institusi yang berbeda. Perusahaan asuransi membiayai pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pemberi pelayanan kesehatan swasta pada fasilitas kesehatan yang bukan milik perusahaan asuransi. Bentuk asuransi ini merupakan yang paling sederhana karena perusahaan asuransi hanya bertanggung jawab mengembalikan uang tanggungan yang jumlahnya ditetapkan di muka untuk melindungi peserta dari suatu peristiwa dan tidak mengenal kajian utilisasi (utilization review) untuk mengontrol biaya. b.
Pola Bipartie Pola bipartie menggunakan model managed care dimana fungsi pembiayaan dan penyediaan pelayanan kesehatan dilakukan oleh satu instansi sehingga
19
Murti, Bhisma, 2007, Dasar-Dasar Asuransi Kesehatan, Yogyakarta: Kanisius. Hlm. 35
21
22
perusahaan dapat melakukan kontrol langsung terhadap pemberi pelayanan kesehatan
B. Tinjauan Umum Jaminan Sosial di Indonesia 1. Pengertian Jaminan Sosial Kata “Jaminan sosial” berasal dari kata social dan security. Security diambil dari Bahasa Latin “se-curus” yang bermakna “se” (pembebasan atau liberation) dan “curus” yang berarti (kesulitan atau uneasiness). Sementara itu, kata “Social” menunjuk pada istilah masyarakat atau orang banyak (society). Dengan demikian, jaminan sosial secara harafiah adalah “pembebasan kesulitan masyarakat” atau “suatu upaya untuk membebaskan masyarakat dari kesulitan.” Menurut
MHLW sistem
jaminan
sosial
berarti
sistem
untuk
memungkinkan setiap warga negara untuk menjalani kehidupan yang layak sebagai anggota masyarakat yang berbudaya . sistem jaminan sosial memberikan penanggulangan terhadap keadaan yang membutuhkan termasuk penyakit, cedera , melahirkan , cacat , kematian , hari tua , pengangguran dan memiliki banyak anak dengan menerapkan langkahlangkah keamanan ekonomi melalui asuransi atau dengan belanja publik langsung.20
20
Ministry of Health, Labour and Welfare of Japan (MHLW) (1999), Annual Report on Health and Welfare, Tokyo: MHLW.
22
23
Indonesia menganut Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang mana SJSN Adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial.21 Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) adalah program Negara yang bertujuan untuk memberi perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui program ini, setiap penduduk diharapkan dapat memenuhi kebutuhan hidup dasar yang layak apabila terjadi hal-hal yang dapat mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya pendapatan, karena menderita sakit, mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki usia lanjut, atau pensiun.22 Kemakmuran dan kesejahteraan suatu masyarakat dapat dinilai dengan adanya mutu kesehatan yang baik, untuk mendapatkan tingkat kesehatan yang baik maka tidak dapat dilepaskan dari faktor pelayanan kesehatan yang diberikan oleh negara kepada seluruh masyarakatnya. Pelayanan kesehatan menjadi salah satu hak setiap warga negara, hal ini ditegaskan didalam UUD Republik Indonesia tahun 1945, yaitu pada pasal 28 H ayat (1). Pasal tersebut menyatakan bahwa “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Selain itu, di pasal 28 H ayat (3) terdapat aturan mengenai jaminan sosial, yang menegaskan bahwa
21
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 Eka, Asih. 2014. Paham SJSN Sistem Jaminan Sosial Nasional. Jakarta: CV Komunitas Pejaten Mediatama. Hlm 48 22
23
24
“Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat”. Pasal 34 ayat (2) UUD Negara Republik indonesia merupakan dasar terbentuknya sistem jaminan sosial sebab pada pasaltersebut menyatakan bahwa “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”. Pengimplementasian akan pasal tersebut telah diwujudkan oleh pemerintah dengan jalan pemerintah telah menjalankan berbagai program jaminan kesehatan pada skala Nasional”. Sejak tahun 1947 pemerintah telah mengeluarkan program pelayanan kesehatan, pemerintah memperkenalkan prinsip asuransi kepada masyarakat salah
satunya
dengan
cara
mewajibkan
semua
perusahaan
untuk
mengasuransikan karyawanya terhadap kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Meskipun program tersebut pernah sempat berjalan, sayangnya akibat dari situasi keamanan dalam negri pasca kemerdekaan masih belum stabil dan juga masih terdapat beberapa upaya pemberontakan dari Belanda untuk kembali merebut Indonesia, maka upaya tersebut belum memungkinkan untuk terlaksana dengan baik. Pada tahu 1960 pemerintah mengeluarkan konsep asuransi kesehatan melalui undang- undang pokok kesehatan tahun 1960 yang meminta pemerintah mengembangkan “dana sakit” dengan tujuan untuk menyediakan asuransi kesehatan pelayanan utuk rakyat, sayangnya undang- undnag ini tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya akibat dari kondisi sosial ekonomi di indonesia belum kondusif. Pada tahun 1967, Menteri Tenaga Kerja mengeluarkan Surat Keputusan untuk mendirikan dana mirip dengan konsep
24
25
Health Maintenance Organization (HMO) atau Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Masyarakat
(JPKM)
yang
berkembang
kemudian
guna
mewujudkan amanat undang- undang kesehatan tahun 1960 tersebut.23 Memasuki jaman orde baru, terdapat tiga jaminan kesehatan yang berbentuk asuransi kesehatan, yaitu: PT. Asabri, PT. ASTEK dan Juga Perum Husada Bakti. PT. Asabri dibentuk dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1971 tentang Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata. Peserta dalam asuransi ini adalah anggota ABRI (sekarang TNI), Kepolisian, dan juga Pegawai Negri Sipil di Departemen pertahanan beserta anggota keluarganya. Terbitnya peraturan pemerintah republik indonesia nomor 33 tahun 1977 tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja yang kemudian di ikuti dengan berdirinya PT. ASTEK (yang kemudian berubah menjadi PT. Jamsostek). Pelayanan PT. ASTEK berupa program asuransi kerja dan program tabungan hari tua yang berkorelasi dengan asuransi kematian. Peserta dari PT. ASTEK ialah tenaga kerja yang bekerja pada perusahaan milik swasta, termasuk perusahaan yang didirikan menurut peraturan Penanaman Modal Dalam Negri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) serta karyawan yang bekerja pada perusahaan umum (PERUM), Perusahaan Persero (PERSERO) dan perusahaan milik negara yang didirikan dengan atau berdasarkan undangundang tersendiri (Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1977 Tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja).
HasbullahThabrany,“SejarahAsuransiKesehatan”,http//staff.ui.ac.id/system/files/users/hasbulah/ material/babosejarahasuransikesehatanedited.pdf. diakses pada 12 maret 2016 pukul 18.41 WIB. 23
25
26
Selanjutnya adalah Perum Husada Bakti yang kemudian berubah menjadi PT. Askes (Asuransi Kesehatan). Dasar hukum dari PT. Askes ialah Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1984 tentang pemeliharaan kesehatan bagi pegawai negri sipil dan penerima pensiun beserta anggota keluarganya dan juga peraturan pemerintah Nomor 23 tahun 1984 tentang perusahaan umum Husada Bakti. Jaminan kesehatan yang terus berkembang di Indonesi akhirnya melahirkan Undang- undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya yang layak (Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional). Sedangkan Sistem Jaminan Sosial adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial (pasal 1 ayat 2 undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional) Undang- undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional merupakan latar belakang dibentuknya sebuah badan penyelenggara jaminan sosial. Hal tersebut terdapat pada pasal 5 ayat (1) hingga (3) undangundang ini. Yang berbunyi sebagai berikut: (1) (2)
(3)
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial harus dibentuk dengan UndangUndang, Sejak berlakunya Undang-Undang ini, badan penyelenggara jaminan sosial yang ada dinyatakan sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial menurut Undang-Undang ini. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
26
27
a. Perusahaan
Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK). b. Perusahaan Perseroan (Persero) Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (TASPEN); c. Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI); dan d. Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES). Lahirnya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), perusahaan Perseroan (persero) Asuransi Kesehatan (ASKES) berubah nama menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan). Sedangkan PT. Jamsostek kini berubah menjadi badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Undang- undang inilah yang menjadi payung hukum berdirinya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Program BPJS Kesehatan dimulai sejak awal tahun 2014 yaitu dengan adanya peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Penyelenggara Jaminan Kesehatan.
2. Asas, Tujuan dan Prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Pelakasanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) tidak terlepas dari Asas, tujuan, serta prinsip- prinsip yang terkandung di dalamnya. Asas yang dikenal dalam penerapan SJSN ada tiga, yakni asas kemanusiaan, asas kemanfaatan dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 24 Tujuan dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/ atau anggota
24
Undang- undang no. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional Pasal 2
27
28
keluarganya.25 Undang-Undang SJSN Pasal 4 menetapkan sembilan prinsip di dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dikenal ada sembilan, yakni: 26 a. Prinsip kegotong-royongan, kebersamaan antar peserta dalam menanggung beban biaya jaminan sosial, yang diwujudkan dengan kewajiban setiap peserta membayar iuran sesuai dengan tingkat gaji, upah, atau penghasilan. b. Prinsip nirlaba, pengelolaan usaha yang mengutamakan penggunaan hasil pengembangan dana untuk memberikan manfaat sebesarbesarnya bagi seluruh peserta. c. Prinsip keterbukaan, mempermudah akses informasi yang lengkap, benar, dan jelas bagi setiap peserta. d. Prinsip kehati-hatian, pengelolaan dana secara cermat, teliti, aman, dan tertib. e. Prinsip akuntabilitas, pelaksanaan program dan pengelolaan keuangan secara akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. f. Prinsip portabilitas, memberikan jaminan secara berkelanjutan meskipun peserta berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Republik Indonesia. g. Prinsip kepesertaan wajib, mengharuskan seluruh penduduk untuk menjadi peserta jaminan sosial yang dilaksanakan secara bertahap.
25 26
Undang- undang no. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional Pasal 3 Ibid, hlm. 23
28
29
h. Prinsip dana amanat, iuran dan hasil pengembangannya merupakan dana titipan dari peserta untuk digunakan sebesar-besarnya bagi kepentingan peserta jaminan sosial. i. Prinsip hasil pengelolaan dana jaminan sosial nasonal dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta. Hasil pengembangan aset jaminan sosial dimanfaatkan untuk kepentingan peserta jaminan sosial.
3.
Program Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) merupakan Program Negara yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui program ini, setiap penduduk diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak. Undang- U SJSN menetapkan 5 (lima) program jaminan sosial, yaitu: 1. Jaminan
kesehatan
Adalah
program
jaminan
sosial
yang
diselenggarakan secara nasional dengan tujuan untuk menjamin agar peserta dan anggota keluarganya memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.27 2. Jaminan kecelakaan kerja Adalah program jaminan sosial yang diselenggarakan secara nasional dengan tujuan menjamin agar peserta
27
Pasal 19 ayat 1 dan ayat 2, Pasal 20 ayat 2 Undang- undang Sistem Jaminan Sosial Nasional
29
30
memperoleh manfaat pelayanan kesehatan dan santunan uang tunai apabila ia mengalami kecelakaan kerja atau menderita penyakit akibat kerja. 28 3. Jaminan hari tua Adalah program jaminan sosial yang diselenggarakan secara nasional dengan tujuan untuk menjamin agar peserta menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia. 29 4. Jaminan pensiun Adalah program jaminan sosial yang diselenggarakan secara nasional dengan tujuan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak pada saat peserta mengalami kehilangan atau berkurang penghasilannya karena memasuki usia pensiun atau mengalami cacat tetap total.30 5. Jaminan
kematian
Adalah
program
jaminan
sosial
yang
diselenggarakan secara nasional dengan tujuan untuk memberikan santunan kematian yang dibayarkan kepada ahli waris peserta yang meninggal dunia.
C.
Tinjauan Umum Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 1. Pengertian Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang
28
Pasal 29 ayat 1 dan ayat 2 Undang- undang Sistem Jaminan Sosial Nasional Pasal 35 ayat 1 dan ayat 2 Undang- undang Sistem Jaminan Sosial Nasional 30 Pasal 39 ayat 1 dan ayat 2 Undang- undang Sistem Jaminan Sosial Nasional 29
30
31
diselenggarakan melalui mekanisme asuransi sosial yang bertujuan agar seluruh penduduk Indonesia terlindungi dengan sistem asuransi. Negara Indonesia menuju Universal health Coverage (UHC) berdasarkan UndangUndang Kesehatan Nomor 36 tahun 2009 pasal 13 menyatakan bahwa: setiap orang berkewajiban ikut serta dalam program Jaminan kesehatan sosial. Jaminan Kesehatan Nasional adalah bagian dari SJSN yang diselenggarakan melalui mekanisme asuransi berdasarkan Undang-Undang RI nomor 40 tahun 2004. Tujuan asuransi kesehatan agar seluruh penduduk Indonesia terlindungi dari masalah pembiayaan kesehatan kebutuhan dasar masyarakat akan dapat terpenuhi. Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayariuran atau iurannya di bayar oleh pemerintah.31 Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasioanal (SJSN). Sistem Jaminan Kesehatan Nasional, ini diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang – Undang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Tujuannya adalah agar semua penduduk Indonesia terlindungi dalam system asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar
31
http://www.bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/arsip/categories/MzU/peraturan-bpjs-kesehatan. Diakses pada tanggal 18 Januari 2016. Pukul 20.00 WIB
31
32
kesehatan masyrakat yang layak.JKN diluncurkan Pemerintah Republik Indonesia sejak 1 Januari 2014, Kementerian Kesehatan melakukan berbagai upaya untuk memperkuat pelayanan kesehatan.Berbagai peraturan dan panduan tentang pelayanan kesehatan dan standar tarif dasar bagi pemberi dan pengelola pelayanan kesehatan (Yankes) telah dikeluarkan.32
2.
Prinsip- Prinsip Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional mengacu pada prinsipprinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) seperti yang dijelaskan dalam Undang-undang nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN adalah sebagai berikut: a. Prinsip kegotongroyongan Prinsip kegotongroyongan adalah prinsip kebersamaan yang berarti peserta yang mampu dapat membantu peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit atau beresiko tinggi. Hal ini dapat terwujud karena kepersertaan SJSN yang bersifat wajib dan pembayaran iuran sesuai dengan tingkat gaji, upah dan penghasilan sehingga dapat terwujud keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. b. Prinsip nirlaba Pengelolaan dana amanat oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit oriented). Sebaliknya, tujuan utama adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dana yang dikumpulkan dari
32
http://www.bkkbn.go.id/Documents/JKN/PMK%20No.%2028%20ttg%20Pedoman%20Pelaksan aan%20Program%20JKN.pdf. Diakses pada tanggal 18 Januari 2016. Pukul 16.00 WIB
32
33
masyarakat adalah dana amanat, sehingga hasil pengembangannya, akan di manfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan seluruh peserta. c. Prinsip keterbukaan Prinsip keterbukaan yang dimaksud adalah prinsip untuk mempermudah akses informasi yang lengkap, benar, dan jelas bagi setiap peserta. d. Prinsip kehati-hatian Prinsip kehati-hatian adalah prinsip pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta secara cermat, teliti, aman dan tertib. e. Prinsip akuntabilitas Prinsip akuntabilitas maksudnya adalah prinsip pelaksanaan program dan pengelolaan keuangan yang akurat dan dapat dipertanggung jawabkan. f. Prinsip portabilitas Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan kepada peserta meskipun peserta berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. g. Prinsip kepersertaan wajib Kepersertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat
menjadi
peserta sehingga
dapat
terlindungi.
