1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia terkadang melakukan kontak komunikasi
antarbahasa yang menuntut penutur dan lawan tutur untuk dapat saling memahami satu sama lain. Saat ini, terdapat ribuan bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi. Oleh karena itu, masyarakat internasional menggunakan bahasa Inggris sebagai lingua franca dalam berkomunikasi. Hal ini tentunya menuntut para penutur bahasa kedua untuk mengasah kemampuan berbahasanya supaya dapat berbicara sebaik penutur asli. Salah satu unit kebahasaan yang cukup sulit untuk dipelajari bagi pembelajar bahasa kedua adalah idiom. Idiom merupakan salah satu unit kebahasaan yang sering digunakan dalam berkomunikasi oleh masyarakat tutur di Amerika. Seperti halnya para penutur bahasa Indonesia, para penutur asli bahasa Inggris juga sering kali menggunakan idiom dalam percakapan sehari-hari, terutama dalam percakapan informal. Para pembelajar bahasa Inggris sebagai bahasa kedua atau bahasa asing terkadang mengalami kendala dalam melakukan percakapan sehari-hari ketika berbicara dengan para penutur asli. Pada umumnya, mereka kesulitan dalam memaknai idiom bahasa Inggris yang digunakan oleh lawan tuturnya. Hal ini karena idiom tidak dapat diterjemahkan secara literal atau diterjemahkan sesuai dengan unsur-
2
unsur pembentuknya. Keunikan ciri idiom ini menjadi salah satu alasan ketertarikan peneliti untuk melakukan penelitian mengenai idiom. Keterbatasan pemahaman mengenai idiom seperti yang telah dijelaskan di atas
dapat
menyebabkan
timbulnya
gangguan
dalam
berkomunikasi
(communication breakdown). Penutur bahasa kedua atau bahasa asing terkadang sulit
untuk menciptakan kesalingpahaman (mutual
intelligibility) dalam
berkomunikasi dengan lawan tutur karena pemahaman mereka yang terbatas mengenai idiom bahasa Inggris dan maknanya. Communication breakdown muncul dalam percakapan apabila idiom seperti what’s cooking?, what the hell!, atau how do you do, dimaknai secara literal oleh lawan tutur. Lawan tutur kemungkinan akan memberikan reaksi tutur yang tidak sesuai dengan maksud tuturan, sebagai akibatnya komunikasi menjadi kurang berkualitas. Ito (1993:2) menguraikan pengalaman pribadinya ketika berkomunikasi dengan penutur asli di Amerika. Beliau sempat merasa bodoh dan kesulitan memaknai isi dari percakapan ketika sedang berkomunikasi dengan penutur asli karena lemahnya pemahamannya mengenai idiom yang sering digunakan dalam komunikasi informal. Selain karena maknanya yang idiomatis, terdapat muatan budaya dalam konstruksi idiom tersebut yang terkadang menjadi hambatan pembelajar bahasa kedua dalam memahami maknanya. Lemahnya kemampuan berbahasa semacam ini tentu saja mempengaruhi kemampuannya untuk bersosialisasi dengan masyarakat sekitar. Oleh karena itu, Ito (1993) berasumsi bahwa penelitian mengenai idiom bahasa Ingris diperlukan untuk mempermudah para pembelajar bahasa Inggris dalam meningkatkan kemampuan berbahasanya.
3
Pendapat Ito (1993) di atas menyiratkan bahwa idiom merupakan salah satu aspek kebahasaan yang penting untuk dipelajari bagi pembelajar bahasa kedua. Selain dalam percakapan sehari-hari, idiom juga sering digunakan dalam penulisan novel, naskah film, lirik lagu, puisi dan lain sebagainya. Oleh karena itu, semakin luas pemahaman seseorang mengenai idiom, maka kemampuan berbahasanya akan semakin mirip dengan seorang penutur asli (native alike). Idiom digunakan dalam novel berbahasa Inggris sebagai salah satu sarana untuk menarasikan ide cerita dari para penulis novel. Idiom biasanya digunakan dalam dialog antartokoh dalam novel atau dalam narasi. Idiom menjadi salah satu unit kebahasaan yang digunakan sebagai perantara bagi penulis untuk mengkomunikasikan idenya dengan pembaca novelnya. Selain itu, idiom juga digunakan untuk menggiring pembaca masuk kedalam alur cerita dalam novel sehingga pembaca dapat lebih mudah memahami cerita yang dinarasikan oleh penulis novel, terutama dalam novel bahasa Inggris. Kebanyakan novel disampaikan dengan menggunakan bahasa informal dan idiom merupakan salah satu unit kebahasaan yang lazim ditemukan dalam tuturan informal. Dari hasil pengamatan, ditemukan bahwa terdapat sejumlah idiom yang digunakan untuk menarasikan cerita dalam novel The Kiss karya Elda Minger. Mengingat maknanya yang terkadang sulit untuk diprediksi, para penutur perlu mempelajari idiom secara mendalam supaya dapat memahami idiom dengan baik, khususnya para penutur bahasa kedua. Hal ini karena idiom tidak dapat diterjemahkan secara literal, seperti idiom pada contoh (1) yang di ambil dari novel The Kiss berikut ini.
4
Tabel 1.1 Penggunaan Idiom dalam Kalimat No. (1)
(2)
Konteks
Idiom dalam Kalimat
Penerjemahan
Dalam narasinya penulis tengah menggambarkan karakter Tess bahwa dia tidak memiliki begitu banyak kelebihan yang bisa dibanggakan orang tuanya kecuali sifatnya yang penurut. Ketika tengah berada di bar, Brooke dan Tess tanpa sengaja bertemu dengan Will, teman lama mereka, kemudian Brooke bertanya tentang kedatangan Will di kota kecil mereka.
Not much had been expected of her, except that she toes the line. (Minger, 2006:19)
Tak banyak yang bisa diharapkan darinya, kecuali sifatnya yang penurut.
“...tell us what you’re ”…. beri tahu doing in our neck of the kami yang kamu woods.”…… lakukan di kota (Minger, 2006:9) kecil kami.”
Pada contoh kalimat (1) di atas, idiom toe the line „penurut‟ tidak bisa diterjemahkan secara literal menjadi „meraba garis (dengan jari kaki)‟. Sesuai dengan karakteristik dari makna idiom, idiom ini memiliki makna idiomatis yang berbeda dari unsur-unsur pembentuk idiom tersebut. Untuk dapat memahami makna dari idiom ini tentunya pembelajar bahasa kedua atau bahasa asing perlu mempelajarinya secara khusus mengingat
maknanya
yang tidak dapat
diidentifikasi dari unsur-unsur pembentuknya. Berdasarkan bentuknya, idiom tersebut tergolong ke dalam idiom verbal sebab terbentuk dari verba toe „meraba‟ yang diikuti oleh objek the line „garis‟. Berdasarkan maknanya, idiom tersebut tergolong ke dalam decoding idiom sebab makna idiomatisnya tidak dapat diidentifikasi dari unsur pembentuknya. Idiom tersebut dimunculkan oleh penulis guna menggambarkan karakter dari tokoh utama.
