BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Tujuan dari perusahaan dalam beroperasi adalah untuk mendapatkan laba. Bagi perusahaan yang berbentuk korporasi, laba yang diperoleh perusahaan akan dialokasikan dalam dua bentuk yaitu laba ditahan dan laba yang dibagikan kepada para pemegang saham dalam bentuk dividen. Laba ditahan (retained earning) adalah bagian dari laba yang tersedia bagi para pemegang saham biasa yang ditahan oleh perusahaan untuk diinvestasikan kembali dalam suatu proyek tertentu, dengan tujuan untuk mengejar pertumbuhan perusahaan (Warsono, 2003 : 271). Semakin besar pembiayaan perusahaan yang berasal dari laba ditahan maka semakin kuat posisi keuangan perusahaan. Dividen merupakan laba bersih yang dibagikan perusahaan kepada pemegang saham dalam besar tertentu sesuai dengan kebijakan perusahaan. Kebijakan perusahaan dalam membagi besar laba bersih tersebut dinamakan kebijakan dividen. Kebijakan dividen merupakan salah satu keputusan yang penting bagi perusahaan, dimana kebijakan dividen merupakan keputusan yang diterapkan oleh perusahaan dalam menentukan besarnya laba yang akan dibagikan dalam bentuk dividen atau dalam bentuk laba ditahan untuk investasi yang akan datang. Semakin besar laba ditahan, maka semakin kecil pula laba yang akan dibagikan pada para pemegang saham dalam bentuk dividen.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Brigham dan Houston (2011: 209), perusahaan yang memperoleh keuntungan akan dihadapkan dengan tiga pertanyaan penting, antara lain seberapa besar jumlah arus kas bebas yang sebaiknya diberikan kepada pemegang saham, apakah sebaiknya perusahaan memberikan keuntungan kepada pemegang saham dengan menaikkan dividen atau dengan membeli kembali saham, dan apakah sebaiknya perusahaan mempertahankan kebijakan pembayaran dividen yang stabil dan konsisten, atau apakah sebaiknya perusahaan membiarkan pembayaran dividen yang bervariasi sesuai dengan kondisi yang terjadi di perusahaan. Perusahaan yang sudah mapan dengan arus kas yang stabil dan peluang pertumbuhan yang terbatas cenderung akan lebih banyak mengembalikan kas kepada pemegang saham, baik melalui pembayaran dividen atau menggunakan kas untuk membeli kembali saham biasa. Sementara itu, perusahaan yang sedang tumbuh
dengan
peluang
investasi
yang
baik
lebih
cenderung
akan
menginvestasikan sebagian besar kas yang tersedia pada proyek-proyek baru dan mempunyai kemungkinan lebih kecil untuk membayar dividen atau membeli kembali saham perusahaan. Menurut Tampubolon ( 2005: 183) investor akan lebih tertarik dengan stabilitas pembagian dividen daripada pembagian dividend payout ratio yang tinggi. Yang dimaksud stabilitas pembagian dividen di sini adalah tetap memperhatikan tingkat pertumbuhan perusahaan yang ditunjukkan oleh koefisien ke arah yang positif. Bagi para investor pembayaran dividen yang stabil merupakan indikator dari kondisi perusahaan yang baik, sehingga risiko perusahaan juga relatif lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang
Universitas Sumatera Utara
membayarkan dividen berfluktuasi setiap tahunnya. Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa investor menginginkan kebijakan dividen yang stabil. Terdapat beberapa faktor yang diduga berpengaruh terhadap kebijakan dividen suatu perusahaan. Faktor pertama yang diduga berpengaruh terhadap kebijakan dividen perusahaan adalah tingkat hutang (leverage). Jika perusahaan menginginkan pertumbuhan, maka perusahaan memerlukan modal dan modal dapat diperoleh dalam bentuk utang maupun ekuitas (Brigham dan Houston, 2011 : 153). Pendanaan yang datang dari utang disebut dengan leverage. Perusahaan dengan tingkat hutang yang tinggi cenderung memiliki agency cost yang rendah. Tingkat hutang yang tinggi akan menimbulkan konflik antara pemegang saham dengan kreditur. Tingginya tingkat hutang perusahaan akan menyebabkan kreditur menerapkan perjanjian hutang (debt covenance) kepada manajer perusahaan untuk melindungi kepentingannya. Perjanjian yang diterapkan berisi pembatasan terhadap