BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Masalah
Produk industri dirancang untuk melakukan fungsi atau tugas tertentu dalam memenuhi kebutuhan pengguna. Seorang pengguna (user) produk industri memiliki harapan bahwa produk tersebut dapat memenuhi kebutuhannya. Pengguna juga berharap produk tersebut berfungsi tanpa ada kerusakan dalam jangka waktu tertentu atau memiliki keandalan (reliabilitas). Keandalan suatu produk rakitan atau mesin misal pada pembangkit listrik, pabrik industri kimia, mesin transtportasi, dan sebagainya memiliki komponen-komponen yang kompleks. Komponen kompleks tersebut sangat tergantung pada keandalan komponen-komponen
individu penyusunnya, sehingga keandalan komponen
pada jangka waktu tertentu menjadi suatu jaminan keandalan mesin atau pabrik tersebut [1]. Keandalan yang diperoleh berbanding lurus dengan tingkat kualitas komponen atau produk. Kualitas komponen maupun produk bergantung pada banyak faktor seperti desain, jenis bahan mentah yang digunakan, dan teknik pembuatannya. Kualitas terkait dengan keberadaan cacat dan ketidaksempurnaan di dalam suatu komponen atau produk yang dapat mengurangi kinerja. Usaha mendapatkan informasi tentang cacat penting dilakukan untuk mencapai tingkat kualitas komponen atau produk yang meningkat atau dapat diterima. Usaha tersebut dilakukan melalui suatu pengamatan untuk mendeteksi, mengevaluasi, dan meminimalkan cacat tersebu. Peningkatan kualitas komponen atau produk dapat meningkatkan keandalan dan keamanan mesin, peralatan, bahkan pabrik, sehingga membawa keuntungan ekonomi. Oleh karena itu diperlukan suatu metode untuk mengetahui adanya cacat dalam suatu produk atau komponen industri tanpa mempengaruhi kinerja komponen tersebut [1]. Uji tak rusak atau Non-destructive Test (NDT) merupakan suatu teknik yang berbasis pada prinsip fisika terapan. NDT digunakan untuk mengetahui
1
karakteristik material, komponen, atau sistem tanpa merusak atau mengganggu kegunaannya. NDT juga digunakan untuk mendeteksi dan memprediksi ketidakteraturan atau cacat yang membahayakan pada material tersebut [1]. Filosofi NDT adalah untuk menjamin tingkat kepercayaan yang maksimum terhadap produk. Penjaminan diberikan berdasarkan hasil pengujian komponenkomponen penyusun produk oleh personel yang berwenang, sehingga diperlukan standar yang harus dipenuhi oleh hasil pengujian tersebut [2]. Teknik uji tak merusak atau Non-destructive test (NDT) banyak digunakan pada pengujian dan analisis struktur sambungan pengelasan (welded structures) terutama ada aplikasiaplikasi yang sangat kritis. Apabila pada aplikasi tersebut terdapat kerusakan sambungan maka dapat menyebabkan terjadinya bencana besar, misal pada aplikasi bejana tekan, bagian penyangga beban stuktur, dan pada pembangkit tenaga nuklir Liao and Tang [3]. Teknik radiografi digunakan sebagai salah satu metode pada NDT untuk menguji dan mendeteksi cacat pengelasan logam, atau cacat dalam bahan. Teknik radiografi mampu memberikan informasi pola cacat pengelasan sebagai akibat dari perlakuan material dengan lebih jelas dibandingkan dengan metode NDT lain seperti liquid penetrant, magnetic, maupun ultrasonic [4]. Teknik ini memanfaatkan radiasi jenis foton berdaya tembus tinggi, baik berupa sinar gamma yang dipancarkan radioisotop maupun sinar-X dari pesawat. Benda yang diuji dengan radiografi akan menyerap radiasi yang berbeda karena adanya perbedaan ketebalan atau terdapat cacat. Apabila radiasi yang diteruskan keluar dari bahan ditangkap oleh film fotografi, maka perbedaan intensitas radiasi akan menimbulkan tingkat intensitas kehitaman yang berbeda dalam film, sehingga cacat dalam bahan yang diperiksa akan tampak dalam film [5]. Pada sambungan pengelasan, kerusakan yang terjadi dapat memunculkan cacat pengelasan (weld defect). Analisis dari film radiografi dilakukan untuk mengetahui penampakan cacat las atau material uji. Kegiatan tersebut dinamakan interpretasi film radiografi. Interpretasi film melakukan identifikasi jenis-jenis diskontinuitas yang tidak memenuhi standar atau kode yang diterapkan dan memastikan bahwa teknik yang
2