5
Kasus lainnya dapat dilihat pada contoh (2) dalam tabel 1.1. Idiom in our neck of the woods „di kota kecil kami‟ pada contoh (2) yang dikutip dari novel The Kiss merupakan idiom berbentuk frasa preposisi. Hal ini ditandai dengan adanya frasa preposisi in „di‟ pada idiom di atas. Serupa dengan contoh (1), makna idiom tersebut sepenuhnya tidak dapat diidentifikasi secara langsung. Frasa tersebut tidak dapat dimaknai „di leher kayu kami‟ sebab frasa dalam kalimat tersebut memiliki makna idiomatic „di kota kecil kami‟. Dengan demikian, idiom ini digolongkan ke dalam kategori decoding idiom seperti contoh sebelumnya. Penulis novel ini menggunakan idiom ini untuk menunjukkan latar tempat dalam novel tersebut. Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang idiom dengan menggunakan novel The Kiss sebagai objek penelitian. Novel ini mengisahkan tentang kehidupan asmara pemuda di Amerika. Adapun alasan pemilihan novel ini sebab: (1) terdapat banyak idiom yang ditemukan dalam novel The Kiss; (2) dalam novel The Kiss terlihat penggunaan idiom yang terikat dengan konteks tuturan; (3)melalui idiom, penulis menggambarkan kehidupan masyarakat Amerika yang tertuang dalam alur cerita dalam novel The Kiss; (4) cerita dalam novel The Kiss dekat dengan kehidupan nyata sehingga melalui novel ini dapat diamati penggunaan idiom dalam hubungan atau interaksi sosial masyarakat Amerika; serta (5) beberapa karya dari penulis novel Romance ini merupakan karya-karya best seller. Penelitian ini membahas beberapa hal terkait dengan penggunaan idiom yang terdapat dalam novel The Kiss. Penelitian ini diawali dengan mengemukakan
6
bentuk dan makna dari idiom-idiom yang ditemukan dalam novel tersebut. Pembahasan selanjutnya berkenaan dengan penggunaan idiom dalam unsur intrinsik novel dan pembahasan terakhir berkaitan dengan alasan penggunaan idiom dalam novel The Kiss. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang signifikan bagi masyarakat, khususnya para pembelajar bahasa Inggris
1.2
Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah yang sudah diuraikan di atas, maka peneliti
merumuskan tiga rumusan masalah sebagai berikut ini. 1.2.1 Bagaimanakah bentuk dan makna idiom yang terdapat dalam novel The Kiss? 1.2.2 Bagaimanakah penggunaan idiom pada unsur intrinsik novel The Kiss? 1.2.3 Mengapa penulis novel The Kiss menggunakan idiom dalam novelnya?
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian merupakan jawaban dari rumusan masalah yang sudah
disusun dalam penelitian. Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penggunaan idiom bahasa Inggris yang terikat dengan konteks kalimat dalam karya sastra berupa novel, khususnya novel The Kiss. Selain itu, tujuan khusus dari penelitian ini tertuang dalam uraian berikut. 1.3.1 Mendeskripsikan bentuk dan makna idiom yang terdapat dalam novel The Kiss.
7
1.3.2 Mendeskripsikan penggunaan idiom pada unsur intrinsik novel The Kiss. 1.3.3 Menjelaskan alasan mengenai penggunaan idiom bahasa Inggris dalam novel The Kiss.
1.4
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini membahas penggunaan idiom yang terdapat dalam novel The
Kiss. Data yang digunakan dalam penelitian ini terbatas pada idiom yang terdapat di dalam novel tersebut. Peneliti melakukan wawancara dengan Prof. Dr. Soepomo Poedjosoedarmo mengenai karakteristik idiom untuk merumuskan skema tentang idiom agar data yang dikumpulkan valid dan reliabel. Karakteristik idiom ini dibahas lebih lanjut dalam subbab landasan teori.
1.5
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam bidang
linguistik, khususnya bagi para pembelajar bahasa Inggris baik secara teoretis maupun secara praktis. Berikut ini adalah manfaat teoretis dan praktis dari penelitian ini. 1.5.1 Manfaat Teoretis Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat memperdalam pengetahuan mengenai idiom dan penggunaannya dalam konteks kalimat, terutama mengenai bentuk, makna, dan kedudukan idiom dalam karya sastra. Temuan dari penelitian ini diharapkan dapat memberi tambahan informasi serta inspirasi bagi peminat
8
bahasa dan peneliti bahasa untuk mengkaji lebih lanjut mengenai idiom dan penggunaannya dari berbagai dimensi linguistik. 1.5.2 Manfaat Praktis Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang signifikan untuk para pembelajar bahasa Inggris sebagai bahasa kedua maupun sebagai bahasa asing, khususnya mengenai idiom bahasa Inggris. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan tambahan informasi bagi peneliti lain yang tertarik untuk melakukan penelitian di bidang ini.