kebijakan manajemen termasuk pembatasan pembagian dividen kepada pemegang saham. Dengan tingginya tingkat hutang (leverage) perusahaan, maka perusahaan akan membatasi dividen yang akan dibagikan kepada para pemegang saham dan fokus untuk melunasi hutang perusahaan kepada kreditur. Faktor kedua yang diduga mempengaruhi kebijakan dividen adalah pertumbuhan perusahaan (growth). Pertumbuhan perusahaan merupakan cerminan dari kegiatan dan kondisi perusahaan. Perusahaan yang mengharapkan pertumbuhan yang tinggi maka akan mempergunakan modal maupun laba untuk kebutuhan investasi, sementara perusahaan harus mempertanggungjawabkan labanya terhadap pemegang saham melalui dividen. Namun pemegang saham juga
Universitas Sumatera Utara
memerlukan adanya pertumbuhan nilai harga saham yang bisa didapat pula melalui
aktivitas
pertumbuhan
penjualan
dan
laba
perusahaan
dalam
penginvestasian selain dari naiknya dividen. Perusahaan biasanya cenderung mengurangi pembagian dividen dan menahan laba untuk keperluan investasi dan pertumbuhan perusahaan. Collateralizable asset merupakan faktor ketiga yang diduga berpengaruh terhadap kebijakan dividen. Collateralizable asset merupakan jaminan yang dapat digunakan untuk memperoleh hutang atau pinjaman (Fauz dan Rosidi, 2007: 263). Perusahaan yang mempunyai collateralizable asset yang tinggi cenderung memiliki agency conflict yang rendah antara pemegang saham dengan dengan pemegang obligasi. Collateralizable asset yang tinggi akan membuat pemegang obligasi tidak perlu melakukan pembatasan yang ketat terhadap kebijakan dividen perusahaan. Sebaliknya, collateralizable asset yang rendah akan meningkatkan kekhawatiran pemegang obligasi akan risiko kebangkrutan yang mungkin dialami oleh perusahaan sehingga perlu dilakukan pembatasan dividen (Santoso dan Prastiwi, 2012 : 2) Faktor terakhir yang diduga berpengaruh terhadap kebijakan dividen adalah risiko sistematis. Investor, dalam hal ini adalah pemegang saham, dalam mengambil setiap keputusan investasi selalu berusaha untuk meminimalisir berbagai risiko yang timbul, baik risiko jangka pendek maupun risiko yang bersifat jangka panjang (Fahmi, 2012 : 369). Risiko dapat dibedakan menjadi risiko sistematis dan risiko tidak sistematis. Menurut Horne dan Wachowicz (2005 : 155) risiko sistematis (systematic risk) adalah faktor-faktor risiko yang
Universitas Sumatera Utara
mempengaruhi pasar secara keseluruhan, sehingga tidak dapat didiversifikasikan atau tidak dapat dihindari. Aset yang berisiko jarang memberikan tingkat pengembalian yang diharapkan oleh investor. Risiko investasi berhubungan dengan probabilitas mendapatkan pengembalian aktual yang rendah atau negatif. Jika peluang dihasilkannya pengembalian yang rendah atau negatif dari suatu investasi semakin besar, maka investasi tersebut semakin berisiko. Semakin besar risiko yang dimiliki oleh perusahaan, maka dividen yang akan dibagikan perusahaan kepada pemegang saham akan semakin kecil. Diantara banyaknya perusahaan yang telah go public dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), salah satunya adalah perusahaan manufaktur khususnya pada sektor barang konsumsi (consumer goods industry). Perusahaan consumer goods industry digolongkan ke dalam 5 subsektor, antara lain Industri Makanan dan Minuman, Industri Tembakau, Obat-obatan, Kosmetik, dan Peralatan Rumah Tangga. Alasan objek penelitian ini dilakukan pada perusahaan sektor barang konsumsi (consumer goods industry) karena penjualan dari sektor ini bersifat stabil dan barang konsumsi merupakan unsur pokok dari kehidupan manusia. Dengan penjualan yang stabil maka akan lebih mudah dan fokus untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi dividend payout ratio tanpa melihat adanya faktor-faktor lain seperti selera konsumen dan barang substitusi ruang lingkup penelitian ini tidak membahasnya. Pertumbuhan pasar dari sektor barang konsumsi juga meningkat dari tahun ke tahun. Perkembangan pasar barang konsumsi (consumer goods industry) dapat dilihat pada Gambar 1.1 berikut.