layak telah digunakan selama penyinaran. Mengidentifikasi diskontinuias pada film hasil radiografi melibatkan tiga langkah dasar yaitu : deteksi, interpretasi, dan evaluasi. Deteksi diskontinuitas adalah menentukan apakah film radiografi terdapat cacat atau tidak, serta menentukan posisi cacat jika terdapat cacat. Interpretasi atau identifikasi adalah menganalisis cacat pengelasan dengan menentukan jenis cacat pengelasan. Evaluasi adalah tahapan untuk menilai apakah jenis cacat yang terjadi dapat diterima berdasarkan standar penerimaan (standar of acceptance). Semua langkah tersebut memerlukan kemampuan mata untuk memisahkan pola spasial dalam sebuah citra (visual acuity) bagi petugas radiografi. Pada penelitian ini hanya memfokuskan pada citra film radiografi yang memiliki cacat untuk dilakukan interpretasi atau identifikasi, sedangkan citra film radiografi tanpa cacat pengelasan tidak menjadi obyek penelitian. Interpretasi film radiografi oleh manusia dengan pengamatan langsung berpotensi memunculkan hasil analisis yang bersifat subyektif, tidak konsisten, dan bias. Hal ini terjadi karena kemampuan seseorang untuk mendeteksi cacat dipengaruhi kondisi penerangan ruang pengamatan, dan tingkat pemahaman terhadap pola atau ciri-ciri cacat dalam citra. Penyebab lain adalah keahlian interpretasi film seseorang sangat dipengaruhi oleh pengalaman di lapangan dan dari literatur standar cacat radiografi. Contoh hasil yang tidak konsisten dan bias pada interpretasi adalah ketika operator mendeteksi dan menginterpretasikan jenis cacat porosity dan wormhole. Kedua cacat tersebut memiliki perbedaan sangat kecil, sehingga faktor lingkungan dan pengalaman dapat menyebabkan perbedaan interpretasi. Oleh karena itu, diperlukan pengembangan sistem pendeteksian otomatis untuk mengurangi biaya tenaga manusia dan meningkatkan obyektifitas serta konsistensi pendeteksian [6]. Sistem pendeteksi dan identifikasi cacat pengelasan dapat dikembangkan menggunakan teknologi visi komputer. Komputer dirancang untuk menghasilkan informasi dari citra radiografi untuk melakukan berbagai teknik pengolahan citra dan pengenalan pola cacat pengelasan. Terdapat tiga tahapan utama dalam melakukan analisis cacat pengelasan citra radiografi yaitu pertama tahap
3
pengolahan awal citra dan segmentasi cacat las, kedua adalah tahap ekstraksi ciri cacat las, dan ketiga adalah tahap klasifikasi jenis cacat las. Pengolahan awal citra radiografi dilakukan karena sifat film radiografi yang memiliki kontras sangat rendah, serta adanya derau akibat proses pencucian film maupun proses akuisisi citra. Dengan demikian teknik pengolahan awal banyak banyak algoritme peredaman derau dan peningkatan kontras. Berbagai teknik untuk peredaman derau berbasis penapisan banyak dilakukan pada penelitian sebelumnya seperti penapis median [7-9], penapis Log-Gabor [10], penapis homomorphic [11], penapis Gaussian, dan penapis Wiener [12-14]. Berbagai teknik tersebut terbukti dapat mereduksi derau citra radiografi. Berbagai teknik peningkatan kontras yang telah banyak dilakukan pada penelitian sebelumnya dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu pertama peningkatan kontras berbasis modifikasi histrogram menggunakan ekualisasi histogram [7, 9, 15, 16], dan kedua peningkatan kontras yang berbasis fungsi transformasi intensitas [8, 12, 13, 17]. Teknik peningkatan kontras ini juga terbukti dapat memperbaiki kontras citra radiografi. Tahap segmentasi merupakan bagian penting pada tahap pertama sistem identifikasi cacat pengelasan. Segmentasi merupakan proses mendeteksi dan melokalisasi area obyek cacat pengelasan dengan area obyek lain pada citra film radiografi. Area citra film radiografi secara utuh terdiri dari area material dasar, area pengelasan, obyek cacat pengelasan, dan area obyek lain. Banyaknya area tersebut menyebabkan teknik segmentasi sulit dilakukan menggunkan citra film radiografi yang utuh. Berbagai penelitian sebelumnya cenderung mengabaikan area obyek lain pada proses segmentasinya melalui pemotongan citra maupun penentuan Region of Interest (ROI) secara manual [11, 12, 14, 18-25]. Berbagai teknik segmentasi telah banyak digunakan untuk memisahkan obyek cacat pengelasan. Teknik pengambangan (thresholding) [8], teknik deteksi tepi, teknik region grow, dan teknik watershed memiliki keunggulan dalam hal algoritma yang sederhana sehingga ringan dalam komputasi, namun teknik ini tidak dapat memisahkan obyek cacat pengelasan menggunakan citra film radiografi yang utuh [26].
