BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Salah satu permasalahan utama akibat pesatnya pertumbuhan penduduk
adalah meningkatnya permintaan akan kebutuhan hunian. Masalah ini umumnya terjadi di negara berkembang termasuk di Indonesia. Ketersediaan tanah untuk perumahan dan permukiman terutama di pusat kota sudah sangat terbatas dan sulit dijangkau oleh masyarakat, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Hal ini merupakan penyebab masyarakat tersebut tinggal di pemukiman kumuh yang dekat dengan tempat mereka bekerja. Merupakan tanggung jawab pemerintah sebagai penyedia tempat tinggal bagi masyarakat. Oleh karena itu, perlu diterapkan Kebijakan dan Strategi Pembangunan Rumah Susun dengan Keputusan Menteri Negara Perumahan dan Permukiman (Keputusan Menteri Negara Perumahan dan Permukiman,No:10/KPTS/M/1999). Pembangunan perumahan murah bersubsidi untuk rakyat merupakan suatu solusi agar rakyat mendapatkan tempat tinggal. Mengingat ruang terbuka di perkotaan yang semakin terbatas, maka dibutuhkan suatu konsep hunian yang tepat yaitu pembangunan perumahan yang dapat dihuni bersama dalam satu gedung bertingkat (Rumah Susun). Pembangunan rumah susun merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah kebutuhan tempat tinggal terutama di daerah kota – kota besar seperti Jakarta yang jumlah penduduknya terus meningkat. Pembangunan rumah susun ini dinilai dapat mengurangi penggunaan tanah, dapat membuka ruang terbuka hijau di tengah kota yang lebih luas dan juga membuat daerah yang kumuh menjadi lebih tertata sekaligus turut menyelesaikan permasalahan lingkungan lainnya 1
2
seperti transportasi publik, kemacetan lalu lintas, lingkungan hidup yang sehat dan mengurangi kesenjangan sosial ekonomi. Saat ini, konsep sustainable development menjadi sebuah rujukan dalam pertimbangan perancangan suatu bangunan. Salah satu hal yang disorot adalah konsumsi energi untuk bangunan yang cukup besar. Jika mengacu pada UndangUndang nomor 28 tahun 2002 tentang bangunan gedung, pembangunan rumah susun yang layak huni adalah suatu keharusan, dengan desain yang ramah lingkungan dan berkonsep pada arsitektur hemat energi yang membatasi penggunaan lahan, tata ruang yang fungsional, kualitas bangunan yang baik dan material ramah lingkungan diharapkan dapat mempercepat pemenuhan kebutuhan rumah yang layak huni dan terjangkau bagi masyarakat . Penghematan energi atau konservasi energi adalah tindakan untuk mengurangi jumlah penggunaan energi, hal ini dapat dicapai dengan penggunaan energi secara efisien atau menggunakan energi lebih sedikit atau dengan cara mengurangi konsumsi dan kegiatan yang menggunakan energi. Penghematan ini akan bermanfaat mengurangi biaya sertanya membuat lingkungan menjadi lebih nyaman. Masyarakat Indonesia tergolong konsumen yang sangat boros dalam menggunakan energi listrik terutama pada penggunaan lampu pada siang hari jika dibandingan dengan Negara lain, akibatnya pemakaian listrik menjadi cukup tajam dari tahun ke tahun, dan ini tidak sesuai dengan pertumbuhan energi listrik.(Kompas, “Masyarakat Indonesia Boros Gunakan Listrik”, 25 Juli 2001). Dari hal-hal yang diungkapkan menjadi acuan atau alasan dalam pemikiran tema ini untuk membuat sebuah hunian vertikal atau rumah susun yang hemat energi khususnya dalam penerapan pencahayaan alami. Pencahayaan alami merupakan faktor penting dalam salah satu usaha untuk melakukan penghematan energi didalam sebuah bangunan.