Universitas Sumatera Utara
Perkembangan Pasar Consumer Goods di Indonesia (dalam trilyun rupiah)
200 150 100 50 0
136,36
2009 Jumlah Pasar
151,36
2010
165,95
2011
181,88
2012
199,34
2013
Sumber: www.marketing.co.id
Gambar 1.1 Perkembangan Pasar Consumer Goods Industry di Indonesia Untuk menggambarkan hubungan antara variabel leverage, growth, collateralizable assets dan risiko sistematis terhadap dividend payout ratio, berikut disajikan perkembangan total aset awal tahun, total aset akhir tahun, hutang, dan dividen beberapa perusahaan sektor consumer goods industry pada tahun 2011 dan 2012.
No. 1.
2.
3.
Tabel 1.1 Tabel Total Aset Awal Tahun, Total Aset Akhir Tahun, Hutang, dan Dividen pada Beberapa Perusahaan Consumer Goods Industry Tahun 2011 dan 2012 (dalam jutaan rupiah) Tahun 2011 Tahun 2012 Nama Perusahaan Data (Inflasi rata- (Inflasi ratarata 5,34%) rata 4,28%) Indofood Sukses Total Aset Awal Tahun 47,275,955 53,499,714 Makmur, Tbk Total Aset Akhir Tahun 53,499,714 59,324,207 Hutang 21,975,708 25,181,533 Dividen 1,167,797 1,536,575 Gudang Garam, Tbk Total Aset Awal Tahun 30,741,679 39,088,705 Total Aset Akhir Tahun 39,088,705 41,509,325 Hutang 14,537,777 14,903,612 Dividen 1,693,197 1,924,000 Kalbe Farma, Tbk Total Aset Awal Tahun 7,032,497 8,274,554 Total Aset Akhir Tahun 8,274,554 9,417,957 Hutang 1,758,619 2,046,314 Dividen 710,921 964,821
Universitas Sumatera Utara
No. Nama Perusahaan 4.
Unilever Indonesia, Tbk
Data
Total Aset Awal Tahun Total Aset Akhir Tahun Hutang Dividen 5. Kedaung Indah Can, Total Aset Awal Tahun Tbk Total Aset Akhir Tahun Hutang Dividen Sumber : www.idx.co.id (data diolah)
Tahun 2011 (Inflasi ratarata 5,34%) 8,701,262 10,482,312 6,801,375 4,532,220 85,942 87,419 23,121 -
Tahun 2012 (Inflasi ratarata 4,28%) 10,482,312 11,984,979 8,016,614 4,547,480 87,419 94,955 28,398 3,000
Tabel 1.1 menyajikan data total aset awal tahun, total aset akhir tahun, hutang, dan dividen pada beberapa perusahaan sektor consumer goods industry pada tahun 2011 dan 2012, dengan rata-rata inflasi pada tahun 2011 sebesar 5,34% dan 4,28% pada tahun 2012. Terdapat lima perusahaan yang masingmasing mewakili sub sektor yang terdapat di sektor consumer goods industry. Perusahaan-perusahaan ini dipilih karena memiliki aset yang paling besar dibandingkan dengan perusahaan lain di sub sektornya, antara lain PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk dari sub sektor industri makanan dan minuman, PT. Gudang Garam, Tbk dari sub sektor industri tembakau, PT. Kalbe Farma, Tbk dari sub sektor industri obat-obatan, PT. Unilever Indonesia, Tbk dari sub sektor industri kosmetik, dan PT. Kedaung Indah Can, Tbk dari sub sektor industri peralatan rumah tangga. Dilihat secara keseluruhan, kelima perusahaan tersebut mengalami kenaikan pada total aset awal tahun, total aset akhir tahun, hutang dan dividen di tahun 2012. Penurunan tingkat inflasi rata-rata diduga menjadi penyebab kenaikan
Universitas Sumatera Utara
pada total aset dan dividen perusahaan. Namun, inflasi yang menurun tidak menyebabkan penurunan pada dividen yang dibagikan oleh perusahaan. Aset perusahaan yang menggambarkan variabel collateralizable asset dan growth mengalami kenaikan. Hal ini sesuai dengan teori yang telah dipaparkan sebelumnya, bahwa kenaikan jumlah aset perusahaan menyebabkan kenaikan pada jumlah dividen yang dibayarkan oleh perusahaan. Kesesuaian teori dengan fakta yang ada juga terjadi pada variabel risiko sistematis yang digambarkan dengan tingkat inflasi