Meskipun
kepersertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program yang semuanya dilakukan secara bertahap. Tahapan pertama dimulai dari pekerja di sektor formal, 16 bersamaan dengan itu sektor informal dapat menjadi peserta secara mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dapat mencakup seluruh rakyat.
33
34
h. Prinsip dana amanat Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaikbaiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk digunakan sebesar-besarnya bagi kepentingan dan kesejahteraan peserta. i. Prinsip hasil pengelolaan dana jaminan sosial Prinsip yang dimaksud adalah prinsip pengelolaan hasil berupa keuntungan dari pemegang saham yang dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besarnya kepentingan peserta jaminan sosial.
3. Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Kepersertaan dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional dijelaskan dalam Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan yang kemudian dilakukan perbaikan penjelasan dalam Peraturan Presiden Nomor 111 tahun 2013. Kepersertaan Jaminan Kesehatan bersifat wajib dan mencakup seluruh penduduk Indonesia. Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional dilakukan secara bertahap, yaitu tahap pertama mulai 1 Januari 2014 hingga mencakup seluruh penduduk Indonesia paling lambat 1 Januari 2019. Beberapa penjelasan lain mengenai kepesertaan berdasarkan Perpres tersebut antara lain adalah: 33 a. Peserta Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar Iuran.
33
Peraturan Presiden Nomor 111 tahun 2013
34
35
b. Pekerja Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lain. c. Pemberi Kerja Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja, atau penyelenggara negara yang mempekerjakan pegawai negeri dengan membayar gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lainnya. Peserta yang mengikuti program JKN terbagi dalam dua golongan yaitu: 1.
Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu.
2.
Peserta bukan PBI adalah Peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu yang terdiri atas: a.
Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu: 1.
Pegawai Negeri Sipil;
2.
Anggota TNI;
3.
Anggota Polri;
4.
Pejabat Negara;
5.
Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri;
6.
Pegawai Swasta; dan
7.
Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf f yang menerima Upah.
b.
Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu: 1.
Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri dan
35
36
2.
Pekerja yang tidak termasuk pada butir satu yang bukan penerima Upah.
3.
Pekerja sebagaimana dimaksud butir satu dan dua, termasuk warga negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan..
c.
Bukan Pekerja dan anggota keluarganya terdiri atas: 1.
Investor;
2.
Pemberi Kerja;
3.
Penerima Pensiun;
4.
Veteran;
5.
Perintis Kemerdekaan; dan
6.
Bukan Pekerja yang tidak termasuk butir 1 dan 5 yang mampu membayar Iuran.
d.
Penerima pensiun terdiri atas: 1. Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun; 2. Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun; 3. Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun; 4. Penerima Pensiun selain butir 1, 2, 3, 4, dan 5 Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun sebagaimana dimaksud pada butir 1 sampai dengan 5 yang mendapat hak pensiun.
e.
Anggota keluarga bagi pekerja penerima upah meliputi: 1. Istri atau suami yang sah dari Peserta; dan
36
37
2. Anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari Peserta, dengan kriteria: tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri; dan 3. Belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (duapuluh lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal. 4. Sedangkan
Peserta
bukan
PBI
JKN
dapat
juga
mengikutsertakan anggota keluarga yang lain. f.
WNI di Luar Negeri Jaminan kesehatan bagi pekerja WNI yang bekerja di luar negeri diatur dengan ketentuan peraturan perundangundangan tersendiri.
4. Hak dan kewajiban Peserta Hak dan kewajiban peserta dalam menjamin terselenggaranya Jaminan Kesehatan yang mencakup seluruh penduduk Indonesia dijelaskan dalam Peraturan BPJS No. 1 tahun 2014 adalah sebagai berikut : a.
Hak peserta: 1. Mendapatkan kartu peserta sebagai bukti sah untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan sebagai identitas peserta; 2.
Mendapatkan nomor virtual account
yang digunakan untuk
pembayaran iuran; 3. Memperoleh manfaat dan informasi tentang hak dan kewajiban serta prosedur pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
37
38
4. Mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan dan memilih fasilitas kesehatan mana yang dikehendaki; 5. Menyampaikan keluhan/pengaduan, kritik dan saran secara lisan atau tertulis ke Kantor BPJS Kesehatan. b.
Kewajiban peserta 1. Mendaftarkan dirinya sebagai peserta serta membayar iuran yang besarannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku; 2. Melaporkan perubahan data peserta, baik karena pernikahan, perceraian, kematian, kelahiran, pindah alamat atau pindah fasilitas kesehatan tingkat pertama; 3. Menjaga Kartu Peserta agar tidak rusak, hilang atau dimanfaatkan oleh orang yang tidak berhak; 4. Mentaati semua ketentuan dan tata cara pelayanan kesehatan.
5. Masa berlaku kepesertaan a. Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional berlaku selama yang bersangkutan membayar Iuran sesuai dengan kelompok peserta. b. Status kepesertaan akan hilang bila peserta tidak membayar Iuran atau meninggal dunia.
38
39
6. Pembiayaan a. Iuran Iuran Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur oleh Peserta, Pemberi Kerja, dan/atau Pemerintah untuk program Jaminan Kesehatan34 b. Pembayar Iuran 1.
Bagi Peserta PBI, iuran dibayar oleh Pemerintah.
2.
Bagi peserta PBI yang didaftarkan Pemerintah Daerah, iuran dibayar Pemerintah Daerah.
3.
Bagi Peserta Pekerja Penerima Upah, Iurannya dibayar oleh Pemberi Kerja dan Pekerja.
4.
Bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan Pekerja iuran dibayar oleh Peserta yang bersangkutan.
5.
Bagi anggota keluarga peserta, iuran dibayar oleh peserta f) Besarnya Iuran Jaminan Kesehatan Nasional ditetapkan melalui Peraturan Presiden dan ditinjau ulang secara berkala sesuai dengan perkembangan sosial, ekonomi, dan kebutuhan dasar hidup yang layak.35
c. Pembayaran Iuran Setiap Peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan persentase dari upah (untuk pekerja penerima upah) atau suatu jumlah nominal tertentu (bukan penerima upah dan PBI).
34 35
Perpres No. 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan Perpres No. 111 tahun 2013 39
40
Setiap Pemberi Kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya, menambahkan iuran peserta yang menjadi tanggung jawabnya, dan membayarkan iuran tersebut setiap bulan kepada BPJS Kesehatan secara berkala (paling lambat tanggal 10 setiap bulan). Apabila tanggal 10 (sepuluh) jatuh pada hari libur, maka iuran dibayarkan pada hari kerja berikutnya. Keterlambatan pembayaran iuran JKN dikenakan denda administratif sebesar 2% (dua persen) perbulan dari total iuran yang tertunggak dan dibayar oleh Pemberi Kerja. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja wajib membayar iuran JKN pada setiap bulan yang dibayarkan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan kepada BPJS Kesehatan. Pembayaran iuran JKN dapat dilakukan diawal. BPJS Kesehatan menghitung kelebihan atau kekurangan iuran JKN sesuai dengan Gaji atau Upah Peserta. Dalam hal terjadi kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran, BPJS Kesehatan memberitahukan secara tertulis kepada Pemberi Kerja dan/atau Peserta paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya 27 iuran. Kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran diperhitungkan dengan pembayaran Iuran bulan berikutnya (Perpres No. 111 tahun 2013). d. Besaran Iuran 1.
Iuran Peserta PBI Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta PBI Jaminan Kesehatan serta penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah
40
41
sebesar Rp 19.225,00 (sembilan belas ribu dua ratus dua puluh lima rupiah) per orang per bulan. 2.
Iuran Peserta Bukan PBI a.
Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang terdiri atas Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI, Anggota Polri, Pejabat Negara, dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri sebesar 5% (lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan.
b. Iuran sebagaimana dimaksud pada poin 1 (satu) dibayar dengan ketentuan sebagai berikut: a.
3% (tiga persen) dibayar oleh Pemberi Kerja; dan
b.
2% (dua persen) dibayar oleh Peserta.
c.
Kewajiban
Pemberi
Kerja
dalam
membayar
iuran
sebagaimana dimaksud di atas, dilaksanakan oleh: a.
Pemerintah untuk Iuran Jaminan Kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat, Anggota TNI, Anggota Polri, Pejabat Negara, dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri Pusat; dan
b. Pemerintah Daerah untuk Iuran Jaminan Kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri Daerah. c. Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima Upah selain Peserta sebagaimana dimaksud di atas yang dibayarkan mulai tanggal 1 Januari 2014 sampai dengan 30
41
42
Juni 2015 sebesar 4,5% (empat koma lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan:
d.
a.
4% (empat persen) dibayar oleh Pemberi Kerja; dan
b.
0,5% (nol koma lima persen) dibayar oleh Peserta.
Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta sebagaimana dimaksud di atas yang dibayarkan mulai tanggal 1 Juli 2015 sebesar 5% (lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan: a.
4% (empat persen) dibayar oleh Pemberi Kerja; dan
b. 1% (satu persen) dibayar oleh Peserta. e.
Iuran
Jaminan
Kesehatan
bagi
Peserta
Pekerja
BukanPenerima Upah dan Peserta bukan Pekerja serta keluarga peserta: a. Sebesar Rp 25.500 (dua puluh lima ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III. b. Sebesar Rp 42.500 (empat puluh dua ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II. c. Sebesar Rp 59.500 (lima puluh sembilan ribulima ratus rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.
42
43
7. Iuran Jaminan Kesehatan bagi penerima pensiun ditetapkan sebsar 5% (lima persen) dari besaran pensiun pokok dan tunjangan keluarga yang diterima perbulan dengan ketentuan: a.
3% (tiga persen) dibayar oleh Pemerintah: dan
b. 2% (dua persen) dibayar oleh penerima pensiun 8. Iuran
Jaminan
Kesehatan
bagi
Veteran,
Perintis
Kemerdekaan, dan janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan, iurannya ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari 45% (empat puluh lima 30 persen) gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III/a dengan masa kerja 14 (empat belas) tahun per bulan, dibayar oleh Pemerintah. 9. Besaran Iuran Jaminan Kesehatan bagi anggota keluarga PesertaPenerima Upah ditetapkan sebesar 1% (satu persen) dari Gaji atau Upah Peserta Pekerja Penerima Upah per orang per bulan.36
6. Jaminan Kesahatan Masyarakat (JAMKESMAS) Jamkesmas merupakan singkatan dari jaminan kesehatan masyarakat dan merupakan bagian dari pengentasan kemiskinan yang bertujuan agar akses dan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dapat ditingkatkan sehingga
36
Perpres No. 111 tahun 2013 43
44
tidak ada lagi maskin yang kesulitan memperoleh pelayanan kesehatan karena alasan biaya. Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) adalah program jaminan kesehatan yang diberikan pemerintah kepada warga masyarakat miskin dan tidak mampu agar kebutuhan dasar kesehatannya terpenuhi.37 Tujuan umum dari Jamksesmas ialah meningkatkan akses dan mutu kesehatan terhadap seluruh masyarakat miskin dan tidak mampu agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif dan efisien. berbeda dengan Tujuan umum maka tujuan khusus dari Jamksesmas, yakni:38 b. Meningkatkan cakupan masyarakat miskin dan tidak mampu mendapat pelayanan kesehatan di puskesmas serta jaringannya dan rumah sakit. c. Meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin. d. Terselenggaranya pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel. Sasaran dari program Jamkesmas adalah masyarakat miskin dan tidak mampu di seluruh Indonesia sejumlah 76,4 juta jiwa, tidak termasuk yang sudah mempunyai jaminan kesehatan lainnya Sumber pendanaan program Jaminan Kesehatan Masyarakat berasal dari APBN
sektor
kesehatan
dan
kontribusi
APBD.
Pemerintah
daerah
berkontribusi dalam menunjang dan melengkapi pembiayaan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin di daerah masing- masing.
37
http://www.tnp2k.go.id/id/program/program/dprogram-jamkesmas/ diakses pada tanggal 22 Maret 2016. Pukul 18.00 WIB 38 Departemen Kesehatan RI, dalam pedoman pelaksanaan Jamkesmas, 2008. Jurnal.
44
45
7. Jaminan Kesehatan Daerah (JAMKESDA) Jamkesda merupakan program pemerintah yang pada dasarnya mengacu kepada sistem jaminan sosial yang bertujuan untuk memberikan akses bagi seluruh rakyat terhadap pelayanan kesehatan. Penyelenggaraannya berdasarkan prinsip asuransi sosial dengan kepesertaan yang wajib dan besaran premi yang ditetapkan oleh pemerintah.39 Penyelenggaraan jamkesda mengacu kepada beberapa prinsip dasar, yaitu:40 1.
Prinsip solidaritas sosial Program jamkesda diselenggarakan berdasarkan prinsip solidaritas sosial dimana tercipta subsidi silang antara yang kaya kepada yang miskin, antara yang muda kepada yang tua, antara yang sehat kepada yang sakit dan antar daerah yang kaya kepada daerah yang miskin.
2.
Prinsip efisiensi Penyelenggaraan jamkesda mengacu pada sistem managed care dimana pelayanan yang diberikan efisien, terkendali utilisasi dan biayanya.
3.
Prinsip ekuitas Jamkesda diselenggarakan berdasarkan prinsip keadilan dimana setiap penduduk tanpa memandang suku, agama dan status ekonominya harus memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhannya. Universitas Sumatera Utara
39
Trisnantoro. (2009). Pedoman Operasional Sistem Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan. Yogyakarta: Central Of Health Service Management Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.hlm. 25 40 Ibid, hlm.25
45
46
4.
Prinsip komprehensif Manfaat pelayanan pada jamkesda harus bersifat komprehensif sesuai dengan kebutuhan medis peserta, meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
5.
Prinsip nirlaba (not for profit) Pengelolaan jamkesda diselenggarakan atas
dasar
bukan
mencari
atau
memupuk
keuntungan
tetapi
memaksimalkan pelayanan kesehatan. Badan penyelenggara tidak membayarkan dividen atas sisa anggaran tetapi menggunakannya untuk peningkatan pelayanan kesehatan bagi peserta. 6.
Prinsip responsif Penyelenggaraan jamkesda harus responsif dengan tuntutan peserta sesuai dengan perubahan standar hidup para peserta.
7.
Prinsip koordinasi manfaat Dalam pemberian jaminan, tidak boleh terjadi duplikasi jaminan antara program jamkesda dengan jaminan kesehatan yang lain ataupun jaminan yang lain seperti jaminan kecelakaan yang diterima oleh peserta. Tujuan dalam pelaksanaan Jamkesda dibagi menjadi dua, yakni:41 1.
Tujuan Umum Meningkatkan akses masyarakat misikin dan tidak mampu sasaran Jamkesda untuk mendapatkan pelayanan kesehatan ke sarana pelayanan kesehatan rujukan tingkat dasar dan rujukan tingkat lanjut di Rumah Sakit.
