BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Perkembangan peradaban manusia tidak pernah terlepas dari apa yang disebut karya sastra. Karya sastra merupakan hasil ide atau pemikiran dari anggota masyarakat yang berkembang sesuai dengan lingkungannya. Karya dihadirkan mempunyai tujuaan dan manfaat di samping menyampaikan buah pikiran dan tanggapan pengarang atas apa yang terjadi di dalam lingkungan pengarang. Sastra pada dasarnya merupakan sebuah unsur dari kebudayaan itu sendiri. Sastra adalah sebuah media penyampaian sebuah pemikiran atau sikap pada khalayak ramai. Datang dari seorang pemikiran pengarang yang mengandung berbagai ajaran, amanat, dan aturan-aturan yang berkembang dan berlaku dalam masyarakat.Umumnya tidak ada masyarakat tanpa sastra karena setiap masyarakat yang berbahasa pasti mempunyai sastra sendiri. Pengkajian terhadap sastra merupakan kajian yang cukup menarik dengan memperhatikan segi media yang digunakan. Media yang digunakan dapat berbentuk lisan atau tulisan. Baik dari segi kualitas maupun kuantitas, sastra lisan memang
luar
biasa
kaya
dan
beranekaragam.
Melalui
sastra
inilah
masyarakatdengan kreativitas yang tinggi menyatakan diri dengan bahasa yang artistik sehingga sampai sekarang sastra lisan tetap mempunyai nilai dan fungsi (Teeuw, 1989: 10). Secara garis besar sastra terbagi atas dua bagian yaitu : sastra lisan dan sastra tulisan. Sastra lisan dalam penyampaiannya adalah dari mulut ke mulut yang berisi cerita-cerita terhadap sesama (sastra oral) yang merupakan warisan
Universitas Sumatera Utara
turun-temurun yang mempunyai nilai-nilai luhur yang perlu dikembangkan misalnya mitos, legenda, dongeng, dan lain-lain. Sastra tulisan dalam penyampaiannya adalah melalui tulisan yang sudah dibukukan dan dibaca orang banyak. Sastra tulisan ini banyak yang berasal dari sastra lisan misalnya dongeng yang diceritakan seseorang kemudian ditulis dan dibukukan oleh orang yang mendengarnya. Sastra lisan merupakan bagian dari kebudayaan yang penyebarannya disampaikan dari mulut ke mulut, diwariskan secara turun-menurun yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakatsebagai milik bersama. Dalam keadaan masyarakat Indonesia yang sedang membangun sekarang ini, berbagai bentuk kebudayaan lama termasuk sastra lisan, tidak mustahil akan terabaikan di tengah-tengah
kesibukan
pembangunan
dan
pembaharuan
yang
sedang
meningkat. Sehingga dikhawatirkan akan hilang tanpa bekas atau berbagai unsurnya yang asli sudah tidak dapat dikenal lagi. Salah
satuupaya
yang
dilakukandalammelestarikansastralisanadalahdenganmenelitifolklor.Sebab utama mengapa kita perlu meneliti foklor, khususnya foklor lisan adalah bahwa foklor mengungkapkan kepada kita secara sadar atau tidak sadar, bagaimana folk-nya berfikir. Selain itu foklor juga mengabadikan apa-apa yang dirasakan penting (dalam suatu masa) oleh folk pendukungnya (Danandjaja, 1984: 17-18). Folk/kolektif adalah sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik sosial dan kebudayaan, sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya (Alan Dundes dalam Danandjaja, 1984:1)
Universitas Sumatera Utara
Folklor merupakan sebagian kebudayaan kolektif yang tersebar dan diwariskan secara turun temurun, di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda-beda baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (Danandjaja, 1984:2). Orang yang pertama kali memperkenalkan istilah folklor ke dalam ilmu pengetahuan adalah William Jhon Thoms, seorang ahli kebudayaan antik (antiquarian) Inggris. Istilah itu diperkenalkan pertama kali pada waktu ia menerbitkan sebuah artikelnya dalam bentuk surat terbuka dalam majalah The Athenacum No. 982, tanggal 22 Agustus 1846, dengan mempergunakan nama samaran Amborse Merton (Dundes dalam Danandjaja, 1984: 6). Menurut etimologinya, perkataan folklore (diindonesiakan menjadi folklor) berasal dari kata folk dan lore. Danandjaja (1984: 2) menyatakan bahwa definisi folklor adalah sebagai kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan turun-temurun, di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device). Jika kebudayaan mempunyai tujuh unsur kebudayaan universal, yaitu sistem data pencaharian hidup (ekonomi), sistem peralatan dan perlengkapan hidup (teknologi), sistem kemasyarakatan, bahasa, kesenian, sistem pengetahuan, dan sistem religi, maka folklor menurut Jan Harold Brunvand, seorang ahli folklor dari Amerika Serikat, dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok besar berdasarkan tipenya: (1) folklor lisan (verbal folklore), (2) folklor sebagian lisan (setengah lisan), dan (3) folklor bukan lisan (non verbal folklore) (Danandjaja, 1984:21).