4
Teknik klasifikasi juga telah digunakan dalam segmentasi cacat pengelasan, baik itu teknik klasifikasi terbimbing maupun tak terbimbing. Meskipun teknik klasifikasi terbimbing seperti Multi-layer Perceptron (MLP) [14, 27], neuro fuzzy [20], Back propagation, jaringan RBF, dan Learning Vector Quantization (LVQ) mampu mendeteksi dengan cepat, namun metode ini membutuhkan waktu untuk pelatihan sistem yang lebih lama dan memiliki kendali proses yang komplek [21]. Penggunaan teknik klasifikasi tak terbimbing seperti fuzzy c means lebih fleksibel karena tidak tergantung pada data pelatihan, namun teknik ini perlu dikombinasikan dengan teknik lain untuk meningkatkan pendeteksian atau segmentasi, misal kombinasi fuzzy-c-means (FCM) dengan teknik inverse surface thresholding [25]. Dengan demikian, berbagai teknik segmentasi yang telah dikembangkan belum dapat digunakan untuk citra film radiografi yang utuh. Selain hal itu, penggunaan teknik segmentasi seperti pengambangan maupun klasifikasi memerlukan kombinasi dengan teknik lain untuk dapat digunakan dalam segmentasi. Pada sistem identifikasi cacat pengelasan, ekstraksi ciri merupakan tahapan untuk mendapatkan deskripsi dari obyek citra hasil segmentasi, sedangkan klasifikasi bertujuan untuk mengelompokkan ciri kedalam kelas cacat tertentu. Metode ekstraksi ciri berbasis pada pengukuran bentuk atau geometri cacat pengelasan telah banyak digunakan pada penelitian sebelumnya [2, 7, 12, 17, 2831]. Metode lainnya seperti pengukuran posisi dan jarak piksel [9, 32-34] serta pemanfaatan koefisien transformasi [35, 36] juga telah digunakan. Meskipun metode-metode tersebut memberikan hasil yang bagus pada tahap klasifikasi, namun pendeskripsian obyek cacat dengan metode ini memiliki ketergantungan dan dipengaruhi oleh hasil segmentasi bentuk cacat. Metode eksraksi ciri ini berpotensi menghasilkan nilai-nilai ciri yang hampir sama antara dua cacat yang berbeda apabila segmentasi cacat menghasilkan bentuk yang serupa. Hal ini berpotensi memunculkan kesalahan identifikasi dan mengurangi akurasi klasifikasi.
5
Tekstur citra merupakan suatu karakteristik citra yang tidak tergantung pada bentuk cacat pengelasan. Tekstur citra memiliki potensi untuk digunakan sebagai deskripsi yang membedakan beberapa jenis cacat pengelasan radiografi. Cacat pengelasan radiografi terjadi sebagai akibat dari prosedur pengelasan yang tidak sesuai, sehingga memunculkan cavities atau gas yang terperangkap di dalam las. Proses ini mempengaruhi tektur citra film radiografi dan menghasilkan karakteristik yang berbeda, sehingga jenis cacat pengelasan dapat diidentifikasi menggunakan karakteristik tekstur ini. Beberapa metode yang memanfaatkan deskripsi tekstur citra untuk identifikasi cacat pengelasan yaitu menggunakan nilai entropi, nilai moment, dan energi dari matrik ko-okurensi skala keabuan (GLCM) [37, 38]. Ciri tekstur masih belum banyak digunakan pada ekstraksi ciri cacat pengelasan, sehingga perlu dilakukan penerapannya pada identifikasi jenis cacat pengelasan. Teknik-teknik ekstraksi ciri tekstur lain yang berbasis nilai statistik histogram juga belum diaplikasikan sebagai pendeskripsi cacat pengelasan. Dengan demikian perlu dilakukan pengujian dan pembuktian bahwa berbagai teknik ekstraksi ciri tektur dapat digunakan untuk meningkatkan akurasi klasifikasi. Meskipun berbagai teknik klasifikasi telah banyak digunakan dapat menghasilkan unjuk kerja yang baik, namun sulit dilakukan perbandingan kinerja antara teknik klasifikasi tersebut. Proses identifikasi dan klasifikasi jenis cacat pengelasan sangat komplek dan tergantung pada aplikasi dan data yang digunakan, misal menurut Perner, et al. [21], dalam beberapa kriteria perbandingan, teknik pohon keputusan lebih baik dibanding dengan teknik JST, sebaliknya JST lebih baik dari PK dalam kriteria lainnya. Demikian halnya dalam penelitian lainnya memiliki hasil yang berbeda tergantung pada data citra , metode dan aplikasinya, misal JST MLP lebih baik daripada fuzzy-k-Nearest Neighbor (fuzzy-k-NN) [2], sistem pakar fuzzy lebih baik dari fuzzy-k-NN dan JST [28], algoritma Support Vector Machine (SVM) lebih baik daripada fuzzy-neural network [29], SVM memiliki eror klasifikasi paling rendah dibandingkan dengan k-means, linear discriminant, k-nearest neighbor, dan JST umpan maju [37].