2. Tujuan Khusus
41
http://www.jamsosindonesia.com/jamsosda/cetak/391 diakses pada hari Selasa Tanggal 22 Maret 2016. Pukul 16.00WIB
46
47
a. Terlayaninya masyarakat miskin diluar kuota Jamkesmas untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dengan prinsip Portabilitas. b. Mendorong terselenggaranya peningkatan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin diluar kuota Jamkesmas yang terstandar sehingga terkendali biaya dan mutunya. c. Terselenggaranya pengelolaan biaya pelayanan kesehatan masyarakat miskin diluar kuota Jamkesmas yang efektif, efisien dan akuntabel. Kepesertaan Jamkesda ialah semua masyarakat miskin yang berada diluar kuota Jamkesmas. 9. Pengertian Kemiskinan Definisi
mengenai
kemiskinan
sangat
beragam
mulai
dari
ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar hingga definisi kemiskinan dengan mempertimbangkan komponen sosial dan moral. Kemiskinan dapat diartikan suatu kondisi serba kekurangan. Kemiskinan dapat dicirikan dengan ketidakmampuan untuk memenuhi berbagai kebutuhan pangan, perumahan, dan pakaian, tingkat pendapatan rendah, pendidikan dan keahlian rendah, keterkucilan sosial karena keterbatasan kemampuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan. Singkatnya, kemiskinan dapat didefinisikan sebagai suatu standar hidup yang rendah yaitu suatu tingkat kekurangan materi pada
47
48
sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.42 Berdasarkan Peraturan Daerah Yogyakarta Nomor 23 Tahun 2009 istilah kemiskinan dapat diartikan sebagai suatu ketidakmampuan (lack of capabilities) seseorang, atau keluarga, atau masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan dasarnya berdasarkan definisi kemiskinan mencakup beberapa dimensi, antara lain: 1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (pangan, sandang, dan papan). 2. Ketidakmampuan akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi). 3. Tidak ada jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga). 4. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual dan massal. 5. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia dan keterbatasan sumberdaya alam. 6. Tidak dilibatkannya dalam kegiatan sosial masyarakat.
42
Parsudi Suparlan, 1984, Kebudayaan Kemiskinan, dalam Kemiskinan di Perkotaan, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia – Sinar Harapan. Hlm. 55.
48
49
7. Tidak adanya akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan. 8. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental. 9. Ketidakmampuan
dan
ketidakberuntungan
sosial
(anak
terlantar,wanita tindak kekerasan rumah tangga, janda, kelompok marginal dan terpencil).43
10. Indikator Kemiskinan Indikator didalam penentuan bahwa seseorang dikatakan miskin sangatlah bervariasi dengan demikian standar kemiskinan tentunya ditiap- tiap daerah akan berbeda Berikut adalah beberapa pendekatan yang pada umumnya digunakan untuk mengukur tingkat kemiskinan suatu wilayah: a.
Pendekatan Pemenuhan Kalori Penetapan masyarakat miskin ditinjau dari total kebutuhan minimum makanan yaitu terpenuhinya 1.900 kalori dan 40 gram protein per hari atau disamakan dengan konsumsi beras per kapita per tahun. Di pedesaan bilamana pendapatan lebih tinggi atau sama dengan ekivalensi 320 kg beras dikategorikan tidak miskin. Selanjutnya klasifikasi miskin terdiri atas:
43
Krisnamurthi, Bayu. 2006. Penaggulangan dan Pengurangan Kemiskinan dalam 22 Tahun Studi Pembangunan Pengurangan Kemiskinan, Pembangunan Agribisnis dan Revitalisaasi Pertanian. Bogor: LPPM IPB. Hlm 16
49
50
1.
Melarat (maverty level), bila pendapatan per kapita dari 180 kg beras/tahun
2.
Miskin sekali (very poor), bila pendapatan per ekivalen 180-240 kg beras/ tahun
3.
Miskin (poor), bila pendapatan ekivalen 240-320 kg beras/tahun.
4.
Agak miskin (moderate), bila pendapatan per kapita sama atau lebih dari 320 beras/tahun.44
b. Pendekatan Bank Dunia Kemiskinan bisa dikelompokan dalam dua kategori, yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut mengacu pada satu set standard yang konsisten, tidak terpengaruh oleh waktu dan tempat / negara.). Bank Dunia mendefinisikan Kemiskinan absolut sebagai hidup dengan pendapatan dibawah USD $1/hari dan Kemiskinan menengah untuk pendapatan dibawah $2 per hari. c.
Pendekatan Asean Development Bank Asean Development Bank menetapkan garis kemiskinan sebesar 1.25 USD/ kapita/hari. Jumlah ini lebih besar dari perhitungan dengan pendekatan yang didasarkan kebutuhan kalori di Indonesia dan pendekatan yang dilakukan oleh bank dunia.
d.
44
Pendekatan Biro Pusat Statistik
Berg, A. & Sajogyo. (1986). Pendidikan Untuk Gizi Yang Lebih Baik. Peranan Gizi dalam Pembangunan Nasional. Jakarta: Rajawali. Hlm 37
50
51
Biro Pusat Statistik atau BPS mengukur kemiskinan berdasarkan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Head Count Index (HCI), yaitu persentase penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan. Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan).
11. Garis Kesmiskinan Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan, karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki ratarata pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan. Semakin tinggi Garis Kemiskinan, semakin banyak penduduk yang tergolong sebagai penduduk miskin. Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Secara umum penduduk miskin dapat dibedakan menjadi dua yaitu miskin kronis (chronic poor) dan miskin sementara (transient
poor).
Miskin
kronis
51
adalah
penduduk
miskin
yang
52
berpenghasilan jauh di bawah garis kemiskinan dan biasanya tidak memiliki akses yang cukup terhadap sumber daya ekonomi, sedangkan miskin sementara adalah penduduk miskin yang berada dekat garis kemiskinan. Jika terjadi sedikit saja perbaikan dalam ekonomi, kondisi penduduk yang termasuk kategori miskin sementara ini bisa meningkat dan statusnya berubah menjadi penduduk tidak miskin.45
D.
Tinjauan Umum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) 1. Pengertian Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS merupakan lembaga yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial di Indonesia menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 dan Undangundang Nomor 24 Tahun 2011. Sesuai Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, BPJS merupakan badan hukum nirlaba. Dan Program BPJS Kesehatan 2014 ini akan mulai berlaku pada tanggal 1 januari 2014. Pembentukan BPJS menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Undang-Undang ini merupakan pelaksanaan dari Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang
45
http://www.bps.go.id/Subjek/view/id/23 diakses pada hari Rabu tanggal 23 Maret 2016. Pukul 00.52 WIB
52
53
mengamanatkan pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan transformasi kelembagaan PT Askes (Persero), PT Jamsostek (Persero), PT TASPEN (Persero) dan PT ASABRI (Persero) menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Transformasi tersebut diikuti adanya pengalihan peserta, program, aset dan liabilitas, pegawai serta hak dan kewajiban. Undang-Undang ini membentuk 2 (dua) BPJS yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian. Terbentuknya dua BPJS ini diharapkan secara bertahap akan memperluas jangkauan kepesertaan progam jaminan sosial. Di dalam program BPJS jaminan sosial dibagi kedalam 5 jenis program jaminan sosial dan penyelenggaraan yang dibuat dalam 2 program penyelengaraan, yaitu : 1. Program yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan, dengan programnya adalah Jaminan Kesehatan yang berlaku mulai 1 Januari 2014. 2. Program yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan, dengan programnya adalah Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun, dan Jaminan Kematian yang direncanakan dapat dimulai mulai 1 Juli 2015.
53
54
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial adalah peleburan 4 (empat) badan usaha milik negara menjadi satu badan hukum, 4 (empat) badan usaha yang dimaksud adalah PT TASPEN, PT JAMSOSTEK, PT ASABRI, dan PT ASKES. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ini berbentuk seperti asuransi, nantinya semua warga indonesia diwajibkan untuk mengikuti program ini. 2. Kepesertaan BPJS Kesehatan Dalam mengikuti program ini peserta BPJS di bagi menjadi 2 kelompok, yaitu untuk mayarakat yang mampu dan kelompok masyarakat yang kurang mampu. Peserta BPJS di bagi 2 kelompok yaitu: a. PBI (yang selanjutnya disebut Penerima Bantuan Iuran) jaminan kesehatan, yaitu PBI adalah peserta Jaminan Kesehatan bagi fakir miskin dan orang tidak mampu sebagaimana diamanatkan Undangundang SJSN yang iurannya dibayarkan oleh pemerintah sebagai peserta program Jaminan Kesehatan. Peserta PBI adalah fakir miskin yang ditetapkan oleh pemerintah dan diatur melalui Peraturan Pemerintah b. Bukan PBI jaminan kesehatan.46
46
http://www.antaranews.com/berita/376166/tanya-jawab-bpjs-kesehatan di akses tanggal 07 februari 2016
54
55
3. Visi dan Misi BPJS Program yang dijalankan oleh pemerintah ini mempunyai visi dan misi, visi dan misi dari program BPJS Kesehatan adalah: a. Visi BPJS Kesehatan : Paling lambat 1 Januari 2019, seluruh penduduk Indonesia memiliki jaminan kesehatan nasional untuk memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam
memenuhi
kebutuhan
dasar
kesehatannya
yang
diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang handal, unggul dan terpercaya. b. Misi BPJS Kesehatan : 1. Membangun kemitraan strategis dengan berbagai lembaga dan mendorong partisipasi masyarakat dalam perluasan kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). 2. Menjalankan dan memantapkan sistem jaminan pelayanan kesehatan yang efektif, efisien dan bermutu kepada peserta melalui kemitraan yang optimal dengan fasilitas kesehatan. 3.
Mengoptimalkan pengelolaan dana program jaminan sosial dan dana BPJS Kesehatan secara efektif, efisien, transparan dan akuntabel untuk mendukung kesinambungan program.
4. Membangun BPJS Kesehatan yang efektif berlandaskan prinsip-prinsip
tata
kelola
organisasi
yang
baik
dan
meningkatkan kompetensi pegawai untuk mencapai kinerja unggul.
55
56
5. Mengimplementasikan
dan
mengembangkan
sistem
perencanaan dan evaluasi, kajian, manajemen mutu dan manajemen
risiko
atas
seluruh
operasionalisasi
BPJS
Kesehatan. 6. Mengembangkan dan memantapkan teknologi informasi dan komunikasi
untuk
mendukung
operasionalisasi
BPJS
Kesehatan.47 4. Cara Pembayaran Fasilitas kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan akan membayar kepada Fasilitas kesehatan tingkat pertama dengan Kapitasi. Untuk Fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan, BPJS Kesehatan membayar dengan sistem paket Indonesia Case Base Groups (INA-CBGs). Semua fasilitas kesehatan meskipun tidak menjalin kerja sama dengan BPJS Kesehatan wajib melayani pasien dalam keadaan gawat darurat, setelah keadaan gawat daruratnya teratasi dan pasien dapat dipindahkan, maka fasilitas kesehatan tersebut wajib merujuk ke fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan akan membayar kepada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerjasama setelah memberikan pelayanan gawat darurat setara dengan tarif yang berlaku di wilayah tersebut.
47
http://www.bpjs-kesehatan.go.id/statis-2-visidanmisi.html dikunjungi tanggal 07 februari 2016. Pukul 03.00 WIB
56
57
E.
Tinjauan Umum Pelayanan Publik 1. Pengertian Pelayanan Publik Pelayanan didefinisikan sebagai aktivitas seseorang, kelompok dan/atau organisasi baik langsung maupun tidak langsung untuk memenuhi kebutuhan,48 selain itu ada juga yang menyebutkan bahwa pelayanan adalah proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain secara langsung.49 Sedangkan menurut Sinambela Pelayanan publik adalah sebagai setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik.50 Secara terminologi, istilah public berasal dari Bahasa Inggris yang berarti umum, masyarakat, negara. Kata publik sendiri sudah diterima dalam Bahasa Indonesia baku yang artinya umum, orang banyak, ramai.51 Dari perspektif hukum, pelayanan publik dapat dilihat sebagai suatu kewajiban yang diberikan oleh konstitusi atau peraturan perundangundangan kepada pemerintah untuk memenuhi hak-hak dasar warga negara atau penduduknya atas suatu pelayanan.52 Pelayanan Publik menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003 adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya
48
Pasolong, Harbani. 2010. Teori Administrasi Publik. Bandung: Alfabeta. Hlm. 40 Pasolong Herbani, loc.cit. 50 Pasolong Herbani, loc.cit. 51 Sirajudin, Didik Sukriono, op.cit., hlm 12 52 ibid 49
57
58
pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan kebutuhan peraturan perundang- undangan. Sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, didaerah, dan dilingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundangundangan.53 Penyelenggara pelayanan publik menurut Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik dan badan hukum yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik. Sedangkan menurut menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor
63/KEP/M.PAN/7/2003
tentang
Pedoman
Umum
Penyelenggaraan Pelayanan Publik penyelenggara pelayanan publik adalah Instansi Pemerintah. Sesuai dengan yang tertera dalam Keputusan Mentri Pendayagunaan Apratur Negara Republik Indonesia No. 63/KEP/M.PAN/7/2003 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik, untuk
mencapai
kepuasan itu dituntut kualitas pelayanan prima yang tercermin dari:
53
Ratminto & Atik Septi W. 2005. Manajemen Pelayanan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hlm 27.
58
59
1. Transparansi, yaitu pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti; 2. Akuntabilitas, yaitu pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan; 3. Kondisional yaitu pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada efisiensi dan efektivitas; 4. Partisifatif adalah pelayanan yang mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat; 5. Kesamaan hak yaitu pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat dari aspek apapun khususnya suku , ras, agama, golongan, status, sosial dan lain-lain; 6. Keseimbangan
hak
dan
kewajiban
adalah
pelayanan
yang
mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi dan penerima pelayanan publik.54 2. Asas Pelayanan Publik Berdasarkan Undang-undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, penyelenggaraan pelayanan publik harus berasaskan : a. Kepentingan umum; b. Kepastianhukum;
54
Lijan Poltak Sinambela dkk, op.cit., hlm 6
59
60
c. Kesamaan hak; d. Keseimbanga hak dan kewajiban; e. Keprofesionalan; f. Partisipatif; g. Persamaan perlakuan/tidak diskriminatif; h. Keterbukaan; i. Akuntabilitas; j. Fasilitas dan perlakuan khusus kelompok rentan; k. Ketepatan waktu; l. Kecepatan, kemudahan, keterjangkauan. Menurut Lenvine setidaknya harus ada tiga indikator dalam negara demokrasi yaitu respinssiveness, responsibility dan accountability: a. Respinssiveness atau responsivitas adalah daya tanggap penyedia layanan terhadap harapan, keinginan, aspirasi maupun tuntutan pengguna layanan. b. Responsibility atau responsibilitas adalah suatu ukuran yang menunjukan seberapa jauh proses pemberian pelayanan publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip atau ketentuan-ketentuan administrasi dan organisasi yang benar dan telah ditetapkan.
60
61
c. Accountability atau akuntabilitas adalah suatu ukuran yang menunjukan seberapa besar proses penyelenggaraan pelayanan sesuai kepentingan stakeholders dan norma-norma yang berkembang dalam masyarakat.55
55
AG. Subarsono, 2005, Pelayanan Publik yang Efisien Responsif dan Non Partisipan dalam buku Mewujudkan Good Governance dalam Pelayanan Publik, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, hlm 141
61
62
BAB III METODE PENELITIAN A. Sifat Penelitian Sifat penelitian didalam penelitian yang
berjudul “Pelaksanaan Jaminan
Kesehatan Nasional Melalui BPJS dalam Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin di Kota Yogyakarta” yaitu bersifat empiris artinya penelitian yang dilakukan dengan data lapangan yang ada di lapangan dan data sekunder yaitu sumber data yang dapat melengkapi keterangan dengan melakukan penelitian terhadap bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.
