1
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Pandangan masyarakat yang berkaitan dengan PNS (Pegawai Negeri Sipil)
di Indonesia secara mayoritas memberikan penilaian negatif dan tidak produktif. Pernyataan ini didukung dari hasil survei akademisi yang tergabung dalam konsorsium mencatat sekitar 20 persen PNS di seluruh Indonesia yang profesional. Artinya bahwa masih ada 80 persen PNS yang bekerja tidak sesuai dengan kemampuan yang dimiliki serta memiliki kinerja yang tidak produktif, sehingga program kerja yang dijalankan kurang tercapai atau dalam pelayanan kepada masyarakat kurang memuaskan. Persoalan mendasar yang berkaitan dengan rendahnya kinerja PNS terdapat 2 (dua) faktor penting, yaitu lemahnya birokrasi dan rendahnya produktivitas. Untuk masalah birokrasi telah dilakukan kebijakan yang berkaitan dengan reformasi birokrasi, di mana garda terdepan dari reformasi birokrasi adalah Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB). Untuk menjalankan reformasi birokrasi, maka setiap instansi pemerintah harus turut aktif membenahi kinerja pegawai-pegawai yang dinaungi serta menyederhanakan sistem birokrasi yang dinilai tidak efisien Masalah yang berkaitan dengan produktivitas PNS, disebabkan banyak faktor, yaitu : pertama, stigma kerja santai yang menempel di PNS. Banyak orang yang menganggap bahwa PNS itu adalah pekerjaan santai, adanya anggapan
2
tersebut maka orang-orang yang berminat bekerja sebagai PNS pun berharap dapat bekerja dengan santai. Apabila pola pemikiran seperti ini terus hidup (dan berkembang), orang-orang yang bekerja sebagai PNS itu akan memiliki rasa enggan dibuat sibuk oleh pekerjaan. Akibatnya mayoritas PNS tetap saja orangorang yang malas bekerja dan semakin memupuk stigma santai ini. Kedua, jumlah pegawai yang terlalu banyak. Jumlah pegawai yang terlalu banyak sudah pasti mempengaruhi produktivitas pegawai secara signifikan. Ketiga, jumlah pekerjaan yang terlalu sedikit. Kebalikan dari alasan kedua, jumlah pekerjaan yang dibebankan pada satu orang bisa saja terlalu sedikit. Kondisi ini mungkin saja terjadi antara lain karena struktur organisasi yang terlalu gemuk, sehingga masing-masing unit di bawah sebuah instansi memiliki tanggung jawab yang lebih rendah dari kapasitasnya. Keempat, kelonggaran target dalam penyelesaian pekerjaan yang tidak ada terkait dengan kuantitas pekerjaan, tapi lebih erat kaitannya dengan kurangnya pengawasan dari atasan. Rendahnya pengawasan dari atasan mengakibatkan tidak adanya tekanan yang memadai untuk segera menyelesaikan pekerjaan. Kelima, eksploitasi kinerja pegawai yang rajin dan berkompeten, sehingga kinerja hanya tergantung pada pegawai yang rajin saja. Salah satu faktor penyebabnya adalah sulitnya memberikan sanksi (hukuman) kepada pegawai yang tidak produktif sehingga para atasan memiliki kecenderungan untuk menyerahkan pekerjaan kepada bawahan yang rajin. Keenam, pekerjaan yang tidak sesuai kompetensi dan keahliannya. Pegawai yang tidak memiliki kompetensi di bidang pekerjaannya akan menjadi pegawai yang tidak produktif (Syahfrudin, 2012).
