BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Perkembangan kehidupan manusia untuk mencapai suatu tujuan ekonomi khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan berkembangnya badan hukum. Badan hukum atau yang dalam istilah Belanda disebut sebagai Rechtspersoon atau Legal Person yang kemudian dapat dibedakan menjadi 2 (dua) kategori, yaitu yang bertujuan untuk mencari laba, contohnya adalah Perseroan Terbatas (PT) dan yang bertujuan atau bersifat nirlaba, contohnya adalah Yayasan. Badan hukum adalah suatu badan yang dapat memiliki hak-hak dan kewajiban-kewajiban untuk melakukan suatu perbuatan seperti manusia, memiliki kekayaan sendiri dan dapat digugat serta menggugat di depan Pengadilan.1 Badan hukum disebut juga sebagai artificial person karena badan hukum merupakan sebuah rekayasa dari manusia sehingga memiliki status, kedudukan, kewenangan yang sama seperti manusia.2 Perseroan Terbatas dikatakan sebagai badan hukum dikarenakan Perseroan Terbatas lahir akibat adanya suatu perbuatan hukum, sebagaimana yang dapat kita lihat pada Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (yang selanjutnya disebut UUPT), yang berbunyi:
1
Ridwan Khairandy, 2009, Perseroan Terbatas: Doktrin, Peraturan Perundang-Undangan dan Yurisprudensi, Kreasi Total Media, Yogyakarta, hlm 4. 2 Ibid, hlm 4.
1
2
“Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut sebagai Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.” Istilah dari Perseroan Terbatas sendiri, terdiri dari dua kata, yaitu kata “Perseroan” yang merujuk kepada modal Perseroan Terbatas yang terdiri dari sero-sero atau saham-saham dan kata “Terbatas” yang merujuk pada tanggungjawab pemegang saham yang luasnya hanya terbatas pada nilai nominal saham yang dimilikinya.3 Salah satu keistimewaan dari Perseroan Terbatas adalah dapat memiliki kekayaan sendiri baik yang berupa benda tetap maupun benda bergerak yang terpisah dari kekayaan pengurusnya. Salah satu bentuk kekayaan Perseroan Terbatas yang berupa benda tetap adalah tanah. Tanah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (yang selanjutnya disebut UUPA) beserta peraturan pelaksanaannya. Tanah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia didefinisikan sebagai permukaan bumi atau lapisan bumi yang di atas sekali.4 Pengertian tanah juga termuat di dalam ketentuan Pasal 4 UUPA, yang berbunyi antara lain: “atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum.”
3 4
Ridwan Khairandy, Perseroan Terbatas, op.cit, hlm 1. http://kbbi.web.id/tanah diakses pada tanggal 4 Oktober 2016 jam 11.00 WIB.
3
Hak atas tanah adalah hak atas sebagian tertentu permukaan bumi, yang berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar.5 UUPA mengatur mengenai berbagai jenis hak atas tanah, salah satunya adalah Hak Milik atas tanah yang diatur di dalam Pasal 20 sampai dengan Pasal 27 UUPA. Hak Milik atas tanah menurut Pasal 20 ayat (1) UUPA adalah hak turuntemurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6 (bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial). Hak Milik atas tanah memiliki banyak keistimewaan yang melekat pada dirinya, sehingga banyak pihak yang berkeinginan memperoleh tanah dengan status Hak Milik dibandingkan dengan hak-hak atas tanah lainnya. Keistimewaan Hak Milik atas tanah dibandingkan dengan hak-hak atas tanah lainnya antara lain adalah Hak Milik tidak memiliki batas waktu berlaku, yang berarti Hak Milik dapat berlangsung terus selama pemiliknya masih hidup dan apabila pemiliknya meninggal dunia, maka Hak Miliknya dapat dilanjutkan atau diteruskan oleh ahliwarisnya, dan Hak Milik memberi wewenang kepada pemiliknya paling luas apabila dibandingkan dengan hak atas tanah lainnya, dapat menjadi induk bagi hak atas tanah lainnya, tidak berinduk pada hak atas tanah lainnya dan penggunaan tanahnya lebih luas bila dibandingkan dengan hak atas tanah yang lainnya.6 Banyaknya keistimewaan yang melekat pada Hak Milik atas tanah menjadikan perlu adanya pembatasan agar tidak disalahgunakan dan tidak
5
Prof. Boedi Harsono, 1994, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi Dan Pelaksanaannya, Jilid 1 Hukum Tanah Nasional, Djambatan, Jakarta, hlm 15. 6 Supriadi, 2007, Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta, hlm 64.