6
Dengan demikian sulit diketahui mana teknik klasifikasi yang paling baik untuk identifikasi jenis cacat pengelasan. Jenis cacat pengelasan secara konvensional ditentukan dari hasil interpretasi berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh operator sebelumnya. Identifikasi tidak mungkin menghasilkan suatu keputusan jenis cacat pengelasan yang tidak atau belum diketahui dan dialami oleh operator. Dengan kata lain, jenis cacat pengelasan hasil interpretasi adalah jenis cacat pengelasan yang memiliki kemungkinan (probabilitas) paling tinggi dari seluruh jenis cacat pengelasan yang diketahui operator. Sifat probabilitas atau stokastik ini dapat digunakan sebagai pendekatan dalam menentukan jenis pengklasifikasi, yaitu pengklasifikasi yang dibangun dari argumen stokastik yang berasal dari sifat statistik ciri atau fitur cacat pengelasan. Pengklasifikasi akan mengelompokkan pola cacat dari berbagai pola cacat yang memiliki probabilitas paling tinggi. Jenis klasifikasi yang menggunakan pendekatan seperti ini adalah pengklasifikasi Bayes. Pengklasifikasi ini merupakan suatu teknik untuk memprediksi berdasarkan probabilitas sederhana menggunakan teori Bayes. Dengan demikian penerapan pengklasifikasi Bayes pada identifikasi jenis cacat pengelasan perlu dilakukan, untuk mengetahui kinerja klasifikasi tersebut. Akurasi menjadi suatu parameter kinerja pengklasifikasi untuk membandingkan pengklasifikasi Bayes dengan klasifikasi yang pernah digunakan pada penelitian sebelumnya seperti MLP, k nearest neighbor (KNN), fuzzy-k-NN, dan SVM kelas jamak. 1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut: 1. Berbagai metode segmentasi tidak mampu memisahkan cacat pengelasan dari citra film radiografi secara utuh. Sejauh ini, segmentasi dilakukan pada citra film radiografi yang merupakan hasil pemotongan secara manual. 2. Segmentasi cacat pengelasan secara otomatis berbasis fuzzy-c-means (FCM) tidak dapat dilakukan secara langsung, sehingga memerlukan teknik-teknik
7
kombinasi sebagai pengolahan awal untuk meningkatkan segmentasi cacat pengelasan. 3. Ekstraksi ciri cacat pengelasan berbasis pengukuran geometris memiliki ketergantungan pada hasil segmentasi bentuk yang berpotensi mengurangi akurasi klasifikasi. 4. Belum dilakukannya klasifikasi jenis cacat pengelasan menggunakan pendekatan stokastik. Interpretasi jenis cacat oleh operator radiografi merupakan pendekatan stokastik, sehingga klasifikasi dengan pendekatan yang sesuai dimungkinkan dapat menghasilkan akurasi klasifikasi yang tinggi. 1.3.
Batasan Masalah
Penelitian yang dilakukan dibatasi pada permasalahan sebagai berikut: 1. Penelitian ini tidak melakukan akuisisi citra film radiografi cacat pengelasan, dan citra film radiografi sudah berupa citra digital. 2. Seluruh data citra film radiografi yang digunakan merupakan citra pengelasan yang mengandung cacat pengelasan. Sedangkan citra film radiografi yang tanpa cacat pengelasan tidak menjadi obyek penelitian ini. 1.4.
