BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Inisiasi Menyusu Dini atau yang dikenal sekarang dengan IMD merupakan langkah awal menuju kesuksesan menyusui. Salah satu tujuan IMD adalah menekan mortalitas bayi. IMD dapat mengurangi 22% kematian bayi 28 hari, berarti IMD mengurangi kematian balita 8,8% (Roesli, 2008). IMD merupakan program yang memberikan kesempatan kepada ibu untuk bersama bayinya dengan kontak kulit dan membiarkan mereka bersama-sama minimal 1 jam. IMD merupakan salah satu strategi yang dicanangkan oleh World Health Organization (WHO) dan United Nations Children’s Fund (UNICEF) untuk menyelamatkan kehidupan bayi baru lahir dan mengeluarkan protokol baru tentang ”ASI segera” sebagai tindakan ”life saving”. Berdasarkan penelitian WHO 2000, di enam negara berkembang yaitu Brasil, Ghana, India, Oman, Norwegia, dan Amerika Serikat, resiko kematian bayi antara usia 9-12 bulan meningkat 40% jika bayi tersebut tidak disusui. Untuk bayi berusia kurang dari 2 bulan, angka kematian ini meningkat menjadi 48%, sekitar 40% kematian balita terjadi satu bulan pertama kehidupan bayi. Permasalahan Angka Kematian Bayi (AKB) masih merupakan permasalahan utama bagi negara berkembang. Di negara berkembang, saat melahirkan dan minggu pertama setelah melahirkan merupakan periode kritis bagi ibu dan bayinya. Sekitar dua pertiga kematian terjadi pada masa neonatal, dua per tiga kematian neonatal
1
tersebut terjadi pada minggu pertama, dan dua pertiga kematian bayi pada minggu pertama tersebut terjadi pada hari pertama. AKB di Indonesia mencapai 32 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2012. Angka ini masih jauh dari target MDGs 2015, yakni menurunkan AKB menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup (Kemenkes, 2014). Menurut WHO dan UNICEF (2012) laporan anak dunia 2011 yaitu dari 136,7 juta bayi lahir diseluruh dunia dan hanya 32,6% dari mereka yang disusui secara eksklusif dalam 6 bulan pertama. Sedangkan di negara industri, bayi yang tidak diberi ASI eksklusif lebih besar meninggal dari pada bayi yang diberi ASI eksklusif. Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dihubungkan dengan penurunan kasus diare sebesar 53,0% dan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) sebesar 27,0%. Sementara di negara berkembang hanya 39% ibu-ibu yang memberikan ASI eksklusif. Upaya meningkatkan pemberian ASI sedini mungkin di Indonesia hingga saat ini masih banyak menemui kendala. Studi kualitatif Fikawati & Syafiq (2010) melaporkan faktor predisposisi kegagalan ASI adalah pengetahuan dan pengalaman ibu yang kurang dan faktor pemungkin yang menyebabkan terjadinya kegagalan adalah karena ibu tidak difasilitasi melakukan IMD. Permasalahan yang utama adalah faktor kurangnya pengetahuan, sosial budaya, kesadaran akan pentingnya ASI untuk kesehatan anak, pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan yang belum sepenuhnya mendukung program peningkatan penggunaan ASI, gencarnya promosi susu formula dan ibu yang bekerja.