4
merugikan rakyat Indonesia. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen ke-IV (selanjutnya disebut UUD RI 1945) menegaskan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum, di mana kepastian hukum dijunjung tinggi dalam pelaksanaan kehidupan bernegara, oleh karena itu pemerintah menerapkan aturan di setiap aspek kehidupan bermasyarakat, khususnya terhadap aspek-aspek kehidupan yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD RI 1945. Salah satu penerapan pembatasan tersebut, oleh pemerintah dituangkan dalam bentuk pembatasan terhadap subjek-subjek tertentu saja yang dapat memperoleh tanah Hak Milik. Subjek-subjek Hak Milik atas tanah kemudian diatur di dalam ketentuan Pasal 21 UUPA, yang di mana ayat (1) menyebutkan bahwa “Warga Negara Indonesia dapat mempunyai hak milik”, dan kemudian ayat (2) menyebutkan bahwa “oleh pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya”. Badan hukum yang dapat mempunyai hak milik atas tanah, selanjutnya diatur dalam ketentuan Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 tentang Penunjukan Badan-Badan Hukum Yang Dapat Mempunyai Hak Milik Atas Tanah Tanah, yaitu : 1.
Bank-bank yang didirikan oleh negara (selanjutnya disebut sebagai Bank Negara);
2.
Koperasi pertanian;
3.
Badan-badan keagamaan; dan
4.
Badan-badan sosial.
5
Syarat-syarat
yang
telah
ditentukan
oleh
pemerintah
hanya
mengecualikan Bank Negara yang pada umumnya berbentuk Perseroan Terbatas yang dapat mempunyai Hak Milik atas tanah, sehingga tidak semua jenis Perseroan Terbatas dapat mempunyai tanah dengan status Hak Milik. Pembatasan tersebut telah menjadi penghalang bagi Perseroan Terbatas komersil atau swasta untuk dapat memperoleh tanah dengan status Hak Milik. Didasarkan pada besarnya keinginan dari Perseroan Terbatas agar tanah yang dimilikinya tidak turun status dan dapat memperoleh status Hak Milik atas tanah, maka dalam praktik Perseroan Terbatas berusaha untuk dapat menembus pembatasan tersebut dengan melakukan tindakan-tindakan yang tidak sesuai hukum dengan tujuan tetap dapat memperoleh tanah dengan status Hak Milik. Salah satu tindakan Perseroan Terbatas yang tidak sesuai dengan hukum agar dapat memperoleh tanah Hak Milik, adalah dengan cara peminjaman nama (nominee) seseorang / persoon (WNI) dalam membeli tanah. Peminjaman nama (nominee) sebagaimana disebutkan di atas, oleh para pihak dituangkan dalam bentuk perjanjian peminjaman nama (nominee agreement). Perjanjian peminjaman nama merupakan salah satu jenis perjanjian innominaat, yaitu perjanjian yang tidak dikenal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut KUHPerdata) namun timbul, tumbuh dan berkembang di masyarakat.
6
Perjanjian nominee dimaksudkan untuk memberikan segala kewenangan yang mungkin timbul dalam suatu hubungan hukum antara pihak pemberi kuasa atas sebidang tanah yang menurut hukum tanah Indonesia tidak dapat dimilikinya kepada persoon (WNI) selaku penerima kuasa.7 Tindakan yang dilakukan oleh Perseroan Terbatas dengan meminjam nama persoon agar memperoleh tanah Hak Milik dapat digolongkan sebagai bentuk penyelundupan hukum. Penyelundupan hukum tersebut tentu akan menimbulkan akibat-akibat pada nantinya, antara lain adalah menimbulkan permasalahan pada status kepemilikan tanah tersebut, yang di mana di dalam sertifikat tanah disebutkan bahwa pemegang hak atas tanah tersebut adalah persoon yang dipinjam namanya, namun dalam kenyataannya tanah tersebut dibeli dengan menggunakan dana yang berasal dari kas Perseroan Terbatas. Permasalahan lain yang dapat timbul adalah ketika Perseroan Terbatas tersebut dinyatakan pailit atau dilikuidasi, maka kekayaan Perseroan Terbatas akan masuk ke dalam budel pailit (sita umum kekayaan debitur) untuk kemudian dieksekusi guna membayar hutang-hutang atau pemenuhan prestasi kepada kreditur. Kekayaan Perseroan Terbatas yang dapat dikualifikasikan sebagai budel pailit adalah kekayaan yang terdaftar atas nama Perseroan Terbatas (untuk benda tetap dan benda bergerak terdaftar) dan kekayaan yang dikuasai oleh Perseroan Terbatas (untuk benda bergerak tidak terdaftar). Tindakan yang dilakukan oleh Perseroan Terbatas sebagaimana yang diuraikan di atas berpotensi mengakibatkan tanah tersebut menjadi tidak dapat 7
Miggi Sahabati, 2011, Perjanjian Nominee Dalam Kaitannya Dengan Kepastian Hukum Bagi Pihak Pemberi Kuasa Ditinjau Dari Undang- Udang Pokok Agraria, Undang-Undang Tentang Penanaman Modal, Dan Undang-Undang Kewarganegaraan, Tesis, Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum Fakultas Hukum UI, Jakarta, hlm. 3.
