1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.6. Latar Belakang Upaya untuk memperbaiki kesehatan ibu, bayi baru lahir telah menjadi prioritas utama dari pemerintah, bahkan sebelum Millenium Development Goal’s 2015 ditetapkan. Angka kematian ibu (AKI) dan Angka kematian bayi (AKB) merupakan salah satu indikator utama derajat kesehatan suatu negara. AKI dan AKB juga mengidentifikasi kemampuan dan kulitas pelayanan kesehatan. Saat ini status kesehatan ibu dan anak di Indonesia masih jauh dari yang diharapkan, ditandai dengan masih tingginya angka kematian ibu (AKI), dan angka kematian bayi (AKB). Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 didapatkan data angka kematian ibu (AKI) sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup, mengalami penurunan jika dibandingkan dengan angka kematian ibu (AKI) tahun 2002 yaitu 307 per 100.000 kelahiran hidup. Data AKI tersebut membuat Indonesia mulai optimis bahwa target MDGs untuk AKI tahun 2015 adalah sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup dapat tercapai. Sehingga tidak ada lagi sebutan sebagai negara yang memiliki AKI tertinggi dibandingkan negara-negara tetangga seperti Malaysia (62 per 100.000 kelahiran hidup), Sri Lanka (58 per100.000 kelahiran hidup), dan Philipina (230.000 per 100.000 kelahiran hidup). Optimisme tersebut menjadi kecemasan setelah melihat hasil SDKI 2012 bahwa AKI tercatat mengalami kenaikan yang signifikan yaitu sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup.
1 Universitas Sumatera Utara
2
Sedangkan untuk data Angka kematian bayi (AKB) di Indonesia walaupun masih jauh dari angka target MDGs yaitu AKB tahun 2015 sebesar 23 per 1000 kelahiran hidup tetapi tercatat mengalami penurunan yaitu dari sebesar 35 per 1000 kelahiran hidup (SDKI 2002) menjadi sebesar 34 per 1000 kelahiran hidup (SDKI 2007) , dan terakhir menjadi 32 per 1000 kelahiran hidup (SDKI 2012) , namun angka kematian bayi (AKB) di Indonesia masih tetap tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN seperti Singapura (3 per 1000 kh), Brunei Darusalam (8 per 1000 kh), Malaysia (10 per 1000 kh), Vietnam (18 per 1000 kh), dan Thailand (20 per 1000 kh). Target AKB dalam MDGs adalah 23 per 1000 kh. Sementara di Sumatra Utara Angka Kematian Ibu (AKI) sebanyak 276 kasus atau 106,43 per 100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) sebanyak 1.970 kasus atau 7,60 per 1000 kelahiran hidup. Sedangkan data di Kabupaten Deli Serdang untuk Angka Kematian Ibu (AKI) sebanyak 15 kasus dan Angka Kematian Bayi (AKB) sebanyak 74 kasus. Salah satu upaya yang dilakukan Departemen Kesehatan dalam mempercepat penurunan AKI dan AKB adalah mendekatkan pelayanan kebidanan kepada setiap ibu yang membutuhkannya. Untuk itu sejak tahun 1990 telah ditempatkan bidan di desa yang pada tahun 1996 telah mencapai target 54.120 bidan di desa. Penempatan bidan didesa adalah upaya untuk menurunkan AKI, Bayi dan Balita. Masih tingginya AKI dan AKB menunjukkan bahwa pelayanan kesehatan masih belum memadai dan belum menjangkau masyarakat banyak, khususnya di pedesaan. Selain itu, dalam
Universitas Sumatera Utara
3
meningkatkan mutu pelayanan KIA bagi masyarakat diperlukan tenaga kesehatan yang profesional dengan spesifikasi tugas bidan sesuai standart kompetensi yang telah ditetapkan (Murdiono, 2012). Bidan adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan bidan yang diakui oleh negara serta memeperoleh kualifikasi dan diberi ijin untuk menjalankan praktik kebidanan di negara itu (Asrinah dkk, 2010). Menurut Beba (1998) bidan desa adalah tenaga kesehatan yang ditempatkan di desa dengan harapan dapat mempercepat penurunan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) dapat terpenuhi. Untuk mengatasi AKI dan AKB dalam jangka pendek pemerintah hendaknya menata kembali bidan di desa yang kecenderungannya saat ini terus berkurang. Keberadaan bidan saat ini masih memegang peranan penting sebagai tenaga kesehatan terdepan di masyarakat, terutama masyarakat di pedesaan. Ketika program di desa diluncurkan pada tahun 1994, bidan di desa yang diturunkan mencapai 54 ribu dengan status Pegawai Tidak Tepat (PTT) ke seluruh desa di Indonesia. Namun kini jumlahnya berkurang menjadi 30 ribuan. Bila jumlah desa di Indonesia saat ini sekitar 70 ribu, artinya sekitar 40 ribu desa saat ini tidak memiliki tenaga bidan (tiap desa idealnya memiliki 1 bidan di desa). Kondisi ini tentunya sangat memprihatinkan, karena akan membawa dampak pada AKI dan AKB. Tentunya selain dalam jumlah, kualitas bidan juga perlu mendapat perhatian dari pemerintah dengan melakukan berbagai program pelatihan (Yustina, 2007).