3
Banyaknya permasalahan yang menyangkut rendahnya kinerja PNS tidak serta merta dapat diselesaikan dalam waktu singkat, karena berkaitan dengan stigma masyarakat luas serta kualitas sumber daya manusia (SDM) yang kurang berkompeten di bidangnya. Pendidikan dan pelatihan (Diklat) sebagai upaya untuk meningkatkan kompetensi yang diberikan kepada para PNS bertujuan untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalisme PNS dalam rangka peningkatan fungsinya dalam pelayanan kepada masyarakat. Pelaksanaan diklat bagi PNS adalah didasarkan pada Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokokpokok Kepegawaian dan PP 101 tahun 2000 tentang Diklat Bagi Pegawai Negri Sipil, disebutkan bahwa upaya peningkatan profesionalisme dalam rangka meningkatkan kompetensi SDM aparatur, dapat dilakukan melalui Pendidikan dan Pelatihan. Khusus untuk diklat kepemimpinan, sebagai upaya peningkatan kualitas pemimpin aparatur, penyelenggaraan diklat kepemimpinan berdasar Perka LAN Nomor 199, 540 dan 541 Tahun 2001, sejauh yang telah dilakukan, dirasakan belum optimal dari sisi output dan outcome, utamanya dalam pembentukan karakter dan integritas kepemimpinan. Penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Administrasi Negara/LAN (2006), Subiyantoro (2006) dan Bandikat Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (2005) paling tidak memberikan gambaran tentang hasil pendidikan dan pelatihan kepemimpinan, di antaranya: 1. Adanya respon negatif atau pesimisme dari atasan, bawahan serta para alumni sendiri terhadap peningkatan kinerja ideal dan perubahan perilaku dari pejabat-pejabat yang telah mengikuti Diklatpim; 2. Pemanfaatan pengetahuan yang diperoleh alumni
4
Diklatpim belum dapat diwujudkan dengan optimal di lingkungan organisasinya; 3. Pemanfaatan dalam konteks pengembangan karir alumni Diklatpim juga belum jelas; 4. Pejabat yang telah mengikuti Diklatpim belum tentu dapat menduduki atau dipromosikan dalam jabatan struktural. Penelitian Sudjarwo (2008) dengan pendekatan deskriptif kualitatif, melakukan evaluasi terhadap kinerja penyelenggaraan diklat kepemimpinan Tingkat IV di Balai Diklat Keagamaan Semarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja pelayanan akademik pada Diklat Kepemimpinan Tingkat IV Pola Lama belum dapat dijadikan ukuran dalam peningkatan capaian kinerja dari peserta diklat setelah kembali bekerja di Instansinya. Hasil evaluasi yang paling menonjol dalam evalusi Diklat Kepemimpinan Tingkat IV tersebut adalah rendahnya kinerja pelayanan akademik saat diklat dilaksanakan. Hasil ini menunjukkan bahwa kurikulum, kompetensi widyaiswara, Sarana dan Prasarana dalam penyelenggaraan Diklat Kepemimpinan Tingkat IV pola lama berdasar Perka LAN RI Nomor 541 tahun 2001, tidak dapat meningkatkan kompetensi peserta Diklat Kepemimpinan Tingkat IV saat peserta kembali bekerja di instansinya masing – masing. Kajian empiris yang dilakukan oleh Lembaga Admnistrasi Negara/LAN (2006), Subiyantoro (2006) dan Bandiklat Provinsi DIY(2005) serta penelitian Sudjarwo (2008), menunjukkan bahwa pelaksanaan diklatpim pola lama kurang memberikan hasil yang memuaskan guna meningkatkan kinerja pegawai. Sanapiah (2015) menyatakan bahwa diklat yang diperuntukan bagi PNS bukan diklat yang sekedar membentuk kompetensi, tetapi kompetensi, tetapi kompetensi
5
tersebut harus relevan dengan tugas dan jabatannya. Dengan kata lain, kompetensi itu secara langsung dapat membantu di dalam melaksanakan tugas dan jabatan. Materi-materi dalam peraturan diklat kepemimpinan pola lama secara garis besar
telah
memuat
kebijakan-kebijakan
umum
dan aspek-aspek
dalam
penyelenggaraan Diklat bagi pemimpin aparatur. Dan dalam pandangan banyak kalangan, secara substansi materi-materi didalamnya telah dianggap baik. Hanya, dalam peraturan-peraturan tersebut memang tidak memuat sanksi terhadap pelanggaran aspek-aspek penyelenggaraan Diklatpim. Inilah yang memberikan ”peluang” bagi instansi-instansi penyelenggara Diklatpim, baik di pusat maupun daerah, untuk mengabaikan berbagai persyaratan sesuai dengan pedoman penyelenggaraan
diklatpim.