7
dieksekusi dalam proses likuidasi, dan hal tersebut tentu akan sangat merugikan kreditur. Besarnya kemungkinan permasalahan yang akan timbul di kemudian hari berkaitan dengan tanah tersebut tentu merupakan konsekuensi atas tindakan Perseroan Terbatas yang meminjam nama persoon guna memperoleh Hak Milik atas tanah. Hasil penelitian yang diperoleh penulis menunjukan bahwa setidaknya telah terjadi 4 perbuatan nominee terhadap kepemilikan tanah Hak Milik di Kabupaten Lombok Barat dalam rentan waktu tahun 2010 hingga 2016. Kepemilikan nominee tersebut terbagi menjadi kepemilikan nominee oleh warga negara asing (WNA) sebanyak 3 kali dan kepemilikan nominee oleh Perseroan Terbatas sebanyak 1 kali. Penulis memilih melakukan penelitian terhadap kepemilikan nominee oleh Perseroan Terbatas, dikarenakan masih sedikitnya infomasi yang ada di masyarakat dan penelitian yang dilakukan berkaitan dengan nominee yang dilakukan oleh Perseroan Terbatas. Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut yang akan dituangkan dalam bentuk Penelitian dengan judul :“PERJANJIAN PEMINJAMAN NAMA HAK MILIK ATAS TANAH ANTARA PERSEROAN TERBATAS DENGAN PERSOON DI KABUPATEN LOMBOK BARAT”.
8
B. Rumusan Masalah 1.
Bagaimanakah akibat hukum yang timbul dari kepemilikan tanah Hak Milik yang diperoleh Perseroan Terbatas melalui perjanjian peminjaman nama?
2.
Apakah Hak Milik atas tanah yang diperoleh Perseroan Terbatas melalui perjanjian peminjaman nama termasuk dalam kategori kekayaan budel pailit perseroan?
C. Tujuan Penelitian 1.
Tujuan Objektif Tujuan objektif penelitian ini adalah dapat mengetahui dan menganalisis mengenai : a.
Untuk mengetahui akibat hukum yang timbul dari kepemilikan tanah Hak Milik yang diperoleh Perseroan Terbatas melalui perjanjian peminjaman nama.
b.
Untuk mengetahui termasuk atau tidaknya Hak Milik atas tanah yang diperoleh Perseroan Terbatas melalui perjanjian peminjaman nama dalam kategori kekayaan budel pailit perseroan.
2.
Tujuan Subjektif Penelitian ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Magister Kenotariatan (MKn) di program Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
9
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat yang dapat diambil, yang antara lain : 1.
Manfaat Akademis Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu hukum di bidang kenotariatan dan praktek notaris
2.
Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi para pihak khususnya, dan masyarakat pada umumnya, mengenai status tanah dan akibat yang dapat terjadi dalam perolehan tanah melalui perjanjian peminjaman nama (nominee).
E. Keaslian Penelitian Setelah penulis melakukan penelusuran pada berbagai referensi dan penelitian pada perpustakaan Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, dan penelusuran di internet, penulis menemukan beberapa penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini, yang antara lain: 1.
Harismaya Agus Aditya, 2010, Jual-Beli Hak Milik Atas Tanah Oleh Orang Asing Dengan Meminjam Nama Warga Negara Indonesia Melalui
10
Akta Pengakuan Hutang Notarial Di Denpasar, Tesis Magister Kenotariatan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.8 Rumusan Masalah : a.
Bagaimana status hukum dari tanah hak milik atas tanah bila terjadi jual beli hak milik atas tanah antara warga negara asing dengan warga negara indonesia?
b.
Apakah akibat hukum terhadap PPAT yang membuat terhadap kepemilikan tanah secara Nominee?