Keaslian Penelitian
Beberapa penelitian dengan topik pengolahan citra digital film radiografi dan analisis cacat pengelasan film radiografi telah dilakukan dengan tahapan yang di mulai dari pengolahan awal (pre processing) dan segmentasi cacat pengelasan, hingga ekstraksi ciri dan klasifikasi jenis cacat pengelasan. Uraian pada subbab berikut ini menjelaskan berbagai penelitian pada tiap tahapan tersebut. 1.4.1. Pengolahan awal citra digital film radiografi Pengolahan awal citra digital cacat pengelasan film radiografi bertujuan untuk mereduksi derau pada citra film radiografi. Terdapat beberapa teknik yang telah digunakan untuk peredaman derau citra radiografi. Teknik peredaman derau dengan penapis median merupakan teknik yang banyak digunakan sebagaimana
8
dilakukan pada penelitian oleh [7], [8], dan [9], sedangkan teknik penapis lainnya yang telah digunakan adalah penapis Log-Gabor [10], penapis homomorphic [11], dan penapis Gaussian dan Wiener [12-14]. Berbagai teknik peredaman derau tersebut telah terbukti mampu mengurangi derau citra film radiografi, sehingga sebagian metode tersebut akan digunakan pada tahap pengolahan awal. 1.4.2. Segmentasi cacat pengelasan Pada topik segmentasi cacat pengelasan citra radiografi, berbagai penelitian sebelumnya
melakukan segmentasi untuk mendeteksi keberadaan cacat
pengelasan. Segmentasi yang dilakukan sejauh ini menggunakan citra film radiografi yang tidak utuh. Liao, et al. [19] mendeteki cacat pengelasan menggunakan segmentasi berbasis pengklaster fuzzy, citra radiografi yang digunakan merupakan hasil akuisisi berukuran 300×250 piksel sebagaimana pada Gambar 1.1a . Lashkia [20] menerapkan segmentasi dengan logika fuzzy dengan citra masukan berukuran 512×480 sebagaimana pada Gambar 1.1b. Demikian halnya pada penelitian berikutnya yang menggunakan citra digital radiografi yang telah terpotong dan tidak utuh sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1.1c - Gambar 1.1j [12, 14, 21-25, 39]. Citra film radiografi yang utuh dipotong atau ditentukan region of interest (ROI) secara manual. Sebagai contoh Wang and Liao [2] memotong citra secara manual sepanjang batas tepi area pengelasan sehingga dihasilkan suatu bagian citra pengelasan yang hanya terdapat obyek cacat pengelasan.
9
a
b
c
d
e
f
g
h
i j Gambar 1.1. Berbagai citra asli film radiografi yang digunakan dalam berbagai penelitian untuk segmentasi cacat pengelasan. Citra film radiografi yang utuh merupakan citra yang dihasilkan dari proses inspeksi pengelasan menggunakan radiografi. Citra ini memiliki bagian yang lengkap sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1.2 yaitu terdapat area base material, area pengelasan, area obyek cacat pengelasan, serta area-area lainnya. Hal ini mengakibatkan metode segmentasi pada penelitian sebelumnya sulit untuk memisahkan obyek cacat pengelasan dengan obyek atau area lainnya yang lebih banyak. Dengan demikian metode segmentasi yang ada sejauh ini tidak dapat digunakan untuk segmentasi cacat pengelasan dari citra film radiografi yang utuh.
10
Gambar 1.2. Citra film radiografi yang utuh dari hasil inspeksi pengelasan pipa di industri. Teknik klasifikasi terbimbing (supervised) banyak diterapkan untuk segmentasi pada
penelitian
sebelumnya.