Universitas Sumatera Utara
1. Folklor Lisan Folklor lisanadalah folklor yang bentuknya memang murni lisan. Bentukbentuk yang termasuk ke dalam folklor lisan adalah sebagai berikut. a. Bahasa rakyat (folk speech), seperti logat, julukan, pangkat tradisional, dan titel kebangsawanan, b. Ungkapan tradisional, seperti peribahasa, pepatah, dan pemeo, c. Pertanyaan tradisional, seperti Teka-teki, d. Puisi rakyat, seperti pantun, gurindam, dan syair, e. Cerita prosa rakyat, seperti mite, legenda, dan dongeng, dan f. Nyanyian rakyat. 2. Folklor Sebagian Lisan Folklor sebagian lisanadalah folklor yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan unsur bukan lisan. Bentuk-bentuk yang termasuk ke dalam folklore sebagian lisan adalah sebagai berikut. a. Kepercayaan rakyat, b. Permainan rakyat c. Teater rakyat, d. Tari rakyat, e. Adat-istiadat, f. Upacara, g. Pesta rakyat dan lain-lain. 3. Folklor Bukan Lisan Folklor bukan lisanadalah folklor yang bentuknya bukan lisan, walaupun cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Folklor jenis ini terbagi dua, yakni:
Universitas Sumatera Utara
a. Yang berupa material antara lain arsitektur rakyat (bentuk-bentuk rumah asli daerah, bentuk lumbung padi, dan sebagainya), seni kerajinan rakyat, pakaian dan perhiasan tubuh adat, masakan dan minuman rakyat, dan obat-obatan tradisional. b. Yang berupa bukan material antara lain gerak isyarat tradisional (gesture), bunyi isyarat untuk komunikasi rakyat (kentongan tanda bahaya di Jawa atau bunyi gendang komunikasi untuk mengirim berita seperti yang dilakukan di Afrika, dan musik rakyat. Adapun ciri-ciri utama foklor seperti yang dikemukakan oleh Danandjaja, (1984: 3-4) adalah sebagai berikut: 1.
Penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan, yakni disebarkan melalui tutur kata dari mulut ke mulut (atau dengan suatu contoh disertai dengan gerak isyarat, dan alat pembantu pengingat) dari satu generasi ke generasi berikutnya.
2.
Foklor bersifat tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau dalam bentuk standar. Disebarkan di antara kolektif tertentu dalam waktu yang cukup lama (paling sedikit dua generasi).
3.
Foklor ada (exist) dalam versi-versi bahkan varian-varian yang berbeda. Hal ini diakibatkan oleh cara penyebarannya dari mulut ke mulut (lisan), biasanya bukan melalui cetakan atau rekaman, sehingga oleh proses lupa diri manusia atau proses interpolasi, foklor dengan mudah dapat mengalami perubahan. Walaupun demikian perbedaannya hanya terletak pada bagian luarnya saja, sedangkan bentuk dasarnya dapat tetap bertahan.
Universitas Sumatera Utara
4.
Foklor bersifat anonim, yaitu nama penciptanya sudah tidak diketahui orang lagi.
5.
Foklor bentuknya berumus atau berpola.Foklor mempunyai kegunaan dalam kehidupan bersama suatu kolektif.
6.
Foklor bersifat pralogis yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai dengan logika umum.
7.
Foklor menjadi milik bersama dari kolektif tertentu. Hal ini sudah tentu diakibatkan oleh penciptanya yang pertama sudah tidak diketahui lagi, sehingga setiap anggota kolektif yang bersangkutan merasa memilikinya.
8.
Foklor pada umumnya bersifat polos dan lugu sehingga sering kelihatannya kasar dan terlalu spontan.
Selain ciri-ciri tersebut, foklor terutama yang lisan masih mempunyai banyak sekali fungsi yang menjadikannya sangat menarik serta penting untuk diselidiki. Menurut William Bascom (dalam Danandjaja, 1984: 19), ada empat fungsi foklor, yaitu: 1.
Sebagai sistem proyeksi, yakni sebagai alat pencermin angan-angan suatu kolektif,
2.
Sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan,
3.
Sebagai alat pendidikan anak,
4.
Sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi anggota kolektifnya.
