BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Menyusui, artinya memberikan makanan kepada bayi yang langsung dari payudara. Menyusui adalah proses alamiah, berjuta-juta ibu diseluruh dunia berhasil menyusui bayinya tanpa pernah membaca buku tentang ASI. Walupun demikian dalam lingkungan kebudayaan kita saat ini melakukan hal yang alamiah tidaklah selalu mudah (Utami Roesli, 2000). Menyusui akan menjamin bayi tetap sehat dan memulai kehidupan dengan cara yang paling sehat. Dengan menyusui tidak saja memberikan kesempatan pada bayi untuk tumbuh menjadi manusia yang sehat secara fisik, tetapi juga lebih cerdas, mempunyai emosional yang lebih stabil, perkembangan spiritual yang positif, serta perkembangan sosial yang lebih baik ( Utami Roesli,2000). Pemberian ASI eksklusif dimulai persiapannya sejak janin masih dalam kandungan ibunya. Hal ini sangat mendasar karena kualitas kesehatan ibu dan janin dalam kandungan akan sangat menentukan kualitas pertumbuhan dan perkembangan bayi selanjutnya. (Depkes RI, 1994). Selain itu, pada masa ini juga terjadi perubahanperubahan antara lain terbentuknya lebih banyak kelenjar susu sehingga mammae membesar, hal ini sebagai persiapan untuk menyusui. Setelah persiapan selesai pada masa akhir kehamilan akan dilanjutkan dengan sekresi ASI yang prosesnya segera setelah persalinan (Soeyiningsih, 1997).
Universitas Sumatera Utara
Inisiasi Menyusu Dini adalah proses mengawali menyusu sejak dini yakni pada menit-menit pertama kelahiran si jabang bayi. Disamping harus dilakukan pada jam pertama pasca bayi lahir, inisiasi menyusu dini mencakup beberapa syarat lain, misalnya : yakni menempelkan bayi yang baru lahir yang hanya dikeringkan sebentar kemudian ditempelkan pada ibunya (skin contact), kemudian berusaha menghisap air susu ibunya tersebut untuk pertama kali (Perdani, 2008). ASI merupakan makanan yang paling sempurna bagi bayi, dimana kandungan gizi sesuai dengan kebutuhan untuk pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. ASI juga mengandung zat untuk perkembangan kecerdasan, zat kekebalan (mencegah dari berbagai penyakit) dan dapat menjalin hubungan cinta kasih antara bayi dengan ibu. Manfaat menyusui dan memberi ASI bagi ibu tidak hanya menjalin kasih sayang tetapi terlebih lagi dapat mengurangi perdarahan setelah melahirkan, mempercepat pemulihan kesehatan ibu, menunda kehamilan, mengurangi resiko terkena kanker payudara dan merupakan kebahagiaan tersendiri bagi ibu. (Depkes, 2002). Pertumbuhan dan perkembangan bayi sebagian besar ditentukan oleh jumlah ASI yang diperoleh termasuk energi dan zat gizi lainnya yang terkandung di dalam ASI tersebut. ASI tanpa bahan makanan lain dapat mencukupi kebutuhan pertumbuhan sampai usia 6 bulan. Selain itu ASI hanya berfungsi sebagai sumber protein dan mineral utama untuk bayi yang mendapat makanan tambahan yang tertumpu pada beras. (www. usu_library,ac.id, 2004). ASI merupakan hak anak untuk kelangsungan hidup bayi dan tumbuh kembang secara optimal. Seorang ibu berkewajiban untuk menyusui anaknya.