3
Karena bila melihat desain bangunan rumah susun yang ada di Jakarta sekarang seperti rumah susun Petamburan dan Tanah Abang, baik dari segi program ruang sampai desain ventilasi udara maupun cahaya tidak bisa dikatakan hemat energi karena sebagian besar kamarnya tetap menggunakan lampu pada siang hari untuk beraktivitas di dalam kamar. Dapat disimpulkan bahwa untuk menanggulangi permasalahan ini bisa dengan membangun rumah susun yang menerapkan konsep hemat energi khususnya dalam penerapan pencahayaan alami. Ada beberapa hal umum yang sebenarnya bisa menjadi sangat penting menjadi pertimbangan dalam membangun sebuah rusun. Yang pertama fungsi rusun adalah sama dengan fungsi rumah, rusun berfungsi untuk tempat tinggal dan berlindung keluarga yang bersifat permanen. Yang kedua adalah aspek ekonomi dan sosial dimana dari segi ekonomi rusun berfungsi sebagai alternatif hunian yang cenderung lebih murah daripada rumah biasa. Dari segi sosial rusun juga bisa berfungsi sebagai tempat bersosialisasi
dikarenakan sebagian besar sarana dan
prasarana yang ada di rusun adalah milik bersama. Oleh karena itu, rumah susun harus memiliki fasilitas yang memadai untuk kebutuhan penghuninya. 1.2
Latar Belakang Tapak Jakarta selatan merupakan daerah yang memiliki lahan hijau lebih banyak
daripada wilayah lainnya. Sudah tentu daerah Jakarta Selatan menjadi lebih sejuk dan nyaman untuk menjadi tempat tinggal. Jakarta Selatan terbagi menjadi 10 kecamatan yang masing – masing mempunyai kelebihan. Kemudahan akses transportasi merupakan suatu hal penting dalam pemilihan tapak. Wilayah Lebak Bulus dan wilayah Blok M merupakan daerah di Jakarta Selatan yang memiliki terminal angkutan umum dan koridor Busway. Namun untuk pembangunan rumah susun, lokasi Lebak Bulus cenderung
4
lebih baik karena ketersediaan lahan kosong yang lebih banyak daripada di daerah Blok M dan juga rencana pemerintah membangun MRT Lebak Bulus – Kota, serta harga lahan yang relatif lebih murah dari Blok M karena terletak di pinggir wilayah Jakarta.
LEBAK BULUS
Gambar 1.1 Peta kota Jakarta Sumber : Google Images, diakses pada 20-8-2013
5
CAREFOUR LEBAK BULUS
TERMINAL LEBAK BULUS
STADION LEBAK BULUS Gambar 1.2 Peta Lokasi Tapak Sumber : Google Maps, diakses pada 20-8-2013
Berdasarkan analisa diatas, lokasi lahan yang dipilih berada di Jalan Sapta Taruna Raya, yang berada di komplek Dinas Pekerjaan Umum (PU) dan di ijinkan untuk pembangunan wisma susun. Sisi utara berbatasan dengan sebuah Rusunami 10 lantai, sisi selatan dan barat berbatasan dengan rumah dinas, dan sisi timur berbatasan dengan SDN 09,010,dan 011 yang tentunya merupakan suatu kelebihan lahan ini dari sisi pendidikan Dari sisi transportasi, akses menuju terminal lebak bulus sangat mudah, hanya dengan berjalan kaki. Daerah sekitar tapak juga merupakan pusat keramaian dimana penghuni rusunawa bisa bekerja di dekat lokasi rusun seperti Carefour, Point Square, Mercure Hotel, dan lainnya.
6
Gambar 1.3 Kondisi Sekitar Tapak Sumber : Dokumen Pribadi dan Google Maps, diakses pada 23-8-2013
Gambar 1.4 Peta LRK Lokasi Tapak Sumber : Tata Kota DKI Jakarta
7
Peruntukan
: Wfl (Wisma Flat)
Luas Tapak
: 5.800 m2
KDB
: 50 % = 50 % x 5.800 = 2.900 m2
KLB
: 1,5 = 1,5 x 5.800 = 8.700 m2
Ketinggian
: 3-10 Lantai
Walaupun dekat dengan pusat keramaian, lokasi ini bebas banjir, sangat tenang dan teduh karena banyaknya pepohonan dan bukan akses lalu lintas umum karena daerah ini juga merupakan komplek perumahan dinas Pekerjaan Umum. Dengan berbagai penilaian diatas maka tanah ini merupakan lokasi yang sangat cocok untuk didirikan rumah susun. 1.3
Permasalahan Pemanfaatan pencahayaan alami masih sangat minim di aplikasikan di rumah
susun di Indonesia, sebagian besar rumah susun masih belum dikatakan hemat energi, ruangannya yang cenderung gelap dan harus menggunakan lampu untuk meneranginya. Besarnya bukaan dalam unit rumah susun merupakan salah satu faktor dalam pemanfaatan pencahayaan alami. Lahan yang orientasinya lebih banyak ke arah timur dan barat merupakan masalah yang harus di selesaikan dalam penelitian ini. 1.4
Ruang Lingkup Lingkup pembahasan pada penelitian ini adalah mengenai pemanfaatan
pencahayaan alami matahari melalui ventilasi, jendela, dan void, dengan menganalisa besarnya bukaan bangunan berdasarkan kekuatan intensitas cahaya. Dibantu dengan literatur yang ada dan bantuan software komputer, peneliti akan menganalisa besarnya cahaya yang masuk, cara memasukan cahaya yang baik, untuk mendukung penerapan konsep hemat energi pada pembangunan rumah susun.