Teknik
tersebut
di antaranya
menggunakan Multi-layer Perceptron (MLP) [14, 27], neuro fuzzy [20], Back propagation, jaringan RBF, dan Learning Vector Quantization (LVQ). Meskipun metode ini memberikan hasil segmentasi yang baik pada beberapa aplikasi, namun membutuhkan waktu pelatihan yang lama serta memiliki kendali proses yang kompleks [21]. Penggunaan teknik klasifikasi tak terbimbing (unsupervised) menjadi salah satu alternatif untuk melakukan segmentasi otomatis cacat pengelasan yang lebih baik. Yazid, et al. [25] menggunakan fuzzy-c-means (FCM) untuk segmentasi dan deteksi cacat pengelasan yang dikombinasikan dengan teknik inverse surface thresholding. Kombinasi ini dilakukan karena FCM tidak dapat dapat memberikan hasil segmentasi yang optimal pada penggunaan tunggal. Meskipun segmentasi yang dilakukan ini menggunakan citra radiografi yang tidak utuh, namun hasil yang diperoleh membuktikan bahwa FCM yang dikombinasikan dengan teknik lain mampu memisahkan cacat pengelasan lebih baik dibandingkan dengan metode watershed. Pada tahap segmentasi, penelitian ini memberikan kontribusi berupa pengembangan metode segmentasi yang mampu memisahkan obyek cacat pengelasan dari citra film radiografi yang utuh. Segmentasi dilakukan pada dua
11
tahapan yaitu estimasi area pengelasan dan segmentasi obyek cacat pengelasan. Estimasi area pengelasan dikembangkan dengan estimasi area pengelasan berbasis pendekatan pencocokan kurva Gaussian (Gaussian curve fitting). Sedangkan segmentasi obyek cacat pengelasan dikembangkan berbasis FCM dan disertai pengembangan teknik lain untuk meningkatkan hasil segmentasi FCM tersebut. 1.4.3. Ekstraksi ciri citra cacat pengelasan Sistem identifikasi jenis cacat pengelasan memanfaatkan teknik ekstraksi ciri dalam mendeskripsikan suatu jenis cacat pengelasan. Metode yang paling banyak dilakukan adalah ekstraksi ciri berbasis pengukuran bentuk atau geometris dan morfologi [2, 7, 12, 17, 28-31], serta metode pengukuran parameter spasial [9, 3234]. Metode tersebut sangat dipengaruhi oleh hasil segmentasi obyek serta proses morfologi untuk melakukan pengukuran bentuk obyek. Apabila hasil segmentasi bentuk dari dua jenis cacat pengelasan hampir sama, maka akan dihasilkan nilainilai ciri yang hampir sama atau memiliki tingkat keterpisahan rendah. Hal ini berpotensi menurunkan tingkat akurasi klasifikasi. Kontribusi yang diberikan pada penelitian ini yaitu penggunaan metode ekstraksi ciri berbasis tekstur. Ciri tekstur bergantung pada variasi piksel yang menyusun citra, sehingga tidak dipengaruhi oleh bentuk cacat. Ciri tekstur diperoleh berdasar pada nilai statistik histogram citra. Ciri tekstur lain seperti menggunakan matrik ko-okurensi skala keabuan atau gray level co-occurrence matrix (GLCM) [37, 38] dan metode geometric invariant moment (GIM) [30] akan digunakan untuk meningkatkan akurasi klasifikasi. 1.4.4. Klasifikasi jenis cacat pengelasan Berbagai tenik klasifikasi untuk identifikasi jenis cacat pengelasan citra radiografi telah banyak dilakukan pada penelitian sebelumnya. Metode klasifikasi yang digunakan dikelompokan menjadi dua, pertama menggunakan teknik klasifikasi terbimbing, dan kedua menggunakan teknik klasifikasi tak terbimbing. Penelitian yang menggunakan klasifikasi terbimbing antara lain dilakukan oleh Wang and Liao [2] dengan menggunakan JST MLP dan fuzzy-k-NN. Metode
12
JST MLP menghasilkan akurasi klasifikasi 92,39%, sedangkan fuzzy-k-NN sebesar 91.57%. Alghalandis and Alamdari [9] juga menggunakan JST MLP yang dikombinasikan dengan logika biner untuk meningkatkan akurasi dan reliabilitas pengenalan. Zahran, et al. [36] membuktikan bahwa hasil klasifikasi dipengaruhi oleh ekstraksi ciri. Pada penelitiannya, probabilitas klasifikasi MLP meningkat mencapai 98% dengan menggunakan ekstraksi ciri koefisien cepstral. Teknik JST Radial Basis Function (RBF) dan Learning Vector Quantization (LVQ) juga digunakan serta menghasilkan kesimpulan bahwa JST RBF lebih efisien dibandingkan LVQ [40]. Demikian pula teknik JST propagasi balik dan umpan maju digunakan untuk menklasifikasi dari 13 ciri geometris, edge chain code, dan geometric invariant moment mampu menghasilkan akurasi identifikasi mencapai 93,71% [30]. Teknik klasifikasi dengan Adaptif Neuro Fuzzy Inference System (ANFIS) diterapkan pada penelitian yang dilakukan oleh Zapata, et al. [17] dengan menggunakan 12 ciri geometris dan ciri orientasi cacat. Metode ini dibandingkan dengan metode JST dan memberikan hasil bahwa metode ANFIS memiliki akurasi klasifikasi sebesar 82,6% sedangkan JST hanya 78,9%. Teknik klasifikasi terbimbing selain jaringan syaraf tiruan adalah Support Vector Machine (SVM) yang telah digunakan untuk