B. Jenis Penelitian Berdasarkan jenis data, bahan penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder yang didapatkan dalam dua jenis penelitian yaitu penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. 1. Penelitian Kepustakaan Penelitian kepustakaan adalah cara pengumpulan data dengan mempelajari , mengelompokan dan mengalanisis data tertulis yang terdapat pada dokumen resmi , peraturan perundangan-undangan , buku-buku , jurnal dan hasil penelitian yang mempunyai kaitan dengan penelitian yang diteliti oleh penulis. Tujuan penelitian kepustakaan untuk memperoleh data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan yang
62
63
berupa bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.56 1. Bahan hukum primer , yaitu bahan yang bersifat mengikat. Bahan hukum primermerupakan bahan hukum yang mempunyai otoritas (autoritatif).57 Bahan hukum primer dalam penelitian ini diperoleh dari: a) Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; b) Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial. c) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. d) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial e) Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2013 Tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional; f)
Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 70 Tahun 2006 Tentang Penanggulangan Kemiskinan;
g) Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 25 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Kota Yogyakarta h) dan peraturan perundang-undangan lain. 2.
Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer.Bahan hukum ini mencakup semua
56
Soerjono Soekanto dan Sri Mammudji,2003, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,hlm.13 57 Prof. Dr. H. Zainuddin Ali, M.A., 2009,MetodePenelitianHukum, SinarGrafika, Jakarta, hlm.47
63
64
publikasi tentang hukum yang merupakan dokumen yang tidak resmi.Bahan hukum sekunder yang digunakan yaitu : a) Buku- buku yang membahas tentang asuransi pada umumnya serta asuransi sosial pada khususnya; b) Buku- buku yang membahas tentang Jaminan Kesehatan Nasional; c) Buku- buku yang membahas tentang pelayanan publik; d) Hasil- hasil penelitian; e) Artikel- artikel yang berasal dari surat kabar, majalah, dan media internet. 3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder yang terdiri dari: a. Kamus Hukum; b. Kamus Umum. c. Surat kabar dengan isi artikel yang berkaitan. 2. Penelitian Lapangan Penelitian lapangan merupakan pengumpulan data dengan cara terjun langsung ke lapangan untuk memperoleh data yang diperlukan berkaitan dengan objek penelitian. Data yang diperoleh secara langsung dari penelitian lapangan ini adalah data primer mengenai pelaksanaan jaminan kesehatan nasional melalui BPJS dalam pelayanan kesehatan masyarakat miskin di Kota Yogyakarta.
64
65
1) Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di Kota Yogyakarta Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, secara detail penelitian akan dilakukan di lokasilokasi berikut: i. Kantor cabang BPJS Kesehatan Yogyakarta yang beralamat di Jalan Gedong Kuning Nomor 130A Yogyakarta. 2) Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah non-probability sampling, dimana tidak semua elemen dalam populasi mendapat kesempatan yang sama untuk menjadi responden, sedangkan jenis sampel yang dipilih adalah purposive sampling, dimana penelitian menentukan sendiri responden mana yang dianggap dapat mewakili populasi.58 Penentuan responden didasarkan pada beberapa kriteria antara lain : a. Penyelenggara Jasa i.
Penyelenggara BPJS Kesehatan yaitu perorangan yang melakukan tugas administrasi BPJS Kesehatan.
ii.
Terlibat langsung dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan melalui BPJS Kesehatan.
iii.
Mengetahui Pelaksanaan Jaminan Kesehatan melalui BPJS Kesehatan.
58
Burhan Ashshofa,2004,MetodePenelitianHukum, RinekaCipta, Jakarta,hlm.87-91
65
66
b. Pengguna Jasa ii. Menggunakan kartu BPJS Kesehatan didalam mengakses pelayanan kesehatan, khususnya untuk pemilik kartu PBI. iii. Merupakan Penduduk yang tinggal di Kota Yogyakarta. iv. Telah menggunakan kartu BPJS Kesehatan lebih dari satu kali dalam mengakses pelayanan kesehatan. 3) Subyek Penelitian Subyek penelitian ini adalah narasumber dan responden dengan penentuan berdasarkan pertimbangan bahwa responden mempunyai hubungan erat dengan permasalahan Pelaksanaan Jaminan Kesehatan melalui BPJS dalam Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin di Kota Yogyakarta. a. Responden adalah pihak yang menjadi sumber data karena merupakan pihak yang terlibat langsung mengenai masalah yang diteliti dengan cara merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan penulis,responden dalam penelitian ini adalah
:
i. Penyelenggara BPJS Kesehatan 5 (lima) orang dengan ciri-ciri antara lain: 1)
Penyelenggara BPJS Kesehatan yang bertugas untuk melakukan pendaftaran,berjumlah 2 (dua) orang dengan pembagian berdasar cara usahanya yaitu 1 (satu) menerima syarat- syarat administrasi 1(satu) pihak yang melakukan pembuatan kartu BPJS Kesehatan
66
67
2) Penyelenggara BPJS Kesehatan yang berprofesi sebagai Petugas Verifikator 1 (satu). 3) Penyelenggara BPJS Kesehatan yang tidak menjalankan kegiatan secara langsung namun ikut berpartisipasi dalam penyelenggaraan BPJS Kesehatan berjumlah 1 (satu) yaitu karyawan bagian Operasional yang mengatur pengelolaan dan perjanjian dengan instansi yang terikat dengan pihak BPJS Kesehatan. 4) Penyelenggara yang terlibat langsung di lapangan dan berperan untuk mengawasi
jalannya
penyelenggaraan
BPJS
Kesehatan
dan
menerapkan peraturan berjumlah 1 (satu) yaitu Kepala Cabang BPJS Kesehatan Yogyakarta Ibu Upik Handayani. ii. Pengguna BPJS Kesehatan yang berjumlah 15 (lima) orang dengan ciri-ciri : 1).
Pengguna jasa BPJS Kesehatan Yang termasuk kedalam golongan peserta bukan Penerima Bantuan Iuran, 5(lima) orang Karyawan, dan 2(dua) orang bukan penerima gaji.
2)
Pengguna Jasa BPJS Kesehatan yang termasuk kedalam golongan Penerima Bantuan Iuran, 7 (tujuh) Orang peserta yang dikategorikan kedalam fakir miskin
b.
Narasumber
adalah
pihak
yang
tidak
mengalami
sendiri
permasalahan yang diteliti, tetapi dapat memberikan informasi yang dibutuhkan karena menguasai dan mengetahui informasi yang
67
68
terkait dengan permasalahan. Narasumber dalam penelitian ini adalah Ibu Upik Handayani Kepala Cabang BPJS Kesehatan Kota Yogyakarta
4) Cara dan Alat Pengumpul Data Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dan kuisionair, wawancara merupakan teknik pengumpulan data dan dalam memperoleh informasi dan keterangan yang diperlukan degan jalan tanya jawab secara langsung dengan pihak yang diwawancarai, yaitu orang-orang yang berkompetensi dibidangya. Kuisioner adalah suatu teknik pengumpulan informasi yang memungkinkan analis mempelajari sikap-sikap, keyakinan, perilaku, dan karakteristik beberapa orang utama di dalam organisasi yang bisa terpengaruh oleh sistem yang diajukan atau oleh sistem yang sudah ada. Alat yang
digunakan dalam pengumpulan data adalah pedoman wawancara, dimana pedoman wawancara ini berisikan daftar pertanyaan yang akan diajukan dan recorder handphone digunakan sebagai alat bantu untuk merekam wawancara. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah : 1. Tahap Persiapan Tahap persiapan dimulai dengan kegiatan pra penelitian yang meliputi observasi awal lapangan guna mengetahui permasalahan yang ada, pengumpulan dan seleksi bahan kepustakaan serta studi awal terhadap bahan kepustakaan tersebut. Langkah selanjutnya adalah pengajuan usulan penelitian kepada dosen pempimbing skripsi dengan pengajuan proposal
68
69
sekaligus melakukan konsultasi mengenai masalah yang diambil dalam penelitian untuk penyempurnaan proposal. 2. Tahap Pelaksanaan Tahap pelaksanaan ini terbagi menjadi dua tahapan yang meliputi : a.
Pelaksanaan penelitian kepustakaan Pada peneltian kepustakaan hal-hal yang dilakukan oleh penulis yaitu pengumpulan dan pengkajian bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang berkaitan dengan masalah penelitian yang diambil. Bahan hukum primer dan sekunder tersebut didapatkan oleh penulis di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, perpustakaan pusat Universitas Gadjah Mada, dan pelacakan melalui sumber terpercaya di internet.
b.
Pelaksanaan penelitian lapangan Penelitian lapangan yang dilakukan oleh penulis berguna untuk melengkapi data sekunder yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan, penelitian lapangan ini juga sekaligus sebagai sumber data riil mengenai keadaan lapangan. Penelitian lapangan dilakukan dengan pedoman wawancara terhadap responden dan narasumber, selain itu juga penulis menggunakan kuisioner yang ditujukan kepada responden yang telah ditentukan. Sebelum melakukan wawancara pedoman wawancara tersebut telah terlebih dahulu dikonsultasikan kepada dosen
69
70
pembimbing skripsi untuk mendapat masukan akan hal-hal penting yang harus ditemukan jawabanya. c.
Tahap Penyelesaian Tahap penyelesaian penelitian mencakup beberapa kegiatan yang dilakukan oleh penulis antara lain meliputi mengalanalisis data hasil penelitian yang kemudian dikonsultasikan secara intensif dengan dosen pembimbing skripsi agar memperoleh pedoman terkait teknik penulisan dan juga materi muatan dalam penelitian untuk perbaikan penyusunan laporan akhir.
C. Analisis Data Seluruh data yang diperoleh dari hasil penelitian akan dianalisis secara kualitatif. Analisis secara kualitatif dilakukan dengan cara mengelompokkan data-data yang diperoleh, untuk selanjutnya dipilah berdasarkan relevansinya terhadap topik penelitian. Data tersebut kemudian disusun secara sistematis untuk dihubungkan dan dianalisis dengan peraturan-peraturan yang terkait, agar selanjutnya dapat ditarik kesimpulan guna menjawab permasalahan. Penyajian data dilakukan secara deskriptif dengan cara menggambarkan dan menjelaskan hasil yang didapat di lapangan dengan data dan teori yang ada, sehingga menjawab permasalahan.
70
71
D. Hambatan Penelitian dan Cara Mengatasinya 1. Hambatan Penelitian Hambatan-hambatan yang dialami penulis pada saat melakukan penelitian antara lain adalah : a. Penulis sempat mengalami kesulitan saat mengurus izin penelitian dikarenakan penelitian penulis diharus diajukan ke BPJS Kesehatan Pusat terlebih dahulu yang berada di Jakarta, sehingga proses perizinan membutuhkan waktu yang lama dan proses yang panjang untuk mendapat surat pengantar dari satu instansi ke instansi lain sampai dengan dinas yang dituju. b. Penulis juga mengalami kesulitan saat mencari responden untuk diwawancarai karena saat penulis terjun langsung di lapangan beberapa dari responden sasaran enggan diwawancarai namun dengan usaha dan pendekatan penulis akhirnya penulis mendapat informasi dicari. 2. Cara Mengatasi Hambatan Penelitian a. Untuk mengurus izin penulis mencari informasi dari beberapa teman penulis yang sudah melaksanakan penelitian terlebih dahulu sehingga penulis tahu tahapan-tahapan yang harus dilakukan dalam mengurus izin penelitian, serta mendapat informasi detail mengenai lokasi-lokasi dinas yang harus dituju. b. Untuk mengatasi masalah sulitnya mencari responden yang mau diwawancarai berhubung penulis bertempat tinggal di lokasi penelitian
71
72
maka akhirnya penulis meminta beberaa teman dan kerabat dekat penulis yang mengenal beberapa responden untuk kemudian membujuk untuk mau diwawancari.
BAB IV PEMBAHASAN A. Gambaran Umum dan Mekanisme BPJS Kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah Badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan. BPJS Kesehatan mulai beroperasi sejak tanggal 1 Januari 2014. Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Cikal bakal terbentuknya BPJS Kesehatan tidak dapat terlepas dari kehadiran PT. Askes (Persero). Pada tahun 1968, Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan yang mengatur pemeliharaan kesehatan bagi Pegawai Negeri dan Penerima Pensiun (PNS dan ABRI)
72
73
beserta anggota keluarganya berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 230 Tahun 1968. Menteri Kesehatan membentuk Badan Khusus di lingkungan Departemen Kesehatan RI yaitu Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK), dimana Prof. Dr. G.A. Siwabessy Menteri Kesehatan RI menyatakan bahwa badan tersebut menjadi cikalbakal dari terbentuknya asuransi kesehatan nasional. Pada tahun 1984 dalam badan tersebut cakupan peserta diperluas dan dikelola secara profesional dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1984 tentang Pemeliharaan Kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil,Penerima Pensiun (PNS, ABRI dan Pejabat Negara) dan keluarga, dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1984, status badan penyelenggara diubah menjadi Perusahaan Umum Husada Bhakti. Badan ini terus mengalami transformasi yang dari tadinya Perum kemudian pada tahun 1992 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1992 status Perum diubah menjadi Perusahaan Perseroan (PT Persero) dengan pertimbangan fleksibilitas pengelolaan keuangan, kontribusi kepada Pemerintah dapat dinegosiasi untuk kepentingan pelayanan kepada peserta dan manajemen lebih mandiri. Askes
(Persero)
diberi
tugas
oleh
Pemerintah
melalui
Departemen Kesehatan RI, sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1241/MENKES/SK/XI/2004
dan
Nomor
56/MENKES/SK/I/2005, sebagai Penyelenggara Program Jaminan
73
74
Kesehatan Masyarakat. Dengan prinsip penyelenggaraan mengacu pada : 1. Diselenggarakan secara serentak di seluruh Indonesia dengan asas gotong royong sehingga terjadi subsidi silang. 2. Mengacu pada prinsip asuransi kesehatan sosial. 3. Pelayanan
kesehatan
dengan
prinsip
managed
care
dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Program diselenggarakan dengan prinsip nirlaba. 4. Menjamin adanya protabilitas dan ekuitas dalam pelayanan kepada peserta. 5. Adanya akuntabilitas dan transparansi yang terjamin dengan mengutamakan prinsip kehati-hatian, efisiensi dan efektifitas. BPJS
Kesehatan
(Badan
Penyelenggara
Jaminan
Sosial
Kesehatan) merupakan suatu Badan Usaha Milik Negara yang mempunyai
tugas
khusus
untuk
menyelenggarakan
Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia, terutama untuk Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun PNS dan TNI/POLRI, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya dan Badan Usaha lainnya ataupun rakyat biasa. BPJS Kesehatan ini merupakan salah satu program pemerintah dalam bentuk kesatuan jaminan kesehatan nasional atau JKN. Jaminan Kesehatan Nasional ini diresmikan pada tanggal 31 Desember 2013.
74
75
Dasar hukum dari BPJS Kesehatan ini adalah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem jaminan Sosial khususnya pada Pasal 5 dan Undang-Undang nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS. Dalam Undang-Undang Nomor 24 tentang BPJS askes (Asuransi Kesehatan) yang sebelumnya dikelola oleh PT Askes Indonesia (Persero), berubah menjadi BPJS Kesehatan sejak tanggal 1 Januari 2014. 1. Fungsi, tugas, dan wewenang BPJS Kesehatan UU
BPJS
menetukan
bahwa
BPJS
Kesehatan
berfungsi
menyelenggarakan program jaminan kesehatan. Jaminan Kesehatan menurut UU SJSN diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas, dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana tersebut diatas BPJS bertugas untuk: a. Melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta; b. Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja; c. Menerima bantuan iuran dari Pemerintah; d. Mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan peserta; e. mengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan sosial; f. Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan program jaminan sosial; dan.