Sehingga
dilihat
dari
sisi
implementasi,
penyelenggaraan Diklatpim seperti disebutkan di depan belum memberikan output dan outcome yang jelas bagi alumni dan organisasinya. Ini memperlihatkan dari tingkat ketercapaian tujuan kebijakan (the degree of accomplishment) belum tercapai secara optimal. Dalam banyak kasus, keikutsertaan seorang pegawai dalam Diklatpim bukan saja tidak memberikan kemanfaatan terhadap karir pegawai, namun juga tidak memberikan kemanfaatan bagi organisasi. Seperti dikemukakan oleh salah satu Deputi LAN yang menyebutkan: belum ada keterkaitan antara kebijakan kepegawaian dengan kebijakan diklat; diklat belum terkait langsung dengan perencanaan karir; diklat belum berdasarkan analisis kebutuhan diklat; dan diklat belum secara langsung berbasis kompetensi (Noorsyamsa, 2008).
6
Dari tingkat kepatuhan terhadap aturan yang berlaku (the degree of compliance),
berdasarkan
pengamatan
memperlihatkan
penyelenggaraan
diklatpim dalam banyak kasus kurang mematuhi peraturan-peraturan yang telah ditetapkan dalam beberapa aspek penyelenggaraan diklatpim. Persyaratanpersyaratan keikutsertaan seorang pegawai dalam diklatpim cenderung belum terpenuhi, seperti: pangkat/golongan minimal, batas minimal pendidikan, batas minimal usia, kemampuan bahasa Inggris (skor TOEFL). Hal ini dapat terjadi dikarenakan kurang berperannya Tim Seleksi Peserta Diklat Instansi (TSPDI) di lingkup instansi-instansi pengirim calon peserta diklatpim. Bahkan, kebanyakan instansi pengirim seringkali tidak membentuk TSPDI sebagai bagian dari seleksi calon peserta diklatpim. Di sisi lain, apabila Lembaga Diklat menerapkan aturan yang
ketat
terhadap
persyaratan-persyaratan
diklatpim,
misalnya
syarat
kemampuan bahasa Inggris, maka hampir tidak ada pegawai yang lulus untuk mengikuti Diklatpim (Irfan et al., 2008). Diklat kepemimpinan adalah diklat yang dilaksanakan untuk mencapai persyaratan kompetensi kepemimpinan aparatur pemerintah sesuai dengan jenjang jabatannya, kompetensi stategis untuk eselon II, komptensi taktikal untuk Eselon III dan kompetensi operasional untuk jenjang Eselon III dalam hubungannya dengan tugas penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Dalam
rangka
pelaksanaan
tugas
pokok
dan
fungsinya
untuk
mengembangkan kemampuan dan kompetensi SDM aparatur pemerintah secara optimal, ada 4 (empat) unsur penting yang harus diperhatikan oleh Badan Diklat Provinsi Jawa Timur, yakni; Kelembagaan Diklat, Program Diklat, SDM
7
penyelenggara diklat dan widyaiswara (Sanapiah,2015). Lembaga Diklat adalah menyangkut instansi atau lembaga diklat yang terakreditasi yang secara langsung, dalam hal ini Badan Diklat Provinsi Jawa Timur dan telah mendapatkan akreditasi melalui Surat Keputusan Kepala LAN No 741A/IX/6/4/2002 tentang Hasil Akreditasi dan Penetapan Sertifikasi Badan Diklat Provinsi Jawa Timur, dimana dalam SK ini memberikan izin resmi kepada Badan Diklat Provinsi Jawa Timur untuk menyelenggarakan Diklat Prajabatan Golongan I, II dan III serta Diklatpim tingkat IV, III, dan II secara mandiri yang bertanggung jawab atas tercapainya keberhasilan tujuan diklat bagi aparatur pemerintah. Menyangkut
keberhasilan program diklat aparatur yang dapat menjawab
permasalahan keberhasilan diklat kepemimpinan, ditunjukkan dengan bagaimana kualitas kurikulum diklat dan terpenuhinya standar kompetensi widyaiswara serta kemampuan penyelenggara diklat untuk menyediakan sarana dan prasarana dalam setiap program diklat kepemimpinan. Sebagai bentuk keseriusan pemerintah dalam membentuk sosok pejabat struktural yang mempunyai kompetensi strategis, taktikal