Pada penelitian ini, peneliti menemukan sebuah cerita prosa rakyat yang terdapat di Desa Pulau Kampai, yaitu : Legenda Mas Merah. Cerita prosa rakyat
Universitas Sumatera Utara
tersebut termasuk ke dalam jenis folklor lisan, yang masuk kategori legenda. Cerita prosa rakyat yang terdapat di Desa Pulau Kampai, jika ditinjau dari isi teks ceritanya dapat diklasifikasikan kedalam jenis legenda setempat (local legends). Asumsi ini didasarkan pada pengklasifikasian yang dikemukankan oleh Jan Harold Brunvand. Menurut Brunvand (dalam Danandjaja, 1984:67), cerita prosa rakyat yang termasuk kedalam jenis legenda digolongkan menjadi empat kelompok, yaitu : legenda keagamaan (religious legends), legenda alam gaib (supernatural legends), legenda perseorangan (personal legends), dan legenda setempat (local legends). Legenda keagamaan (religious legends), yaitu legenda orang-orang suci. Legenda alam gaib (supernatural legends), yaitu legenda yang berbentu sebuah kisah yang dianggap benar-benar terjadi dan pernah dialami seseorang. Fungsi legenda ini adalah untuk meneguhkan kebenaran takhayul atau kepercayaan rakyat. Legenda perseorangan (personal legends), yaitu legenda yang berisikan cerita tentang tokoh-tokoh tertentu yang dianggap oleh empunya cerita benarbenar terjadi. Legenda setempat (local legends), yaitu legenda yang isi ceritanya berhubungan dengan suatu tempat , nama tempat dan bentuk topografi, yakni bentuk permukaan suatu daerah, apakah berbukit-bukit, berjurang, dan lain sebagainya. Legenda Mas Merahmerupakan cerita prosa rakyat yang terdapat di Desa Pulau Kampai, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat. Legenda Mas Merahmerupakan
kisah
percintaan
antaraSerawak-Malaysia,MedanLabuhan,
danPulauKampai.
Universitas Sumatera Utara
Legenda Mas Merahmerupakan legenda setempat (local legends), yaitu legenda yang isi ceritanya berhubungan dengan suatu tempat , nama tempat dan bentuk topografi. Penulis memilih Legenda Mas Merahsebagai bahan penelitian karena legenda
merupakansastralisan
sangatpenting, akandatang.
yang Sastra
yang
memilikikedudukandanperanan
yang
harusdiceritakansecaraturun-temurunpadagenerasi
yang
lisan
yang
juga
menyimpannilai-nilaikedaerahan
akanmemberikansumbangsih yang sangatbesarbagiperkembangansastra di Daerah dan Indonesia padaumumnya. Melaluisastralisan, kitadapatmengetahuiasalusulsuatudaerahdenganberbagaikearifan yang dicurahkanmelaluilegenda seperti pada Legenda Mas Merah.Olehsebabitu, penelitian sastra lisan perlu dilakukan sesegera
mungkin.
Hal
ini
disebabkan
perkembanganteknologidanglobalisasi sangatmempengaruhisastralisanmelalui
yang media
cetakmaupunelektronik.
Perkembangantersebutmembawapengaruhasing mempengaruhiberbagaisendikehidupan
adanya
yang
yang padaakhirnya
membawapadaperubahanprilakumasyarakatdalambertindakdanberbahasa
juga yang
dapat menyebabkan berangsur hilangnya sastra lisan berupalegenda di seluruh Nusantara.Alasanlainpenulismemilih
Legenda
Mas
Merah
jugainginmendeskripsikan struktur yang membanguncerita tersebut danfungsi Legenda Mas Merah bagimasyarakatMelayuPulauKampai.
1.2 Rumusan Masalah Sesuai dengan judul skripsi, maka masalah yang akan dibahas adalah : 1. Bagaimanakah strukturintrinsik Legenda Mas Merah?
Universitas Sumatera Utara
2. Bagaimanakah fungsi Legenda Mas Merahbagi masyarakat Melayu Pulau Kampai?
1.3 Tujuan Penelitian Pembahasan dalam skripsi ini memiliki sasaran ataupun tujuan. Adapun tujuan yang hendak dicapai antara lain : 1. Memaparkan struktur intrinsik Legenda Mas Merah yang terdiri atas tema, alur/ plot, dan latar, serta tokoh dan penokohan. 2. Memaparkan fungsi Legenda Mas Merahbagi masyarakat Melayu Pulau Kampai.
1.4 Manfaat Penelitian Ada beberapa manfaat yang penulis harapkan dapat dirasakan oleh pembaca. Manfaat tersebut di antaranya adalah : 1. Membantu pembaca untuk memahami struktur yang membangun Legenda Mas Merah. 2. Memelihara karya sastra lisan agar terhindar dari kemusnahan dan dapat diwariskan serta dilestarikan pada generasi yang akan datang. 3. Sebagai landasan atau titik tolak bagi peneliti yang akan dilakukan oleh siapa saja untuk penelitian lebih lanjut. 4. Penelitian ini diharapkan mampu menarik perhatian masyarakat terhadap karya sastra daerah yang banyak menyimpan nilai-nilai yang sangat besar manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari.
Universitas Sumatera Utara