BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Semua kegiatan manusia pada awalnya adalah untuk memanfaatkan
sumber daya alam yang berasal dari lingkungan demi memenuhi kebutuhan dan kelangsungan hidupnya, yang akhirnya mengembalikan hasil aktifitas berupa buangan kembali ke lingkungan. Keseimbangan dampak positif dan dampak negatif dari pemanfaatan sumber daya alam bagi kesejahteraan manusia sangat dipengaruhi oleh penggunaan teknologi yang digunakan mengeksplorasi sumber daya alam, mengolah buangannya, serta daya asimilasi atau daya dukung lingkungan. Menurut Wardhana (2001), daya dukung lingkungan yang dimaksud yakni sebagai kemampuan alam untuk mendukung kebutuhan hidup manusia. Proses pembentukan daya dukung lingkungan membutuhkan waktu yang sangat lama. Sehingga apabila eksplorasi terhadap sumber daya alam dilakukan secara berlebihan maka kerusakan yakni ketidakseimbangan dalam lingkungan tak bisa dihindari. Karena secara teoritis, kerusakan pada daya dukung lingkungan dengan sendirinya mengalami siklus pemulihan yang alami.
Agar dapat
memanfaatkan dan mengolah sumber daya secara baik diperlukan campur tangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Wardhana, 2001). Namun, meningkatnya taraf hidup dan rasa puas yang tidak kunjung terpenuhi membuat masyarakat semakin konsumtif dan menyukai kebudayaan serba instan. Kecenderungan inilah yang memicu industri-industri berpacu dalam menciptakan berbagai produk yang menarik minat masyarakat, sehingga ilmu
Universitas Sumatera Utara
pengetahuan dan teknologi yang awalnya digunakan untuk mengendalikan keseimbangan lingkungan, digunakan sebaliknya. Kemajuan industri dan teknologi ternyata menimbulkan jenis limbah baru yang sebelumnya jarang ditemui di peradaban masa lampau, yang tidak hanya bersifat organik namun juga bersifat anorganik (Wardhana, 2001). Limbah yang bersifat anorganik ini terbuat secara sintetis dan kebanyakan berasal dari hasil pengolahan bahan tambang yang mempunyai waktu paruh dan proses degradasi di lingkungan yang cukup lama (Basriyanta, 2007). Walaupun negara maju saat ini sudah menerapkan berbagai upaya untuk meminimalisir timbulnya sampah. Kegiatan ini tak hanya menguras banyak energi, melainkan menciptakan timbulan sampah yang tak kunjung terselesaikan hingga saat ini. Menurut Setiono, Mashjur, dkk. (2007), dengan bertambahnya pendapatan disertai meningkatnya jumlah penduduk, maka diperkirakan pada tahun 2025 mendatang sekitar setengah dari limbah dunia (85% diantaranya merupakan limbah baru) akan dihasilkan oleh negara-negara berkembang. Sampah merupakan seluruh sisa dari kegiatan manusia yang berbentuk padat, tidak termasuk tinja dan air seni. Sampah masing-masing memiliki daya urai yang berbeda, ada yang mudah diuraikan oleh alam dan ada juga yang membutuhkan waktu lama sehingga lingkungan dapat mentolerirnya. Secara umum, sampah dibedakan menurut zat organik dan daya urainya, diantaranya sampah organik dan anorganik (Chandra, 2005). Sampah organik kita kenal dengan istilah sampah basah yang berupa kulit buah ataupun sisa sayuran yang
Universitas Sumatera Utara