Universitas Sumatera Utara
Pemberian ASI memiliki banyak manfaat yang terutama berperan dalam menyehatkan dan mencerdaskan bayi. ASI bermanfaat membentuk perkembangan intelegensia, rohani, dan perkembangan emosional karena selama disusui dalam dekapan ibu, bayi bersentuhan langsung dengan ibu, dan mendapatkan kehangatan kasih sayang dan rasa aman. (www. Medicastore.com/asi). Angka kematian bayi di Indonesia saat ini tercatat masih sangat tinggi yaitu 35 tiap 1.000 kelahiran hidup, itu artinya dalam satu tahun terakhir sekitar 175.000 bayi meninggal sebelum mencapai usia satu tahun. Di sisi lain, berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia tahun 2002-2003, hanya ada empat persen bayi yang mendapat ASI dalam satu jam kelahiranya, dan hanya delapan persen bayi Indonesia yang mendapat ASI Eksklusif enam bulan.(Depkes RI 2003). Air susu ibu (ASI) merupakan makanan bayi dengan standar emas, ASI terbukti mempunyai keunggulan yang tidak dapat digantikan oleh makanan dan minuman apapun, karena ASI mengandung zat gizi paling tepat, lengkap dan selalu menyesuaikan dengan kebutuhan bayi setiap saat. Standar Emas Makanan Bayi dimulai dengan tindakan Inisiasi Menyusu Dini (IMD), dilanjutkan dengan pemberian ASI secara eksklusif selama 6 (enam) bulan (Yussiana,2008). Menurut hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003, didapati jumlah pemberian ASI eksklusif pada bayi di bawah usia 2 (dua) bulan hanya mencakup 64 % dari total bayi yang ada (Media Indonesia, 2005). Hasil penelitian terhadap 900 ibu di sekitar Jabotabek diperoleh fakta bahwa yang dapat memberikan ASI eksklusif selama 4 bulan hanya 5 % padahal 98% ibu-
Universitas Sumatera Utara
ibu tersebut menyusui. Dari penelitian tersebut juga didapatkan bahwa 37,9 % dari ibu-ibu tersebut tak pernah mendapatkan informasi khusus tentang ASI, sedangkan 70,4% ibu tak pernah mendengar informasi tentang ASI eksklusif (Roesli, 2004). Sampai tahun 2006 dari 256.709 bayi di Sumatera Utara baru 87.080 bayi (33,92%) yang mendapat ASI eksklusif. Berdasarkan target Indonesia Sehat 2010 cakupan ini diharapkan mencapai 80%. ( Dinas Kesehatan Kota Medan, 2007). Hanya 3,7 % bayi di Indonesia disusui dalam 1 jam pertama setelah kelahiran. Pemberian ASI dikenal sebagai salah satu yang memberikan pengaruh yang paling kuat terhadap kelangsungan hidup anak, pertumbuhan dan perkembangannya. Pemberian ASI eksklusif dengan benar ternyata dapat mengurangi sekitar 20% dari kematian anak balita. Tindakan Inisiasi Menyusu Dini juga akan sangat membantu tercapainya tujuan MDGs nomor empat yaitu : mengurangi angka kematian anak, karena menyusu dini dalam satu jam pertama setelah melahirkan akan mengurangi kematian bayi baru lahir (Gazali, 2008). Menurut Survei Demografi Kesehatanan Indonesia (SDKI) 2003 di Indonesia saat ini tercatat Angka Kematian Bayi sangat tinggi yaitu 35 tiap 1.000 kelahiran hidup, Setiap hari ada 250 bayi meninggal, dan sekitar 175.000 bayi meninggal sebelum mencapai usia satu tahun (Lusie, 2008). Hasil penelitian oleh para pakar menunjukkan bahwa gangguan pertumbuhan pada awal masa kehidupan balita, antara lain disebabkan karena kekurangan gizi sejak bayi dalam kandungan, pemberian makanan pendamping ASI terlalu dini atau terlalu lambat, makanan pendamping ASI tidak cukup mengandung energi dan zat
Universitas Sumatera Utara
gizi mikro terutama mineral, besi dan seng, perawatan bayi yang kurang memadai dan yang tidak kalah pentingnya adalah ibu tidak berhasil member ASI Eksklusif kepada bayinya (Depkes RI, 2002). ASI sebagai nutrisi yaitu merupakan sumber gizi yang sangat ideal komposisi yang seimbang dan disesuaikan dengan kebutuhan pertumbuhan bayi. ASI adalah makanan yang sempurna baik kualitas maupun kwantitasnya. ASI meningkatkan daya tahan tubuh bayi yaitu merupakan cairan hidup yang mengandung zat kekebalan yang akan melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi bakteri, virus, parasit dan jamur. Zat kekebalan yang terdapat pada ASI akan melindungi bayi dari penyakit diare , juga akan menurunkan kemungkinan bayi terkena infeksi telinga, batuk, pilek dan penyakit alergi lainnya. Pemberian ASI meningkatkan kecerdasan karena dalam ASI terkandung nutrien- nutrien yang diperlukan untuk pertumbuhan otak bayi yang tidak ada atau sedikit sekali terdapat pada susu sapi antara lain: Taurin yaitu suatu bentuk zat putih telur yang hanya terdapat pada ASI, Laktosa merupakan hidrat arang utama dari ASI yang hanya sedikit sekali terdapat dalam susu sapi, Asam Lemak ikatan panjang (DHA, AA, Omega 3, Omega 6), merupakan asam lemak utama dari ASI yang terdapat sedikit dalam susu sapi. ASI juga meningkatkan jalinan kasih sayang karena bayi yang sering berada dalam dekapan ibu akan merasa kasih sayang ibunya. Ia juga akan merasa aman dan tenteram yang akan menjadi dasar perkembangan emosi bayi dan membentuk kepribadian dan percaya diri dan dasar spiritual yang baik.