1.6 Tinjauan Pustaka Sejumlah linguis telah melakukan penelitian mengenai idiom dalam berbagai bahasa. Beberapa diantaranya adalah Hartati (2002) yang melakukan penelitian mengenai idiom dalam bahasa Indonesia, Nurcholis (2008) yang melakukan penelitian mengenai idiom dalam bahasa Arab (Nurcholis, 2008), Ito (1993) yang telah melakukan penelitian mengenai idiom bahasa Inggris, dan berbagai jenis penelitian lainnya. Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini difokuskan pada penelitian-penelitian terdahulu mengenai idiom dalam bahasa Inggris Tinjauan pustaka yang pertama dirujuk dari disertasi Ito (1993) yang berjudul The Study of Idioms and Its Application to ESL and Intercultural. Dalam disertasinya, Ito (1993) menjelaskan kesulitan-kesulitan yang dihadapi penutur bahasa kedua dalam memahami Idiom berbahasa Inggris. Penutur bahasa kedua
9
mengalami kesulitan untuk berkomunikasi dengan penutur asli dalam situasi informal karena gagal memahami makna idiom yang digunakan oleh penutur asli. Akan tetapi dalam disertasinya Ito (1993) tidak menjelaskan secara terperinci faktor-faktor budaya yang mempengaruhi masalah kebahasaan tersebut. Sedikit berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian lain mengenai idiom bahasa Inggris juga dilakukan oleh Budiawan (2014) dengan judul “Penerjemahan Idiom Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia oleh Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris”. Penelitian ini secara khusus membahas kendala-kendala penggunaan idiom bahasa Inggris oleh penutur bahasa kedua terutama dalam ranah penerjemaahan idiom dan juga strategi penerjemahan yang digunakan dalam menerjemah idiom. Pembahasan mengenai kendala dalam memahami idiom dari kedua penelitian tersebut menginspirasi peneliti untuk melakukan kajian mengenai idiom. Masih dalam tataran yang sama, Susanti (2014) melakukan penelitian dengan judul “Idiom Bahasa Inggris Berunsur Bagian Tubuh Manusia dan Padanannya dalam Bahasa Indonesia”. Tesis ini membahas bentuk idiom dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, persamaan dan perbedaan idiom-idiom tersebut, serta faktor-faktor yang mempengaruhi hal tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan faktor budaya yang mempengaruhi kesepadanan idiom dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia tersebut. Penelitian-penelitian tersebut merupakan penelitian lapangan dan pustaka dengan sumber data yang berasal dari penutur bahasa Inggris serta kamus. Disisi
10
lain, beberapa peneliti telah melakukan penelitian mengenai idiom bahasa Inggris yang terdapat dalam karya sastra seperti yang telah dilakukan oleh Akbar (2011) dan Rahman (2013). Dalam skripsinya yang berjudul Analysis Idiomatic Expression in Celine Dion’s Song, Akbar (2011) mengkaji bentuk-bentuk idiom yang terdapat dalam lirik lagu Celine Dion. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa lirik lagu Celine Dion banyak menggunakan ujaran figuratif (Figurative of Speech). Sementara itu, Rahman (2013) dalam skripsinya yang berjudul Analyzing Idiom in the Movie: Pirates of the Carribian- the Dead Man’s Chest into Syntactical Categorization mengkaji kategori sintaksis serta makna semantis dan pragmatis idiom bahasa Inggris dalam film tersebut. Dalam penelitian ini, Rahman (2013) menemukan adanya 38 idiom berbentuk klausa, 1 idiom berbentuk klausa kepemilikan, dan 8 idiom berbentuk frasa. Keseluruhan idiom tersebut kemudian dianalisis makna semantis dan pragmatisnya sehingga disimpulkan bahwa idiomidiom tersebut dimunculkan untuk menjembatani penggunaan bahasa oleh para bajak laut yang memiliki perbedaan dialek dan latar belakang. Kedua penelitian mengenai idiom tersebut menjadi acuan bagi peneliti untuk melakukan penelitian dalam bidang yang sama, yakni penelitian mengenai idiom dalam karya sastra. Setelah mempelajari beberapa pembahasan mengenai idiom dari penelitian terdahulu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai idiom dalam novel The Kiss karya Elda Minger. Novel ini dipilih sebab terdapat banyak idiom yang digunakan oleh penulis dalam menguraikan unsur intrinsik dari novel tersebut. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya
11
terletak pada batasan masalah yang digunakan peneliti. Penelitian ini hanya meneliti idiom bahasa Inggris yang terdapat di dalam novel The Kiss.
1.7
Landasan Teori Adapun landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas 6
bagian, yakni (1) konsep idiom, (2) karakteristik idiom dan pembatasannya dengan unit kebahasaan lain, (3) bentuk-bentuk idiom, (4) variasi leksikal dalam idiom, (5) pemaknaan dalam idiom, serta (6) pragmatik dan aspek fungsional idiom. Berikut ini merupakan uraian singkat mengenai landasan teori tersebut. 1.7.1 Konsep Idiom Munculnya idiom dalam suatu bahasa biasanya dipengaruhi oleh latar belakang budaya dari para penuturnya. Hockett (1958:303) menyatakan bahwa pada bahasa-bahasa yang masih memiliki penutur, secara konstan akan muncul idiom-idiom baru dalam kurun waktu tertentu. Sebagian idiom akan terus digunakan dan sebagian yang lain akan punah. Dalam observasi yang dilakukannya, beliau menemukan bahwa setiap bahasa memiliki polanya sendirisendiri dalam menciptakan idiom-idiom baru. Hockett (1958) berpendapat bahwa lahirnya suatu idiom dipengaruhi oleh bentuk kata (nonce-form) dan keadaan lingkungan (circumstance) dari bahasa tersebut. Kedua hal ini juga dipengaruhi oleh konteks pemaknaan idiom (defining context). Lyons (1985:177) berpendapat bahwa yang dimaksud dengan idiom adalah sekumpulan ekspresi-ekspresi yang dipelajari sebagai suatu kesatuan yang tidak dapat dianalisis secara literal dan hanya dipergunakan pada kesempatan
12
tertentu oleh penutur asli. Misalnya adalah penggunaan kalimat How do you do yang tidak ditafsirkan sebagai kalimat introgatif seperti pada konstruksi kalimat How are you? yang menuntut adanya jawaban berupa I’m fine. Idiom digunakan untuk mengungkapkan sesuatu dengan susunan kata khusus dan makna yang khusus (idiomatis) dalam suatu bahasa (lih. Alwasilah (1983); Fernando (1996); Moon (1998); Langlotz (2006); Herbst (2010:134) dan Chaer (2013)). Dengan kata lain, idiom digambarkan sebagai bentuk kesatuan dari sekumpulan kata yang makna semantisnya sulit diidentifikasi (opaque) dan memiliki struktur yang beku (fixed) (Langlottz, 2006:2). Makna konstruksi idiomatis dapat berupa perluasan dari makna semantis dalam unsur-unsur leksikalnya (makna literal) atau makna yang bersifat figuratif. Semakin tidak sesuai antara bentuk konstruksi makna literal dan makna idiomatis, maka konstruksi tersebut akan semakin samar maknanya (Langlottz, 2006:4). Keraf (1985:109-110) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan idiom adalah pola-pola struktural yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa yang umum, biasanya berbentuk frasa, sedangkan artinya tidak dapat diterangkan secara logis atau secara gramatikal dengan bertumpu pada makna kata-kata yang membentuknya. Untuk mengetahui maknanya, idiom-idiom ini harus dipelajari selayaknya seorang penutur asli memahami makna dari idiom tersebut. Hal ini disebabkan makna idiom tidak mungkin dipahami hanya dengan memperhatikan makna leksikal kata-kata pembentuk idiom tersebut. Idiom bersifat tradisional dan tidak bersifat logis. Oleh karena itu, bentuk-bentuk idiom hanya bisa dipelajari
13
dari pengalaman-pengalaman, bukan melalui peraturan-peraturan umum bahasa atau grammar. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan idiom merupakan kelompok kata atau unsur-unsur dari suatu bahasa yang memiliki makna khusus dan tidak bisa diterjemahkan secara leksikal. Idiom-idiom tersebut biasanya berbentuk kata, frasa, klausa maupun kalimat. 1.7.2 Idiom dan Batasannya dengan Unit Kebahasaan Lain Dalam tata bahasa Inggris, idiom memiliki ciri tersendiri supaya mudah diidentifikasi. Guna memahami karakteristik idiom ini maka perlu dibahas terlebih dahulu mengenai hubungan idiom dengan unit kebahasaan yang lain. 1.7.2.1
Hubungan antara Idiom dengan Unit Kebahasaan Lain Teori mengenai ini perlu dipahami lebih dalam oleh peneliti supaya data
yang dikumpulkan tidak tercampur dengan unit kebahasaan lain. Selain idiom, terdapat beberapa unit kebahasaan lainnya yang memiliki makna idiomatis, seperti metafora, proverb, dan lain sebagainya. a. Idiom dan polisemi Wijana dan Rohmadi (2008) mengatakan bahwa polisemi merupakan sebuah bentuk kebahasaan yang memiliki berbagai macam makna. Perbedaan antara makna yang satu dengan makna yang lain dapat ditelusuri atau dirunut sehingga sampai pada satu kesimpulan bahwa makna-makna tersebut berasal dari sumber yang sama. Ullmann (1977) mengemukakan bahwa tiga faktor utama yang
14
mempengaruhi polisemi antara lain mengenai (1) pergeseran penggunaan, (2) spesialisasi makna, dan (3) penggunaan kiasan. Penggunaan mempengaruhi
kosakata
munculnya
pada
polisemi.