Universitas Sumatera Utara
4
Dalam memberikan pelayanan kebidanan pada ibu dan anak terutama di desa bidan harus melakukan kerja sama yang baik dengan tenaga non medis seperti dukun, dengan mengajak dukun untuk melakukan pelatihan dengan harapan dapat meningkatkan kemampuan dala menolong persalinan, mengenal tanda-tanda bahaya dalam kehamilan dan persalinan. Selain dengan dukun bidan harus bekerjasama dengan masyarakat dalam melaksanakan posyandu (Lisnawati,2013). Bidan desa wajib tinggal serta bertugas melayani masyarakat di wilayah kerjanya yang meliputi 1 sampai 2 desa, bekerjasama dengan perangkat desa. Bidan desa bertanggung jawab langsung kepada kepala Puskesmas setempat. Dipertegas dalam Surat Edaran Direktur Jendral Pembinaan Masyarakat No.278/ BM/ DJ/ BKK/ III/ 1994 tentang tugas pokok dalam menunjang upaya akselerasi penurunan AKB (Depkes RI, 2001). Peningkatan kualitas pelayanan yang dilakukan bidan di desa sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan ibu dan anak khususnya di daerah pedesaan yaitu melalui kinerja. Pengelolaan asuhan kebidanan akan berhasil apabila seseorang bidan memiliki tanggung jawab, mempunyai pengetahuan dan ketrampilan klinis yang harus dikuasainya pula. Dalam kondisi demikian, maka terjadi interaksi antara sifat seseorang bidan, yaitu motivasi yang ada pada dirinya dengan kinerjanya. Kinerja atau performance telah menjadi isu di dunia saat ini . Hal tersebut terjadi sebagai konsekuensi tuntutan masyarakat terhadap kebutuhan akan pelayanan prima atau pelayanan yang bermutu tinggi. Mutu tidak bisa terpisahkan dari standar, karena kinerja dapat diukur berdasarkan standar (Subekti Heru,2008).
Universitas Sumatera Utara
5
Kinerja adalah penampilan hasil karya personel, baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi, kinerja dapat merupakan penampilan individu maupun kelompok kerja personil. Penampilan hasil karya tidak terbatas pada personil yang memangku jabatan fungsional maupun struktural, tetapi pada keseluruhan jajaran personil dalam organisasi (Siswanto 2001). Kemampuan dan keberhasilan kerja bidan dapat diukur dari beberapa indikator yang sesuai dengan tugas dan fungsi bidan di desa yang ditetapkan dalam Depkes RI (2007) tentang program pelayanan kesehatan ibu dan anak (KIA) di wilayah kerja adalah pelayanan antenatal (pemeriksaan kehamilan), pertolongan persalinan, deteksi dini resiko tinggi ibu hamil/ komplikasi kebidanan, pelayanan rujukan komplikasi kebidanan, pelayanan neonatal dan ibu nifas. Kinerja bidan di desa telah melalui tingkat pendidikan kebidanan dan telah mampu dan cakap dalam melaksanakan tugasnya sebagai bidan. Rasa malu pada pemeriksaan kehamilan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi cakupan pelayanan antenatal. Masyarakat malu untuk memeriksakan dirinya terutama pada kehamilan pertama (Lisnawati, 2013). Akibat cakupan pelayanan antenatal dan persalinan yang kurang dapat menyebabkan penambahan angka kematian ibu di indonesia. Kendala yang dihadapi sebagai penyebab keadaan ini ditambah lagi dengan keterlambatan mengenali resiko selama kehamilan dan persalinan serta keterlambatan dalam merujuk ke pelayanan kesehatan (Laporan Program KIA Dinas Kesehatan Deli Serdang, 2011).