tidak dikonsumsi lagi. Sedangkan sampah anorganik terdiri dari banyak jenis seperti kertas, kaca, logam dan plastik yang tidak dipergunakan lagi. Masalah limbah kota menurut penelitian di Amerika semakin kompleks sejalan dengan pertambahan penduduk yang sangat pesat. Sejak tahun 1960, 1970, 1980, 1990 dan 2000 berturut-turut sampah kota yang ditimbulkan setiap orang per kapita adalah 5,4 kg, 6,6 kg, 7,4 kg, 9 kg dan 9,2 kg/orang/hari. Dan diketahui peningkatan jumlah sampah yang dihasilkan setiap orang di atas 2 kg dalam sehari. (Cunningham, W.P. dan Cunningham M.A., 2004). Bisa dibayangkan apabila jumlah penduduk perkotaan yang lebih dari 1 juta jiwa akan menghasilkan sampah sebesar 2.000.000 kg dalam sehari. Upaya untuk mengurangi timbulan sampah sebenarnya sudah banyak dilakukan, namun tetap saja masalah tentang sampah di perkotaan tidak berhenti. Para ahli juga mencari cara agar sampah menjadi „warisan‟ bagi generasi mendatang. Mereka menemukan metode yang disebut 3 R yang merupakan singkatan dari Reduce-Reuse-Recycle atau yang kita kenal dengan slogan ”Mengurangi, Memakai kembali dan Melakukan daur ulang (3M)” terhadap sampah (Sirait, 2009). Dan kebanyakan negara sudah menjalankan metode ini. Meskipun metode mengurangi jumlah dan volume sampah yang ditimbulkan sudah gencar dilakukan, kehadiran sampah di Kota Medan tetap saja merupakan salah satu persoalan yang dihadapi oleh masyarakat dan pengelola kota, terutama dalam hal penyediaan sarana dan prasarananya. Menurut BPS Kota Medan tahun 2013, jumlah penduduk Kota Medan sebesar 2.122.804 jiwa. Dan menurut Pemerintah Kota Medan tahun 2013, diketahui jumlah timbulan
Universitas Sumatera Utara
sampah dalam setahun sebesar 387.412 kg per m3 atau 1.937.059 liter per m3. Perinciannya, 48 persen merupakan sampah organik dan 52 persen lagi sampah anorganik. Jumlah sampah ini diperkirakan akan terus bertambah, dimana tingkat pertumbuhan setiap tahunnya sebesar 4 persen. Dengan peningkatan jumlah sampah sebesar itu jika tidak dilakukan dengan manajemen pengelolaan yang baik akan mengalami penurunan kualitas lingkungan. Terbukti pada beberapa dasawarsa terakhir Kota Medan tidak memperoleh piagam Kalpataru (Pakpahan, 2010). Namun, sebagian masyarakat memanfaatkan „masalah‟ ini untuk melangsungkan kehidupannya. Seringkali mereka rela mencari dan memisahkan sampah yang dapat dijual kembali dengan yang tidak bernilai lagi. Mereka melakukan aktivitas ini di Tempat-tempat Pembuangan Sampah, baik di TPA, TPS maupun di tong sampah jalanan. Kelompok masyarakat ini sering kita sebut sebagai Pemulung. Dalam sehari-hari pemulung dikenal sebagai orang yang memulung dan mencari nafkah dengan jalan memungut serta memanfaatkan barang–barang bekas (seperti puntung rokok, plastik, kardus bekas dan sebagainya) kemudian menjualnya kepada pengusaha yang akan mengolahnya kembali menjadi barang komoditi (Marpaung. 2012). Pemulung bukanlah hal yang baru di Indonesia terkhusus kota Medan. Tidak jarang terlihat pemulung sedang mengais-ngais tempat sampah yang banyak terdapat di pinggir jalan untuk mendapatkan barang-barang yang masih bisa dijual. Pemulung bisa saja tidak memiliki pilihan lain untuk memulung karena
Universitas Sumatera Utara
tuntutan ekonomi dan kemampuan yang tidak memadai untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih layak (Siallagan, 2014). Menurut Listautin (2012), jumlah pemulung di TPA Terjun sebesar 450 orang. TPA Terjun ini sendiri merupakan TPA yang sudah ada sejak tahun 1993 di kota Medan. Menurut Badan Lingkungan Hidup tahun 2009, luas TPA Terjun adalah 13,8 Ha dengan daya tampung 500.000 m3 yang menampung seluruh jenis sampah termasuk sampah dari kawasan industri. Pemulung pada awalnya tidak diizinkan oleh pihak pengawas TPA untuk mengumpulkan sampah di dalam TPA. Kondisi ini disebabkan oleh risiko gangguan kesehatan, kecelakaan