BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Profesionalisme dalam pelayanan keperawatan dapat dicapai dengan
mengoptimalkan peran dan fungsi perawat. Hal ini dapat diwujudkan dengan baik melalui komunikasi yang efektif antar perawat maupun dengan tim kesehatan yang lain. Salah satu bentuk komunikasi yang harus ditingkatkan efektivitasnya adalah saat pergantian dinas atau saat timbang terima pasien (Nursalam, 2007). Timbang terima pasien merupakan teknik atau cara untuk menyampaikan dan menerima sesuatu atau laporan yang berkaitan dengan keadaan pasien. Timbang terima pasien harus dilakukan seefektif mungkin dengan menjelaskan secara singkat, jelas dan lengkap tentang tindakan mandiri perawat, tindakan kolaboratif yang sudah maupun yang belum dilakukan dan perkembangan pasien saat itu. Informasi yang disampaikan harus akurat sehingga kesinambungan asuhan keperawatan dapat berjalan dengan sempurna. Timbang terima dilakukan oleh perawat primer (penanggung jawab) dinas sebelumnya kepada perawat primer (penanggung jawab) dinas berikutnya secara tertulis dan lisan (Nursalam, 2007). Layanan keperawatan diberikan secara terus menerus, berkesinambungan tanpa putus 24 jam sehari, tujuh hari seminggu, 365 hari dalam setahun sehingga diperlukan komunikasi dan koordinasi yang kuat antar perawat disetiap pergantian jadwal dinas (nursing shift). Menurut Alvarado, Lee, Christoffersen dan Fram
Universitas Sumatera Utara
(2006), aktivitas komunikasi seperti berbagi informasi tentang rencana asuhan keperawatan, identifikasi keselamatan pasien, dan kelanjutan informasi antara perawat pada pergantian dinas biasanya disebut operan atau timbang terima. Menurut Lardner (1996), operan pada setiap pergantian dinas merupakan periode persiapan karyawan yang akan selesai berdinas, karyawan yang telah selesai berdinas dan karyawan yang akan berdinas pada shift berikutnya saling berkomunikasi untuk menyampaikan informasi yang berkaitan dengan dinas dan mencocokkan informasi. Timbang terima merupakan sistem kompleks yang didasarkan pada perkembangan sosio-teknologi dan nilai-nilai yang dimiliki perawat dalam berkomunikasi. Timbang terima dinas berperan penting dalam menjaga kesinambungan layanan keperawatan selama 24 jam (Kerr, 2002). Tujuan komunikasi selama timbang terima adalah untuk membangun komunikasi yang akurat dan reliabel tentang tugas-tugas yang akan dilanjutkan oleh staf pada dinas berikutnya agar layanan keperawatan bagi pasien berlangsung aman dan efektif, menjaga
keamanan,
kepercayaan,
dan
kehormatan
pasien,
mengurangi
kesenjangan dan ketidakakuratan perawatan, serta memberi kesempatan perawat meninggalkan pelayanan langsung (Lardner, 1996). Hasil penelitian Chaboyer, Mc Murray dan Wallis (2007) di Australia dan sejumlah negara lain menunjukkan bahwa lebih kurang 30% aktivitas keperawatan bergantung dari komunikasi. Apabila komunikasi dan pengetahuan perawat baik, layanan yang diberikan akan efektif dan efisien. Sebaliknya, apabila komunikasi dan tim kerja perawatan buruk, hasil akhir yang dicapai pun akan
Universitas Sumatera Utara
buruk. Menurut Kassean dan Jagoo (2005) operan sering dilakukan sebagai suatu kegiatan ritual, tradisional, berupa komunikasi satu arah yang kerap menimbulkan ketidakpuasan kerja perawat serta meningkatkan insidensi kecelakaan dan keluhan ketidakpuasan dari pasien dan tim kesehatan lainnya, sering kali muncul kendala, seperti waktu operan yang terlalu lama, adanya interupsi, tidak ada standar operan, perawat yang pulang lebih dulu sebelum operan, atau mobilisasi status pasien. Keselamatan pasien telah menjadi isu dunia yang perlu mendapat perhatian bagi sistem pelayanan