Universitas Sumatera Utara
Manfaat ASI bagi Ibu dapat Mengurangi perdarahan setelah melahirkan, apabila bayi segera disusui setelah dilahirkan maka kemungkinan terjadi perdarahan setelah melahirkan akan berkurang, karena pada ibu menyusui terjadi peningkatan oksitosin yang berguna untuk menutup pembuluh darah sehingga perdarahan akan cepat berhenti. Mengurangi terjadinya anemia karena kekurangan zat besi akibat perdarahan. Menjarangkan kehamilan karena menyusui merupakan alat kontrasepsi yang aman, mudah dan cukup berhasil. Mengecilkan rahim karena kadar oksitosin ibu menyusui yang meningkat akan sangat membantu rahim kembali ke ukuran sebelum hamil. Lebih cepat langsing kembali karena menyusui memerlukan energi maka tubuh akan mengambilnya dari lemak yang tertimbun selama hamil, sehingga berat badan ibu yang menyusui akan lebih cepat kembali ke berat badan sebelum hamil. Mengurangi kemungkinan menderita kanker pada ibu yang memberikan ASI eksklusif. ASI juga Lebih ekonomis dan mudah karena menghemat pengeluaran untuk susu formula, perlengkapan untuk menyusui dan persiapan untuk pembuatan susu formula. Program peningkatan penggunaan Air Susu Ibu merupakan program prioritas karena dampaknya yang luas terhadap status gizi dan kesehatan balita. Program prioritas ini juga berkaitan dengan kesepakatan global dan deklarasi mnocentia (italia) tahun 1990 tentang perlindungan, promosi dan dukungan terhadap pengguna ASI (Roesli Utami, 2000). Berbagai kendala yang dihadapi dalam peningkatan pemberian ASI yang menghambat pemberian ASI antara lain pemberian makanan/minuman sebelum ASI
Universitas Sumatera Utara
keluar, perilaku ibu yang masih kurang menyadari bahwa ASI cukup untuk bayinya, serta sikap petugas kesehatan yang kurang mendukung tercapainya keberhasilan peningkatan pemberian ASI. (Depkes RI, 2002). Operasi caesar yang dikenal dalam obstetric modern, mempunyai pengalaman sejarah panjang dan menarik. Dalam bidang pembiusan (anesthesia) dulu sering digunakan aether yang berbau merangsang dan juga pembiusan dilakukan secara menyeluruh, sehingga pasien jadi tergeletak tidak sadarkan diri. Dewasa ini, operasi caesar jauh lebih aman dari pada dahulu berhubung dengan adanya antibiotika, transfusi darah, teknik operasi yang lebih sempurna, dan anastesi yang lebih baik, karena itu adanya kecenderungan untuk melakukan sectio caesarea tanpa dasar yang kuat (Wiknjosastro, 2005). Melahirkan dengan cara caesar seakan-akan menjadi trend dan mode saat ini. Para calon ibu berbondong-bondong memesan rumah sakit untuk melakukan proses kelahiran dengan cara operasi caesar, sama seperti halnya membooking hotel. Operasi caesar banyak dilakukan tanpa anjuran medis, alasan yang diberikan pada umumnya agar bisa memilih tanggal lahir yang diinginkan, selain itu alasan yang bersifat melahirkan dengan cara praktis karena sang ibu tidak perlu tersiksa, seperti harus mengejan dan merasakan nyeri yang ditimbulkan saat proses kelahiran tidak separah melahirkan normal karena sang ibu mengalami bius, baik lokal maupun total. Tak heran, angka kelahiran caesar di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Banyaknya calon ibu yang minta di caesar tanpa rekomendasi medis, diduga karena kurangnya informasi tentang hal tersebut. Padahal, risiko operasi begitu
Universitas Sumatera Utara
banyak dan lebih berbahaya daripada persalinan normal. WHO mengatakan seharusnya operasi caesar hanya digunakan untuk menangani 10-15% persalinan (Manuaba, 2001). Di RSU Cipto Mangunkusumo, Jakarta tahun 1999-2000 menyebutkan bahwa jumlah persalinan sebanyak 4040 perbulan, 30% diantaranya merupakan persalinan caesar 52,5% adalah persalinan spontan, sedangkan sisanya dengan bantuan alat seperti vakum atau forcep. Berdasarkan persentase kelahiran caesar tersebut 13,7% disebabkan oleh gawat janin (denyut jantung janin melemah menjelang persalinan) dan 2,4% karena ukuran janin terlalu besar sehingga tidak dapat melewati panggul ibu, sisanya sekitar 13,9% operasi caesar dilakukan tanpa pertimbangan medis (Kasdu, 2003). Banyak ibu setelah melakukan operasi caesara yang tidak menyusui bayinya dikarenakan masa kritis yang cukup lama, sakit di luka bekas operasi dan kurangnya pengetahuan untuk menyusui pasca operasi caesar. Dalam banyak kasus faktor budaya juga mempengaruhi pemberian ASI, sehingga banyak bayi yang lahir melalui proses caesar tidak mendapatkan ASI langsung setelah lahir melainkan setelah pulang dari rumah sakit dan kondisi ibu sudah dalam keadaan baik. Di Rumah Sakit Kabanjahe tahun 2009, (data rekam medik) ada 175 ibu bersalin dan 96 orang diantaranya dengan tindakan operasi caesar. Berarti sekitar 54 % persalinan dilakukan dengan operasi caesar. Para Ibu yang melahirkan dengan operasi caesar di Rumah Sakit Umum Kabanjahe ini pada umumnya tidak memberikan ASI kepada bayinya.