klasifikasi dan identifikasi dari 8 ciri yang diekstraksi mampu menghasilkan akurasi klasifikasi sebesar 83,3% [29], sedangkan klasifikasi SVM dari 6 ciri menghasilkan tingkat keberhasilan 85% [32]. Pengklasifikasi dengan SVM ditingkatkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Wang, et al. [37] dengan menggunakan 16 ciri tektur dan morfologi menghasilkan klasifikasi yang memiliki unjuk kerja klasifikasi sebesar 92.51% serta lebih baik jika dibandingkan dengan metode kmeans, JST umpan maju, dan disrkiminan linier. Beberapa penelitian identifikasi jenis cacat pengelasan menggunakan teknik klasifikasi tak terbimbing juga telah dilakukan antara lain memanfaatkan algoritma sistem pakar. Liao [28] pada penelitiannya menggunakan sistem pakar fuzzy yang dimodifikasi pada tahap akusisi pengetahuannya menggunaan algoritma genetik standar. Metode ini dibandingkan dengan metode JST MLP dan
13
berdasarkan pengujian metode bootstrap disimpulkan bahwa metode sistem pakar fuzzy memiliki unjuk kerja yang lebih baik dari fuzzy-k-NN dan MLP yang berbasis klasifikasi terbimbing. Teknik klasifikasi jenis cacat pengelasan dengan sistem pakar dilakukan juga oleh Shafeek, et al. [23], namun pada penelitian ini hanya menggunakan 3 faktor utama cacat yaitu bentuk, orientasi, dan lokasi cacat, sehingga jumlah ciri yang digunakan belum mencukupi untuk mendeskripsikan variasi jenias cacat pengelasan. Selain hal tersebut, pada penelitian ini tidak dilakukan pengujian unjuk kerja klasifikasi, sehingga tidak diketahui tingkat unjuk kerja sistem pakar dalam mengklasifikasikan jenis cacat pengelasan. Sejauh ini teknik klasifikasi berbasis optimalisasi fungsi klasifikasi telah banyak diterapkan. Hasil Meskipun berbagai teknik klasifikasi tersebut menghasilkan kinerja yang baik pada beberapa aplikasi, namun tingkat keberhasilan klasifikasi tidak mutlak dipengaruhi oleh algoritma klasifikasi, namun juga dipengaruhi oleh kualitas ciri yang digunakan sebagaimana dibuktikan oleh da Silva, et al. [34]. Penelitian ini, akan mengambil salah satu metode klasifikasi terbimbing yang berbasis pada teori Bayes, yaitu pengklasifikasi Bayes. Pengklasifikasi ini belum pernah digunakan untuk identifikasi jenis cacat pada penelitian sebelumnya. Sebagaimana diuraikan dalam latar belakang, pengklasifikasi Bayes menggunakan pendekatan stokastik yang sesuai dengan pendekatan interpretasi konvensional
oleh
operator
radiografi.
Pengklasifikasi
Bayes
memiliki
transparansi yang tinggi, sehingga analisis klasifikasi dapat ditelusuri selama menggunakan distribusi yang sederhana. Penggunaan pengklasifikasi Bayes pada penelitian ini akan memberikan kontribusi dalam hal hasil akurasi klasifikasi jenis cacat pengelasan. Uji komparasi akan dilakukan untuk mengetahui perbandingan akurasi klasifikasi Bayes terhadap metode klasifikasi terbimbing lainnya yang pernah digunakan seperti JST-MLP, K-Nearest Neigborhood (kNN), fuzzy k-Nearest Neigborhood (fuzzy kNN), dan metode SVM kelas jamak.
14
Berbagai penelitian yang disebutkan diatas, akurasi merupakan parameter kinerja yang menjadi isu dan fokus penelitian. Waktu komputasi juga penting sebagai parameter kinerja klasifikasi, namun dalam penelitian ini bukan difokuskan pada parameter waktu komputasi. Sehingga pengujian waktu komputasi tidak dilakukan dan bukan menjadi fokus parameter kinerja klasifikasi pada penelitian ini. 1.4.5. Aspek keaslian penelitian Berdasaran uraian di atas, maka aspek keaslian penelitian ini terdapat tiga aspek yang ditunjukkan pada Tabel 1.1. Tabel 1.1. Aspek keaslian dan kontribusi penelitian No
Jenis Keaslian
1
Pengembangan metode segmentasi cacat pengelasan dari citra asal radiografi yang utuh
2
Penerapan ekstraksi ciri yang tidak tergantung pada bentuk cacat yaitu menggunakan ciri tekstur
3
Penerapan teknik klasifikasi cacat pengelasan dengan pendekatan stokastik
Keterangan Perancangan metode segmentasi: a. Segmentasi dilakukan dua tahap, estimasi area las dan segmentasi obyek cacat pengelasan. b. Estimasi area las menggunakan basis pencocokan kurva Gaussian terhadap profil intensitas pada sumbu y. c. Segmentasi obyek cacat pengelasan berdasarkan teknik FCM, dan peningkatan hasil dilakukan dengan pengolahan awal subtraksi citra dan sintesis citra dengan alihragam gelombang singkat (wavelet). Ciri diekstraksi dengan menggunakan metode pendeskripsi tekstur citra yang berbasis pada nilai statistik histogram citra, geometric invarian moment (GIM), serta kombinasi dengan metode lain seperti GLCM. Perancangan teknik klasifikasi a. Klasifikasi berbasis pengklasifikasi bayes b. Dilakukan pengujian komparasi dari metode klasifikasi terbimbing yang sudah digunakan seperti JST, KNN, dan SVM.