75
76
g. Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan sosial kepada peserta dan masyarakat. Dengan kata lain tugas BPJS meliputi pendaftaran kepesertaan dan pengelolaan data kepesertaan, pemungutan, pengumpulan iuran termasuk menerima bantuan iuran dari Pemerintah, pengelolaan Dana jaminan Sosial, pembayaran manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan dan tugas penyampaian informasi dalam rangka sosialisasi program jaminan sosial dan keterbukaan informasi. Tugas pendaftaran kepesertaan dapat dilakukan secara pasif dalam arti menerima pendaftaran atau secara aktif dalam arti mendaftarkan peserta. Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana diamaksud di atas BPJS berwenang:59 a.
Menagih pembayaran Iuran;
b.
Menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai;
c.
Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan pemberi kerja dalam memanuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan jaminan sosial nasional;
59
Wawancara dengan Ibu Upik Handayani selaku kepala cabang BPJS Kesehata Yogyakarta, pada hari kamis tanggal 10 maret 2016, pukul 08.00 WIB
76
77
d.
Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah;
e.
Membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan;
f.
Mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi kerja yang tidak memenuhi kewajibannya;
g.
Melaporkan pemberi kerja kepada instansi yang berwenang mengenai ketidakpatuhannya dalam membayar iuran atau dalam memenuhi kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
h.
Melakukan
kerjasama
dengan
pihak
lain
dalam
rangka
penyelenggaraan program jaminan sosial. Kewenangan menagih pembayaran Iuran dalam arti meminta pembayaran dalam hal terjadi penunggakan, kemacetan, atau kekurangan pembayaran, kewenangan melakukan pengawasan dan kewenangan mengenakan
sanksi
administratif
yang
diberikan
kepada
BPJS
memperkuat kedudukan BPJS sebagai badan hukum publik. 2. Lembaga Penyelenggara Jaminan Kesehatan Nasional Jaminan
Kesehatan
Nasioanal
diselenggarakan
oleh
BPJS
Kesehatan yang merupakan badan hukum publik milik negara yang
77
78
bersifat non profit dan bertanggung jawab kepada presiden.BPJS terdiri atas dewan pengawas dan direksi. Dewan pengawas terdiri dari:60 a. 2 (dua) Orang unsur Pemerintah b. 2 (dua) Orang unsur pekerja, c. 1 (satu) Orang unsur pemberi kerja, d. 1 (satu) Orang Masyarakat, e. 1 (satu) Orang Unsur Tokoh Masyarakat Pengangkatan dan pemberhentian dewan pengawas dilakukan oleh presiden.
B. Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional melalui BPJS dalam Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin di Kota Yogyakarta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan
60
Wanwancara dengan Bapak Bayu wahyudi selaku Direktur hukum, komunikasi, dan hubungan antarlembaga badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS) kesehatan, pada hari minggu tanggal 13 maret 2016, pukul 15.00 WIB
78
79
sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah. BPJS Kesehatan adalah badan yang ditunjuk untuk menyelenggarakan JKN. BPJS Kesehatan telah beroperasi sejak tanggal 1 Januari 2014, dan sekarang telah berjalan sekitar dua tahun. 1. Kepesertaan Di dalam pelaksanaan Jaminan kesehatan nasional melalui BPJS Kesehatan kepesertaan jaminan sosial berifat wajib, hal ini ditegaskan di dalam Undang- undang nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Kepesertaan dalam jaminan kesehatan bersifat wajib mencakup seluruh penduduk indonesia.61 Kepesertaaan jaminan kesehatan meliputi: a. Peserta; b. Pendaftaran peserta; c. Verifikasi dan indentifikasi peserta; d. Hak dan kewajibam peserta; e. Perubahan data dan status peserta; Peserta di dalam kepesertaan BPJS Kesehatan dibagi menjadi dua yakni peserta PBI jaminan kesehatan dan peserta bukan PBI
61
Perpres 111 tahun 2013 pasal 6 ayat 11
79
80
Jaminan Kesehatan. Kepesertaan PBI diatur dalam Perpres No 101 Tahun 2011. Adapun kriteria Peserta PBI adalah sebagai berikut. Peserta PBI jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud ialah orang yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu. Kriteria Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu Berdasarkan atas keputusan mentri sosial No 146/ HUK/ 2013 Tentang penetapan kriteria dan pendataan fakir miskin dan orang tidak mampu, yaitu: 1. Tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan/ atau mempunyai
sumber
mata
pencaharian
tetapi
tidak
mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar; 2. Mempunyai pengeluaran sebagian besar digunakan untuk memenuhi konsumsi makanan pokok sederhana; 3. Tidak mampu atau mengalami kesulitan untuk berobat ke tenaga medis, kecuali puskesmas atau yang disubsidi pemerintah; 4. Tidak mampu membeli pakaian satu kali dalam satu tahun untuk setiap anggota keluarga; 5. Mempunyai kemampuan hanya menyekolahkan anaknya sampai jenjang pendidikan sekolah lanjutan tingkat pertama; 6. Mempunyai dinding rumah terbuat dari bambu/ kayu/ tembok dengan kondisi tidak baik/ kualitas rendah, termasuk tembok yang sudah usang/ berlumut atau tembok tidak di plester;
80
81
7. Kondisi lantai terbuat dari tanah atau kayu/ semen/ keramik dengan kondisi tidak baik/ kualitas rendah; 8. Atap terbuat dari ijuk/ rumbia atau genteng/ seng/ asbes dengan kondisi tidak baik/ kualitas rendah; 9. Mempunyai penerangan bangunan tempat tinggal bukan dari listrik atau listrik tanpa meteran; 10. Luas lantai rumah kecil kurang dari 8 m2/ orang; dan 11. Mempunyai sumber air minum berasal dari sumur atau mata air tak terlindung/ air sungai/ air hujan/ lainnya. Kriteria Fakir Miskin dan orang tidak mampu di tetapkan oleh menteri di bidang sosial setelah berkoordinasi dengan dinas sosial. Dinas sosial memiliki kewenangan antara lain sebagai berikut:62 a.
Pendataan
b.
Verifikasi
c.
Validasi data kemiskinan baik di daerah, kabupaten/ kota serta provinsi. Data Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu yang telah
diverifikasi dan divalidasi sebagaimana dimaksud, sebelum ditetapkan sebagai data terpadu oleh Menteri di bidang sosial, dikoordinasikan
terlebih
dahulu
dengan
menteri
yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan dan
62
Wawancara dengan Ibu Upik Handayani selaku kepala cabang BPJS Kesehata Yogyakarta, pada hari kamis tanggal 10 maret 2016, pukul 08.00 WIB
81
82
menteri dan/atau pimpinan lembaga terkait. Data terpadu yang ditetapkan
oleh
Menteri
di
rinci
menurut
provinsi
dan
kabupaten/kota. Data terpadu sebagaimana dimaksud menjadi dasar bagi penentuan jumlah nasional PBI Jaminan Kesehatan. Data terpadu sebagaimana dimaksud, disampaikan oleh Menteri di bidang sosial kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan dan DJSN Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan mendaftarkan jumlah nasional PBI Jaminan Kesehatan yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud sebagai peserta program Jaminan Kesehatan kepada BPJS Kesehatan. Masyarakat PBI yang tidak termasuk di dalam kuota APBN maka Berdasarkan Surat Edaran Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor:
JP/Menkes/590/XI/2013
tentang
Jaminan
Kesehatan Masyarakat dinyatakan bahwa bila masih terdapat masyarakat miskin dan tidak mampu di luar peserta JKN yang berjumlah 86,4 juta jiwa maka menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah dalam program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) Pemerintah Kabupaten/Kota. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun 2014.63
63
Wawancara dengan Bapak Bayu wahyudi selaku Direktur hukum, komunikasi, dan hubungan antarlembaga badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS) kesehatan, pada hari minggu tanggal 13 maret 2016, pukul 15.00 WIB
82
83
Acuan di dalam pendaftaran Penerima Bantuan Iuran (PBI) Berdasarkan akan Peraturan Pemerintah No. 101 tahun 2012, BAB IV tentang Pendaftaran Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan, dalam Pasal 7
Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kesehatan mendaftarkan jumlah nasional PBI jaminan kesehatan yang telah ditetapkan berdasarkan data terpadu dengan perincian menurut provinsi dan kabupaten/ kota. Setelah adanya penetapan penerima bantuan iuran dari menteri maka BPJS Kesehatan wajib memberikan nomor identitas tunggal kepada peserta Jaminan Kesehatan yang telah didaftarkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang kesehatan. Pelaksanaan BPJS Kesehatan dalam hal kepesertaan memiliki kendala, kendala yang ada ialah karena kurangnya sosialisasi dari pihak Pemerintah dan BPJS Kesehatan sendiri kepada peserta di dalam hal prosedur dan alur penetapan kepesertaanya.64 Adanya permasalahan
ini
tentunya
mengakibatkan
terhambatnya
pelaksanaan JKN dan juga dari segi pelayanannya dapat mengakibatkan keterlambatan pelayanan karena petugas harus menjelaskan terlebih dahulu mengenai prosedur dan persyaratan administrasi.
64
Hasil wawancara dengan Bapak Munajat Selaku peserta PBI BPJS Kesehatan pada hari minggu
tanggal 13 maret 2016, pukul 09.00 WIB
83
84
Kepemilikan
Kartu
Peserta
BPJS
Kesehatan
pada
kenyataannya masi belum merata kurangnya pemerataan dan hasil pendataan
kependudukan
yang
kurang
baik
menyebabkan
banyaknya masyarakat, khususnya fakir miskin belum memiliki Kartu BPJS Kesehatan.65 Akibatnya masih banyak masyarakat miskin yang belum beralih kepada BPJS Kesehatan dan belum terdaftarkan. Meskipun berdasarakan atas Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 Pasal 6 tentang Jaminan Kesehatan seharusnya semua masyarakat Indonesia sudah harus beralih ke BPJS Kesehatan, ternyata kenyataan di lapangan masih di dapati adanya pihak- pihak yang belum beralih kedalam BPJS Kesehatan. Hal ini terkait akan belum maksimalnya proses sosialisasi BPJS kesehatan. Pendaftaran BPJS Kesehatan Khususnya PBI di Kota Yogyakarta pada dasarnya sama dengan di daerah- daerah lainya yaitu dengan cara Pendataan Fakir Miskin dan Orang Tidak mampu yang menjadi peserta PBI dilakukan oleh lembaga yang menyelenggarakan urusan Pemerintahan dalam hal ini dinas sosial yang diverifikasi dan divalidasi oleh Kementerian Sosial. Kartu PBI Normalnya didistribusikan oleh pihak BPJS Kesehatan berdasarkan data pendataan program perlindungan sosial tahun 2011. Bagi peserta yang tergolong miskin atau tidak mampu 65
Hasil wawancara dengan Ibu Siti Selaku peserta PBI BPJS Kesehatan pada hari minggu tanggal 13
maret 2016, pukul 10.00 WIB
84
85
dan belum mendapatkan kartu PBI tetap bisa mendapatkanya dengan cara mengurusnya sendiri. Perbedaanya dengan PBI yang langsung mendapatkan kartu BPJS Kesehatan dengan yang mengurus sendiri hanya dalam pembiayaan. Pembiayaan bagi peserta PBI yang langsung mendapatkan kartu pembiayaanya melalui pemerintah pusat (APBN), sedang bagi yang melakukan pendaftaran sendiri pembiayaanya ditanggung oleh pemerintah daerah (APBD).66 Cara pendaftaran BPJS Kesehatan Khususnya PBI apabila belum mendapatkan kartu BPJS Kesehatan secara langsung a. Menyerahkan fotokopi Kartu Keluarga dan KTP seluruh
anggota keluarga b. Menyerahkan Surat keterangan tidak mampu dari RT dan
Kelurahan (PM1) c. Menyerahkan Surat Pengantar Pembuatan kartu BPJS
Kesehatan PBI Puskesmas. Sebelum diadakannya Jaminan Kesehatan Nasional melalui BPJS Kesehatan peserta yang memiliki kartu JAMKESMAS secara otomatis beralih kedalam BPJS Kesehatan. Semua warga dengan kriteria hampir miskin,miskin dan sangat miskin langsung terdaftar jadi peserta jamkesmas dan program - program kemiskinan lainnya, bagi peserta yang sudah terdaftar sebagai peserta jamkesmas apabila
66
Wawancara dengan Ibu Upik Handayani selaku kepala cabang BPJS Kesehata Yogyakarta, pada hari kamis tanggal 10 maret 2016, pukul 08.00 WIB
85
86
ingin keluar dan mendaftar sebagai peserta bpjs non pbi bisa dilakukan di dinas sosial setempat membawa kartu dan kartu keluarga. Akan tetapi kalau sudah keluar tidak bisa masuk lagi dan secara otomatis keluar dari semua program kemiskinan.67 Berdasarkan hasil survey dari Dinas Sosial Kota Yogyakarta, DIY memiliki dua juta masyarakat miskin,68 dan dalam data yang telah diperoleh dari BPJS Kesehatan Yogyakarta, masyarakat tidak mampu yang telah di cover oleh BPJS Kesehatan Yogyakarta dalam Penerima Bantuan Iuran (PBI) sejumlah 1,572,154 Jiwa.
67
Wanwancara dengan Bapak Bayu wahyudi selaku Direktur hukum, komunikasi, dan hubungan antarlembaga badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS) kesehatan, pada hari minggu tanggal 13 maret 2016, pukul 15.00 WIB 68
Wanwancara dengan Ibu Upik Handayani selaku Kepala cabang BPJS Kesehatan Yogyakarta, , pada hari Rabu tanggal 09 maret 2016, pukul 08.00 WIB
86
87
Tabel 1.1 Data Peserta PBI Dari penjelasan dan data yang telah diuraikan diatas dapat dikatakan sejauh ini pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional melalui BPJS Kesehatan di Kota Yogyakarta telah berjalan dengan cukup baik, hal ini dapat dilihat dengan adanya data yang telah diperoleh bahwa setidaknya dari dua juta masyarakat miskin di Kota Yogyakarta, setidaknya sudah 1,5 Juta jiwa telah tercover oleh BPJS Kesehatan, meskipun dalam pelaksanaanya terdapat
beberapa
kendala. Mayoritas dari responden yang telah diwawancarai sudah mengetahui prosedur kepesertaan dan juga memahami harus memiliki kartu BPJS Kesehatan. Kemudian dari Hasil wawancara dengan Ibu Upik Handayani selaku Kepala cabang BPJS Kesehatan Yogyakarta diketahui ada peningkatan peserta BPJS Kesehatan sejak 1 januri 2014 sampai dengan sekarang khususnya bagi peserta Penerima Bantuan Iuran.