Universitas Sumatera Utara
Hasil observasi yang dilakukan pada 20 orang ibu pasca operasi Caesar di Rumah Sakit Umum Kabanjahe bulan januari 2010 menyatakan bahwa alasan seorang ibu tidak memberikan ASI kepada bayinya yaitu (1) dalam ASI belum cukup zat gizi karena beberapa hari ibu puasa dijawab oleh sekitar 20 % responden pengamatan (2) ASI belum banyak,sekitar 15% responden pengamatan (3) ASI tidak ada,dijawab sekitar 10 % responden pengamatan (4)ibu masih merasa sakit bila bergerak sekitar 35 % responden pengamatan, (5)kurangnya rasa percaya diri dalam menyusui bayi,sekitar 10 % responden pengamatan (6) kurangnya dukungan dari keluarga.dijawab sekitar 10% responden pengamatan. Perilaku tersebut terjadi karena kurangnya pemahaman terhadap pentingnya pemberian ASI atau pemberian ASI Eksklusif pada bayi. Keadaan tersebut dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang mempengaruhi ibu antara lain disebabkan rendahnya pengetahuan ibu, tingkat pengetahuan ibu, sikap ibu serta informasi yang didapat. Dukungan keluarga juga berperan penting mendukung ibu dalam pemberian ASI. Hal ini sesuai dengan pendapat Green dalam Notoadmojo (2007) yang menganalisa perilaku manusia dari tingkat kesehatan seseorang yang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor perilaku ditentukan oleh faktor predisposisi seperti umur, paritas, pendidikan, pengetahuan, sikap danpekerjaan, faktor pendukung seperti media massa dan faktor pendorong, seperti: dukungan petugas kesehatan, dukungan keluarga, dan dukungan dari masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
1.2. Permasalahan Berdasarkan latar belakang di atas yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah pengaruh faktor predisposisi (umur, paritas, pendidikan, pengetahuan dan pekerjaa), pendorong (media massa) dan pendukung (dukungan petugas, dukungan keluarga/suami, dukungan masyarkat) terhadap
perilaku ibu
menyusui pasca operasi caesar di Rumah Sakit Umum Kabanjahe.
1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor predisposisi (umur, paritas, pendidikan, pengetahuan dan pekerjaa), pendorong (media massa) dan pendukung (dukungan petugas, dukungan keluarga / suami, dukungan masyarkat) terhadap perilaku ibu menyusui pasca operasi caesar di Rumah Sakit Umum Kabanjahe.
1.4. Hipotesis Ada pengaruh faktor predisposisi (umur, paritas, pendidikan, pengetahuan dan pekerjaa), pendorong (media massa) dan pendukung (dukungan petugas, dukungan keluarga / suami, dukungan masyarkat) terhadap perilaku ibu dalam menyusui Pasca Operasi Caesar di RSU Kabanjahe.
Universitas Sumatera Utara
1.5. Manfaat Penelitian 1. Memberikan masukan bagi tenaga kesehatan Rumah Sakit Umum Kabanjahe dalam upaya peningkatan promosi
kesehatan terkait
ibu
menyusui pasca operasi caesar. 2. Memberikan informasi bagi instansi kesehatan tentang pengaruh faktor predisposisi, pendorong dan pendukung pasca operasi caesar. 3. Menjadi referensi untuk peneliti selanjutnya
Universitas Sumatera Utara