Aspek pertama adalah pengembangan metode segmentasi cacat pengelasan. Keaslian aspek pertama terlihat bahwa metode segmentasi yang dikembangkan
15
dapat menjadi solusi dari permasalahan segmentasi cacat pengelasan. Penggunaan metode pencocokan kurva Gaussian, fuzzy-c-means (FCM), pengurangan citra, penajaman
Laplacian,
dan
dekomposisi-rekonstruksi
gelombang
singkat
merupakan langkah-langkah yang belum diterapkan pada segmentasi cacat pengelasan. Aspek keaslian kedua adalah penerapan ciri tekstur statistik histogram (HST), GLCM dan GIM. Penggunaan ciri tekstur ini belum diterapkan secara komprehensif untuk ekstraksi ciri cacat pengelasan. Kemudian aspek keaslian ketiga adalah penerapan teknik klasifikasi berbasis pendekatan stokastik yaitu klasifikasi Bayes. Penerapan klasifikasi Bayes untuk identifikasi jenis cacat belum pernah dilakukan pada penelitian-penelitian sebelumnya. Gambar 1.3 menggambarkan kontribusi penelitiian dalam hal segmentasi. Citra masukan untuk segmentasi pada penelitian ini menggunakan citra film radiografi yang utuh. Hal ini berbeda dengan data masukan segmentasi yang digunakan pada berbagai penelitian sebelumnya. Kontribusi penelitian pada metode segmentasi antara lain: 1. Penggunaan pencocokan kurva Gaussian sebagai estimasi area pengelasan. Teknik ini dapat meningkatkan hasil estimasi area pengelasan menggunakan pengambangan Otsu. 2. Peningkatan segmentasi berbasis FCM dengan menerapkan teknik subtraksi citra, penajaman Laplacian, dan dekomposisi-rekonstruksi gelombang singkat. Gambar 1.4 menggambarkan kontribusi penelitian dalam ekstraksi ciri dan klasifikasi jenis cacat pengelasan. Beberapa kontribusi yang diberikan antara lain: 1. Ciri tekstur diperoleh menggunakan nilai statistik histogram citra atau histogram statistical texture (HST). 2. Klasifikasi jenis cacat pengelasan menggunakan pendekatan stokastik yaitu klasifikasi Bayes. Pendekatan klasifikasi ini yang sesuai dengan pendekatan interpretasi konvensional oleh operator radiografi.
16
Gambar 1.3. Ilustrasi kontribusi penelitian dalam hal segmentasi pada cacat las
17
Gambar 1.4. Ilustrasi kontribusi penelitian pada tahap pengenalan pola
18
1.5.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan sebagai berikut: 1. Mengembangkan metode segmentasi otomatis cacat pengelasan menggunakan citra film radiografi yang utuh. 2. Meningkatkan tingkat akurasi klasifikasi menggunakan ekstraksi ciri tekstur citra cacat pengelasan. 3. Melakukan identifikasi cacat pengelasan dengan klasifikasi terbimbing berbasis
pendekatan
stokastik
dan
membandingkan
tingkat
akurasi
pengklasifikasi tersebut dengan metode klasifikasi MLP, k-NN, fuzzy k-NN, dan SVM kelas jamak. 1.6.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Memberikan kontribusi tentang metode segmentasi dalam bidang pengolahan citra dan pengenalan pola untuk deteksi cacat las radiografi dan aplikasi lainnya yang memungkinkan. 2. Memberikan kontribusi dalam penggunaan teknik ekstraksi ciri yang tidak dipengaruhi oleh nilai pengukuran bentuk dan morfologi obyek cacat untuk meningkatkan tingkat akurasi klasifikasi. 3. Menghasilkan konsep sistem identifikasi jenis cacat las yang lebih sesuai dengan pendekatan stokastik sebagaimana dilakukan pada identifikasijenis cacat las konvensional oleh operator radiografi.
19