beberapa
frasa
Klappenbach
idiomatis dalam
terkadang
Moon (1998)
mengatakan bahwa 8 sampai 9 persen idiom bahasa Rusia bersifat polisemi (polysemous), sementara data dari penelitian Moon (1998) sendiri menunjukkan bahwa 5 persen dari idiom bahasa Inggris bersifat polisemi. Nida (1975) membagi makna idiomatis ke dalam 3 bagian, yakni (1) idioms-proper, (2) unitary complexes, dan (3) composites. Idiom (idioms-proper) merupakan kombinasi kata yang memiliki struktur semantik literal dan nonliteral, tetapi koneksi antara keduanya tidak dapat dideskripsikan sebagai penggambaran dari proses tambahan. Contoh dari idioms-proper adalah spill the beans „membocorkan rahasia‟, a white lie „kebohongan kecil‟, kick the bucket ‟meninggal dunia‟, dan lain sebagainya. Pada idiom a white lie „kebohongan kecil‟, kata white dalam frasa tersebut tidak berkaitan dengan makna leksikalnya, yakni salah satu jenis warna yang menyerupai salju atau susu. Makna dari kata white dalam idiom tersebut berkaitan dengan hal baik atau tidak melukai. Di sisi lain, unitary complexes terdiri atas dua atau lebih bentuk-bentuk potensial bebas, yakni, kata-kata yang dikombinasikan sebagai satu keutuhan secara berbeda dari kelas semantis kata intinya (head word). Contoh dari unitary complexes adalah white house „gedung putih‟. Pada bagian ini, frasa white house tidak bermakna rumah atau tempat tinggal berwarna putih, namun makna dari
15
frasa ini berkaitan dengan institusi politik di Amerika (kantor kepresidenan di Amerika). Contoh lainnya adalah pineapple „nanas‟. Wujud dari kata majemuk (compound) tersebut tidak berkaitan dengan nomina pine „cemara‟ dan apple „apel‟, tetapi kata ini merujuk kepada satu bentuk nomina tersendiri, yakni pineapple „nanas‟ (Nida, 1975:114). Sementara itu, composites sedikit berbeda dengan unitary complexes. Kata inti dalam composites memiliki kelas semantis yang sama dengan kombinasinya secara keseluruhan, misalnya white oak „oak putih‟. White oak tidak merujuk pada pohon oak berwarna putih. White oak merupakan nama dari salah satu spesies pohon oak. Berbeda dengan pineapple yang sama sekali tidak memiliki kaitan makna dengan pine „cemara‟ dan apple „apel‟, white oak masih berkaitan dengan kata inti pembentuk frasa tersebut, yakni oak, sekalipun kata white dalam frasa tersebut tidak berkaitan dengan makna literalnya. Frasa semacam ini disebut composites (Nida, 1975:114). b. Idiom dan Simile Dalam bukunya yang berjudul “Diksi dan Gaya Bahasa”, Keraf (1985) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan simile adalah perbandingan yang bersifat eksplisit atau langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain. Dalam bahasa Inggris, simile ditandai dengan penggunaan kata as „seperti‟ atau like „seperti‟, misalnya like my mother „seperti ibuku‟ atau as sweet as sugar „semanis gula‟. O‟Dell dan McCarthy (2003:6) menyatakan bahwa terdapat idiom bergaya simile dalam bahasa Inggris (misalnya: right as rain „sepenuhnya baikbaik saja‟), namun dalam bukunya yang berjudul English Idioms in Use, para
16
linguis tersebut tidak menjelaskan secara terperinci mengenai perbedaan simile dengan idiom bergaya simile. c. Idiom dan Metafora Keraf (1985) mendefinisikan metafora sebagai semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung tetapi dalam bentuk yang singkat. Sejalan dengan pendapat tersebut, Kövecses (2002) mendefinisikan metafora sebagai suatu pemahaman mengenai satu ranah konseptual tertentu dalam satu ranah konseptual yang lain, misalnya life is a journey „hidup adalah sebuah perjalanan‟. Lebih lanjut Kövecses (2002) menjelaskan bahwa metafora terdiri atas dua ranah, yakni ranah sumber dan ranah target. Ranah konseptual yang menggambarkan ungkapan metaforis untuk memahami ranah konseptual lainnya disebut dengan ranah sumber (misalnya: journey „perjalanan‟). Sementara itu, ranah konseptual yang dapat dipahami disebut dengan ranah target (misalnya: life „hidup‟). Dalam bukunya mengenai metafora, Kövecses (2002) menyebutkan bahwa idiom dapat berupa metafora, misalnya saja seperti spill the beans „membocorkan rahasia‟, rahasia dimetaforakan dengan menggunakan kata beans „buncis‟. Meskipun demikian, tidak semua metafora merupakan idiom, misalnya seperti I can ruin your life „saya bisa menghancurkan hidupmu‟ atau catch a bus „tepat waktu (untuk jadwal keberangkatan bus)‟ seperti yang dijelaskan oleh Fernando (1996:36) dalam bukunya yang berjudul Idioms and Idiomaticity. Makna idiomatis bersifat arbitrer dan kearbitrerannya ini merujuk kepada hubungan antara idiom dan makna figuratifnya. Kövecses (2002) menyatakan
17