dan operasional
serta sekaligus
inovatif
dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan, maka dikeluarkanlah Peraturan Kepala Lembaga Adminstrasi Negara Republik Indonesia Nomor : 11.12 dan 13 tahun 2013 sebagai pedoman penyelenggaraan kemampuan
dan
kompetensi
diklat pola baru bagi pengembangan
SDM
aparatur
dalam
penyelenggaraan
Kepemerintahan. Dalam Peraturan ini Kepala LAN RI selaku Pembina Lembaga Diklat Pemerintah di seluruh Indonesia telah menetapkan tiga unsur utama
8
keberhasilan penyelenggaraan diklat, yakni : kurikulum, kompetensi widyaiswara dan Sarana dan Prasarana. Dengan terbitnya Perka LAN RI, diharapkan efektifitas penerapan kurikulum, terpenuhinya standar kompetensi widyaiswara dan Sarana dan Prasarana
dapat
menumbuhkan
kepuasan
dan
komitmen
peserta
diklat
kepemimpinan dalam mengikuti diklat, yang pada akhirnya peserta diklat dapat mengaplikasikan ilmu yang didapat untuk peningkatan kinerja di instansinya masing – masing. Kepuasan peserta diklat menjadi penting untuk diperhatikan, karena menyangkut keberhasilan dari pelaksanaan diklat itu sendiri. Peserta yang memiliki tingkat kepuasan yang tinggi, menunjukkan bahwa harapan terhadap kegiatan diklat telah terpenuhi dengan baik, dari segi kurikulum diklat, kompetensi widyaiswara maupun Sarana dan Prasarana yang diberikan saat menjalani diklat. Peserta diklat yang memiliki tingkat kepuasan yang tinggi, akan berdampak pada kinerja dan prestasi individu pada saat mengikuti diklat. Artinya bahwa individu yang merasa puas telah mampu menyerap materi diklat dengan baik, sehingga pengetahuan dan pengalaman yang didapat pada saat mengikuti diklat bisa diaplikasikan pada instansi tempatnya bekerja. Dalam penyelenggaraan diklat kepemimpinan dengan pola baru di Badan diklat, bahwa kepuasan peserta diklat adalah merupakan sasaran strategis yang dicapai dan tertuang di dalam Visi - Misi Badan Diklat Provinsi Jawa Timur, yakni mewujudkan tingkat kepuasan peserta diklat, melalui pengembangan dan peningkatan kualitas program diklat.
9
Gambaran kurikulum pendidikan dan pelatihan kepemimpinan tingkat III, pola baru dapat dijelaskan pada Gambar 1.1 sebagai berikut :
Kurikulum - 5 Tahapan pembelajaran pim iiI 2 MD = 12 Sesi ( 36 JP)
2 MD = 4 Sesi ( 12 JP)
9 MD = 48 Sesi ( 144 JP)
Tahap Evaluasi
Tahap Laboratorium Tahap Kepemim pina M erancang n Perubahan (Breaktrough Tahap Taking dan hari 29 kerja Ownership M em bangu II) (klasika l), 65 n Tim (Breaktrough I)
2 MD = 6 Sesi ( 18 JP) 5 MD = 22 Sesi ( 66 JP) Tahap
Diagnosa Kebutuhan Perubahan Organisasi
hari kerja (non klasikal)
Makarti BhaktiIIINagari - PIM III DIKPIM TINGKAT
DIKLAT KEPEMIMPINAN
Gambar 1.1 Tahapan Kurikulum Diklatpim Tingkat III Pola baru Untuk kurikulum perubahan Diklatpim Tingkat III dibagi menjadi 5 tahapan, yaitu : tahapan 1 yang terdiri dari 5 MD (mata diklat), Tahap 2 atau tahap taking ownership yang terdiri dari 2 MD, Tahap 3 atau tahap merancang perubahan dan membangun tim, yang terdiri dari 9 MD, yaitu : Pada tahap 3 peserta diklat membuat rancangan proyek yang akan diterapkan pada unit kerjanya, yang pada intinya : proyek ini akan menghasilkan perbaikan kinerja unit kerja. Masuk ke tahap 4 (tahap laboratorium perubahan), dimana peserta diwajibkan untuk uji coba inovasi yang dibuat dengan waktu kurang lebih 2 bulan. Dan hasilnya dipaparkan pada tahap 5 (tahap evaluasi).