Universitas Sumatera Utara
6
Salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan adalah motivasinya dalam bekerja. Kata motivasi (motivation) kata dasarnya adalah (motive) yang berarti dorongan, sebab atau alasan seseorang melakukan sesuatu. Dengan demikian motivasi berarti suatu kondisi yang mendorong atau menjadikan seseorang melakukan sesuatu perbuatan / kegiatan, yang berlangsung secara sadar (Sumantri, 2012). Motivasi dapat diartikan sebagai daya pendorong (driving force) yang menyebabkan orang berbuat sesuatu atau perbuatannya akan menunjang pencapaian keinginan tersebut (Hasibuan,2005). Ada beberapa teori tentang motivasi diantaranya teori motivasi menurut Maslow dan Herzberg. Teori motivasi oleh Herzberg yang merupakan pengembangan dari teori hirarki kebutuhan menurut Maslow. Teori Herzberg memberikan dua kontribusi penting bagi pimpinan organisasi dalam memotivasi karyawan. Pertama, teori ini lebih eksplisit dari teori hirarki kebutuhan Maslow, khususnya mengenai hubungan antara kebutuhan dalam performa pekerjaan. Kedua, kerangka ini membangkitkan
model
aplikasi,
pemerkayaan
pekerjaan
(Sumantri,
2012).
Berdasarkan hasil penelitian terhadap akuntan dan ahli tekhnik Amerika Serikat dari berbagai industri, Herzberg mengembangkan teori motivasi dua faktor. Menurut teori ini ada dua faktor yang memepengaruhi kondisi pekerjaan seseorang, yaitu faktor pemuas (motivation factor)yang disebut juga dengan satisfier atau intrinsic motivation (Handoko, 2000). Teori Herzberg ini melihat ada dua faktor yang mendorong karyawan termotivasi yaitu faktor intrinsik, merupakan daya dorong yang timbul dari dalam diri
Universitas Sumatera Utara
7
masing- masing orang, dan faktor ekstrinsik yaitu daya dorong yang datang dari luar diri seseorang, terutama dari organisasi tempatnya bekerja (Hasibuan, 2005). Faktorfaktor yang termasuk dalam motivasi intrinsik yaitu tanggung jawab, pengharagaan, pekerjaan itu sendiri, pengembangan dan kemajuan. Motivasi ekstrinsik yaitu daya dorong yang datang dari luar diri seseorang terutama dari organisasi tempatnya bekerja. Faktor-faktor yang termasuk dalam motivasi ekstrinsik adalah gaji,kebijakan, hubungan kerja,lingkungan kerja, supervise (Manullang, 2011). Faktor motivasi sebagai pendorong bagi bidan di desa dalam melaksanakan pelayanan kesehatan yang dapat dinilai dari kemauan dan kemampuan tenaga bidan dalam beradaptasi dengan masyarakat dan memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan tugas dan fungsinya, Robbins (2001) pentingnya uang sebagai suatu motivator telah merosotkan secara konsistensi oleh kebanyakan ilmuan perilaku. Mereka lebih menyukai menekankan nilai dari pekerjaan yang menantang, tujuan, partisipasi dalam pengambilan keputusan, umpan balik, kelompok kerja yang kohesif dan faktor-faktor bukan uang sebagai perangsang untuk motivasi karyawan. Berdasarkan uraian dan penjelasan tersebut maka perlu dikaji pengaruh motivasi intrinsik dan ekstrinsik terhadap kinerja bidan desa di Kabupaten Deli Serdang.
Universitas Sumatera Utara
8
1.7. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas perumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah motivasi intrinsik dan ekstrinsik berpengaruh terhadap kinerja bidan desa di Kabupaten Deli Serdang.
1.8. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh motivasi intrinsik dan ekstrinsik terhadap kinerja bidan di desa desa di Kabupaten Deli Serdang.
1.9. Hipotesis Motivasi intrinsik dan ekstrinsik berpengaruh terhadap kinerja bidan desa di Kabupaten Deli Serdang.
1.10.
Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini diharapkan menjadi salah satu tambahan atau sumber
informasi bagi ilmu kesehatan masyarakat dan memeperkaya khasanah ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan dengan motivasi dan kinerja bidan desa.
Universitas Sumatera Utara