Keberhasilan program IMD juga sangat dipengaruhi oleh perilaku ibu. Pengetahuan dan pemahaman akan pentingnya IMD pada bayi baru lahir menjadi suatu kebutuhan ibu dalam pelaksanaan IMD. Pemahaman tentang IMD merupakan persoalan yang sangat penting. Faktor yang memungkinkan terlaksananya IMD apabila individu, keluarga, petugas kesehatan serta masyarakat sudah memahami tentang pengertian, manfaat, serta tujuan dari IMD dan pemberian ASI eksklusif. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang dan perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari pengetahuan. Semakin baik pengetahuan ibu post partum tentang manfaat ASI eksklusif untuk pertumbuhan dan perkembangan anak akan membantu ibu dalam memberikan ASI sedini mungkin (Dianartiana, 2011). Keberhasilan IMD akan tercapai apabila ada dukungan antara penerima pelayanan kesehatan yaitu masyarakat dan pemberi pelayanan kesehatan yaitu tenaga kesehatan terutama bidan. Bidan sebagai salah satu tenaga kesehatan wajib melaksanakan IMD dan konseling ASI eksklusif. Berdasarkan Permenkes 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik bidan, bidan dalam menjalankan praktiknya berwenang untuk memberikan pelayanan ibu menyusui dengan memfasilitasi/memberi bimbingan inisiasi menyusu dini dan promosi air susu ibu eksklusif (Widiastuti, 2013).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Septiyorini (2010) tentang Karakteristik dan sikap tenaga kesehatan dengan pelaksanaan IMD di wilayah kerja Puskesmas Tlogosari Wetan Semarang menunjukkan hasil penelitian sikap tenaga kesehatan dalam pelaksanaan IMD didapatkan hasil yang mendukung dalam pelaksanaan IMD yaitu 57,1% sedangkan yang bersikap kurang mendukung 42,9%. Berdasarkan hasil penelitian tenaga kesehatan sudah bersikap baik tetapi masih perlunya peningkatan kedekatan bagi para petugas kesehatan dengan para ibu-ibu dalam mengadakan konseling atau bimbingan khusus mengenai segala hal yang berkaitan dengan pemberian praktek menyusui. Berhasil atau tidaknya penyusuan dini di tempat pelayanan ibu bersalin, Rumah Sakit sangat tergantung pada petugas kesehatan yaitu perawat, bidan atau dokter. Merekalah yang pertama-tama akan membantu ibu bersalin melakukan penyusuan dini. Petugas kesehatan di kamar bersalin harus memahami tatalaksana laktasi yang baik dan benar, petugas kesehatan tersebut diharapkan selalu mempunyai sikap yang positif terhadap penyusuan dini. Mereka diharapkan dapat memahami, menghayati dan mau melaksanakannya. Betapapun sempitnya waktu yang dipunyai oleh petugas kesehatan tersebut, diharapkan masih dapat meluangkan waktu untuk memotivasi dan membantu ibu setelah bersalin untuk penyusuan dini. Bagi ibu primipara sebagian besar merasa ASI yang diproduksinya masih kurang. Padahal, Pada seorang primipara, ASI sering keluar pada hari ke 3 dan jumlah ASI selama 3 hari pertama hanya 50 ml (kira-kira 3 sendok makan), bila hal
ini tidak diketahui baik oleh ibu maupun oleh petugas kesehatan, maka akan mendorong ibu untuk memberikan susu formula (Fretty, 2012). Persiapan menyusui pada masa kehamilan dan nifas merupakan hal yang penting, sebab dengan persiapan yang lebih baik, maka ibu lebih siap untuk menyusui bayinya. Oleh karena itu di Rumah Sakit, Puskesmas atau di Rumah Bersalin terdapat kelas seperti kelas persiapan menjadi orang tua (parent education), yang salah satu materi yang disampaikannya adalah bimbingan persiapan menyusui. Bidan dan perawat sangat berperan dalam memberikan penyuluhan-penyuluhan persiapan menyusui bagi ibu agar mendapatkan air susu yang optimal, salah satu yang dapat dilakukan bidan yaitu dengan memberikan konseling menyusui kepada ibu hamil sebelum melahirkan. Albernaz (2008) menyatakan bahwa konseling laktasi / konseling menyusui dapat mencegah penghentian menyusui dini dan efektif dalam peningkatan pemberian ASI eksklusif di Brazil. Konseling laktasi diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap ibu hamil yang akan menumbuhkan kepercayaan ibu untuk dapat melakukan tindakan IMD setelah melahirkan. Pengetahuan tentang IMD harus dimiliki oleh ibu hamil yang sangat penting dilakukan pada saat setelah ibu melahirkan bayinya. Sehingga IMD dapat dilakukan dengan tepat dan ibu mau bekerja sama dengan bidan dalam melakukan IMD setelah melahirkan bayinya. IMD memiliki dampak atau manfaat yang banyak bagi ibu dan bayinya sendiri, salah satu mamfaat dari IMD adalah bayi akan memiliki ketahanan