8
1.5
Maksud dan Tujuan Penelitian •
Untuk mengetahui pencahayaan alami yang optimal pada rumah susun berdasarkan gubahan massa, layout ruangan dan besarnya bukaan pada unit rusun.
•
Merancang hunian vertikal / rumah susun yang menerapkan desain hemat energi dan menjaga keseimbangan ekologi, khususnya pada pemanfaatan pencahayaan alami.
1.6
State Of The Art (TinjauanPustaka) Tabel 1.1 Sate of The Art
No
Judul dan Penulis
Jurnal dan Lokasi
Pembahasan
Permasalahan
Teori Pencahayaan alami merupakan faktor yang sangat penting dan harus
Kajian Optimasi Pencahayaan
1
Alami pada
Jurnal
Ruang
Arsitektur,
Perkuliahan
Vol. 2,
Studi Kasus
No.1,
Ruang Kuliah
Semarang
Jurusan Arsitektur FT Undip
Beberapa ruangan
direncanaknan
Analisa
masih memiliki
menyatu
kenymanan
intensitas cahaya
dengan
visual dalam
yang rendah
perencanaan
ruang kuliah
terutapa pada
struktur
jurusan arsitektur
lantai 1&2, pada
bangunan
dengan metode
lantai 3 sebagian
penelitian
besar ruangan
kuantitatif
sudah memenuhi standar.
9
No.
Judul dan Penulis Strategi “Daylighting” Pada Bangunan
2
Multi –Lantai Diatas dan Dibawah Permukaan Tanah.
Jurnal dan Lokasi Jurnal Dimensi teknik arsitektur Vol. 27, No. 1. Surabaya
Pembahasan
Permasalahan
Pemanfaatan cahaya matahari
Konsumsi energi
dalam berbagai
listrik yang
cara untuk
berlebihan pada
menerangi
suatu bangunan
ruangan
Teori
Strategi Daylighting klasik ,Strategi daylight teknologi
Menurut hukum Fresnel (A. Handojo,
Jurnal Sains dan Pemandu Cahaya 3
Matahari Alami di Bangunan. N. Fachrizal
Teknologi Indonesia Vol 10 No. 3 Desember 2008. Tangerang
1989), fraksi Pemanfaatan alat
Banyak ditemui
pantul dan bias
– alat optik yang
ruangan yang tak
merupakan
dapat
mendapatkan
fungsi sudut
menyalurkan
cahaya alami pada
datang, panjang
pencahayaan
siang hari terutama
gelombang,
alami dari
pada lorong –
indeks bias
matahari
lorong bangunan
Mencari titik
Pembangunan
temu antara
Apartemen di
kemauan arsitek
Australia yang
yang ingin
mulai tidak
bangunan hemat
memperhatikan
energy dengan
aspek hemat
, Banten
Daylighting Performance of 4
Subtropical MultiResidential Towers. Garcia-
Jurnal PLEA 2012, 28th Conferenc
10 Hansen,
e
Verinica, Kennedy,
kemauan
energy terutama
developer
pada pencahayaan
Australia
alami
Rosemary J.,
Menggunakan CBDM (Climatebased daylight modeling) sebagai salah satu acuan dalam desain.
No.
Judul dan Penulis
Jurnal dan Lokasi
Pembahasan
Permasalahan
Teori Penghitungan kebutuhan
Daylighting Urban Form: 5
An Urban Fabric of Light. DeKay,M.