2. Iuran Kepesertaan Setelah membahas mengenai kepesertaan BPJS Kesehatan, selanjutnya penulis akan mengulas mengenai Iuran Kepesertaan di dalam Jaminan Kesehatan Nasional melalui BPJS Kesehatan. Iuran Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang harus dibayarkan secara teratur oleh Peserta, Pemberi Kerja dan/ atau Pemerintah untuk Program Jaminan Kesehatan
87
88
(Pasal 1 angka 13 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan). Ketentuan pembayaran Iuran dibagi menjadi dua peserta yakni Peserta bukan Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI). Pembayaran iuran untuk masyarakat miskin sendiri di Kota Yogyakarta menurut Ibu Upik Handayani selaku Kepala Cabang BPJS Kesehatan Kota Yogyakarta untuk saat ini sebesar Rp 19.225,- tetapi menurut beliau iuran tersebut akan berubah besaranya menjadi Rp 23.000,apabila telah disetujui oleh Pemerintah. Pembayaran Iuran Jaminan Kesehatan bagi peserta Non PBI melalui BPJS Kesehatan dibayarkan paling lambat pada tanggal 10 setiap bulanya, apabila tanggal 10 jatuh pada hari libur, maka iuran dibayarkan pada hari kerja. Berbeda dengan Penerima Bantuan Iuran (PBI) iuran akan dibayarkan secara langsung oleh pemerintah tiap bulanya, serta pelaksanaan program jaminan kesehatan untuk PBI jaminan kesehatan bersumber dari anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Penerima Bantuan Iuran (PBI) dalam BPJS Kesehatan iurannya dibayarkan oleh pemerintah setiap bulanya, dengan kisaran Rp. 19.225,-69 sedangkan pada JAMKESMAS besaran Iuran bagi masyarakat miskin Rp 6.500,- dan tidak terdapat patokan pada aturan mengenai perhitunganya.70 Bagi masyarakat miskin yang belum terdaftar dalam BPJS Kesehatan maka
69
Hasil wawancara dengan ibu Komariyah selaku penerima bantuan iuran BPJS Kesehatan yogyakrta pada hari Kamis tanggal 10 Maret 2016 Pukul 12.00 WIB. 70 http://www.jpnn.com/read/2012/07/09/133291/Penentuan-Iuran-Jamkesmas-Hanya-BerdasarFeeling diakses pada hari Rabu 30 Maret 2016 Pukul 14.00 WIB
88
89
jaminan kesehatanya akan di biayai oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan anggaran yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah. Anggaran
pelaksanaan
Program
Jaminan
Kesehatan
Daerah
(Jamkesda) Kota Jogja mencapai Rp23 miliar sehingga bisa diakses seluruh warga Jogja tanpa mengenal strata sosial. Biaya yang ditanggung oleh Jamkesda Untuk rawat jalan maksimal akan memperoleh klaim sebesar Rp150.000.71 Pembiayaan Iuran kepesertaan BPJS Kesehatan di Yogyakarta pada dasarnya tarif yang dijadikan patokan sama, baik bagi pesera PBI dan Non PBI. Saat melakukan wawancara dengan Ibu Upik handayani dijelaskan bahwa untuk tarif
PBI akan mengalami perubahan yakni sebesar Rp
23.000,- tetapi dalam pelaksanaanya belum dapat dilaksanakan karena belum disahkan secara langsung, adanya perubahan iuran ini disebabkan untuk menghindari rasio klaim yang melebihi 90 persen dari biaya kesehatan. Perubahan status Penerima Bantuan Iuran dapat berubah menjadi Non PBI ketika di dalam tindakan verifikasi dan validasi peserta sudah tidak lagi memenuhi kriteria fakir miskin dan orang tidak mampu.72 Verifikasi dan validasi terhadap perubahan data PBI Jaminan Kesehetan dilakukan setiap enam bulan dalam tahun anggaran belanja (Peraturan Pemerintah Republik
71
Wawancara dengan Ibu Upik Handayani selaku kepala cabang BPJS Kesehata Yogyakarta, pada hari kamis tanggal 10 maret 2016, pukul 08.00 WIB 72 Wawancara dengan Ibu Upik Handayani selaku kepala cabang BPJS Kesehata Yogyakarta, pada hari kamis tanggal 10 maret 2016, pukul 08.00 WIB
89
90
Indonesia Nomor 101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Pasal 11 angka 4).
3. Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Prosedur pelayanan kesehatan di dalam pelaksanaanya berdasarkan atas Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2003 pasal 29 tentang jaminan kesehatan disebutkan bahwa: (1) Untuk pertama kali setiap Peserta didaftarkan oleh BPJS Kesehatan pada satu Fasilitas Kesehatan tingkat pertama yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan setelah mendapat rekomendasi dinas kesehatan kabupaten/kota setempat. (2) Dalam jangka waktu paling sedikit 3 (tiga) bulan selanjutnya Peserta berhak memilih Fasilitas Kesehatan tingkat pertama yang diinginkan. (3) Peserta harus memperoleh pelayanan kesehatan pada Fasilitas Kesehatan tingkat pertama tempat Peserta terdaftar. (4) Dalam keadaan tertentu, ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak berlaku bagi Peserta yang: a. berada di luar wilayah Fasilitas Kesehatan tingkat pertama tempat Peserta terdaftar; atau b. dalam keadaan kegawatdaruratan medis. (5) Dalam hal Peserta memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan, Fasilitas Kesehatan tingkat pertama harus merujuk ke Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan terdekat sesuai dengan sistem rujukan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelayanan kesehatan tingkat pertama dan pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan diatur dengan Peraturan Menteri.
Berdasarkan uraian diatas maka jika seseorang akan mengakses kepada fasilitas kesehatan sebelumnya harus membuat rujukan dari fasilitas kesehatan
90
91
tingkat pertama yang telah ditetapkan oleh BPJS Kesehatan. Dari hasil wawancara dengan Ibu Upik handayani selaku kepala cabang BPJS Kesehatan beliau mengatakan bahwa mulai saat ini BPJS Kesehatan dalam pelayanan kesehatan bisa tanpa melalui satu fasilitas kesehatan tingkat pertama yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan. Hal ini diharapkan dapat lebih mempermudah masyarakat khususnya di Kota Yogyakarta dalam mengakses pelayanan kesehatan, sehingga tidak ada alasan lagi bagi para peserta jika sulit untuk mendapatkan rujukan di tingkat pertama, dan juga hal ini dimaksudkan untuk menghindari penumpukan pasien di fasilitas kesehatan pada tingkat pertama sehingga pelaksanaan Jaminan kesehatan nasional melalui BPJS Kesehatan dapat terlaksana dengan baik. Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan di dalam BPJS Kesehatan khususnya bagi Peserta PBI pelayanan kesehatan yang di peroleh ketika pertamakali mendaftar akan langsung masuk kedalam pelayanan kesehatan pada tingkat ke tiga. Dengan demikian maka pelayanan kesehatan dalam hal kelas pada masa BPJS Kesehatan dengan era JAMKESMAS tidak ada perbedaan kelas, sehingga bagi para peserta akan secara langsung akan memperoleh pelayanan kesehatan tingkat tiga, apabila peserta JAMKSESMAS ingin pindah di kelas dua otomatis dilayani sebagai pasien umum, kecuali apabila di rumah sakit yang dituju kelas 3 telah habis (ada prosedur tersendiri), berbeda dengan JAMKESMAS maka dalam BPJS Kesehatan Peserta JKN BPJS Kesehatan yang dapat naik kelas perawatan hanya peserta dari kategori NON PBI (Bukan penerima bantuan iuran). Dengan kata lain peserta dari Eks Jamkesmas ataupun Jamkesda (penerima bantuan iuran) tidak dapat naik kelas perawatan di rumah sakit.
91
92
Pelaksanaan pelayanan kesehatan melalui BPJS kesehatan dan melalui Jamkesmas pada dasarnya tidak terdapat perbedaan yang cukup besar sebab BPJS Kesehatan merupakan transformasi dari program JAMKESMAS. Penyelenggaraan BPJS Kesehatan jauh lebih baik daripada Jamkesmas hal ini dikarenakan bagi warga yang kurang mampu merka lebih diuntungkan, sebab dalam masalah biaya didalam BPJS Kesehatan sudah dapat diperkirakan, berbeda dengan JAMKESMAS, Apabila terdapat kelebihan biaya maka peserta harus membayar sendiri kelebihan biaya tersebut.73 Kelemahan dengan adanya pemberlakuan BPJS Kesehatan didalam hal pelayanan kesehatan ialah terlalu panjangnya prosedur dalam akses pelayanan kesehatan. Akibat dari prosedur yang panjang itu pula rumah sakit dalam pemberian pelayanan kesehtan menjadi kurang baik, terutama bagi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI).74 Sesungguhnya sejauh ini penyelenggaraan pelayanan kesehatan melalui BPJS Kesehatan jauh lebih baik dibandingkan dengan era jamkesmas, hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan jumlah kepesertaan BPJS Kesehatan, baik bagi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan Non- PBI, karena tujuan dari pembentukan BPJS Kesehatan sendiripun untuk memperbaiki pelayanan kesehatan dari masa JAMKESMAS dengan tujuan agar seluruh masyarakat dapat memperoleh akses kepada Pelayan kesehatan, tentunya hal ini sesuai dengan pendekatan pelayanan kesehatan yang berorientasi penyelenggaraan kesehatanyang
73
Wawancara dengan bapak Imam selaku peserta Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan Yogyakarta pada hari Rabu tanggal 09 Maret 2016 Pukul 10.00 WIB. 74 Wasil wawancara dengan Ibu Siti Selaku peserta PBI BPJS Kesehatan pada hari minggu tanggal 13 maret 2016, pukul 10.00 WIB
92
93
kuratif, yakni pada proses penyembuhan.
Pada saat yang sama, pelayanan
kesehatan atau pengobatan bagi masyarakat yang semakin maju ternyata menuntut untuk menumbuhkan kebutuhan hukum dalam berbagai urusan kesehatan yang baru, terlebih jika kesehatan dikaitkan pada hak hak dasar manusia/masyarakat di satu sisi yang di sisi lain adalah kewajiban negara/pemerintah untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang prima. Sebab kesehatan saat ini sudah menyangkut segala segi, tidak hanya dari segi fisik akan tetapi termasuk segi mental dan sosial ekonomi.
4.
Fasilitas Kesehatan Penyelenggaraan pelayanan kesehatan tentunya tidak dapat terlepaskan dari
fasilitas kesehatan yang disediakan oleh pemberi pelayanan kesehatan, dengan demikian pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas ketersediaan fasilitas kesehatan dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Berdasarkan atas Peraturan Presiden No. 12 tahun 2013 pasal 35 ayat (2) Tentang Jaminan kesehatan disebutkan bahwa: “Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat memberikan kesempatan kepada swasta untuk berperan serta memenuhi ketersediaan fasilitas kesehatan dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan”. Praktek di dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan melalui BPJS Kesehatan khususnya yang berkaitan denga Fasilitas kesehatan, yakni instansi rumah sakit swasta dapat dikatakan sebagai kerjasama pemerintah dengan swasta, Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) adalah model dalam kerangka yang
93
94
mendorong lembaga publik untuk melibatkan sektor swasta dalam memberikan layanan. Lembaga publik dapat melibatkan sektor swasta dalam banyak hal, seperti kontrak tenaga kerja, jasa outsourcing atau Business Process Outsourcing. KPS merupakan model yang dapat digunakan untuk bekerja dengan sektor swasta untuk memberikan pelayanan khususnya pelayanan yang membutuhkan pengembangan aset fisik baru dalam hal ketersediaan fasilitas dan juga jasa pelayanan kesehatan.75 Kerjasama Pemerintah Swasta pada hakekatnya menggabungkan penyediaan investasi dan layanan, melihat risiko yang signifikan ditanggung oleh sektor swasta, dan juga melihat peran besar sektor publik baik dalam pembayaran jasa/pelayanan atau menanggung risiko substansial proyek.76 Kenyataan dilapangan Rumah sakit swasta sebagai penyedia pelayanan Kesehatan dan fasilitas kesehatan kurang dapat melayani masyarakat khususnya Peserta PBI BPJS Kesehatan dengan baik, hal ini berdampak kepada pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional yang terhambat dikarenakan adanya pihak rumah sakit yang merasa dirugikan dengan keberadaan peserta PBI. Bagi pengelola Rumah Sakit khususnya Rumah Sakit swasta, kerjasama rumah sakit swasta dengan BPJS Kesehatan dianggap cukup merugikan, dikarenakan keuntungan rumah sakit akan berkurang.77 Bukan rahasia umum lagi bahwa terkadang rumah sakit memang bermain curang di dalam pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional melalui BPJS Kesehatan. Kecurangan yang dilakukan rumah sakit bermacam- macam, salah satu alasan untuk menolak perserta PBI adalah dengan alasan kamar untuk kelas 3 telah
75
PPP Handbook Versi 1, Kementerian Keuangan Singapura, 2004 Bank Dunia 2006, halaman 13 77 Wawancara dengan Ibu Marina selaku Petugas Administrasi di Rumah Sakit Swasta DIY Pada hari Senin tanggal 14 Maret 2016 Pukul 13.00 WIB. 76
94
95
habis, sehingga pasien harus segara mencari rumah sakit lain, apabila ada ketersediaan kamarpun rata- rata pihak rumah sakit akan menawarkan faskes setingkat lebih tinggi diatasnya.78 Kurangnya kerjasama yang baik antara pemerintah dan Instansi Swasta didalam pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional Melalui BPJS Kesehatan menjadikan hal tersebut sebagai kendala utama dalam pemberian pelayanan yang baik bagi masyarakat, dikarenakan adanya perbedaan prinsip rumah sakit swasta dengan pemerintah, yang dalam hal ini rumah sakit swasta lebih mengutamakan keuntungan sedangkan prinsip Jaminan Kesehatan Nasional melalui BPJS Kesehatan untuk mensejahterahkan rakyat dengan asas kegotongroyongan.79 Fasilitas Kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan kelas 1,2,dan 3 pada dasarnya tidak memiliki perbedaan didalam pelayanan dalam rawat jalan, baik di FKTP (puskemas/klinik) maupun FKTL (RS) kesemuanya sama, yang berbeda adalah ketika peserta BPJS Kesehatan harus rawat inap, maka kelas Perawatan disesuaikan dengan kelas kepesertaan BPJS Kesehatan. Kenaikan kelas pada BPJS Kesehatan diperbolehkan, tetapi hanya untuk kelas 1 dan kelas 2 dengan permintaan sendiri dan syarat menanggung selisih tarif VIP lokal, sedangkan bagi peserta kelas 3 tidak dibolehkan naik kelas atas permintaan sendiri hal ini sudah ditetapkan dengan peraturan Direktur BPJS Kesehatan nomor 32 Tahun 2015 Pasal 5 aya 2 huruf K:
78
Wawancara dengan Bapak Imam Peserta PBI Pada Hari Kamis tanggal 10 Maret 2016 Pukul 12.00 WIB 79 Wawancara dengan Ibu Upik Handayani selaku kepala cabang BPJS Kesehata Yogyakarta, pada hari kamis tanggal 10 maret 2016, pukul 08.00 WIB
95
96
“... Menyetujui tidak meningkatkan kelas perawatan dengan membayar sendiri selisih biaya perawatan untuk peserta yang memilih kelas perawatan kelas III”. Lahirnya perturan tersebut dikarenakan banyaknya pihak yang memang bukan masyarakat PBI memilih untuk menggunakan kelas 3 guna untuk menaikan kelas dan mengambil keuntungan dari melakukan pembayaran murah tetapi sudah mendapatkan fasilitas kesehatan diatasnya dengan jalan menambah biaya kekurangan sendiri. Aturan yang sebelumnya tidak mempermasalahkan kenaikan kelas khususnya dari kelas 3 ke faskes yang lebih tinggi diatasnya di perbolehkan sebelumnya, tetapi dikarenakan banyak pihak- pihak yang melakukan kecurang khususnya masyarakat mandiri kelas 3 yang berusaha untuk mendapatkan premi kecil, maka sejak saat ini tidak diperbolehkan bagi kelas 3 untuk naik ke kelas diatasnya, karena aturan yang memperbolehkan kelas 3 naik ke kelas diatasnya menyebabkan “cacat BPJS sejak lahir” sehingga hal ini perlu dihentikan dan menyebabkan peserta dengan kelas 3 dilarang untuk naik kelas.
5.