bahwa sekali waktu idiom memiliki asal-usul metaforis (metaphorical origins). Seiring berjalannya waktu dan penggunaannya yang terus-menerus dari generasi ke generasi, idiom metaforis kehilangan kemetaforaannya dan berubah menjadi metafora beku (death metaphor) dan makna figuratifnya kemudian secara langsung ditetapkan dalam mental leksikon dan idiom ini bersifat noncompositional (Kövecses, 2002). Sejalan dengan hal tersebut, Chomsky (1980) berpendapat bahwa idiom dikonsepkan menjadi non-compositional sebab makna figuratif dari frasa-frasa ini bukan merupakan fungsi-fungsi dari makna tiap bagian individu dari kata-kata pembentuk frasa tersebut. Mengenai kaitan antara metafora dengan idiom, Glucksberg (2001) berpendapat bahwa meskipun idiom biasanya dianggap berbeda dengan metafora, namun menurutnya idiom dan metafora tidak sepenuhnya berbeda. Lebih lanjut lagi Glucksberg (2001) menjelaskan bahwa beberapa tipe idiom terlihat seperti metafora, misalnya seperti skating on tiny ice „melakukan aktivitas yang beresiko‟. Glucksberg (2001) menyebut idiom semacam ini dengan istilah quasimetaphorical idiom. d. Idiom dan Proverb Proverb merupakan bagian dari ungkapan tetap (fixed expressions) dalam bahasa Inggris. O‟Dell dan McCarthy (2010) serta Kershen (1998) mendefinisikan proverb sebagai pernyataan atau kalimat singkat berasal dari pengalaman masyarakat tutur yang mengajarkan suatu nilai kehidupan atau memberikan nasehat. Disisi lain, Schipper (2006) memberikan 4 skema mengenai definisi proverb seperti berikut: (1) memiliki bentuk artistik yang tetap; (2) memiliki
18
fungsi evaluatif dan konservatif dalam masyarakat; (3) memiliki keabsahan yang otoriter; serta (4) asal-usulnya bersifat anonim atau sulit dilacak. Dari definisi dan skema tersebut terlihat bahwa terdapat perbedaan antara proverb dengan idiom. Umumnya proverb berbentuk kalimat utuh, misalnya where there is a will, there is a way „di mana ada keinginan, di situ ada jalan‟. Selain itu, proverb biasanya dituturkan untuk menyampaikan suatu pesan seperti nasihat, nilai-nilai kehidupan, larangan, dan lain sebagainya. Hal ini karena tema proverb biasanya berkaitan dengan kebijaksanaan atau kearifan, misalnya every cloud has a silver lining „setiap awan memiliki sebuah garis perak‟ (O‟Dell dan McCarthy, 2010), yang bermakna selalu ada hal baik yang bisa dipetik dari setiap situasi buruk yang dihadapai. Dapat disimpulkan bahwa sekalipun sama-sama memiliki makna idiomatis, berdasarkan fungsinya proverb memiliki kekhususan tersendiri dibandingkan dengan idiom pada umumnya. 1.7.2.2
Karakteristik Idiom Dalam tata bahasa Inggris, idiom memiliki karakteristik tersendiri supaya
mudah diidentifikasi. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan skema karakteristik
idiom
yang
sudah
dijelaskan
oleh
Prof.
Dr.
Soepomo
Poedjosoedarmo dalam wawancara yang telah dilakukan pada bulan April 2015. Berikut ini merupakan skema karakteristik idiom yang telah dirumuskan. a. Idiom memiliki makna idiomatis yang bersifat konvensional. Hal ini sejalan dengan pendapat Langlotz (2006:3) yang berpendapat bahwa makna idiom tidak dapat diperoleh dari makna literal konstituen
19
pembentuknya sebab maknanya mengalami perluasan atau bersifat figuratif. b. Idiom dapat disinonimkan dengan kosakata bermakna leksikal atau literal, misalnya kick the bucket „menendang ember‟ dapat disinonimkan dengan verba to die „mati‟. c. Makna idiomatis idiom terikat dengan konteks kalimat. Frasa kick the bucket „menendang ember‟ memiliki polisemi makna idiomatis dan makna literal. Makna idiomatisnya akan muncul ketika terikat dengan konteks kalimat. Pada konteks tertentu frasa ini akan melepaskan makna literalnya „menendang ember‟ menjadi makna idiomatis „mati atau meninggal dunia‟. d. Diturunkan dari generasi ke generasi. Idiom-idiom dalam bahasa Inggris atau bahasa lainnya merupakan ungkapan beku yang sudah digunakan sejak dulu. Oleh karena itu, beberapa idiom menyimpan nilai-nilai budaya yang harus dipelajari secara khusus. Misalnya adalah idiom kick the bucket „menendang ember‟ yang menurut laman website www.phrases.org.uk. Sudah digunakan kurang lebih sejak tahun 1785. Menurut asal-usulnya, idiom tersebut dirujuk dari budaya masyarakat di zaman itu yakni apabila hendak bunuh diri, mereka menggunakan seutas tali yang diikatkan pada tiang untuk menggantung diri. Sebelum menggantung diri, mereka menggunakan ember sebagai pijakan, kemudian menendang ember tersebut supaya aksi bunuh diri mereka berhasil. Dari sinilah kemudian
20
frasa kick the bucket „menendang ember‟ dimaknai secara idiomatis sebagai to die „meninggal dunia‟. Teori yang sudah dijabarkan di atas menjadi teori dasar dalam penelitian ini untuk mengumpulkan data penelitian. Peneliti menggunakan teori ini untuk mempermudah pengumpulan data sesuai dengan batasan masalah yang sudah dijabarkan pada bagian sebelumnya. 1.7.3 Bentuk Idiom Konstruksi idiom yang berupa kata, frasa, klausa, atau kalimat juga dapat dianalisis berdasarkan kategori atau kelas kata unsur-unsur yang membentuknya. O‟Dell dan McCarthy (2003:6) memberikan klasifikasi mengenai bentuk-bentuk idiom bahasa Inggris ditinjau dari kombinasi gramatikal pembentukannya, yaitu: a. verba + objek/komplemen Contoh: Kill two bird with one stone. Makna: Dapat menyelesaikan dua pekerjaan sekaligus dalam sekali waktu. b. frasa preposisi Contoh: In the blink of an eye. Makna: Dalam waktu singkat. c. compound Contoh: A bone of contention. Makna: Hal yang diperdebatkan banyak orang. d. simile ( as + ajektiva + as atau like + nomina) Contoh: as dry as a bone. Makna: Sangat kering.
