BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Sakit dan dirawat dirumah sakit merupakan krisis utama yang tampak pada
anak jika anak di rawat dirumah sakit. Anak tersebut akan mudah mengalami krisis karena anak mengalami stres akibat perubahan baik terhadap status kesehatanya maupun lingkungan sehari-hari dan anak mengalami keterbatasan dalam mekanisme koping untuk mengatasi masalah maupun kejadian yang bersifat menekan (Nursalam, 2005). Anak usia sekolah merupakan periode dalam kehidupan yang dimulai pada usia 6-12 tahun. Dimana anak usia sekolah memiliki peningkatan kekhawatiran terhadap integritas tubuhnya. Karena tubuh merupakan hal yang penting dan bernilai khusus, anak menjadi sangat sensitif terhadap segala sesuatu yang dianggap mengancam atau menjadi indikasi timbulnya cedera pada tubuhnya (Wong, 2008). Bedah telah menjadi salah satu bentuk keahlian sejak pertengahan abad 19. Pembedahan merupakan cara dokter untuk mengobati kondisi yang sulit atau tidak mungkin disembuhkan hanya dengan obat-obatan sederhana. Saat menghadapi pembedahan, klien akan mengalami berbagai stresor. Pembedahan yang ditunggu pelaksanaanya akan menyebabkan rasa takut dan cemas pada klien yang menghubungkan pembedahan dengan rasa nyeri, kemungkinan cacat, menjadi bergantung pada orang lain dan mungkin kematian (Potter, 2005).
Kecemasan adalah keadaan yang tidak mengenakan dan tidak merasa nyaman yang terjadi dikehidupan sehari-hari yang juga dapat terjadi pada seseorang yang akan menjalani pembedahan. Banyak hal yang mendukung pendapat bahwa perawatan dirumah sakit dan pembedahan akan menimbulkan stress besar pada anak. Rasa cemas anak akan mempengaruhi respon anak terhadap penaganan medis. Melamied dan siegal (1975) mencatat bahwa karena stress yang dialaminya, sangat besar 10% sampai 35% anak memperlihatkan masalah emosi atau perilaku yang akut atau jangka lama seperti mimpi buruk, peningkatan ketergantungan, regresi dan hilangnya kemampuan buang air sendiri, gangguan makan dan peningkatan rasa takut. Rasa takut anak terkait dengan rumah sakit terutama disebabkan oleh keberadaanya di lingkungan yang baru, terhentinya kegiatan rutin dan prosedur yang menimbulkan nyeri, multilasi tubuh dan perasaan disia-siakan serta pemisahan (Gruendemann, 2005). Hal ini berkaitan pada kecemasan yang dialami anak usia sekolah yaitu selain berpisah dengan kelompok sosial dan keluarga, anak usia sekolah juga merasakan cemas saat mengalami luka pada tubuh dan adanya rasa nyeri (Supartini, 2004). Kecemasan anak usia sekolah lebih terpusat pada hal yang nyata, yaitu cedera pada tubuhnya (Rudolph, 2006). Takut cedera dan nyeri tubuh merupakan akibat dari rasa takut terhadap penyakit, kecacatan, dan kematian (Muscari, 2005). Ketakutan tentang tubuh yang disakiti dan nyeri merupakan penyebab utama yang menimbulkan kecemasan pada anak (Potter, 2005). Anak usia sekolah tidak begitu khawatir terhadap nyeri jika dibandingkan dengan disabilitas, pemulihan yang tidak pasti, atau
kemungkinan kematian (Wong, 2008). Reaksi terhadap perlukaan atau rasa nyeri akan ditunjukkan dengan ekspresi baik secara verbal maupun nonverbal karena anak usia sekolah sudah mampu mengkomunikasikannya (Supartini, 2004). Menurut Alifatin (2001) dalam Christine (2010), respon cemas yang ditunjukkan anak saat perawat melakukan tindakan invasif sangat bermacammacam, ada yang bertindak agresif, bertindak dengan mengekspresikan secara verbal, membentak, serta dapat bersikap dependen yaitu menutup diri dan tidak kooperatif . Intervensi yang dilakukan perawat melalui persiapan dan bantuan bagi anak yang dijadwalkan menjalani pembedahan dapat mendeteksi adanya rasa cemas serta mencegah masalah jangka pendek atau panjang yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan (Gruendemann, 2005). Kehidupan anak juga sangat ditentukan keberadaan bentuk dukungan dari keluarga (Hidayat, 2005). Dukungan keluarga adalah memberikan motivasi, rasa nyaman, kasih sayang, dan perhatian (Novtaria, 2011). Anggota keluarga dapat memberi dukungan melalui kehadiran mereka disana, tetapi mereka akan menghadapi stresor yang sama seperti yang dihadapi klien (Potter, 2005). Keluarga juga sering merasa cemas dengan perkembangan keadaan anaknya, proses pengobatan, dan biaya perawatan. Meskipun dampak tersebut tidak bersifat langsung terhadap anak, secara psikologis anak akan merasakan perubahan perilaku orang tua yang mendampinginya selama perawatan (Marks, 1998). Anak menjadi semakin stres dan hal ini berpengaruh pada proses penyembuhan (Nursalam, 2005). Menurut Anderson dan Masur (1989) dalam