10
Selain kurikulum perubahan, faktor yang mempengaruhi kepuasan peserta Diklatpim adalah peran dari widyaiswara. Keberadaan widyaiswara dengan fungsinya sebagai pengajar, pendidik dan pelatih pada penyelenggaraan diklat, menjadi penting karena widyaiswara adalah guru bagi peserta diklat. Seorang widyaiswara harus memiliki standar kompetensi, yaitu : kompetensi pengelolaan pembelajaran,
kompetensi
kepribadian,
kompetensi sosial dan kompetensi
substantif. Widyaiswara yang ada di Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Jawa Timur secara keseluruhan
telah memiliki sertifikasi dari keempat
kompetensi standar widyaiswara sesuai dengan ketetapan Kepala Lembaga Administrasi Negara. Kualitas kurikulum dan kompetensi widyaiswara dalam pelaksanaan diklat kepemimpinan, harus didukung dengan pemenuhan secara minimal sarana dan prasarana penyelenggaraan diklat. Sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan diklat, wajib didukung oleh fasilitas yang memadai baik yang terkait dengan kualitas nilai maupun kualitas layanan, seperti : ruang simulasi individual, ruang simulasi kelompok dan ruang briefing. Selain itu juga dilengkapi dengan perangkat teknologi informasi dan multimedia berupa : Multimedia Integrated Observer Control System (MIOCS) dan Digitalized Data Storage System (DiDaSS) yang ada di ruang kelas dan ruang diskusi dalam penyelenggaraan Diklat. Disamping Sarana dan Prasarana diklat yang mendukung pembelajaran, juga harus didukung dengan ketersediaan sarana dan prasarana untuk mendukung lancarnya penyelenggaraan diklat, seperti; asrama dengan fasilitas pendukungnya, perpustakaan. ruang makan, ruang relaksasi dan Sarana dan Prasarana lainnya. Di
11
Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Jawa Timur semua Sarana dan Prasarana telah disediakan dan masih berfungsi dengan baik dan dapat dimanfaatkan bagi peserta diklat. Penelitian yang berkaitan dengan kepuasan peserta diklat menjadi penting untuk dilakukan, karena penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi bagi kinerja dan keberhasilan dari pelaksanaan diklat di Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Jawa Timur. Peserta diklat yang telah mengikuti dan menjalankan proses pelaksanaan diklat, diharapkan memiliki komitmen dalam mengaplikasikan ilmu yang didapatnya untuk kemajuan instansinya. Komitmen peserta diklat untuk mengaplikasikan materi hasil diklat sangat penting, karena dengan komitmen yang tinggi akan memberikan kontribusi yang positif terhadap kemajuan instansinya. Menurut Allen dan Meyer (2003) komitmen pegawai pada organisasi terdiri dari tiga tipe yaitu : a. Affective commitment. Affective commitment ditunjukkan oleh adanya keterikatan emosional individu terhadap organisasi. Komitmen tipe ini menciptakan adanya kedekatan emosional individu untuk mengidentifikasi dan ikut terlibat dalam organisasi. Pegawai yang memiliki komitmen terhadap organisasi karena adanya kedekatan emosional, akan bekerja untuk organisasi karena keinginan mereka; b. Continuance
commitment.
Continuance
biaya
commitment
merupakan
kesadaran
mengenai
yang
dihubungkan ketika meninggalkan organisasi. Hal ini dikalkulasikan secara alami karena persepsi atau pertimbangan pegawai terhadap biaya dan risiko yang dihubungkan dengan meninggalkan organisasi saat ini; c. Normative commitment.