Journal of Architectu re and Planning Research 27:1 2010
Menyesuaikan
berdasar
Pembahasan
bukaan pada
latitude
tentang
atrium berdasar
terbagi
kebutuhan
latitude nya,
kedaam tiga
cahaya matahari
karena setiap
grup yang
alami pada
daerah menerima
menentukan
bangunan
cahaya matahari
proporsi H/L
melalui atrium.
dalam jumlah yang
dengan
berbeda.
latitude grup nya.(Cartwrig ht, -1986)
Sumber : Olahan Pribadi
Kajian Optimasi Pencahayaan Alami pada Ruang Perkuliahan Dalam jurnal ini dibahas tentang kenyamanan visual ruang kelas arsitektur di FT Universitas Diponegoro Semarang. Penelitian dilakukan dengan penilaian
11
kuantitatif dimana peneliti mengukur tingkat kenyamanan visualdan hasilnya disesuaikan dengan standar keyamanan visual. Analisis dilakukan di tiga lantai yang berbeda dengan menggunakan lux meter yang diujikan pada tujuh titik dimasing – masing ruang kelas dan dalam tiga waktu yang berbeda. Terlihat pada hasil ukur lantai satu dan dua, cenderung tidak memenuhi standard dan pada lantai tiga intensitas cahaya sudah mendekati standar. Strategi “Daylighting” Pada Bangunan Multi –Lantai Pada jurnal ini membahas bebagai macam strategi untuk mengoptimalkan pencahayaan alami, baik bangunan yang diatas tanah maupun dibawah tanah. Jurnal ini mengklasifikasikan strategi pencahayaan alami menjadi dua yaitu strategi klasik dan strategi teknologo atau modern. Untuk Pencahayaan klasik menggunakan metode bidang datar sebagai pemantul cahaya matahari, menggunakan cermin pematul atau pengumpul atau penyebar cahaya matahari. seperti bangunan HongKong Bank yang menggunakan dua jenis panel reflector sunscoop yaitu suncoop external dan internal. Strategi yang modern yaitu menggunakan reflector aktif sun tracking system yang biasa disebut heliostat Pemandu Cahaya Matahari Alami di Bangunan Jurnal ini membahas tentang pemanfaatan alat optik dalam pemanfaatan pencahayaan alami, peneliti mengungkapkan, karena banyak lorong – lorong bangunan yang tidak mendapatkan pencahayaan alami karena konstruksi bangunan yang tidak memungkinkan, maka diperlukan alat optic untuk menyalurkan cahaya matahari tersebut. Alat ini disebut pemandu cahaya, yaitu alat yang memiliki satu belokan, bagian bidang permukaan penerima cahaya dipasangkan kubah sebagai pengumpul cahaya yang dibuat berdasarkan hokum Frensel (A. handojo, 1989) yaitu
12
Fraksi pantul dan bias merupakan fungsi sudut dating, panjang gelombang, indeks bias bahan dielektik pemantul, dan arah polarisasi. Metode pengujian dengan meletakkan pemandu di atap rumah, pengambilan data dilakukan secara manual dengan mencatan hasil ukur pada display alat tersebut. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu penyalur cahaya ini dapat menjadi solusi alternatif penghematan energy namun masih perlu peningkatan pada nilai estetika maupun kemudahan instalasi dan perawatan hingga modul ini layak digunakan secara komersial. Daylighting Performance of Subtropical Multi-Residential Towers Dalam Jurnal ini dibahas mengenai permasalahan yang banyak terjadi di Australia yaitu para pengembang yang tidak memikirkan aspek pencahayaan alami pada bangunan yang dibuat. Peneliti mencari titik temu antara kemauan pengembang dengan arsitek dengan cara charreette yaitu berkumpulnya para ahli untuk membahas masalah ini. Tim membuat empat layout bangunan apartemen, lalu mensimulasikan
dengan menggunakan software IES Virtual Environment untuk
meneliti tetntang pencahayana alami yang diterima dalam empat jenis layout apartemen tersebut sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa kedalaman balkon, tinggi lantai ke plafond, prosentasi luas ruangan terhadap bukaan dan metode penempatan jendela merupakan factor yang mempengaruhi dalam pencahayaan alami. Daylighting Urban Form: An Urban Fabric of Light Bangunan pada latitude yang lebih tinggi memerlukan luas dasar bangunan yang lebih luas dibandingkan dengan bangunan yang lebih rendah pada latitude yang lebih rendah. Bentuk atrium, Presentase luas atrium terhadap dasar bangunan merupakan pertimbangan dalam penelitian jurnal ini.