14
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Kosovo mendeklarasikan kemerdekaan pada hari Minggu, 17 Februari 2008. Deklarasi kemerdekaan ini merupakan tindakan unilateral karena tidak didukung oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dalam hal ini Dewan Keamanan. Namun, kemerdekaan Kosovo didukung oleh negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat, Inggris dan beberapa negara Uni Eropa.
Tetapi
kemerdekaan Kosovo ini ditolak Rusia, China, beberapa negara Uni Eropa lain, Vietnam dan beberapa negara lainnya. Sedangkan Indonesia belum menentukan sikap. Kosovo adalah sebuah provinsi di negara bekas Yugosavia dan kini di bawah kedaulatan Serbia. Namun demikian, Kosovo diberi otonomi khusus oleh pemerintah Serbia atas tekanan-tekanan dari negara-negara Barat dan anggota Pakta Pertahanan Atantik Utara atau NATO. Dalam menempuh kemerdekaannya, Kosovo telah melampaui perjalanan panjang dan penuh perjuangan. Kosovo berpenduduk 2,1 juta jiwa, terdiri dari 90 persen etnis Albania yang Muslim, 5,3 persen etnis Serbia yang Katolik Ortodoks, selebihnya etnis Bosnia dan minoritas lain.1 Ratusan tahun yang lalu sebenarnya etnik Albania merupakan minoritas di Kosovo pada saat masih di bawah kekuasaan Yugoslavia hingga akhirnya pada tahun 1386 kerajaan Ottoman2 yang berpusat di Istambul Turki menaklukkan wilayah ini. Secara berangsur-angsur banyak dari penduduk Kosovo yang semula beragama Kristen Ortodok memeluk Islam. Seiring dengan berjalannya waktu, etnik Albania banyak yang berpindah ke Kosovo sedangkan etnik Serbia berangsur-angsur beralih ke wilayah Utara Serbia akibat tekanan dari kerajaan Ottoman. 1
Muhammad Shoelhi, “ Kosovo Merdeka dan Masalahnya,”
, diakses pada 5 April 2008, 21.00 WIB. 2
Sering juga disebut dalam literatur sebagai Kesultanan Utsmaniyah
UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009
15
Selama bertahun-tahun Kosovo di bawah kendali Istanbul hingga akhirnya terjadi pertempuran Balkan antara 1912 hingga 1913 yang berlangsung sebanyak 2 kali. Pasukan Serbia yang bersekutu dengan beberapa negara tetangganya seperti Bulgaria, Yunani, Serbia dan Montenegro berhasil memukul mundur pasukan Ottoman yang memang kala itu sedang mangalami kemunduran. Hasil dari peperangan ini adalah disetujuinya perjanjian London3 dan Perjanjian Bukares.4 Setelah itu Kosovo berada di bawah kekuasaan Yugoslavia yang didominasi oleh etnik Serbia dengan status sebagai wilayah otonomi khusus, hingga akhirnya Yugoslavia yang merupakan negara federal runtuh. Pada tahun 1991 Slovakia dan Kroasia memerdekakan diri, yang kemudian disusul dengan intervensi militer dari tentara federal yang tidak menyetujui kemerdekaan kedua negara tersebut, pertempuran terjadi sangat sengit terutama di wilayah Kroasia yang jumlah penduduk etnik Serbianya cukup banyak, selain juga pengaruh ingatan akan perang dunia kedua. Tahun 1992 Bosnia-Herzegovina memproklamirkan kemerdekaannya, lagi-lagi tentara federal melakukan aksi militer dengan alasan mempertahankan kesatuan negaranya. Pertempuran di Bosnia terjadi begitu sengit dan cukup lama hingga disetujuinya perjanjian Dayton pada tahun 1995. Pada tahun 1999 pecah perang di Kosovo, perang ini dilatarbelakangi oleh referendum rakyat Kosovo yang mayoritas menginginkan kemerdekaan dari Serbia, sementara pemerintah Pusat Serbia menganggap referendum itu ilegal, hingga akhirnya Serbia menerjunkan pasukannya ke wilayah Kosovo. 3
Perjanjian London (Treaty of London 1913) ditandatangani pada tanggal 30 Mei 1913 oleh Liga Balkan (Bulgaria, Yunani, Serbia dan Montenegro) yang berhasil mengusir pasukan Kesultanan Utsmaniyah dari wilayah Balkan. Negara Besar yang menjadi pemrakarsa adalah Inggris, Jerman, Austria-Hungaria, Rusia dan Italia. Dengan hasil: 1. Albania menjadi negara merdeka dan Serbia, Montenegro serta Yunani berkewajiban menarik pasukan bersenjata mereka dari daerah tersebut. 2. Daerah Sanjak of Novi Pazar dibagi dua menjadi milik Serbia dan Montenegro. 3. Thrace atau Trakia masuk menjadi daerah Bulgaria. 4. Tidak ada keputusan yang diambil untuk daerah Makedonia karena tidak sependapatnya peserta perjanjian Akan tetapi perjanjian London ini hanya berhasil mengakhiri sementara perang Balkan sehingga timbul perang Balkan II di antara Liga Balkan itu sendiri. 4
Perjanjian Bukares (Treaty of Bucharest 1913) ditandatangani pada tanggal 10 Agustus 1913 oleh Serbia, Montenegro, Yunani dan Bulgaria dengan Rumania sebagai fasilitator. Perjanjian ini membagi-bagi daerah Balkan sekaligus mengakhiri Perang Balkan II.
UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009
16
Tentara-tentara
Serbia
membunuh
pejuang-pejuang
Kosovo
yang
tergabung dalam Kosovo Liberation Army (KLA) dengan kejinya, hingga timbullah perlawanan-perlawanan dari rakyat Kosovo. Pertempuran terjadi dengan sangat sengit, Serbia berusaha menghilangkan etnik Albania di Kosovo. Sengitnya pertempuran menyebabkan terjadinya gelombang pengungsi dari Kosovo ke beberapa wilayah termasuk negara di sekitarnya. Setelah terjadi kegagalan negosiasi politik untuk mencari solusi atas status Kosovo dan hak-hak rakyat Kosovo-Albania, Amerika Serikat melalui NATO kemudian melakukan intervensi militer atas tentara Serbia di wilayah Kosovo.5 Dan NATO kemudian berhasil memaksa mundur pasukan Serbia. Pada pemilu bulan September 2007 yang sempat diboikot oleh etnik Serbia atas instruksi dari Beograd (Pemerintah Serbia) mengkonfirmasikan aspirasi kemerdekaan rakyat Kosovo. Dimana Amerika Serikat dan Uni Eropa mengindikasikan kesiapan mereka memberi pengakuan terhadap kemerdekaan Kosovo.6 Dari sisi hukum, ada kewajiban negara-negara di dunia untuk menghormati prinsip keutuhan wilayah dan kedaulatan nasional suatu bangsa, yang juga tercantum dalam Piagam PBB Pasal Pasal 2 ayat (4). Dengan kata lain, tidak mudah bagi suatu negara untuk mengakui lepasnya bagian wilayah atau etnik dari negara tertentu untuk menjadi negara tersendiri. Untuk itu sebelum mengakui sebuah negara baru seperti Kosovo ini, negara yang akan memberikan pengakuan haruslah memastikan tidak ada prinsip hukum yang dilanggar sebelum memberikan pernyatan dukungan kemerdekaan Kosovo secara resmi. Permasalahan hukum internasional pertama yang dapat ditinjau dalam kasus kemerdekaan Negara Kosovo ini adalah mengenai Hak Penentuan Nasib Sendiri (Right of Self Determination). Pada umumnya hak untuk menentukan nasib sendiri itu dapat dijelaskan dalam dua arti. Pertama dapat diartikan sebagai hak suatu bangsa dari suatu negara untuk menentukan bentuk pemerintahannya 5
Christopher J. Borgen, “Kosovo’s Declaration of Independence: Self-Determination, Secession and Recognition.”< http://www.asil.org/insights/2008/02/insights080229.html>, diakses pada 29 Agustus 2008, 20.30 wib 6 Judy Dempsey, ”U.S. and EU are Ready to Recognize Kosovo Independence.” , diakses pada 24 Agustus 2008, 20.45 WIB.
UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009
17
sendiri. Hak demikian sudah diakui dalam Hukum Internasional dan dapat dibaca dalam naskah deklarasi mengenai hak dan kewajiban negara-negara (Declaration on the Rights and Duties of States 1949) yang dibuat oleh Panitia Hukum Internasional pada tahun 1949 dan dimuat dalam Pasal 1: ”Every State has the right to independence and hence to exercise freely, without dictatation by any other State, all its legal power, including the choice of its own form of government.” 7 Sedangkan arti yang Kedua adalah hak dari sekelompok orang atau bangsa untuk mendirikan sendiri suatu negara yang merdeka.8 Tetapi hak di sini tidak berhenti hanya pada penyelesaian proses pencapaian kemerdekaan, tetapi juga pengakuan
tentang
hak
mereka
untuk
memelihara,
menjamin
dan
menyempurnakan kedaulatan hukum, politik, ekonomi, sosial dan budaya mereka sebagai negara yang merdeka.9 Prinsip penentuan nasib sendiri memungkinkan bagi rakyat di suatu wilayah jajahan dapat menentukan secara bebas status politiknya sendiri. Penentuan nasib sendiri semacam itu dapat menciptakan kemerdekaan, bergabung dengan negara tetangga, persekutuan secara bebas dengan suatu negara merdeka atau status politik lainnya yang diputuskan secara bebas oleh rakyat yang bersangkutan. Penentuan nasib sendiri juga mempunyai peranan dalam hubungannya dengan pembentukan negara, mempertahankan kedaulatan dan kemerdekaan negara, dalam merumuskan kriteria untuk penyelesaian perselisihan dan di bidang kedaulatan yang tetap dari negara terhadap sumber lain. Perkembangan hak untuk menentukan nasib sendiri sesudah perang dunia kedua adalah berbeda dengan sesudah perang dunia pertama, karena hak tersebut mendapat tempat dalam Pasal 1 ayat (2) Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa yang berbunyi : 7
Sumaryo Suryokusumo, Studi Kasus Hukum Internasional,(Jakarta:Tatanusa,2007),
8
Ibid.
hal.192
9
Espiell, Hector Gross, “The Right to Self Determination: Implementation of United Nations Resolutions” Penelitian yang dilakukan oleh the UN Special Rapporteur of the Sub Commission on Prevention of Discrimination and Protection of Minorities (E/CN.4/Sub.2/405/Rev.1), 1980. Dikutip dari <www.tamilnation.org/self determination /80grosespiell.htm>, diakses pada 10 Agustus 2008, 20.00.
UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009
18
“ The purposes of the United Nations are : (2). To develop friendly relations among nations based on respect for the principle of equal rights and self determination of peoples, and to take other appropriate measures to strengthen universal peace.” Para sarjana hukum internasional pada umumnya berpendapat bahwa Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa bukan merupakan suatu hak dalam arti hukum melainkan hanya merupakan suatu azas atau prinsip saja. Yaitu suatu azas yang tidak dimuat dalam ketentuan hukum, karena Pasal 11 dan pasal 13 dari Piagam yang mengatur pemeliharaan dan keamanan internasional beserta kerjasama Internasional sama sekali tidak menunjuk pada Pasal 1 ayat (2) yang memungkinkan pasal tersebut bisa operasional.10 Prof. Gross juga berpendapat bahwa hak untuk menentukan nasib sendiri yang dimuat dalam pasal 1 ayat (2) dari piagam PBB sebagai suatu prinsip. Hak tersebut kembali disebut dalam Pasal 55 yang menyebutkan tujuannya dengan kata-kata yang lebih tegas yaitu untuk berhubungan perdamaian dan persahabatan antar bangsa-bangsa. Bagaimana caranya untuk mencapai tujuan tersebut pasal 55 memerinci lagi dalam berbagai ayat. Dalam ayat c nya hanya disebut ”hak-hak manusia dan kebebasan dasar” tidak disebutkan sebagai salah satu tugasnya menerapkan hak untuk menentukan nasib sendiri.11 Penentuan nasib sendiri (self determination) telah dirumuskan definisinya oleh PBB secara luas sebagai suatu prinsip hukum dalam ”Deklarasi mengenai Pemberian kemerdekaan bagi Rakyat dan Bangsa Terjajah 1960”, ”Covenants mengenai Hak Asasi Manusia 1966” sampai kepada ’Deklarasi mengenai Prinsipprinsip Hukum Internasional 1970” yang intinya bahwa penentuan nasib sendiri
10
Dajena Kumbaro, The Kosovo Crisis in an International Law Perspective: SelfDetermination, Territorial Integrity and The NATO Intervention, (NATO Office of Information and Press 2001), hal. 11. Burak Cop and Dogan Eymirlioglu, The Right Of Self-Determination In International Law Towards The 40th Anniversary Of The Adoption Of ICCPR And ICESCR ( Galatasaray University Press,2005), hal.117. Patricia Carley, Self Determination, Sovereignity,Territorial Integrity, and the Right to Secession,(Washington D.C, United States of Peace: 1996), hal.3.
11
Gross, op.cit.
UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009
19
itu merupakan hak dari ”semua bangsa”. Hal ini berarti yang berhak atas penentuan nasib sendiri adalah “bangsa.” “Bangsa” atau dalam bahasa Inggris berarti “people” menurut Black’s Law Dictionary, didefinisikan; “A nation on in its collective and political capacity. The aggregate or mass of the individuals who constitute the state. In a more restricted sense, and as generally used in constitutional law, the entire body of those citizens of a state or nation who are invested with political power for political purposes.” Dalam banyak kasus hukum internasional hak penentuan nasib sendiri sering dipakai untuk memutuskan status akhir suatu wilayah bekas jajahan atau yang belum berpemerintahan sendiri. Sesuai dengan ketentuan Piagam PBB Pasal 73, yang dimaksud dengan wilayah jajahan atau yang belum berpemerintahan sendiri, statusnya terpisah dan dibedakan dari wilayah jajahan atau yang belum berpemerintahan sendiri, status terpisah dan dibedakan dari wilayah dari negara yang memerintahnya dan karena itu status tersebut masih tetap ada sampai rakyat di wilayah tersebut melasanakan haknya untu menentukan nasib sendiri. Penentuan nasib sendiri juga telah digunakan dalam kaitannya dengan prinsip keutuhan wilayah agar dapat melindungi lingkungan wilayah dari masa jajahan menuju proses dekolonisasi dan mencegah adanya aturan yang memungkinkan munculnya pemisahan dari negara merdeka.12 Lebih jauh, prinsip self-determination ini dieliminasi oleh Resolusi Majelis Umum PBB bernomor 1541 tahun 1960 yang menegaskan
bahwa
bangsa-bangsa yang telah menjadi komponen populasi suatu negara pasca kolonial tidak lagi memiliki hak penentuan nasib sendiri (yang hanya dimiliki oleh negara terjajah). Jelasnya, resolusi 1541 ini menyatakan bahwa: "suatu wilayah dapat diklasifikasikan sebagai wilayah tanpa pemerintahan (non selfgoverning) dan populasi wilayah tersebut memiliki hak untuk menentukan nasib sendiri hanya jika:
12
Suryokusumo, op.cit., hal.196.
UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009
20
a) wilayah tersebut memiliki pemisahan geografis yang jelas dengan negara administratif; b) populasi dalam wilayah tersebut memiliki etnis atau budaya yang berbeda dengan negara administratif Meskipun hak untuk menentukan nasib sendiri tidak berhasil diakui sebagai kaidah hukum oleh masyarakat internasional, akan tetapi sebagai kekuatan moral mempunyai potensi besar sehingga dapat merubah gambaran dari peta dunia. Bagi bangsa-bangsa yang dijajah dan ingin hak untuk menentukan nasib sendiri dianggap sebagai ajaran hukum alam dipergunakan sebagai hak untuk mengadakan revolusi apabila negara penjajah tidak berniat memberi kemerdekaan bagi wilayah jajahannya. 13 Penggunan hak untuk menentukan nasib sendiri oleh bangsa-bangsa yang ingin merdeka memberikan pengaruh yang cukup besar pada resolusi-resolusi Majelis Umum PBB. Dalam resolusi-resolusi Majelis Umum PBB. Dalam resolusi Majelis Umum 1514 (XV) tertanggal 14 Desember 1960 mengenai The Declaration on the Granting of Independence to Colonial Countries and People yang dalam Pasal 2 dikatakan: ”All the people have the right to self-determintion by virtue of that right they freely determine their poitical status and freely pursue their economic, social and cultural department.” Perumusan semacam itu kembali dimuat dalam Pasal I dari dua konvensi yang terdapat dalam lampiran konvensi Internasional mengenai Hak-hak Azasi Manusia (Resolusi Majelis Umum 2200 A (XXI) tertanggal 16 Desember 1966, yaitu: The International Covenant on Civil and Poitical Rights. Meskipun hak untuk menentukan nasib sendiri telah dimuat dalam resolusi-resousi Majelis Umum, dari perkembangan tersebut belum dapat disimpulkan dengan pasti bahwa hak tersebut telah menjadi hukum positif dalam Hukum Internsional. Alasan utama dapat dikemukakan adalah bahwa Mejelis Umum hanya bertugas memberi rekomendasi yang mengikat, jika dikeluarkan berulang-ulang, sebagai suatu hukum kebiasaan internasional. Resolusi-resolusi yang dikeluarkan bukan
13
Ibid., hal. 198.
UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009
21
merupakan suatu perjanjian yang mengikat secara hukum pada anggota-anggota PBB.14 Permasalahan hukum internasional kedua dalam kasus kemerdekaan negara Kosovo yang akan dibahas dalam karya tulis ini adalah terkait serangan militer NATO. Perlu ditekankan, bahwa intervensi militer NATO dalam konflik Kosovo ini amat kontroversial karena merupakan intervensi militer yang dilakukan tanpa persetujuan Dewan Keamanan PBB. Berdasarkan Piagam PBB Pasal 42, Dewan Keamanan berwenang menggunakan kekuatan militer terhadap negara lain. Dengan demikian, intervensi militer NATO dapat dikatakan sebagai tindakan unilateral kolektif. Keterlibatan Dewan Keamanan PBB dalam krisis Kosovo baru terjadi ketika diadopsinya Resolusi 1244, yang dirilis pada 10 Juni 1999, yang menempatkan provinsi Kosovo di bawah administrasi PBB yang bertugas membentuk pemerintahan sementara Kosovo, melalui program United Nations Interim Adiministration Mission In Kosovo (UNMIK) dengan jaminan pengamanan dari tentara NATO. Pada Pasal 2 ayat 4 Piagam PBB disebutkan bahwa Piagam PBB menentang penggunaan kekuatan yang melawan integritas suatu wilayah dari suatu negara, atau tindakan-tindakan lainnya yang tidak sesuai dengan tujuan PBB.15 Satu-satunya yang diakui oleh PBB atas pengecualian larangan penggunaan kekuatan ini adalah yang terdapat dalam Pasal 51, yang mengakui ”inherent right” setiap negara anggotanya untuk memnggunakan kekuatan untuk membela negaranya jika ada serangan dari pihak luar, sampai Dewan Keamanan PBB mengambil suatu tindakan.16
14
Dalam hal ini Bowett berpendapat bahwa resolusi-resolusi Majelis Umum yang dikeluarkan berulang-ulang seperti resolusi mengenai hak untuk menentukan nasib sendiri dapat mempunyai sifat yang normatif daripada doktrin yang politis: sehingga Majelis Umum dalam hal tersebut telah berperan sebagai badan quasi legislatif. 15
United Nations Charter, Chapter I, Article 2 (4); “All Members shall refrain in their international relations from the threat or use of force against the territorial integrity or political independence of any state, or in any other manner inconsistent with the Purposes of the United Nations”. 16
United Nations Charter, Chapter VII, Article 51; “Nothing in the present Charter shall impair the inherent right of individual or collective selfdefence if an armed attack occurs against a Member of the United Nations, until the Security Council has taken measures necessary to maintain international peace and security. Measures taken by Members in the exercise of this right of self-defence shall be immediately reported to the
UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009
22
Serangan yang dilakukan oleh NATO atas Serbia bukan merupakan suatu tanggapan terhadap serangan bersenjata dan tidak juga serangan yang disahkan oleh Dewan Keamanan PBB. NATO menyatakan melakukan serangan dengan dasar demi mendukung ”aims of the international community” dan untuk menyelamatkan ”humanitarian emergency.”17 Penggunaan kekuatan militer adalah wewenang dari Dewan Keamanan PBB. Pasal 24 ayat (1) Piagam PBB memberikan tanggung jawab utama kepada Dewan Keamanan untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional.18 Pasal 39 Piagam PBB menyatakan bahwa Dewan Keamanan menentukan ada atau tidak adanya suatu ancaman terhadap perdamaian, pelanggaran terhadap perdamaian, atau tindakan agresi lainnya, serta memutuskan langkah-langkah apa yang
perlu
diambil
untuk
mengembalikan
keamanan
dan
perdamaian
internasional.19 Pasal 53 Piagam PBB dengan jelas mengakui legitimasi organisasi keamanan regional seperti NATO, tetapi Piagam PBB tidak memberikan organisasi tersebut kewenangan khusus. Bahkan pasal tersebut secara jelas melarang tindakan penggunaan kekerasan yang dilakukan oleh organisasi regional tanpa adanya persetujuan Dewan Keamanan.20
Security Council and shall not in any way affect the authority and responsibility of the Security Council under the present Charter to take at any time such action as it deems necessary in order to maintain or restore international peace and security”. 17
Statement on Kosovo, issued by the Head of States and Government participating in the meeting of North Atlantic Council in Washington DC on 22-23 April 1999, , diakses pada 30 Agustus 2008, 20.30 WIB. 18
United Nations Charter, Chapter V, Article 24 (1); “In order to ensure prompt and effective action by the United Nations,its Members confer on the Security Council primary responsibility for the maintenance of international peace and security, and agree that in carrying out its duties under this responsibility the Security Council acts on their behalf.” 19