terhadap infeksi dan dapat menurunkan resiko kedinginan, sehingga dapat terhindar dari hypotermi yang dapat menyebabkan kematian. Berdasarkan penelitian Bohari di RSIA Fatimah Makassar yaitu terjadi peningkatan pengetahuan sebesar 56,52% dan sikap positif sebesar 41,3% setelah dilakukan edukasi. Sejalan dengan penelitian Ramlah, dkk (2014), di RSIA Pertiwi Makasar terdapat peningkatan pengetahuan ibu hamil sebesar 93,3% dan sikap positif IMD sebesar 65% setelah dilakukan edukasi. Berdasarkan lima rumah sakit yang ada di Banda Aceh bahwa RSUD dr. Zainoel Abidin merupakan rumah sakit yang jumlah kunjungan ibu hamil paling banyak. Data dari RSUD dr. Zainoel Abidin tahun 2014 dari 1.258 persalinan hanya 442 orang (56%) ibu yang melakukan IMD. Dari 48 orang bidan yang bekerja diruang bersalin dan kamar bayi (neonatus), yang pernah mengikuti pelatihan tentang konseling ibu menyusui hanya 10 orang (25%). Dari data tersebut dapat dilihat bahwa masih rendahnya ibu yang melakukan IMD setelah melahirkan. Rendahnya ibu melakukan IMD diasumsikan karena kurangnya pengetahuan ibu akibat kurangnya pemberian informasi oleh petugas kesehatan karena RSUD dr. Zainoel Abidin hanya menunjuk satu konselor ASI yang ditempatkan di ruang kebidanan, padahal kunjungan ibu hamil dilakukan di Poli Kebidanan. Sehingga tugas konselor ASI tidak dapat dijalankan dengan efektif akibat banyak pekerjaan lain yang harus diselesaikan oleh konselor. Hasil wawancara dengan 4 orang bidan di ruangan bersalin di RSUD dr. Zainoel Abidin pada tanggal 23 Februari 2015, alasan mereka tidak melakukan IMD
karena indikasi-indikasi dari persalinan seperti persalinan terlantar, perdarahan hebat, bayi dengan asfiksia dan lain sebagainya. Selanjutnya juga dilakukan wawancara dengan 5 orang ibu yang baru melahirkan pada tanggal 19-24 Februari 2015, alasan ibu yang baru melahirkan tidak mau melakukan IMD karena masih terasa nyeri perut, tidak nyaman dan merasa lelah/lemas setelah persalinan. Sedangkan pada 2 orang ibu primigravida menyatakan karena masih merupakan hal yang baru dan sulit bagi mereka untuk melakukan IMD. Dari 7 orang ibu, 4 orang ibu mengaku belum pernah mendapat konseling tentang menyusui pada saat kehamilan. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka diperoleh gambaran bahwa masih banyaknya ibu yang tidak melakukan IMD dan tidak mendapatkan konseling pada masa kehamilan, maka perlu dilakukan analisis tentang pengaruh pemberian konseling menyusui terhadap perilaku ibu hamil trimester III dalam IMD di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2015.
1.2. Permasalahan Berdasarkan latar belakang di atas permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah
pengaruh
pemberian
konseling
menyusui
terhadap
perilaku
(pengetahuan, sikap dan tindakan) ibu hamil trimester III dalam IMD di RSUD dr. Zainoel Abidin Tahun 2015.
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian konseling menyusui terhadap perilaku (pengetahuan, sikap dan tindakan) ibu hamil trimester III dalam IMD di RSUD dr. Zainoel Abidin Tahun 2015.
1.4. Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian ini adalah: 1.
Ada pengaruh pemberian konseling menyusui terhadap pengetahuan ibu hamil trimester III dalam IMD di RSUD dr. Zainoel Abidin Tahun 2015.
2.
Ada pengaruh pemberian konseling menyusui terhadap sikap ibu hamil trimester III dalam IMD di RSUD dr. Zainoel Abidin Tahun 2015.
3.
Ada pengaruh pemberian konseling menyusui terhadap tindakan ibu hamil trimester III dalam IMD di RSUD dr. Zainoel Abidin Tahun 2015.
1.5. Manfaat Penelitian 1.
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumber informasi bagi RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh bahwa pentingnya penerapan konseling yang baik bagi seorang bidan yang berdampak pada keberhasilan pelaksanaan IMD.
2.
Memberikan masukan kepada bidan untuk melaksanakan IMD dan konseling ASI, serta mampu menciptakan solusi-solusi terhadap kendala-kendala yang umumnya terjadi di masyarakat.
3.
Sebagai bahan informasi kepada masyarakat khususnya ibu yang hamil dalam upaya meningkatkan kualitas hidup bayi melalui peningkatan dalam pelaksanaan IMD.