Penanganan Keluhan Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional melalui BPJS Kesehatan
bukan tanpa kendala, sehingga dalam pelaksanaanya diperlukan wadah untuk menangani keluhan masyarakat apabila terjadi masalah dalam pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional melalui BPJS Kesehatan. Keluhan yang ada biasanya ungkapan ketidakpuasan dari pemangku kepentingan (peserta) terhadap penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional.
96
97
Penangan Keluhan di Yogyakarta terhadap pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional melalui BPJS kesehatan sendiri dimaksudkan untuk mengupayakan dan mengetahui suatu permasalahan dengan jelas, menilai, mengatasi & menyelesaiakn permasalahan yang ada. Keluhan peserta dapat dilakukan via telepon ataupun mendatangi kantor BPJS Kesehatan terdekat. Penanganan keluhan pada prinsipnya harus obyektif, responsif (cepet dan akurat), efektif, efesien, koordinatif dan transparan.80 Mekanisme penanganan keluhan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan pasal 45 ayat (1) dan (2): (1) “Dalam hal Peserta tidak puas terhadap pelayanan Jaminan Kesehatan yang diberikan oleh Fasilitas Kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, Peserta dapat menyampaikan pengaduan kepada Fasilitas Kesehatan dan/atau BPJS Kesehatan”. (2) “Dalam hal Peserta dan/atau Fasilitas Kesehatan tidak mendapatkan pelayanan yang baik dari BPJS Kesehatan, dapat menyampaikan pengaduan kepada Menteri”.
Penyampain pengaduan pada ayat 2 harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Selama ini Keluhan yang paling banyak didapatkan pihak BPJS Kesehatan Yogyakarta ialah mengenai penolakan dari rumah sakit kepada peserta BPJS kesehatan, serta pembiayaan obat yang ternyata diluar pembiayaan BPJS
80
Wawancara dengan Ibu Upik Handayani selaku kepala cabang BPJS Kesehata Yogyakarta, pada hari kamis tanggal 10 maret 2016, pukul 08.00 WIB
97
98
Kesehatan.81 Waktu pelaporan Maksimal 3 x 24 jam setelah kejadian, dapat dilaporkan ke BPJS melalui hotline 500400, form pengaduan di situs bpjskesehatan.go.id atau langsung mendatangi unit pengaduan di kantor cabang bpjs terdekat. Berdasarkan Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Unit pengedali Mutu Pelayanan dan Penanganan Pengaduan Peserta pasal 3 ayat 2 BPJS Kesehatan menangani pengaduan peserta paling lama lima hari kerja sejak diterimanya pengaduan.
6.
Penyelesaian sengketa Pelaksanaan program jaminan sosial terkadang dalam pelaksanaanya
menimbulkan sengketa antara pihak-pihak yang berhubungan dengan kegiatan ini, yakni antara peserta, pemberi kerja, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan pemerintah. Perlunya upaya hukum untuk mencegah terjadinya sengketa dan juga upaya hukum diperlukan untuk dilakukan agar peserta jaminan sosial dapat melaksanakan kewajibannya dan mendapatkan hak-hak yang perlu diberikan sepenuhnya oleh BPJS sebagaimana diatur dalam undang-undang. Penyelesaian sengketa antar para pihak harus cepat diselesaikan dengan menggunakan lembaga atau pranata yang tersedia baik secara formal (melalui lembaga litigasi) maupun non formal (nonlitigasi).82
81
Wawancara dengan Ibu Upik Handayani selaku kepala cabang BPJS Kesehata Yogyakarta, pada hari kamis tanggal 10 maret 2016, pukul 08.00 WIB 82 Chandra Irawan, 2010. Aspek Hukum dan Mekanisme Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan (Alternative Dispute Resolution) di Indonesia, Cetakan Kesatu. Bandung: CV. Mandar Maju.Hlm. 2.
98
99
Sengketa yang masih dapat diselesaikan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan pasal 46 pada umumnya dapat diselesaikan dengan cara bermusyawarah antar para pihak melalui mediasi atau melalui pengadilan, cara melalui mediasi dan melalui pengadilan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang- undangan. Penyelesaian melalui mediasi dilakukan melalui seorang penengah yang disebut mediator. Mediasi adalah intervensi terhadap suatu sengketa oleh pihak ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak dan netral serta membantu para pihak yang berselisih mencapai kesepakatan secara sukarela terhadap permasalahan yang disengketakan Jenis sengketa yang kurang lebih dihadapi BPJS kesehatan Yogyakarta ialah:83 1. Peserta program jaminan sosial yang telah melaksanakan kewajibannya tidak mendapatkan hak sebagaimana diatur dalam undang-undang maka hal itu akan mengakibatkan peserta dan/atau anggota keluarganya dapat menuntut haknya melalui pengaduan kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). 2. Tidak Tersedianya Ruang Perawatan bagi Pasien BPJS dan Penolakan Pada Unit Gawat Darurat 3. Pengurangan pelayanan kesehatan dari program Sistem Jaminan Sosial Nasional sebelumnya.
83
Wawancara dengan Ibu Upik Handayani selaku kepala cabang BPJS Kesehata Yogyakarta, pada hari kamis tanggal 10 maret 2016, pukul 08.00 WIB
99
100
Sengketa yang terjadi di DIY rata- rata diselesaikan dengan cara klarifikasi dan mediasi yang rata- rata diselesaikan dalam kurun waktu 14 hari. Malasnya Peserta BPJS Kesehatan untuk mengajuka permasalahan mengenai BPJS Kesehatan menyebabkan sedikitnya perkara yang diajukan, hal ini dilatarbelakangi oleh ketidakmauan peserta untuk menghadapi prosedur yang rumit, apalagi bagi peserta PBI mereka merasa takut untuk memperpanjang masalah dan beracara dipengadilan sebab yang mereka hadapi ialah instansi besar.84 Rata- rata sengketa yang diajukan kepada BPJS Kesehatan selama ini kurang lebih setiap bulanya terdapat 20 sengketa, tetapi selama sengketa masi bisa diatasi dengan cara kekeluargaan maka permasalahan yang ada tidak perlu diselesaikan dan diajukan ke pengadilan.85
2. Hambatan dalam pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional melalui BPJS dalam pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin dikota Yogyakarta. Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional melaui BPJS kesehatan bukan tanpa hambatan, salah satu hambatan yang terjadi di Kota Yogyakarta dan perlu disoroti ialah permasalahan Jumlah Klaim yang dimintakan kepada BPJS Kesehatan Lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah iuran yang dibayarkan peserta tiap bulanya. Akibat dari klaim yang tinggi ini tentunya merugikan segala pihak tak terkecuali peserta BPJS Kesehatan. Imbasnya
84
Wawancara dengan Ibu Siti Peserta PBI pada Hari Rabu tanggal 09 Maret 2016 pukul 12.00 WIB 85 Wawancara dengan Ibu Upik Handayani selaku Kepala Cabang BPJS Kesehatan Yogyakarta pada Hari Rabu tanggal 09 Maret 2016 Pukul 08.00 WIB
100
101
dirasakan pula oleh peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) ketika pihak rumah sakit merasa banyak klaim yang ditolak oleh pihak BPJS Kesehatan, maka secara langsung pihak rumah sakit berusaha pula untuk menutupi kerugian yang dialami dengan jalan menolak peserta BPJS kesehatan khususnya masyarakat PBI, karena jumlah pasien yang berada di Kelas III lebih besar jumlahnya dibandingkan pasien dikelas I dan II. Banyaknya Rumah sakit yang berlomba- berlomba untuk menaikan akreditasi rumah sakit guna meningkatkan biaya faskes, sayangnya tujuan rumah sakit untuk menaikan akreditasi tidak di imbangi dengan pemberian fasilitas kesehatan dan pelayanan keshatan yang lebih baik. Tentunya hal ini sangat bertentangan dengan penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi atau penerima pelayanan sesuai dengan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 Tahun 2003. Ketika instansi rumah sakit tidak memberika pelayanan kesehatan yang baik maka tentunya akan pemberian pelayanan kesehatan secara prima tidak dapat terlaksana. Berikut Alur pengajuan Klaim Jaminan Kesehatan Melalui BPJS Kesehatan 1. Fasilitas Kesehatan ajukan klaim tiap bulan secara reguler maksimal tanggal 10 bulan berikutnya, kecuali kapitasi, tidak perlu diajukan klaim oleh Fasilitas Kesehatan. 2. BPJS Kesehatan wajib bayar Fasiltas Kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada peserta maksimal 15 (lima belas) hari kerja sejak
101
102
dokumen klaim diterima secara lengkap di Kantor Cabang/Kantor Operasional Kabupaten/Kota BPJS Kesehatan. 3. Kendali Mutu dan Biaya a. Dalam rangka penyelenggaraan kendali mutu dan kendali biaya,
BPJS Kesehatan membentuk tim kendali mutu dan kendali biaya yang terdiri dari unsur organisasi profesi, akademisi, dan pakar klinis. b. Tim kendali mutu dan kendali biaya dapat melakukan: 1) sosialisasi kewenangan tenaga kesehatan dalam menjalankan
praktik profesi sesuai kompetensi; 2) utilization review dan audit medis; dan/atau 3) pembinaan etika dan disiplin profesi kepada tenaga
kesehatan. c. Pada kasus tertentu, tim kendali mutu dan kendali biaya dapat
meminta informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan Peserta dalam bentuk salinan/fotokopi rekam medis kepada Fasilitas Kesehatan sesuai kebutuhan. 4.
Kadaluarsa Klaim 1. Klaim Kolektif
Fasilitas Kesehatan milik Pemerintah maupun Swasta, baik Tingkat Pertama maupun Tingkat lanjutan adalah 2 (dua) tahun setelah pelayanan diberikan.
102
103
2. Klaim Perorangan
Batas waktu maksimal pengajuan klaim perorangan adalah 2 (dua) tahun setelah pelayanan diberikan, kecuali diatur secara khusus.
5.
Kelengkapan administrasi klaim umum a. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama 1) Formulir pengajuan klaim (FPK) rangkap 3 (tiga) 2) Softcopy data pelayanan bagi Fasilitas Kesehatan yang telah menggunakan aplikasi
P-Care/aplikasi BPJS Kesehatan lain
(untuk PMI/UTD) atau rekapitulasi pelayanan secara manual untuk Fasilitas Kesehatan yang belum menggunakan aplikasi PCare. 3) Kuitansi asli bermaterai cukup 4) Bukti pelayanan yang sudah ditandatangani oleh peserta atau anggota keluarga. 5) Kelengkapan lain yang dipersyaratkan oleh masing-masing tagihan klaim b. Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan 1) Formulir pengajuan klaim (FPK) rangkap 3 (tiga), 2) Softcopy luaran aplikasi 3) Kuitansi asli bermaterai cukup 4) Bukti pelayanan yang sudah ditandatangani oleh peserta atau anggota keluarga.
103
104
5) Kelengkapan lain yang dipersyaratkan oleh masing-masing tagihan klaim.
Tabel 2. Alur pengajuan Klaim Pelaksanaan pembayaran klaim tidak selalu berjalan mulus, sering kali terjadi kesalahan dalam proses input klaim terutama dalam hal coding, sehingga menyebabkan klaim dari rumah sakit ditolak oleh BPJS Kesehatan.86 Coding merupakan bentuk kegiatan pengolahan data rekam medis untuk memberikan kode dengan huruf atau dengan angka atau kombinasi huruf dan angka yang mewakili komponen data. Kegiatan dan tindakan serta diagnosis yang ada dalam rekam medis harus diberi kode dan selanjutnya di indeks agar memudahkan pelayanan pada penyajian informasi untuk menunjang fungsi perencanaan, managemen dan riset bidang kesehatan. Kode diagnostik yang menjadi salah satu variabel penghitungan biaya pelayanan di Rumah sakit menghadapi tantangan akibat berlakunya sistem Ina
86
Wawancara dengan Ibu Upik Handayani selaku kepala cabang BPJS Kesehata Yogyakarta, pada hari kamis tanggal 10 maret 2016, pukul 08.00 WIB
104
105
CBGs. Sistem ina cbgs yang mengelompokkan ragam penyakit dalam kelompok tertentu menciptakan kesulitan dalam sistem pengkodean diagnosis sehingga berdampak pada perhitungan biaya rumah sakit. Klaim yang telah masuk ke BPJS Kesehatan kemudian akan diperiksa atau diverifikasi oleh petugas verifikator BPJS Kesehatan. Lingkup kerja petugas verifikator secara singkat sebagai berikut: 1. Melaksanakan verifikasi administrasi kepesertaan; 2. Melaksanakan verifikasi administrasi pelayanan; 3. Melaksanakan verifikasi administrasi keuangan. Uraian tugas verifikator BPJS Kesehatan 1.
Memastikan kebenaran dokumen identitas peserta program Jamkesmas;
2.
Memastikan adanya Surat Rujukan dari PPK;
3.
Memastikan adanya dokumen Surat Keabsahan Peserta (SKP);
4.
Memastikan dikeluarkannya rekap pertanggungjawaban keuangan oleh petugas RS sesuai dengan format paket yang ditetapkan;
5.
Memastikan kebenaran penulisan paket/diagnosa, prosedur, nomor kode;
6.
Memastikan kebenaran besar tarif sesuai paket/diagnosa, prosedur, nomor kode;
7.
Menyimpulkan kelayakan hasil verifikasi;
8.
Melakukan rekapitulasi laporan pertanggungjawaban dana PPK lanjutan yang sudah layak bayar;
105
106
Dengan demikian apabila terdapat jumlah Klaim yang lebih besar daripada anggaran yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan maka petugas Verifikator akan melakukan pengecekan kembali terhadap klaim- klaim yang masuk kedalam BPJS Kesehatan, karena ada beberapa kasus dimana memang terdapat klaim yang tidak dapat di klaimkan. Klaim yang ditolak berkaitan dalam hal:87
1. Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur sebagaimana dalam peraturan berlaku 2. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas kesehatan yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, kecuali untuk kasus gawat darurat 3. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan kerja terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja 4. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri 5. Pelayanan kesehatan untuk tujuan kosmetik dan/ atau estetik 6. Pelayanan untuk mengatasi infertilitas (memperoleh keturunan) 7. Pelayanan meratakan gigi (ortodonsi) 8. Gangguan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat dan/atau alkohol
87
Wawancara dengan Ibu Upik Handayani selaku kepala cabang BPJS Kesehata Yogyakarta, pada hari kamis tanggal 10 maret 2016, pukul 08.00 WIB
106
107
9. Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau akibat melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri 10. Pengobatan komplementer, alternatif dan tradisinal, termasuk akupuntur, shin she, chiropractic, yang belum dinyatakan efektif berdasarkan penilaian teknologi kesehatan (health technology assessment/HTA) 11. Pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan (eksperimen) 12. Alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi dan susu 13. Perbekalan kesehatan rumah tangga 14. Pelayanan kesehatan yang sudah dijamin dalam program kecelakaan lalulintas sesuai dengan ketentuan perundang-undangan 15. Pelayanan kesehatan akibat bencana, kejadian luar biasa/wabah 16. Biaya pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan manfaat jaminan kesehatan yang diberikan. Dengan demikian berdasarkan uraian yang telah dijelaskan diatas dapat diketahui bahwa sesungguhnya hambatan utama dalam pelaksanaan Jaminan Kesehatan melalui BPJS dalam pelayanan kesehatan masyakat miskin di kota yogyakarta ialah dalam hal klaim yang lebih besar jumlahnya dari yang dipertanggungkan. Alasan utama mengapa hal ini bisa terjadi dikarenakan kurangnya kerjasama yang baik antara instansi penyedia pelayanan dan jasa terhadap pemerintah maupun BPJS kesehatan meskipun telah ada kerjasama
107
108
dengan adanya klausul- klausul perjanjian. Terkadang klausul- klausul yang telah diperjanjikan tidak ditepati dengan baik oleh penyedia jasa dan pemberi fasilitas pelayanan kesehatan, sehingga berakibat kepada terhambatnya Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional. Permasalahan lainya adalah
terkadang banyak peserta yang melupakan
kewajibanya untuk melakukan pembayaran iuran tiap bulannya, dan hanya memperhatikan haknya saja sehingga peserta pun melupakan juga prinsip yang di pegang BPJS Kesehatan dalam hal gotong royong, yang mana pihak yang mampu atau yang dapat dikatakan peserta Non PBI dan mempunyai pendapatan yang tinggi berkewajiban membantu kelompok yang berpendapatan rendah , sehingga aspek pengawasan dan pemberian pelayanan kesehatan dapat diawasi dengan sebaikbaiknya, dengan kebijakan yang diambil, hal ini bertujuan sebagai upaya untuk memberikan pelayanan kesehatan yang optimal dengan biaya yang terkendali, sehingga tidak ada klaim yang tidak dapat dipenuhi. Sehingga hal ini dapat susai dengan UU No 40 Tahun 2004 tentang SJSN yang mana dalam Undang- undang tesebut terdapat prinsip- prinsip yang dipegang teguh dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional.
