BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
Perguruan tinggi adalah pengalaman baru yang menuntut siswa untuk menggunakan cara-cara baru dan strategi yang matang sejak awal perkuliahan hingga akhir perkuliahan agar berhasil di perguruan tinggi. Belajar di perguruan tinggi itu sangat berbeda dari belajar di sekolah menengah, karena perbedaannya itu banyak mahasiswa yang merasa kesulitan untuk menyesuaikan cara belajarnya di perguruan tinggi. Mereka menggunakan strategi belajar yang telah mereka gunakan di sekolah menengah, namun mereka kecewa karena ternyata, di perguruan tinggi, hasilnya tidak sebagus ketika mereka di sekolah menengah. Banyak mahasiswa yang terpaksa berhenti kuliah (dropout) di tahun pertama karena kesulitan menyesuaikan diri (Sudarman, 2004). Disekolah menengah siswa biasanya bersifat lebih pasif, sementara guru yang lebih aktif. Di perguruan tinggi dosen lebih banyak mengharapkan mahasiswa aktif dalam mencari ilmu pengetahuan, sementara dosen hanya menjadi fasilitator yang membantu mahasiswa mencapai tujuan pembelajaran. Tugas akademik di perguruan tinggi lebih cenderung lebih sulit daripada tugas akademik di sekolah menengah. Di sekolah menangah, siswa biasanya hanya diminta untuk merangkum isi sebagian buku atau mengerjakan latihan yang ada di dalam buku teks. Di perguruan tinggi, mahasiswa diminta untuk berfikir dan menganalisa suatu persoalan dan menuliskan analisa tersebut dalam bentuk makalah. Di sekolah menengah, guru seringkali memeriksa apakah siswa tersebut sudah mengerjakan tugas yang harus siswa kerjakan di rumah, seperti membaca,
dan mengerjakan latihan. Di perguruan tinggi, mahasiswa harus menjadi pembelajar yang mandiri. Oleh karena itu pada mahasiswa dituntut adanya sikap dan perilaku yang benar dalam belajar, banyak faktor yang mempengaruhi salah satu diantaranya adalah kurangnya motivasi belajar dan kurang dipahaminya strategi mahasiswa dalam belajar di perguruan tinggi (Sudarman, 2004). Belajar di perguruan tinggi merupakan kegiatan untuk mendapatkan pengetahuan, pemahaman tentang suatu hal atau penguasaan dalam suatu hal atau bidang hidup tertentu lewat usaha, pengajaran, atau pengalaman. Deasyanti (2007), menyatakan bahwa pada kenyataanya, cukup banyak mahasiwa yang mengalami kesulitan dalam memenuhi pola belajar di perguruan tinggi. Misalnya, sebagian mahasiswa belum mampu melakukan pengaturan diri (self-regulation) dan waktu dalam memenuhi tugas-tugas perkuliahan. Hal ini mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan dalam cara belajar. Untuk dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan tersebut, individu perlu memiliki berbagai pengetahuan yang diperlukan dalam hidup. Pengetahuan yang dimiliki bukan hanya sekedar pengetahuan sesaat, melainkan pengetahuan yang bertahan lama, pengetahuan yang dapat dipahami dan dapat diterapkan setiap waktu ketika dibutuhkan. Dalam memperoleh pengetahuan yang bertahan lama dapat diterapkan suatu kemampuan untuk mengarahkan atau mengontrol proses perolehan tersebut. Piaget (dalam Miller, 1993), mengemukakan bahwa dalam proses memperoleh pengetahuan (proses kognitif), setiap individu berperan aktif dan memiliki kontribusi yang tinggi dalam mengkonstruk pengetahuan. Sedangkan, menurut Schunk dan Zimmerman (1994), kemampuan untuk mengontrol proses perolehan pengetahuan atau proses kognitif disebut sebagai selfregulation.