rata-rata. Penurunan tingkat inflasi rata-rata menyebabkan perusahaan meningkatkan jumlah dividen yang dibagikan kepada pemegang saham. Ketidaksesuaian teori dengan fakta yang ada, terjadi pada perkembangan hutang dan inflasi perusahaan. Teori menyatakan bahwa kenaikan hutang yang menggambarkan variabel leverage akan menyebabkan perusahaan akan mengurangi dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham. Fakta yang terjadi pada kelima perusahaan yang disebutkan menunjukkan bahwa hutang perusahaan yang mengalami kenaikan tidak berpengaruh pada dividen yang dibayarkan oleh perusahaan. Perusahaan tetap menaikkan jumlah dividen yang dibayarkan walaupun perusahaan mengalami peningkatan hutang. Berdasarkan uraian teori dan fenomena yang terjadi, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap dividend payout ratio (DPR) pada perusahaan sektor barang konsumsi (consumer goods industry) yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Peneliti akan fokus untuk meneliti
hubungan
antara
leverage,
pertumbuhan
perusahaan
(growth),
Universitas Sumatera Utara
collateralizable assets, dan risiko sistematis terhadap dividend payout ratio. Objek yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan sektor barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2009-2012. Sehingga, peneliti membuat judul penelitian “Analisis Pengaruh Leverage, Growth, Collateralizable Assets, dan Risiko Sistematis terhadap Dividend Payout Ratio pada Perusahaan Consumer Goods Industry yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.” 1.2.Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Apakah leverage, growth, collateralizable asset dan risiko sistematis mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap dividend payout ratio pada perusahaan consumer goods industry yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2012?” 1.3.Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang ada, maka tujuan dari penelitian ini adalah “Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh leverage, growth, collateralizable asset, dan risiko sistematis terhadap dividend payout ratio pada perusahaan consumer goods industry yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009-2012.” 1.4.Manfaat Penelitian Dengan tercapainya tujuan penelitian, diharapkan hasil dari penelitian ini akan memberikan manfaat kepada berbagai pihak, antara lain:
Universitas Sumatera Utara
1. Bagi peneliti Diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan peneliti mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi dividend payout ratio pada perusahaan consumer goods industry yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 2. Bagi investor Hasil dari penelitian ini dapat memberikan informasi tentang berbagai faktor yang mempengaruhi dividend payout ratio sehingga penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk melakukan investasi serta dapat digunakan sebagai alat untuk menentukan perusahaan dalam sektor consumer goods industry yang mempunyai rasio keuangan yang baik sehingga akan mengurangi risiko. 3. Bagi emiten Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi perusahaan untuk meningkatkan kinerjanya agar dapat mendorong meningkatnya minat investor terhadap saham perusahaan, khususnya terhadap perusahaan pada sektor consumer goods industry. 4. Bagi peneliti selanjutnya Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan serta dapat menjadi bahan referensi dalam melakukan penelitian sejenis.
Universitas Sumatera Utara