12
Normative commitment merupakan perasaan wajib untuk tetap bertahan di organisasi. Hal ini menunjukkan bahwa pegawai mempertahankan kedekatan dengan organisasi karena merasa bahwa mereka harus melakukannya. Kepuasan yang timbul dan dirasakan oleh peserta diklat akan berpengaruh terhadap komitmen peserta diklat. Peserta diklat yang memiliki tingkat kepuasan yang tinggi, biasanya dalam tahap evaluasi akhir akan menghasilkan
penilaian
yang optimal dan dapat menyelesaikan tugas kediklatan dengan baik. Kepuasan peserta diklat terhadap pelaksanana diklat, ditunjukkan dengan keberhasilan peserta Diklat dalam menyelesaikan tugas - tugas kediklatan, Tugas kediklatan adalah upaya penyelesaian isu strategis di instansinya, maka dengan keberhasilan ini identik dengan peningkatan komitmen peserta diklat untuk meningkatkan kinerja di instansi tempatnya bekerja. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Kristianto et al.,(2012), yang meneliti tentang kepuasan kerja terhadap komitmen dan kinerja pegawai. Temuan penelitian menunjukkan bahwa kepuasan kerja berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap komitmen organisasional. Dan kepuasan kerja juga memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap variabel kinerja karyawan. Serta komitmen organisasional mampu beroperasi sebagai variabel intervening dalam hubungan antara kepuasan kerja dan kinerja karyawan. Penelitian Boles et al.,(2007), penelitian ini mengeksplorasi hubungan antara kepuasan kerja dengan komitmen. Temuan penelitian menunjukkan bahwa kepuasan kerja memiliki hubungan yang kuat terhadap komitmen. Penelitian Parwita (2013), meneliti masalah kepuasan kerja, komitmen dan disiplin kerja para dosen di Yayasan
13
Universitas Mahasaraswati Denpasar. Temuan penelitian menunjukkan bahwa kepuasan kerja berpengaruh terhadap komitmen organisasi, dan komitmen organisasi berpengaruh terhadap disiplin. Penelitian Kanwar et al., (2012), dengan temuan penelitian yang menunjukkan bahwa kepuasan kerja berpengaruh dan menambah nilai komitmen kerja pegawai. Penelitian Ming dan Chung (2007), mengeksplori hubungan antara iklim kerja, kepuasan kerja dengan komitmen. Temuan penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh iklim kerja terhadap kepuasan kerja. Temuan kedua menunjukkan ada pengaruh iklim kerja terhadap komitmen kerja dan ada pengaruh kepuasan kerja terhadap komitmen kerja. Penelitian Rageb et al.,(2013), hasilnya penelitiannya dapat disimpulkan bahwa kepuasan berpengaruh secara positif terhadap komitmen. Untuk penelitian yang berkaitan dengan hubungan antara kurikulum, kompetensi widyaiswara dan sarana dan prasarana terhadap kepuasan peserta diklat, mengacu pada beberapa penelitian di bidang pendidikan, yaitu penelitian Elmeida et al., (2013), yang meneliti pengaruh kualitas implementasi kurikulum terhadap kepuasan dan kinerja mahasiswa. Temuan penelitian menunjukkan bahwa kualitas implementasi kurikulum praktik berpengaruh secara simultan terhadap kepuasan lulusan. Penelitian Puspayani (2013), meneliti pengaruh Sarana dan Prasarana, layanan administratif, kompetensi profesional guru terhadap kepuasan belajar. Temuan penelitian menunjukkan bahwa terdapat kontribusi sarana dan prasarana, layanan administratif, dan kompetensi profesional guru terhadap kepuasan belajar siswa. Penelitian Sukandi (2010), dimana hasil
14
penelitian tersebut menunjukkan bahwa secara parsial variabel kurikulum, kompetensi guru, sarana dan prasarana (fasilitas) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan peserta didik. Ketiga penelitian terakhir tersebut sama-sama meneliti secara parsial variabel kurikulum, kompetensi guru, dan sarana dan
prasarana terhadap