kesehatan. Keselamatan pasien merupakan prinsip dasar dari pelayanan kesehatan. World Health Organization (WHO) Collaborating Center for Patient Safety Solutions bekerja sama dengan Joint Commision International (JCI) pada tahun 2005 telah memasukkan masalah keselamatan pasien dengan menerbitkan enam program kegiatan keselamatan pasien dan sembilan panduan/solusi keselamatan pasien di rumah sakit pada tahun 2007 (WHO, 2007). Tahun 2000 Institute of Medicine (IOM) di Amerika Serikat menerbitkan laporan yang dilakukan pada rumah sakit di Utah dan Colorado, Amerika Serikat menemukan angka Kejadian Tidak Diduga (KTD) sebesar 2,9 % dan 6,6 % diantaranya meninggal, sedangkan di rumah sakit yang ada di New York ditemukan 3,7 % KTD dan 13,6 % diantaranya meninggal. Angka kematian akibat KTD pada pasien rawat inap di seluruh Amerika Serikat berjumlah 33,6 juta per tahun, dimana 44.000 sampai 98.000 dilaporkan meninggal setiap tahunnya akibat kesalahan medis dan angka ini menempati urutan kedelapan penyebab kematian di
Universitas Sumatera Utara
Amerika Serikat. Publikasi oleh World Health Organization (WHO) pada tahun 2004, juga menemukan KTD dengan rentang 3,2-16,6 % pada rumah sakit di berbagai negara yaitu Amerika Serikat, Inggris, Denmark, dan Australia (Depkes RI, 2006). Sasaran keselamatan pasien yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 1691/MENKES/PER/VIII/2011 dibuat dengan mengacu pada sembilan solusi keselamatan pasien oleh World Health Organization (WHO) bertujuan untuk mendorong perbaikan spesifik dalam keselamatan pasien. Timbang terima pasien termasuk pada sasaran yang kedua yaitu peningkatan komunikasi yang efektif. Program keselamatan pasien atau patient safety adalah untuk menjamin keselamatan pasien di rumah sakit melalui pencegahan terjadinya kesalahan dalam memberikan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan bersifat kompleks dan melibatkan berbagai praktisi klinis serta berbagai disiplin ilmu kedokteran dan ilmu kesehatan. Kerja sama antar petugas kesehatan sangat menentukan efektivitas dan efisiensi penyediaan pelayanan kesehatan pada pasien. Rumah sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan harus merespons dan produktif dalam memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan yang bermutu. Mutu pelayanan kesehatan seharusnya merujuk pada penampilan dari pelayanan kesehatan. Penyebab yang lazim terjadinya cedera pasien yaitu perintah medis yang tak terbaca dan rancu yang rentan untuk salah terjemahan, prosedur yang dijalankan pasien yang keliru, pembedahan keliru tempat, kesalahan medis, penundaan ruang darurat, para perawat yang tak berdaya untuk turun tangan saat
Universitas Sumatera Utara
mereka melaporkan perubahan signifikan pasien, ketidakmauan bertindak sebelum suatu situasi menjadi kritis, ketidakmauan membelanjakan uang untuk pencegahan, dokumentasi tak memadai dan kurangnya komunikasi (Fabre, 2010). Keselamatan pasien merupakan upaya yang harus diutamakan dalam penyediaan pelayanan kesehatan. Pasien harus memperoleh jaminan keselamatan selama mendapatkan perawatan atau pelayanan di lembaga pelayanan kesehatan, yakni terhindar dari berbagai kesalahan tindakan medis
atau medical error