dan bahaya yang dapat menimpa para pemulung pada saat sedang dan setelah bekerja di dalam TPA. Selain itu, para pemulung juga mengganggu proses penimbunan sampah karena para pemulung mengais dan menyebarkan sampah yang seharusnya tidak disebarkan lagi. Seiring berjalannya waktu, para pemulung yang tetap bersikeras mengambil sampah tersebut akhirnya tidak dilarang oleh pengawas TPA. Hal ini dilakukan oleh pengawas TPA karena tidak hanya menguntungkan pemulung, tapi juga membantu proses pengurangan jumlah serta jenis sampah yang ada di dalam TPA. Jumlah pemulung yang cukup banyak ini seharusnya memberikan perubahan yang signifikan terhadap volume sampah di Kota Medan. Namun sampai saat ini belum ada hasil yang memuaskan dari sistem pengelolaan sampah perkotaan, di mana kita masih menjumpai timbulan sampah bahkan sampah yang berserakan di tepi-tepi jalan dan tempat-tempat umum. Masalah sampah di Kota Medan yang tak kunjung selesai tersebut membuat penulis tertarik ingin melihat
Universitas Sumatera Utara
gambaran peran para pemulung dalam pengelolaan sampah yang berada di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Terjun, Kecamatan Medan Marelan Kota Medan. 1.2
Rumusan Masalah Sampah merupakan segala sesuatu yang dianggap tidak berguna lagi yang
bersumber dari dan di sekeliling kegiatan manusia. Sampah yang timbul di lingkungan tidak hanya mengganggu estetika, namun juga dapat menyebabkan gangguan kesehatan masyarakat serta lingkungan. Untuk itu, keberadaan pemulung saat ini sebagai salah satu pengendali sampah di Tempat Pembuangan Akhir sampah (TPA) sangat diperhitungkan. Berdasarkan
latar
belakang
yang
telah
diuraikan
sebelumnya,
permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Apa tindakan yang dapat dilakukan pemulung dalam pengelolaan sampah di TPA Terjun Kota Medan. 2. Bagaimana peran pemulung dalam pengurangan timbulan/volume sampah di TPA Terjun Kota Medan. 1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan umum : Untuk mengetahui apa peran pemulung dalam pengelolaan sampah.
1.3.2
Tujuan khusus : 1. Untuk mengetahui volume sampah yang masuk ke dalam TPA Terjun setiap harinya. 2. Untuk mengetahui jenis-jenis penanganan sampah di TPA Terjun.
Universitas Sumatera Utara
3. Untuk mengetahui volume sampah yang dikumpulkan oleh para pemulung. 4. Untuk mengetahui komposisi sampah yang dikumpulkan oleh para pemulung. 5. Untuk mengetahui metode pengelolaan sampah yang dilakukan para pemulung terhadap sampah yang ada dalam TPA Terjun. 1.4
Manfaat Penelitian 1. Menambah wawasan bagi masyarakat awam sehingga mau ikutserta dalam menangani masalah sampah di lingkungan sekitarnya. 2. Menambah wawasan para pelajar ataupun mahasiswa kesehatan masyarakat
tentang
metode
pengelolaan
sampah
dan
dapat
mengaplikasikannya di kehidupan sehari-hari. 3. Sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya yang melakukan analisis ataupun mencari hubungan antara peran pemulung terhadap sistem pengelolaan sampah. 4. Sebagai informasi awal kepada pengambil kebijakan khususnya Pemerintah Kota Medan untuk mengawasi dan mendukung peran para pemulung dalam mengelola sampah kota, serta mengajak masyarakat berpartisipasi dalam menangani masalah sampah di lingkungan sekitar. 5. Bagi peneliti merupakan suatu kesempatan yang baik untuk menambah wawasan dan pengalaman dalam melakukan penelitian mengenai sampah, pengelolaan sampah dan peran pemulung dalam mengelola sampah di tempat pembuangan akhir sampah.
Universitas Sumatera Utara