kepuasan. Penelitian tersebut hanya sampai pada kepuasan siswa atau mahasiswa dan tidak meneliti lebih lanjut mengenai hasil atau komitmen setelah pembelajaran selesai. Peneliti menganggap bahwa penelitian terdahulu tersebut dirasakan masih terputus dan perlu ditindak lanjuti karena masih dianggap belum lengkap, belum meneliti komitmen siswa atau mahasiswa selesai. setelah kegiatan pembelajaran selesa (output dan outcome). Pada ketiga penelitian terdahulu tersebut, juga ditemukan adanya celah (gap research), dimana penelitian terdahulu kurang memberikan informasi secara lengkap mengenai hasil dari proses pembelajaran dalam tataran implementasi. Selain itu, peneliti juga menemukan adanya hasil penelitian yang berbeda, dimana hasil penelitian Gunlu et al.,(2009), penelitian ini menguji hubungan antara kepuasan kerja dengan komitmen organisasi. Temuan penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara kepuasan terhadap komitmen afektif dan normatif, akan tetapi kepuasan kerja tidak berpengaruh terhadap komitmen continuance. Penelitian Dorothea (2012), penelitian ini meneliti tentang hubungan hubungan kepuasan kerja terhadap komitmen. Temuan penelitian menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara
kepuasan kerja terhadap
komitmen kontinyu pada pegawai hotel. Penelitian Ciptodihardjo (2014)
15
menyebutkan bahwa kepuasan kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap komitmen pegawai telekomunikasi. Disamping celah penelitian sebagaimana
tersebut di atas, dengan
memandang bahwa 3 (tiga) unsur penting yang mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan
penyelenggaraan
Diklat
Kepemimpinan,
mendorong dilaksanakan penelitian adalah
hal
penting
yang
sejauhmana tanggapan peserta
diklatpim pola baru atas penerapan Perka LAN RI nomor 11,12 dan 13 Tahun 2013, dalam menjawab permasalahan penyelenggaraan Diklat Kepemimpinan sesuai Perka LAN RI nomor 540, 541 dan 542 Tahun 2001 (pola lama), ditinjau dari 3 (tiga) variabel penting dalam penyelenggaraan Diklat, yakni: kurikulum perubahan, kompetensi widyaiswara, sarana dan prasarana pada penyelenggaraan diklat kepemimpinan. Secara rinci gambaran tentang celah penelitian (research gap), untuk menunjukkan sejauhmana penelitian ini penting dilakukan, dapat dilihat pada Tabel 1.1. sebagai berikut : Tabel 1.1 Hasil Ringkasan Celah Penelitian (Research Gap) Nama Peneliti Sudjarwo (2008)
Topik Penelitian Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Diklat Kepemimpinan Tingkat IV di Balkai Diklat Keagamaan Semarang
Variabel Penelitian
Pelayanan Akademik Pada Pelaksanaan Diklat Kepemimpinan Tingkat IV Capaian Kinerja Perilaku Kerja Peserta Diklat
Dilanjutkan halaman berikutnya
Hasil Penelitian Bahwa setelah mengikuti Diklat Kepemimpinan Tingkat IV sebagian besar peserta menunjukkan capaian kinerja perilaku kerja kurang bagus
16
Tabel 1.1 Lanjutan Nama Peneliti Dorothea (2012)
Topik Penelitian Variabel Penelitian Penelitian kaitannya Variabel bebas: dengan kepuasan kerja terhadap Pergantian pimpinan komitmen
Variabel intervening Kepuasan kerja
Variabel terikat : Komitmen Gunlu et al., ( 2009)
Sukandi (2010)
Penelitian ini menganalisis hubungan kepuasan kerja dengan komitmen organisasi pada pegawai
Variabelbebas: Kepuasankerja
Meneliti pengaruh kurikulum,kompeten si guru dan Sarana dan Prasarana terhadap kepuasan peserta didik.
Variabel bebas :
Puspayani (2013)
Meneliti kompetensi professional guru, layanan admnistrasi dan Sarana dan Prasarana terhadap kepuasan
Emeilda et al.,(2013)
Meneliti pengaruh implementasi kurikulum terhadap kepuasan mahasiswa
Variabel terikat :
Komitmen
Kepuasan Variabel Terikat : Kurikulum, Kompetensi guru dan sarana dan prasarana Variabel terikat : Kepuasan belajar siswa Variabel bebas : Kompetensi professional guru, layanan admnistrasi, Sarana dan Prasarana Variabel terikat : Kepuasan mahasiswa Variabel Bebas :
Implementasi kurikulum Sumber : Hasil pengolahan peneliti (2014)
Hasil Penelitian
Tidak ada pengaruh yang signifikan antara kepuasan kerja terhadap komitmen Ada pengaruh yang signifikan antara kepuasan karir terhadap komitmen Ada pengaruh antara kepuasan terhadap komitmen afektif dan normatif Tidak ada pengaruh antara kepuasan kerja dengan komitmen continuance. Hasili penelitian : secara parsial kurikulum,kompetensi guru dan fasilitas Sarana dan Prasarana berpengaruh signifikan terhadap kepuasan siswa
Terdapat kontribusi kompetensi professional guru,layanan admnistrasi dan Sarana dan Prasarana terhadap kepuasan belajar siswa
Pengaruh kualitas Implementasi kurikulum Terhadap kepuasan lulusan secara simultan adalah 83 %.