United Nations Charter, ChapterVII, Article 39; “The Security Council shall determine the existence of any threat to the peace, breach of the peace, or act of aggression and shall make recommendations, or decide what measures shall be taken in accordance with Articles 41 and 42, to maintain or restore international peace and security.” 20
United Nations Charter, Chapter VIII, Article 53(1); “The Security Council shall, where appropriate, utilize such regional arrangements or agencies for enforcement action under its authority. But no enforcement action shall be taken under regional arrangements or by regional agencies without the authorization of the Security Council,
UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009
23
Pasal 7 Perjanjian Washington yang merupakan perjanjian pembentukan NATO sendiri menegaskan bahwa negara-negara yang tergabung dalam Aliansi NATO wajib mematuhi ketentuan dalam Piagam PBB dan mengakui kewenangan utama dari Dewan Keamanan PBB dalam menangani masalah-masalah yang menyangkut perdamaian dan keamanan internasional.21 Permasalahan
hukum
internasional
terakhir
yang
terkait
dengan
kemerdekaan Negara Kosovo yang akan dibahas dalam karya tulis ini adalah mengenai Pengakuan Negara (Recognition). Dalam praktek hukum internasional adalah lazim apabila suatu Negara yang lebih dahulu eksis memberikan pengakuan terhadap keberadaan negara atau pemerintahan yang lebih muda usianya. Selama ini pemberian pengakuan terhadap suatu negara baru lebih banyak diberikan berdasarkan kalkulasi yang bersifat politis daripada hukum.22 Pengakuan adalah metode untuk menerima situasi-situasi faktual (de facto) yang kemudian diikuti oleh kensekuensi hukumnya (de jure). Dengan dimilikinya pengakuan oleh suatu negara maka secara otomatis hal tersebut menunjukan bahwa negara tersebut telah menyandang hak-hak dan kewajiban-kewajiban hukum diantara negara yang memberikan pengakuan dengan negara yang diberikan pengakuan. Selain itu pengakuan merupakan penerimaan dari negaranegara lain sebagai subjek hukum terhadap negara lainnya untuk bertindak dalam kapasitas sebagai subjek hukum.23 Pengakuan terhadap suatu negara baru didefinisikan oleh beberapa penulis sebagai :
with the exception of measures against any enemy state, as defined in paragraph 2 of this Article, provided for pursuant to Article 107 or in regional arrangements directed against renewal of aggressive policy on the part of any such state, until such time as the Organization may, on request of the Governments concerned, be charged with the responsibility for preventing further aggression by such a state.” 21
The North Atlantic Treaty, Article 7; “This Treaty does not affect, and shall not be interpreted as affecting in any way the rights and obligations under the Charter of the Parties which are members of the United Nations, or the primary responsibility of the Security Council for the maintenance of international peace and security.” 22
Jawahir Thontowi dan Pranoto Iskandar, (Bandung: Refika Aditama, 2006), hal. 131. 23
Hukum Internasional Kontemporer,
Ibid, hal.132.
UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009
24
“…tindakan bebas oleh satu negara atau lebih yang mengakui eksistensi suatu wilayah tertentu dari masyarakat manusia yang terorganisir secara politis, yang tidak terikat pada negara lain, dan mempunyai kemampuan untuk menaati kewajiban-kewajiban menurut hukum internasional, dan dengan cara itu negara-negara yang mengakui menyatakan kehendak mereka untuk menganggap wilayah yang diakuinya sebagai salah satu anggota masyarakat internasional.”24 Kemerdekaan Negara Kosovo telah mendapat pengakuan dari Amerika Serikat, Inggris dan beberapa negara Uni Eropa. Tetapi kemerdekaan Kosovo ini ditolak Rusia, China, beberapa negara Uni Eropa lain, Vietnam dan beberapa negara lainnya. Seperti yang sudah disebutkan di atas pengakuan terhadap suatu negara baru lebih banyak diberikan berdasarkan kalkulasi yang bersifat politis daripada hukum, demikian juga dengan pengakuan terhadap kemerdekaan Negara Kosovo ini. Amerika Serikat diduga berkepentingan memperlemah jejaring Rusia atas negara-negara Eropa Timur di semenanjung Balkan. Bagi sebagian negara Uni Eropa, Kosovo (bersama sejumlah negara Balkan lainnya) potensial memperkuat peran Uni Eropa dalam mewujudkan stabilitas kawasan Eropa bersatu. Sementara bagi Rusia, lepasnya Kosovo – atas prakarsa/dukungan AS maupun Uni Eropa – jelas memperlemah pengaruhnya di kawasan Balkan yang merupakan salah satu proksi utamanya.25 Kebijaksanaan untuk mengakui negara baru ditentukan terutama oleh perlunya perlindungan atas kepentingan-kepentingan negara yang erat kaitannya dengan terpeliharanya hubungan dengan setiap negara baru atau pemerintahan baru yang stabil dan tetap. Di samping hal ini, pertimbangan-pertimbangan politis lainnya, misalnya perdagangan, strategi, dan sebagainya akan mempengaruhi pemberian pengakuan oleh suatu negara. Sebagai akibatnya timbul kecenderungan 24