21
e. binomial (kata + and + kata) Contoh: Rough and ready. Makna: Tangkas dalam pekerjaan. f. trinomial (kata + kata + and + kata) Contoh: Cool, calm and collected. Makna: Rileks, terkendali dan tenang (tidak gugup). g. klausa penuh ( Whole Clause) dan kalimat Contoh: To cut a long story short. Makna: Menceritakan intinya saja tanpa detail. Teori ini digunakan oleh peneliti untuk menganalisis bentuk idiom dari data yang sudah terkumpul. Data yang sudah dikumpulkan kemudian dikelompokkan berdasarkan teori tersebut. 1.7.4 Variasi Leksikal dalam Idiom Studi korpus dari ungkapan beku dan idiom menunjukkan bahwa idiom memiliki bentuk yang tidak stabil (Moon, 1998). Terdapat beberapa variasi kebahasaan yang digunakan oleh penutur ketika menggunakan satu bentuk idiom dalam percakapan sehari-hari. Fenomena kebahasaan seperti ini tidak hanya terjadi pada idiom dalam bahasa Inggris, akan tetapi hal ini juga terjadi dalam bahasa lain. Namun demikian, variasi ini tidak merubah makna idiom. Variabilitas tersebut dapat dilihat dari ranah struktural atau sintaktis idiom tersebut. Berikut ini merupakan tipe variasi leksikal dalam idiom menurut pendapat Moon (1998).
22
1.7.4.1
Variasi Verba Variasi verba ini merupakan tipe variasi yang paling umum. Verba yang
mengalami variasi umunya verba-verba yang saling bersinonim.
Contohnya
adalah bend/stretch the rules „sedikit berbuat curang tanpa melanggar hukum‟. 1.7.4.2
Variasi Nomina Variasi nomina ini biasanya terjadi pada nomina-nomina yang bersinonim
atau pada kuantitas dari nomina tersebut (singular-plural). Contohnya yaitu a skeleton in the closet/cupboard „rahasia mengejutkan dan tersembunyi‟. 1.7.4.3
Variasi Adjektiva dan Modifier Variasi tipe ini kadang menggunakan kata-kata yang bersinonim atau
bahkan kata-kata yang memiliki makna berbeda, misalnya: a bad/rotten apple „orang yang tidak baik‟. 1.7.4.4
Variasi Partikel Pada kasus ini, perubahan partikel adverbial dan preposisi tidak membawa
perubahan makna yang nyata, misalnya: (1) by/in leaps and bounds „sangat cepat‟; dan (2) out of thin air, from thin air „entah dari mana‟. 1.7.4.5
Variasi Konjungsi Sedikit sekali idiom yang mengalami variasi konjungsi, misalnya: hit and
miss, hit or miss „dengan sangat ceroboh‟.
23
1.7.4.6
Kekhususan dan Ampliflication)
Penjelasan
Tambahan
(Specificity
and
Dalam penggunaannya, terdapat idiom yang mendapatkan materi sisipan atau penekanan untuk memperjelas atau menekankan makna idiom tersebut. Materi atau kosakata yang ditambahkan biasanya berupa adjektiva. Namun ada juga yang berupa adverbial, frasa preposisi, verba, dan lain sebagainya. Contoh dari tipe ini adalah (right) on the button „benar-benar tepat‟. 1.7.4.7
Truncation Truncation merupakan penurunan tingkat atau pengurangan bentuk dari
idiom. Idiom jenis ini mengalami penurunan unit gramatikal, misalnya idiom yang berupa kalimat, dalam penggunaannya berubah menjadi idiom dalam bentuk klausa. Misalnya seperti dibawah ini: (speech is silver but) silence is golden „(berbicara itu perak, tapi) diam itu emas‟. 1.7.4.8
Reversals (Pembalikan) Reversals atau pembalikan kedudukan unsur-unsur pembentuk idiom
biasanya terjadi pada idiom yang berbentuk binomial atau idiom bentuk lainnya. Namun demikian, pembalikan ini tidak merubah makna dari idiom tersebut, misalnya: (1) day and night „sepanjang waktu‟; dan (2) night and day „sepanjang waktu‟. 1.7.4.9
Variasi Register. Variasi-variasi jenis ini biasanya berkaitan dengan formalitas penggunaan
idiom dalam tuturan. Beberapa diantaranya bahkan ada yang menggunakan
24
leksikon non-standar dalam penggunaan idiom di situasi informal, misalnya: knock someone dead/knock 'em dead „menunjukkan penampilan yang memukau atau menarik perhatian‟. 1.7.4.10
Variasi antara American English dan British English
Variasi ini lebih mengacu pada perbedaan karakter dari American English dan British English. Perbedaan yang paling mencolok biasanya terlihat pada pemilihan kosakata, misalnya: cut a long story short (BrE) „singkat cerita‟ make a long story short (AmE) „singkat cerita‟. Teori dari Moon (1998) ini menjadi acuan bagi peneliti untuk menganalisis adanya variasi pada penggunaan idiom dalam novel The Kiss. Idiom yang mengalami variasi merupakan idiom-idiom yang mengalami perubahan bentuk atau tidak sesuai dengan bentuk bakunya yang tertera dalam kamus idiom. 1.7.5 Makna dalam Idiom Idiom memiliki karakter yang unik sebab maknanya tidak dapat diartikan secara leksikal. Selain itu, idiom memiliki bentuk beku yang unsur-unsur pembentuknya tidak bisa disubstitusi oleh unsur lain tanpa adanya pengakuan konvensional, misalnya idiom dalam bahasa Indonesia panjang tangan tidak dapat diganti dengan panjang kaki. Maknanya tentu akan berubah bila kata tangan diganti dengan kata kaki. Hal serupa juga terjadi pada idiom dalam bahasa Inggris. Makkai dalam Fernando (1996) mengklasifikasikan idiom ke dalam dua bagian berdasarkan makna idiomatisnya, yakni decoding idiom dan encoding idiom.