17
Adanya
celah
penelitian
(research
gap)
dan
permasalahan
pada
penyelenggaraan Diklat Kepemimpinan Pola Lama serta dengan memperhatikan penerapan Perka LAN RI nomor 11,12 dan 13, tentang Penyelenggaraan Diklat Kepemimpinan Pola Baru, khususnya yang terkait dengan 3 variabel penting, yakni : kurikulum perubahan, kompetensi widyaiswara dan Sarana dan Prasarana diklat, menjadikan peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut yang berkaitan dengan pengaruh antar variabel dalam penyelenggaraan Diklat Kepemimpinan Pola baru di Badan Diklat Provinsi Jawa Timur, dengan judul : “Pengaruh Kurikulum Perubahan, Kompetensi Widyaiswara, Sarana dan Prasarana terhadap Kepuasan dan Komitmen Peserta Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Pola Baru di Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Jawa Timur”.
1.2
Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah pada
penelitian ini adalah: 1.
Apakah kurikulum perubahan berpengaruh terhadap kepuasan peserta diklatpim pola baru di Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Jawa Timur?
2.
Apakah kompetensi widyaiswara berpengaruh terhadap kepuasan peserta diklatpim pola baru di Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Jawa Timur?
3.
Apakah sarana dan prasarana berpengaruh terhadap kepuasan peserta diklatpim pola baru di Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Jawa Timur?
4.
Apakah kurikulum perubahan berpengaruh terhadap komitmen peserta diklatpim pola baru di Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Jawa Timur?
18
5.
Apakah kompetensi widyaiswara berpengaruh terhadap komitmen peserta diklatpim pola baru di Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Jawa Timur?
6.
Apakah sarana dan
prasarana berpengaruh terhadap komitmen peserta
diklatpim pola baru di Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Jawa Timur? 7.
Apakah kepuasan berpengaruh terhadap komitmen peserta diklatpim pola baru di Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Jawa Timur?
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang masalah dan rumusan masalah di
depan, maka tujuan penelitian ini adalah menguji : 1.
Pengaruh kurikulum perubahan terhadap kepuasan peserta diklatpim pola baru di Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Jawa Timur.
2.
Pengaruh kompetensi widyaiswara terhadap kepuasan peserta diklatpim pola baru di Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Jawa Timur.
3.
Pengaruh Sarana dan Prasarana terhadap kepuasan peserta diklatpim pola baru di Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Jawa Timur.
4.
Pengaruh kurikulum perubahan terhadap komitmen peserta diklatpim pola baru di Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Jawa Timur.
5.
Pengaruh kompetensi widyaiswara terhadap komitmen peserta diklatpim pola baru di Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Jawa Timur.
6.
Pengaruh sarana dan prasarana terhadap komitmen peserta diklatpim baru di Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Jawa Timur.
7.
Pengaruh kepuasan terhadap komitmen peserta diklatpim pola baru di Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Jawa Timur.
19
1.4
Manfaat Penelitian Penelitian ini mempunyai dua manfaat yaitu manfaat teoritis dan manfaat
praktis. Adapun manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan: 1.
Penelitian
ini
diharapkan
dapat
memberikan
sumbangsih
terhadap
pengembangan ilmu manajemen khususnya pada manajemen sumberdaya manusia. 2.
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi empiris dalam pengambilan keputusan dan program peningkatan kinerja pelaksanaan diklat kepemimpinan, widyaiswara
khususnya dan
dalam
pengembangan
upaya kurikulum
peningkatkan dan
kompetensi
pemenuhan
standar
pelayanan kebutuhan Sarana dan Prasarana kediklatan untuk mencapai tujuan utama penyelenggaraan diklat kepemimpinan, yakni kepuasan peserta diklat dan terbangunnya komitmen peserta diklat untuk meningkatkan kinerja yang tinggi pada instansinya masing - masing pasca selesainya diklat. 3.
Studi ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi studi lanjutan atau penelitian selanjutnya terutama berkaitan dengan variabel-variabel kurikulum perubahan, kompetensi widyaiswara, Sarana dan Prasarana dan kepuasan serta komitmen peserta diklat, khususnya dalam rangka pengembangan kualitas penyelenggaraan diklatpim pola baru di Badan Diklat Provinsi Jawa Timur.