Wijayanti (2009) menjelaskan bahwa pada pasien pre operasi sangat membutuhkan dukungan keluarga, pasien dapat mengekspresikan ketakutan dan kecemasannya pada keluarga dengan mengurangi kecemasan dan ketakutan yang berlebihan dan tidak beralasan, akan mempersiapkan pasien secara emosional. Dan dari penelitian Novtaria (2011) yang berjudul hubungan dukungan keluarga terhadap respon cemas pasien prabedah yaitu dengan adanya dukungan keluarga dapat membuat respon cemas pasien berkurang. Kesimpulan dari hasil penelitian Fincer dkk, (2012) yang berjudul The effectiveness of a standardised preoperative preparation in reducing child and parent anxiety: a single-blind randomised controlled trial. Diperkirakan bahwa sekitar 50-70% anak dirawat di rumah sakit mengalami kecemasan dan tekanan sebelum menjalani pembedahan. Anak-anak yang sangat cemas dan tertekan sebelum menjalani pembedahan kemungkinan akan menunjukkan perilaku negatif setelah menjalani pembedahan. Persiapan sebelum pembedahan lebih efisien dilakukan dengan adanya dukungan orang tua kepada anak, oleh karena itu orang tua harus terlibat aktif dalam persiapan sebelum pembedahan pada anak mereka. Pada saat peneliti melakukan survey awal ke ruang IX di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Medan mendapati suatu keadaan ternyata pada pasien anak yang akan menjalani pembedahan dapat menimbulkan respon cemas. Dimana pasien anak harus menjalani berbagai prosedur persiapan pembedahan yang salah satunya menjalani tindakan anestesi. Menurut Wong (2008) dimana salah satu penelitian terhadap anak sekolah menemukan bahwa hal yang ditakutkan adalah injeksi dan masker wajah. Dan juga rasa khawatir terhadap
pemulihan yang tidak pasti atau kemungkinan kematian. Sedangkan menurut Gruendemann (2005) rasa cemas anak juga disebabkan oleh keberadaanya dilingkungan yang baru, terhentinya kegiatan rutin, prosedur yang menimbulkan nyeri, mutilasi tubuh, dan perasaan disia-siakan serta pemisahan. Jauh dari keluarga juga dapat membuat cemas pada anak (Muscari, 2005). Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Respon Cemas Anak Usia Sekolah Yang Akan Menjalani Pembedahan di Ruang IX Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Medan Tahun 2013”.
1.2
Pertanyaan Penelitian Bagaimana hubungan dukungan keluarga dengan respon cemas anak usia
sekolah Yang Akan Menjalani Pembedahan di Ruang IX Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Medan Tahun 2013.
1.3
Hipotesis Penelitian Dalam penelitian ini hipotesa yang dibuat adalah hipotesa kerja (hipotesa
alternatif) yaitu ada hubungan antara dukungan keluarga dengan respon cemas anak usia sekolah yang akan menjalani pembedahan di ruang IX RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2013.
1.4
Tujuan Penelitian
1.4.1
Tujuan Umum Mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan respon cemas anak usia
sekolah Yang Akan Menjalani Pembedahan di Ruang IX Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Medan Tahun 2013. 1.4.2
Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi dukungan keluarga pada anak usia sekolah di Ruang IX RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2013. 2. Mengidentifikasi respon cemas anak usia sekolah yang akan menjalani pembedahan di ruang IX RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2013. 3. Mengidentifikasi hubungan dukungan keluarga dengan respon cemas anak usia sekolah yang akan menjalani pembedahan di ruang IX RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2013.
1.5
Manfaat Penelitian
1.5.1
Praktek Keperawatan Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan perawat dalam
memberikan intervensi keperawatan yang tepat untuk mengatasi respon cemas pada anak dengan memfasilitasi keluarga dalam memberikan dukungan bagi anak sebelum dilakukan pembedahan.
1.5.2
Pendidikan Keperawatan Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi yang berguna bagi
para pembaca untuk meningkatkan mutu pendidikan keperawatan anak sehingga masalah psikologis dapat teratasi yang dapat membantu proses penyembuhan. 1.5.3
Penelitian Selanjutnya Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai wawasan peneliti sehingga
menjadi masukan pentingnya dukungan keluarga dalam setiap intervensi keperawatan yang dilakukan pada anak dan dapat mengurangi dampak trauma pada anak.