Self regulation adalah suatu pembelajaran yang membuat individu dapat mengatur dirinya. Pembelajaran yang termasuk didalamnya yaitu pengaturan yang meliputi proses berpikir dan akan dimunculkan menjadi suatu perilaku yang terarah dan teratur (Ormrod, 2009). Self-regulation akan lebih mudah dipahami melalui kegiatan belajar. Menurut Zimmerman (dalam Schunk dan Zimmerman, 1994), self-regulation merupakan kemampuan untuk mengontrol proses belajar. Menurutnya, individu yang memiliki selfregulation, dalam kegiatan belajar terlihat aktif, memiliki ketekunan dan inisiatif dalam mengerjakan tugas-tugas, menguasai strategi-strategi belajar, mampu memecahkan masalah, bereaksi terhadap hasil belajar dan memiliki keyakinan diri. Schunk (dalam Schunk dan Zimmerman 1996), berpendapat individu yang memiliki self-regulation dalam belajar memiliki tanggung jawab dalam belajar, mampu mengatur perilaku dan kognisinya dengan memperhatikan instruksi, mengontrol proses belajar dengan mengintegrasikan pengetahuan, melakukan latihan untuk mengingat, mempertahankan nilai-nilai positif mengenai kemampuan belajar dan dapat memperkirakan hasil belajar. Kebiasaan belajar mahasiswa erat kaitannya dengan waktu belajar maupun untuk kegiatan lain yang menunjang proses pembelajaran. Belajar yang efesien dapat dicapai apabila menggunakan strategi yang tepat, yakni dengan adanya pengaturan waktu, baik waktu untuk mengikuti kuliah, belajar di rumah, belajar bersama/kelompok, maupun untuk mengikuti ujian. Strategi belajar yang efisien akan mengarah pada hasil belajar yang maksimal. Arjanggi dan Suprihatin (2010) berpendapat bahwa salah satu faktor yang berpengaruh untuk memperbaiki dan menimgkatkan hasil belajar mahasiswa, yaitu apabila adaanya self regulation. Mahasiswa yang mampu melakukan pengaturan diri
dengan baik adalah bekal yang penting bagi masa depannya. Mahasiswa yang mampu mengontrol setiap perilaku baik dalam belajar, dalam bergaul dengan lingkungan sosial, merupakan mahasiswa yang memiliki self regulated yang baik karena mahasiswa mampu mengontrol tingkat emosi agar tidak mengganggu hasil belajar dan mampu berusaha mengendalikan dirinya apabila hal yang sudah direncanakan tidak berjalan dengan baik. Bandura, Zimmerman, dan Martinez-Pons (Papalia, 2001) berpendapat bahwa individu yang mengatur diri mereka dalam belajar dan meyakini bahwa ia mampu mengatasi bahan-bahan akademik akan memiliki kesuksesan dan prestasi belajar yang tinggi dibandingkan dengan individu yang tidak percaya akan kemampuan dirinya. Usaha individu untuk mencapai tujuan belajar dengan mengaktifkan dan mempertahankan pikiran, emosi dan perilaku disebut self-regulated learning (SRL). Zimmerman (1988) menjelaskan penggunaan Self-Regulated Learning sebagai suatu bentuk upaya individu dalam memotivasi diri untuk dapat mencapai hasil yang optimal dalam belajar. Jadi dapat dikatakan bahwa semakin baik Self-Regulated Learning, maka akan semakin baik hasil prestasi yang dapat dicapai. Sebaliknya, jika siswa memiliki SelfRegulated Learning yang rendah, maka kurang dapat melakukan perencanaan, pemantauan, evaluasi pembelajaran dengan baik, kurang mampu melakukan pengelolaan potensi dan sumber daya yang baik dan sebagainya, sehingga hasil dari belajarnya tidak optimal, sesuai dengan potensi diri yang dimilikinya. Dengan demikian, konsep selfregulated learning ini sangat cocok untuk mahasiswa, karena mereka memiliki kontrol yang besar atas jadwal waktu mereka sendiri, dan bagaimana mereka mendekati proses pembelajaran (Pintrich, 1995).
Sehingga dapat disimpulkan mahasiswa yang memiliki self regulated learning yang tinggi, maka cenderung memiliki tanggung jawab, adanya dorongan dari dalam diri, ketika menyelesaikan tugas-tugas perkuliahan, karena mahasiswa mampu berpikir bahwa sesuatu yang dilakukan akan lebih maksimal jika dilandaskan dari dorongan dalam diri dan tingkat studi mahasiswa juga berhubungan dengan prestasi akademik mahasiswa sehingga self regulated learning menjadi dorongan dan usaha seseorang terhadap tujuannya untuk memiliki prestasi akademik yang tinggi dan tingkat studi mahasiswa menjadi tingkatan yang mengakibatkan kualitas dari pola pikir dan penyusunan strategi dalam belajar menjadi berbeda untuk mendapatkan hasil akademik yang sesuai dengan keinginanya. Oleh karena itu dalam penelitian ini, peneliti akan melihat bagaimana perbedaan self regulated learning pada mahasiswa tingkat awal (2015) dan mahasiswa tingkat akhir (2013) di Fakultas Psikologi Bina Nusantara. 1.2. Rumusan masalah
Berdasarkan uraian yang telah penulis jelaskan di latar belakang. Peneliti membuat identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah “Perbedaan Self Regulated Learning antara mahahsiswa tingkat awal (2015) dan tingkat akhir (2013) di fakultas psikologi universitas Bina Nusantara?” 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini yaitu :
Mengetahui perbedaan Self Regulated Learning antara mahahsiswa tingkat awal (2015) dan tingkat akhir (2013) di fakultas psikologi universitas Bina Nusantara 1.3.2. Manfaat Penelitian
Peneliti mengaharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat baik teoritis maupun manfaat praktis bagi pembaca.
1.3.2.1.
-
Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar pengembangan intervensi untuk menjelaskan self regulated learning pada mahasiswa tingkat awal dan mahasiswa tingkat akhir.
-
Peneliti mengharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan referensi yang dapat digunakan untuk perkembangan ilmu psikologi, khususnya dapat menjadi bahan penelitian selanjutnya, terutama mengenai self regulated learning.
1.3.2.2.
-
Manfaat Praktis
Memberikan saran praktis kepada mahasiswa dalam meningkatkan self regulated learningnya
-
Memberikan saran praktis kepada dosen umtuk meningkatkan self regulated leraning.