108
109
3. Upaya untuk menyelesaikan hambatan khususnya dalam hal Klaim BPJS Kesehatan. Upaya untuk mengatasi lonjakan klaim dan klaim yang tidak dapat dipenuhi, bukan hanya berasal dari aspek manusianya saja, tapi juga dari manajemen kelembagaan, bangsa dan Negara itu sendiri. Adanya asuransi kesehatan dalam Jaminan Kesehatan Nasional melalui BPJS Kesehatan tidak berarti bahwa keseluruhan pelayanan kesehatan dapat diperoleh dengan cuma-cuma, sebab adanya asuransi kesehatan memiliki tujuan untuk mengelola
pelayanan
kesehatan
atas
dasar
yang
rasional
dengan
mempertimbangkan aspek biaya dan jenis pelayanan kesehatan yang diberikan. Dengan demikian sebagai penyelenggara Jaminan Kesehatan Nasional, BPJS Kesehatan dalam pelayanan kesehatan dituntut sikap bertanggung jawab kepada semua peserta yang selama ini menikmati pelayanan kesehatan. Hambatan- hambatan yang ditemui dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional melalui BPJS Kesehatan khususnya di kota Yogyakarta harus segera ditanggulangani dan diselesaikan. Adapaun Upaya- upaya yang telah dilakukan Kantor cabang BPJS Kesehatan Kota Yogyakarta dalam mengatasi hambatan- hambatan yang ada, antara lain88: 1. Mengupayakan agar semua pihak mempunyai kesadaran akan biaya atau cost counsciousness . Pasien atau peserta di libatkan di dalam pelaksanaan upaya ini, dengan jalan semua pihak juga ikut memikul biaya pelayanan
88
Wawancara dengan Ibu Upik Handayani selaku kepala cabang BPJS Kesehata Yogyakarta, pada hari kamis tanggal 10 maret 2016, pukul 08.00 WIB
109
110
kesehatan meskipun Pemerintah dibantu BPJS Kesehatan telah memikul sebagian besar biaya. 2. Pemeberlakuan
penerapan standar pelayanan kesehatan yang telah
ditetapkan sehingga pelayanan kesehatan dapat diberikan sesuai dengan kebutuhan medik. 3. Adanya kontrol dalam pengadaan fasilitas pelayanan kesehatan, khususnya yang memerlukan biaya tinggi. Pemerintah memiliki peran dalam memberikan perizinan/pengadaan sarana kesehatan, sehingga fasilitas pelayanan kesehatan dapat digunakan secara efisien. 4. Menumbuhkan sistem pelayanan kesehatan yang efisien yang menjamin pelayanan kesehatan diberikan sesuai dengan tingkat keahlian dan saran yang sesuai, misalnya penerapan konsep rujukan, dokter keluarga dan wilayah. 5. Menumbuhkan sistem pembiayaan dan pembayaran jasa pelayanan kesehatan yang dapat menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medik misalnya dengan sistem kapitasi. Sistem kapitasi adalah suatu sistem pembayaran kepada Pemberi Pelayanan Kesehatan (RS/dokter/Apotek) berdasarkan jumlah “capita” atau jiwa yang harus dilayani baik sakit/tidak sakit.89 Dengan demikian untuk mengatasi hambatan yang ada khususnya hambatan yang berkaitan dengan klaim yang tidak dapat dipenuhi, dapat dicegah dengan upaya BPJS Kesehatan menumbuhkan sistem pelayanan kesehatan yang lebih
89
Sulastomo, 2003, Manajemen Kesehatan, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, Hlm. 208
110
111
efisien dengan menciptakan peraturan atau sistem yang dapat memagari pemborosan-pemborosan misalnya dengan menyederhanakan jumlah/jenis obat yang beredar atau kebijaksanaan Pemerintah dengan penyediaan obat-obat esensial bagi pengobatan di puskesmas-puskesmas. Dengan Rumah Sakit, BPJS Kesehatan juga harus mengembangkan kemitraan yang positif, yaitu keterbukaan antar manajemen dan kesepakatan tarif yang nantinya akan dinikmati oleh peserta BPJS Kesehatan baik Peserta Non- PBI dan PBI.
111
112
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.
Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh penulis maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pelaksanaan Progam Jaminan Kesehatan Nasional melalui BPJS dalam Pelayanan kesehatan masyarakat miskin di Kota Yogyakarta telah dilaksanakan dengan baik, di karenakan dari dua juta penduduk termasuk miskin di Yogyakarta sudah sekitar 1.572.154 telah bergabung ke dalam BPJS Kesehatan. Bagi masyarakat yang belum tercover oleh BPJS Kesehatan maka Jaminan kesehatannya akan masuk kedalam Jaminan Kesehatan Daerah, sesuai dengan ketentuan anggaran yang telah ditentukan oleh Pemerintah Daerah. Kesadaran masyarakat sendiri akan kewajiban mengikuti BPJS Kesehatan telah ada, sehingga diharapkan pada tanggal 1 Januari 2019 seluruh rakyat Indonesia wajib jadi peserta JKN. 2. Penyeleggaraan Jaminan Kesehatan melalui BPJS Kesehatan bukan tanpa hambatan, hambatan utama yang sedang terjadi di Kota Yogyakarta ialah dalam Pelaksanaan pembayaran klaim asuransi kesehatan yang lebih besar jumlahnya dari yang dipertanggungkan. Jumlah klaim yang lebih besar akan di verifikasi oleh petugas verifikator
BPJS Kesehatan
Cabang
Yogyakarta untuk dilakakuan pencocokan jumlah tagihan yang ada.
112
113
sehingga hal tersebut tidak merugikan peserta PBI dan Non PBI serta BPJS Kesehatan cabang Yogyakarta. 3. Upaya yang dilakukan BPJS Kesehatan dalam menyelesaikan klaim yang lebih tinggi dari pada yang dipertanggungkan cukup konsisten dan permasalahan terhadap klaim ini telah ditanggapi serius oleh BPJS Kesehatan Cabang Yogyakarta, hal ini dibuktikan dengan pengawasan dan pengecekan kembali klaim yang masuk disetiap pengajuan klaim yang ada.
B. Saran Dalam rangka untuk melaksanakan Jaminan Kesehatan Soial melalui BPJS dalam Pelayanan Kesehatan bagi masyarakat miskin khususnya untuk meningkatkan pelayanan kesehatan bagi seluruh peserta BPJS Kesehatan Cabang Yogyakarta, dapat dikemukakan saran sebagai berikut: 1. BPJS Kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan) diharapkan mapu memberikan sebuah jaminan dengan kualitas yang lebih baik dari pada jaminan kesehatan terdahulunya, selain itu pula BPJS Kesehatan diharapkan memberikan sosialisasi secara jelas kepada semua pihak dan memberlakukan seluruh kebijakan secara tegas sebagai suatu perwujudan proses kedisiplinan menuju penyelenggaraan layanan yang bersih dan teratur sehingga tujuan negara untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi seluruh masyarakat dapat tecapai 2. Sistem tata laksana pelayanan kesehatan, administrasi dan keuangan seharusnya di sederhanakan kembali agar tidak terjadi pengajuan klaim
113
114
yang lebih besar dari pada yang seharusnya dipertanggungkan dikarenakan
hal
tersebut
dapat
mengakibatkan
terlambatnya
penyelesaian pembayaran klaim dan semakin tingginya jumlah klaim yang masuk.
114
115
DAFTAR PUSTAKA Buku AG. Subarsono, 2005, Pelayanan Publik yang Efisien Responsif dan Non Partisipan dalam buku Mewujudkan Good Governance dalam Pelayanan Publik, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, hlm 141 Azwar, Azrul,1996, Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta: Sinar Harapan. Hlm. 29 Berg, A. & Sajogyo. (1986). Pendidikan Untuk Gizi Yang Lebih Baik. Peranan Gizi dalam Pembangunan Nasional. Jakarta: Rajawali. Hlm 37 Brotowasisto, “Pembangunan Kesehatan di Indonesia”, Prisma, Vol. 19, No. 6, 1990, hlm. 37. Chandra Irawan, 2010. Aspek Hukum dan Mekanisme Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan (Alternative Dispute Resolution) di Indonesia, Cetakan Kesatu. Bandung: CV. Mandar Maju.Hlm. 2. Eka, Asih. 2014. Paham SJSN Sistem Jaminan Sosial Nasional. Jakarta: CV Komunitas Pejaten Mediatama. Hlm 48 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani,2000, Hukum tentang Perlindungan Konsumen, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hlm. 11 Hasbullah, T., 2005. Pendanaan Kesehatan dan Alternatif Mobilisasi Dana Kesehatan di Indonesia. Jakarta: Penerbit Raja Grafindo Persada. Hlm. 40 Krisnamurthi, Bayu. 2006. Penaggulangan dan Pengurangan Kemiskinan dalam 22 Tahun Studi Pembangunan Pengurangan Kemiskinan, Pembangunan Agribisnis dan Revitalisaasi Pertanian. Bogor: LPPM IPB. Hlm 16 Lumenta, Benyamin. 1989. Pelayanan Medis Citra, Konflik dan Harapan Tinjauan Fenomena Sosial. Yogyakarta: Kanisius. Hal 23 Murti, Bhisma, 2007, Dasar-Dasar Asuransi Kesehatan, Yogyakarta: Kanisius. Hlm. 35 115
116
Pasolong, Harbani. 2010. Teori Administrasi Publik. Bandung: Alfabeta. Hlm. 40 Prof. Dr. H. Zainuddin Ali, M.A., 2009,MetodePenelitianHukum, Jakarta: Sinar Grafika, hlm.47 Ratminto & Atik Septi W. 2005. Manajemen Pelayanan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hlm 27. R. Ali Ridho, 1992, Prinsip dan Fungsi Asuransi dalam Lembaga Keuangan, Pasar Modal dan Asuransi Haji, Bandung: PT. Alumni. Hlm. 375 Soerjono Soekanto dan Parsudi Suparlan, 1984, Kebudayaan Kemiskinan, dalam Kemiskinan di Perkotaan, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia – Sinar Harapan. Hlm. 55 Sri Mammudji,2003, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,hlm.13 Sulastomo, 2003, Manajemen Kesehatan, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, Hlm. 208 Trisnantoro. (2009). Pedoman Operasional Sistem Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan. Yogyakarta: Central Of Health Service Management Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.hlm. 25 Undang- undang Undang- undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 101 Tahun 2012 Tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Peraturan Presiden No. 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan Peraturan Presiden No. 111 tahun 2013 Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan
116
117
Tesis Nora Eka Putri. 2011, Efektivitas Penerapan Jaminan Kesehatan Nasional Melalui Bpjs dalam Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin di Kota Padang. Fakultas
Hukum,
Universitas
Andalas,Tesis.Melaluihttp://ejournal.unp.ac.id/index.php/index/search/titles ?searchPage=25
Skripsi Zulkahfi. 2014, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Perspektif Hukum Islam, Skripsi Fakultas Hukum, Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga. Melalui
http://digilib.uin-suka.ac.id/14824/2/10380002_bab-i_iv-atau-
v_daftar-pustaka.pdf Mariza Rizqi Iriani, 2015, Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional (Studi Evaluasi Efektivitas
Sosialisasi
Penyelenggara
Jaminan
Jaminan Sosial
Kesehatan (BPJS)
Nasional
Kesehatan
oleh di
Badan
Kabupaten
Temanggung), Tesis Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Negri Sebelas Maret, melalui http//www.prints.uns.ac.id/18375/
Jurnal Departemen Kesehatan RI, dalam pedoman pelaksanaan Jamkesmas, 2008. Jurnal .Ministry of Health, Labour and Welfare of Japan (MHLW) (1999), Annual Report on Health and Welfare, Tokyo: MHLW. PPP Handbook Versi 1, Kementerian Keuangan Singapura, 2004
Internet http://www.jkn.kemkes.go.id/attachment/unduhan/BAHAN%20PAPARAN%20J KN.pdf. Diakses pada tanggal 13 Desember 2015. Pukul 15.00 WIB
117
118
http://kamuskesehatan.com/arti/kapitasi/ Diakses pada tanggal 24 januari 2016. Pukul 13.00 WIB
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Permenkes%20No.%2027% 20thn%202014%20ttg%20Juknis%20Sistem%20INA%20CBGs%20(1).pdf Diakses pada tanggal 24 januari 2016. Pukul 13.00 WIB Beradheta, “Klaim Lebih Tinggi, Nominal Iuran Rencana Akan Naik”, http://www.harianjogja.com/baca/2016/01/22/bpjs-kesehatan-klaim-lebih-tingginominal-iuran-rencana-akan-naik-683324. Diakses pada tanggal 24 januari 2016. Pukul 14.00 WIB HasbullahThabrany,“SejarahAsuransiKesehatan”,http//staff.ui.ac.id/system/files/ users/hasbulah/material/babosejarahasuransikesehatanedited.pdf. diakses pada 12 maret 2016 pukul 18.41 WIB.
http://www.bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/arsip/categories/MzU/peraturanbpjs-kesehatan. Diakses pada tanggal 18 Januari 2016. Pukul 20.00 WIB http://www.bkkbn.go.id/Documents/JKN/PMK%20No.%2028%20ttg%20Pedoma n%20Pelaksanaan%20Program%20JKN.pdf. Diakses pada tanggal 18 Januari 2016. Pukul 16.00 WIB http://www.tnp2k.go.id/id/program/program/dprogram-jamkesmas/ diakses pada tanggal 22 Maret 2016. Pukul 18.00 WIB http://www.jamsosindonesia.com/jamsosda/cetak/391 diakses pada hari Selasa Tanggal 22 Maret 2016. Pukul 16.00WIB http://www.bps.go.id/Subjek/view/id/23 diakses pada hari Rabu tanggal 23 Maret 2016. Pukul 00.52 WIB http://www.antaranews.com/berita/376166/tanya-jawab-bpjs-kesehatan di akses tanggal 07 februari 2016
118
119
http://www.bpjs-kesehatan.go.id/statis-2-visidanmisi.html dikunjungi tanggal 07 februari 2016. Pukul 03.00 WIB http://www.jpnn.com/read/2012/07/09/133291/Penentuan-Iuran-JamkesmasHanya-Berdasar-Feeling diakses pada hari Rabu 30 Maret 2016 Pukul 14.00 WIB
119