25
1.7.5.1
Decoding Idiom Decoding idiom adalah idiom-idiom yang maknanya tidak dapat diprediksi
dari susunan unsur pembentuknya dan tata bahasa yang digunakan dalam bahasa tersebut, misalnya kick the bucket „meninggal‟ (Makkai dalam Fernando,1996). Decoding idiom terbagi menjadi 2 kelompok utama, yaitu: (1) idiom leksemik dan (2) idiom sememik. Idiom leksemik merupakan idiom yang terdiri atas satu bentuk bebas minimum. Sementara itu, idiom sememik merupakan idiom polileksemik yang memiliki makna harfiah atau moral. 1.7.5.2
Encoding Idiom Kebalikan dari decoding idiom, makna dalam encoding idiom masih dapat
diprediksi dari unsur-unsur pembentuknya. Encoding idiom memiliki kombinasi khusus yang maknanya transparan (Makkai dalam Fernando, 1996), misalnya answer the door „buka pintu‟, heavy smoker „perokok berat‟, dan wide awake „waspada, paham‟. Peneliti memilih teori ini sebab teori ini dinilai cukup bisa dipahami oleh peneliti. Untuk selanjutnya teori ini digunakan oleh peneliti dalam menganalisis makna idiom. 1.7.6 Pragmatik dan Aspek Fungsional Idiom Dimensi pragmatik
sudah digunakan dalam
mengklasifikasi dan
menganalisis ungkapan-ungkapan idiomatis. Strässler (1982) sudah membahas mengenai aspek pragmatik dari idiom dalam bukunya yang berjudul Idioms in English: A Pragmatic Analysis. Beliau menempatkan idiom sebagai elemen
26
fungsional dari bahasa yang disebut dengan fenomena pragmatik, yakni sesuatu yang ditafsirkan dari sudut pandang para pengguna bahasa. Idiom bersifat terbatas hanya pada sekelompok pengguna bahasa tertentu dan digunakan pada kesempatan tertentu saja. Selain itu, idiom juga terkadang menunjukkan sikap dari penutur kepada seseorang atau suatu kejadian tertentu, atau digunakan untuk menunjukkan fungsi-fungsi khusus. Oleh karena itu, Cowie via Murar (2009) berpendapat bahwa informasi-informasi penting mengenai fungsi idiom seharusnya juga ditampilkan dalam kamus idiom, tidak hanya sebatas makna dan struktur idiom saja. Berdasarkan aspek fungsional pragmatiknya, Murar (2009) mengklasifikasikan idiom sebagai berikut. 1.7.6.1
Idiom yang Menunjukkan Kedekatan Hubungan Sosial atau Sikap Penutur dalam Berkomunikasi. Idiom dapat digunakan sebagai parameter atau pengukur skala formalitas
suatu ujaran, dari formal (kaku, sopan, impersonal) ke informal (rileks, hangat, kasual, bersahabat). Berikut ini merupakan penjelasannya secara terperinci. a) Idiom formal biasanya mencerminkan hubungan yang tidak terlalu dekat antara penutur dan lawan tutur. Idiom make answer „menjawab‟, misalnya, lebih sering digunakan dalam situasi formal dibanding penggunaan verba to answer „menjawab‟ seperti yang dicontohkan oleh Cowie dkk. (1984) berikut ini: He presented an address from the House of Commons to which Her Majesty was graciously pleased to make reply „Dia menunjukkan sebuah alamat dari House of Commons di mana Rajanya berkenan untuk menjawab.’
27
b) Idiom informal biasanya mencermikan hubungan yang intim atau dekat antara penutur dan lawan tutur. Misalnya: (1) take it easy „santai saja‟ dan (2) easy on the eye „cukup cantik‟. c) Idiom yang berfungsi untuk mengungkapkan kejengkelan penutur, kemarahan dan makian, misalnya: (1) damn it „sialan‟ dan (2) get stuffed „bicara dengan dirimu sendiri‟. Cowie dkk. (1984) menyebutkan bahwa idiom dapat memiliki makna lain diluar makna konvensionalnya ketika terikat dengan konteks. Kasus semacam ini dapat dilihat pada penggunaan idiom do you mind? yang bermakna „Apakah anda tidak keberatan?‟. Dalam konteks tertentu makna idiom ini dapat berubah menjadi „jangan menghalangi jalan saya‟, „berhenti menyela‟, dan lain sebagainya. d) Idiom yang berfungsi untuk menunjukkan sikap merendahkan pihak lain, misalnya: a flea pit „bioskop murahan‟. e) Idiom untuk menyampaikan lelucon ringan dan menyindir seseorang atau suatu hal. Misalnya: (1) a shrinking violet „sindiran atau julukan untuk orang yang pemalu‟. 1.7.6.2 Idiom dalam Interaksi Sosial Dalam bahasa Inggris, terdapat idiom yang hanya digunakan dalam interaksi sosial tertentu saja, misalnya idiom dalam sapaan atau greeting. Idiom yang digunakan dalam greeting dapat menunjukkan maksud pribadi, kelas sosial, dialek sosial, atau dialek regional (Lee, 1983). Kalimat sapaan seperti How do you do? „apa kabar‟ biasanya digunakan dalam situasi formal oleh kalangan sosial menengah ke atas. Sementara itu, kalangan bawah lebih sering menggunakan
28
ungkapan Hello „halo‟ atau Pleased to meet you „senang berjumpa denganmu‟. Kedua ungkapan ini dinilai tipikal dengan dialek bahasa Inggris Amerika (Murar, 2009). 1.7.6.3 Ungkapan Idiomatis yang Digunakan untuk Menampilkan Fungsi Komunikatif. Ungkapan idiomatis terkadang digunakan untuk menunjukkan berbagai fungsi komunikatif (tindak tutur), seperti memberikan komentar, menyampaikan keluhan, memberikan peringatan, memberikan larangan, dan lain sebagainya. Saying, seperti Practice makes perfect atau Better late than never, sering digunakan untuk memberikan komentar, rekomendasi atau saran, peringatan dan larangan (Cowie dkk.: 1984). 1.7.6.4 Idiom yang digunakan dalam pertukaran terstruktur antar penutur. Sejumlah idiom digunakan dalam wacana terstruktur sebagai penghubung antar kalimat atau pertukaran tuturan antar penutur. Idiom tersebut dapat kembali mengarah ke pernyataan sebelumnya atau mengantisipasi pernyataan yang selanjutnya. Idiom tersebut menunjukkan sikap penutur terhadap suatu hal yang terjadi atau suatu hal yang dikatakan. Idiom semacam ini disebut juga dengan idiom fungsional (functional idiom).