J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional [Introduction to International Law] diterjemahkan oleh Bambang Iriana Djajaatmadja (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hal. 176. 25
R.B. Suryama M. Sastra “Bahan Kajian Awal Menimbang Solusi Permasalahan Kosovo”, , diakses pada 25 Agustus 2008, 1.30 WIb
UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009
25
kuat dalam memberikan pengakuan oleh negara-negara untuk memakai prinsip hukum sebagai kamuflase guna menutupi keputusan-keputusan politik.26 Dalam praktek hukum internasional tidak ada pengaturan umum atas keberadaan kewajiban pemberian pengakuan. Tidak ada hak ataupun kewajiban pemberian pengakuan ditetapkan dalam Rancangan Deklarasi tentang Hak-Hak dan Kewajiban Negara pada tahun 1949. Tindakan negara-negara memberikan atau menolak memberikan pengakuan belum dapat dikontrol oleh suatu hukum internasional yang tegas. Pengakuan sering dianggap hanya merupakan suatu tindakan fakultatif dan bukanlah suatu kewajiban. Demikian juga tidak ada kewajiban terhadap suatu negara berdasarkan hukum internasional untuk tidak mengakui atau menarik kembali pengakuan apabila syarat-syarat kenegaraan atau otoritas pemerintah tidak ada lagi. Ketidakpastian praktek negara yang tampak dalam kaitan ini dikurangi oleh pertimbangan bahwa sebagian besar negara, sedapat mungkin, berusaha untuk memberikan pengakuan berdasarkan prinsip-prinsip hukum dan preseden-preseden. Paling tidak bahwa meskipun negara-negara itu dapat menunda pengakuan karena alasan-alasan politis, apabila mereka melakukan hal ini, umumnya telah diyakini bahwa negara atau pemerintah yang diakui tersebut setidaknya telah memiliki syarat-syarat hukum yang diperlukan.27 Dalam kasus kemerdekaan negara Kosovo, negara-negara yang hendak memberikan pengakuan harus berhati-hati dan tidak perlu terburu-buru. Penyelesaian masalah Kosovo yang dipaksakan secara unilateral dengan memberikan kemerdekaan kepada etnis Albania didasarkan pada jumlah etnis yang lebih besar daripada etnis lainnya, akan memberikan efek bola salju atau darah segar bagi etnis-etnis lain dibelahan dunia manapun yang sedang menghadapi masalah separatisme. Memang ada persoalan pelanggaran HAM di masa lampau, namun solusi diupayakan tidak secara sepihak dan unilateral, melainkan solusi kedua belah pihak dan multilateral (melalui mekanisme PBB). Sehingga dapat dicapai peacefull coexistency (hidup berdampingan secara damai), bukan instabilitas baru khususnya di kawasan Balkan dan dunia pada umumnya. 26
Starke,op.cit. , hal.174.
27
Ibid, hal.180.
UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009
26
1.2.Pokok Permasalahan
Terkait dengan uraian mengenai kemerdekaan negara Kosovo ditinjau dari segi hukum internasional, maka dapat diangkat beberapa pokok permasalahan yaitu: 1. Dapatkah kemerdekaan Kosovo digolongkan sebagai hak penentuan nasib sendiri (Self Determination Right)? 2. Bagaimanakah status hukum intervensi militer NATO atas Serbia dalam konflik Kosovo? 3. Haruskah eksistensi Kosovo sebagai negara baru ditentukan oleh adanya pengakuan dari negara lain?
1.3.Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah sebagai suatu studi analistis mengenai aspek aspek hukum internasional dalam masalah kemerdekaan Negara Kosovo. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pengertian sebenarnya dari Right of Self Determination;. 2. Untuk mengetahui bagaimana praktek dalam hukum internasional mengenai lahirnya sebuah negara baru. 3. Untuk
mengetahui
implikasi
kemerdekaan
Kosovo
bagi
hubungan
internasionalnya.
1.4.Metode Penelitian
Bentuk penelitian yang digunakan adalah bersifat yuridis normatif. Bersifat yuridis normatif artinya penelitian mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perudangan-perundangan. Penelitian yuridis normatif adalah penelitian hukum kepustakaan28 sehingga dalam melakukan penelitian ini, 28
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, cet.9, (Jakarta: Rajawali Press,2006), hal.23.
UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009
27
peneliti akan melakukan studi pustaka terhadap bahan pustaka atau data sekunder yang bersifat hukum. Oleh karena itu, data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh melalui studi dokumen dan wawancara terhadap narasumber. Data sekunder adalah data yang mencakup dokumen-dokemen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, buku harian dan sebagainya.29 Data sekunder ini ,mencakup 3 hal, yakni : -
bahan
hukum
primer,
terdiri
dari
peraturan
perundang-undangan;
yurisprudensi; dan konvensi - bahan hukum sekunder, terdiri dari buku-buku; Rancangan Undang-Undang (RUU); laporan penelitian; dan makalah. - bahan hukum tersier, terdiri dari ensiklopedia dan kamus. Untuk bahan hukum primer digunakan konvensi dan peratuaran perundang-undangan yang isinya memiliki kekuatan hukum mengikat. Sementara itu untuk bahan hukum sekunder digunakan bahan pustaka berupa buku, jurnal, dan majalah mengenai hak penentuan nasib sendiri (Right of Self Determination), status hukum NATO sebagai organisasi regional, serta pengakuan kemerdekaan Kosovo. Sedangkan untuk bahan hukum tersier digunakan kamus hukum Selain melakukan studi pustaka terhadap bahan hukum, dilakukan juga wawancara terhadap narasumber sebagai pelengkap dari studi dokumen, yaitu wawancara dengan sejumlah pihak yang memberikan informasi yang terkait dengan masalah kemerdekaan Kosovo.
1.5. Landasan Konseptual
1. Hak penentuan nasih sendiri (right of self determination) pada umumnya dapat dijelaskan dalam dua arti, yaitu: (i) Sebagai hak dari suatu bangsa dari suatu negara untuk menentukan bentuk pemerintahannya sendiri. Hak sedemikian sudah diakui dalam Hukum Internasional dan dapat dibaca dalam naskah deklarasi mengenai hak dan 29
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet.3, (Jakarta:UI-Press, 2006),
hal.12.
UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009
28
kewajiban negara-negara yang dibuat oleh Panitia Hukum Internasional pada tahun 1949 dan dimuat dalam Pasal 1: ”Every State has the right to independence and hence to exercise freely, without dictation by any other State, all its legal powers, including the choice of its own form of government”. (ii) Hak dari sekelompok orang atau bangsa untuk mendirikan sendiri suatu negara yang merdeka.30
2. Pengakuan adalah tindakan bebas oleh satu negara atau lebih yang mengakui eksistensi suatu wilayah tertentu dari masyarakat manusia yang terorganisisr secara politis, yang tidak terikat pada negara lain, dan mempunyai kemampuan untuk menaati kewajiban-kewajiban menurut hukum internasional, dan dengan cara itu negara-negara yang mengakui menyatakan kehendak mereka untuk menganggap wilayah yang diakuinya sebagai salah satu anggota masyarakat internasional.31
3. Negara adalah sekumpulan orang yang secara permanen menempati suatu wilayah yang tetap, diikat oleh ketentuan-ketentuan hukum yang melalui pemerintahannya, mengawasi masyarakat dan harta bendanya dalam wilayah perbatasannya, mampu menyatakan perang dan damai serta mampu mengadakan hubungan nternasional dengan masyarakat internasional lainnya.32
1.6.Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini, sistematika penulisannya adalah sebagai berikut:
30
Sidik Suraputra, Hukum Internasional dan Berbagai Permasalahannya; Suatu Kumpulan Karangan, (Jakarta: Lembaga Pengkajian Hukum Internasional, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Diadit Media, 2006) , hal. 192. 31
J.G. Starke, op.cit., hal. 176.
32
Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, St.Paul Minn.: West Publishing Comp., Edisi ke-5, tahun 1979, hlm. 1262.
UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009
29
Bab I merupakan Bab pendahuluan yang berisi latar belakang permasalahan; pokok permasalahn; tujuan penelitian; metode penelitian; landasan konseptual; dan sistematika penulisan Bab II berisi Hak Penentuan Nasib Sendiri (Self Determination Right), yang memuat tentang pengertian hak penentuan nasib sendiri; hak penentuan nasib sendiri dalam perjanjian internasional; hak penentuan nasib sendiri dalam yurisprudensi International Court of Justice (ICJ); serta pemegang hak penentuan nasib sendiri. Bab III berisi tentang intervensi militer NATO dalam konflik Kosovo, yang memuat intervensi militer dalam hukum internasional, tinjauan umum terhadap NATO, intervensi militer NATO dan status hukumnya. Bab IV memuat analisis kasus kemerdekaan negara Kosovo ditinjau dari segi hukum internasional, yang berisi analisis bangsa Kosovo-Albania sebagai pemegang hak penentuan nasib sendiri yang kemudian dilanjutkan pengakuan terhadap Kosovo sebagai negara baru. Bab V merupakan Bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran.
UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009