maupun kejadian yang tidak diharapkan (Koentjoro, 2007). Berdasarkan survei pendahuluan yang telah penulis lakukan di Ruangan Asoka 1 atau ruang rawat inap penyakit dalam laki-laki dijumpai perawat yang dinas pagi yang melakukan timbang terima hanya satu orang perawat saja kepada perawat yang akan dinas siang karena perawat yang lainnya belum datang, timbang terima yang dilakukan hanya pada beberapa pasien saja atau tidak semuanya, dan pada saat melakukan timbang terima perawat hanya membaca laporan rawatan yang ada di buku rawatan pasien, tanpa adanya Standar Operasional Prosedur (SOP) pada saat melakukan timbang terima pasien. Berdasarkan hasil wawancara dengan wakil kepala Ruangan Asoka 1 menyatakan bahwa fenomena yang terjadi akibat tidak dilakukannya timbang terima pasien sebagai mana seharusnya berdampak pada keselamatan pasien seperti pasien lari dari rumah sakit, pasien protes terhadap perawat tentang obat antibiotik yang diberikan dengan pasien yang berbeda tapi obatnya sama tanpa adanya komunikasi/pemberitahuan pada pasien, atau kesalahan dalam pemberian tetesan infus seharusnya tetesan infus yang diberikan menggunakan set infus mikro tetapi
Universitas Sumatera Utara
yang digunakan malah set infus makro sehingga menyebabkan pasien mengalami sesak napas akibat peningkatan beban kerja jantung oleh karena lelebihan cairan dan kondisi ini dapat ditemuakan pada pasien dengan penyakit CHF (congestive heart failure), pada pasien sirosis hepatis seharusnya setiap hari pasien diklisma supaya lebih mudah untuk buang air besar (BAB) setiap hari, namun karena timbang terima tidak dilakukan sebagaimana mestinya kadang pasien tidak diklisma setiap hari akibatnya pasien akan susah untuk BAB dan harus mengedan padahal pasien dengan sirosis hepatis sangat tidak dianjurkan untuk mengedan karena dapat mengakibatkan terjadinya perdarahan. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik dan ingin melakukan penelitian tentang hubungan penerapan timbang terima pasien dan keselamatan pasien di Ruang Rawat Bedah dan Ruang Penyakit Dalam RSUD Dr. Pirngadi Medan. 1.2. Permasalahan Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan yang timbul adalah bagaimanakah hubungan penerapan timbang terima pasien dan keselamatan pasien oleh perawat pelaksana di Ruang Rawat Bedah dan Ruang Penyakit Dalam RSUD Dr. Pirngadi Medan. 1.3.
Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum Untuk menganalisis hubungan penerapan timbang terima pasien dengan keselamatan pasien oleh perawat pelaksana di Ruang Rawat Bedah dan Ruang Penyakit Dalam RSUD Dr. Pirngadi Medan.
Universitas Sumatera Utara
1.3.2. Tujuan Khusus 1.
Mendeskripsikan penerapan timbang terima pasien di Ruang Rawat Bedah dan Ruang Penyakit Dalam RSUD Dr. Pirngadi Medan.
2.
Mendeskripsikan keselamatan pasien di Ruang Rawat Bedah dan Ruang Penyakit Dalam RSUD Dr. Pirngadi Medan.
3.
Mendeskripsikan hubungan antara penerapan timbang terima pasien dengan keselamatan pasien di Ruang Rawat Bedah dan Ruang Penyakit Dalam RSUD Dr. Pirngadi Medan.
1.4.
Hipotesis Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan yang
signifikan antara penerapan timbang terima pasien dengan keselamatan pasien di Ruang Rawat Bedah dan Ruang Penyakit Dalam RSUD Dr. Pirngadi Medan. 1.5.
Manfaat Penelitian
1.5.1. Bagi institusi pelayanan kesehatan Dapat memberikan masukan dan bahan pertimbangan dalam menentukan strategi mengambil keputusan untuk meningkatkan penerapan timbang terima pasien sehingga dapat memberikan keselamatan pada pasien. 1.5.2. Bagi perawat Dapat mengetahui tentang penerapan timbang terima kepada pasien terkait dengan keselamatan pasien dan sebagai acuan meningkatkan kinerja perawat dalam melakukan asuhan keperawatan.
Universitas Sumatera Utara
1.5.3. Bagi pasien Khususnya pasien Ruang Rawat Bedah dan Ruang Penyakit Dalam RSUD Dr. Pirngadi dapat mengetahui tentang penerapan timbang terima pasien terkait dengan keselamatan pasien. 1.5.4. Bagi peneliti selanjutnya Sebagai bahan masukan dan perbandingan jika ingin melanjutkan penelitian ini dengan variabel yang berbeda.
Universitas Sumatera Utara