1.8
Metode Penelitian Bakker dalam Mastoyo (2007:1) menyatakan bahwa kata metode berasal
dari kata Yunani methodos yang merupakan gabungan dari kata depan meta „menuju, melalui, mengikuti, setelah‟ dan kata benda hodos „jalan, perjalanan,
29
cara, arah‟. Lebih lanjut Mastoyo (2007:1) menjelaskan bahwa definisi dari metode adalah cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud atau cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan dalam mencapai tujuan yang sudah ditentukan. Bagian ini membahas mengenai metode penelitian bahasa yang digunakan oleh peneliti. Sudaryanto dalam Mastoyo (2007:4) mengatakan bahwa metode penelitian bahasa menyangkut cara kerja dalam rangka memerikan bahasa yang tidak hanya terbatas pada memaparkan apa dan bagaimana bahasa, tetapi juga memaparkan “mengapanya” bahkan juga “kapannya” bahasa. Selain itu, metode penelitian ini juga digunakan untuk menganalisis dan mengukur keakuratan data. Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan karena data yang digunakan berasal dari sumber tertulis. Terdapat enam pokok bahasan yang dibahas dalam subbab ini, yakni: (1) objek penelitian dan data penelian; (2) langkah-langkah penelitian; (3) metode pengumpulan data; (4) tekhnik pengumpulan data; (5) metode analisis data; serta (6) metode penyajian data. 1.8.1
Objek dan Data Penelitian Mastoyo (2007:27) mengatakan bahwa objek penelitian di bidang bahasa
senantiasa berupa satuan kebahasaan. Objek penelitian dalam tulisan ini adalah idiom-idiom dalam novel The Kiss. Sumber data dalam penelitian ini berupa sumber tulisan, yakni berasal dari novel The Kiss karya Elda Minger. Data yang digunakan dalam penelitian ini dibatasi hanya pada idiom bahasa Inggris yang terdapat dalam novel The Kiss. Teori konsep idiom dan teori
30
karakteristik idiom yang tercantum dalam pembahasan subbab sebelumnya menjadi landasan dasar peneliti untuk menjaring data dari novel tersebut. Mengingat keterbatasan serta lemahnya intuisi peneliti, penentuan validitas dan realibilitas data dilakukan dengan menggunakan pengecekan silang dengan kamus idiom dan diskusi bersama penutur asli (peer debriefing). Pengecekan data idiom dilakukan bersama dengan James M. Manheim, seorang pengelola situs internet mengenai Idiom Bahasa Inggris dari Amerika yang menggunakan bahasa Inggris Amerika sebagai bahasa ibunya. 1.8.2 Langkah-langkah Penelitian Setelah menentukan topik dan batasan masalah, maka langkah-langkah penelitian yang dilakukan antara lain: a. mengumpulkan idiom-idiom yang terdapat dalam novel The Kiss. b. mengidentifikasi data yang sesuai dengan batasan masalah. c. memverifikasi data yang sudah dikumpulkan. d. menganalisis bentuk-bentuk idiom yang terdapat dalam data. e. menganalisis makna yang terkandung dalam idiom tersebut. f. menganalisis penggunaan idiom pada unsur intrinsik dari novel The Kiss. g. menganalisis alasan penggunaan idiom dalam novel The Kiss. h. menarik kesimpulan. 1.8.3 Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode simak untuk mengumpulkan data berupa idiom bahasa Inggris. Metode simak merupakan
31
metode pengumpulan data dengan cara menyimak penggunaan bahasa (Mahsun, 2012:92). Alasan peneliti menggunakan metode ini adalah karena metode ini merupakan metode yang paling tepat digunakan untuk mengumpulkan data mengenai idiom. Hal pertama yang dilakukan peneliti dalam mengumpulkan data adalah dengan mengidentifikasi idiom-idiom yang ditemukan dalam novel The Kiss. Data tersebut kemudian diperiksa keakuratannya dan kemudian dianalisis. 1.8.4 Teknik Pengumpulan Data Teknik dasar yang digunakan dalam pengumpulan data adalah teknik sadap di mana peneliti dalam upaya mendapatkan data dilakukan dengan menyadap penggunaan bahasa yang berupa tulisan. Teknik lanjutan yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah teknik catat. Pelaksanaan teknik tersebut yakni dengan menyimak penggunaan idiom dalam novel The Kiss. Untuk mengukur keakuratan data yang digunakan dalam penelitian ini, peneliti melakukan peer debriefing dengan penutur asli bahasa Inggris dan pemeriksaan data dengan menggunakan kamus idiom bahasa Inggris sebagaimana yang sudah dijelaskan di atas. 1.8.5 Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode padan. Metode padan adalah metode analisis data yang alat penentunya berada di luar
bahasa
dan
tidak
menjadi
bagian
dari
bahasa
yang
bersangkutan(Sudaryanto,1993:13). Metode padan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode padan translasional dimana alat penentunya berupa bahasa lain. Data yang berupa idiom-idiom bahasa Inggris yang sudah
32
dikumpulkan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan kemudian dideskripsikan makna idiomatisnya. 1.8.6 Metode Penyajian Data Setelah data selesai dianalisis, maka tahapan selanjutnya adalah penyajian hasil analisis data. Metode penyajian data yang digunakan oleh peneliti adalah metode penyajian informal dan metode formal. Metode penyajian informal adalah penyajian hasil analisis data dengan menggunakan kata-kata biasa (Sudaryanto, 1993:145). Sementara itu, Sudaryanto (1993:145) dan Mastoyo (2007:73) berpendapat bahwa metode penyajian formal adalah penyajian hasil analisis data dengan menggunakan kaidah-kaidah, tanda atau lambang-lambang. Untuk mempermudah pemahaman, data yang disajikan dengan cara formal akan diikuti oleh penyajian data secara informal. Kedua metode penyajian data tersebut digunakan oleh peneliti dalam mendeskripsikan dan menjelaskan hasil temuan.
1.9
Sistematika Penyajian Untuk memperoleh suatu tulisan ilmiah yang sistematis dan mudah
dipahami maka diperlukan sistematika penulisan yang baik dalam menyajikan suatu karya ilmiah. Sistematika penulisan yang baik ini menjadi arahan supaya penyajian karya tulis ilmiah tidak melenceng dari hal-hal yang sudah direncanakan dan dirumuskan sebelumnya. Tesis ini terdiri atas 5 (lima) bab. Bab I membahas mengenai pendahuluan. Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian dan
33
sistematika penyajian. Selanjutnya, Bab II membahas mengenai bentuk dan makna idiom dalam novel The Kiss. Secara garis besar, bab ini terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama membahas tentang bentuk idiom dan bagian selanjutnya membahas mengenai makna idiom. Bab III dalam tesis ini membahas tentang bagian unsur intrinsik dalam novel The Kiss. Pada bab selanjutnya, yakni Bab IV, peneliti membahas mengenai analisis penggunaan idiom dalam novel The Kiss. Cakupan bahasan pada bab ini berkaitan dengan fungsi pragmatis dari idiom-idiom yang dimunculkan penulis dalam novel The Kiss. Pembahasan terakhir, yakni pada Bab V, adalah mengenai simpulan dan saran. Bagian ini menguraikan mengenai kesimpulan dari penelitian yang sudah dilaksanakan beserta saran-saran dari peneliti.