Hasil Penelitian: Status hukum dari hak milik atas tanah bila terjadi jual beli hak milik atas tanah antara warga negara asing dengan warga negara indonesia dengan meminjam nama seorang warga negara indonesia adalah tidak sah, batal demi hukum karena perbuatan hukum tersebut tidak mengindahkan syarat objektif dari sahnya suatu perjanjian yaitu causa yang halal. Kenyataan ini menunjukan bahwa amanat Pasal 9, Pasal 21, dan Pasal 26 ayat (2) UUPA disimpangi dalam praktik. Perjanjian dengan penggunaan kausa semacam itu, dengan menggunakan pihak WNI sebagai trustee atau nominee merupakan penyelundupan hukum karena substansinya bertentangan dengan UUPA, khususnya Pasal 26 ayat (2) dan tanah jatuh ke tangan negara dan upaya yang dilakukan oleh BPN adalah dengan membuat peraturan-peraturan yang secara formal memberikan pedoman
8 Harismaya Agus Aditya, 2010, Jual-Beli Hak Milik Atas Tanah Oleh Orang Asing Dengan Meminjam Nama Warga Negara Indonesia Melalui Akta Pengakuan Hutang Notarial Di Denpasar, Tesis, Program Studi Magister (S2) Kenotariatan Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta.
11
bagi PPAT berkenaan dengan perbuatan hukum yang menjadi tanggung jawab PPAT dalam proses pendaftaran tanah. 2.
Anjarini Kencahyati, 2011, Perjanjian Nominee dalam Kepemilikan Tanah oleh Warga Negara Asing di Bali (Studi Kasus di Kabupaten Bandung), Tesis Magister Kenotariatan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.9 Rumusan Masalah: a.
Bagaimanakah penerapan kepemilikan tanah orang asing dengan Hak Pakai di Bali?
b.
Bagaimanakah skema perjanjian nominee yang digunakan untuk kepemilikan tanah oleh orang asing?
Hasil Penelitian: Hak Pakai dianggap kurang menguntungkan bagi warga negara asing sehingga penerapan berbagai peraturan tentang Hak Pakai di Bali khususnya di Kabupaten Bandung tidak berjalan dengan baik sehingga menempuh cara dengan menggunakan perjanjian nominee dalam kepemilikan tanah di Bali. Dengan adanya perjanjian nominee, orang asing cukup meminjam identitas dari seorang warga negara indonesia yang tinggal di Bali untuk dicantumkan namanya dalam suatu sertifikat tanah dan warga negara asing menilai bahwa perjanjian ini jauh lebih praktis dan menguntungkan untuk kedua belah pihak. Secara teknis di lapangan penulis melihat beberapa permasalahan akan timbul apabila
9
Anjarini Kencahyati, 2011, Perjanjian Nominee dalam Kepemilikan Tanah oleh Warga Negara Asing di Bali (Studi Kasus di Kabupaten Bandung), Tesis, Program Studi Magister (S2) Kenotariatan Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta.
12
tanah tersebut akan dipindahtangankan sementara nominee meninggal dunia, menghilang, atau tidak diketahui alamatnya, akan tetapi perseoalan-persoalan tersebut telah diantisipasi oleh orang asing yang bersangkutan dengan membuat suatu perjanjian yaitu perjanjian nominee, yang secara garis besar diperjanjikan sebagai berikut: 1. Pernyataan bahwa tanah tersebut dibeli dengan uang dari orang asing yang bersangkutan dan nominee hanya dipinjam namanya untuk dipakai ke atas nama tanah tersebut dalam sertifikat. Segala biaya yang timbul dari pembelian tanah tersebut ditanggung oleh orang asing (misalnya biaya pajak/, IMB). 2. Dibuat perjanjian antara orang asing dengan nominee tersebut suatu perjanjian sewa-menyewa tanpa batas waktu dan dengan biaya sewa yang direkayasa, sehingga seolah-olah legal dan tidak melanggar peraturan. 3. Dibuat surat kuasa mutlak dari orang Bali (nominee) kepada orang asing yang isinya boleh menjual dan menyewakan kepada siapapun dan surat kuasa tersebut tidak dapat dicabut lagi. 4. Dalam perjanjian nominee mengikat seluruh ahli waris kedua belah pihak baik dari orang asing maupun pihak nominee. 3.
Lucky Suryo Wicaksono, 2014, Tinjauan Yuridis Kepastian Hukum Nominee Agreement Kepemilikan Saham Perseroan Terbatas, Tesis Magister Kenotariatan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.10 Rumusan Masalah:
10
Lucky Suryo Wicaksono, 2014, Tinjauan Yuridis Kepastian Hukum Nominee Agreement Kepemilikan Saham Perseroan Terbatas, Tesis, Program Studi Magister (S2) Kenotariatan Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta.
13
a.
Bagaimanakah pembentukan nominee agreement kepemilikan saham perseroan terbatas yang digunakan di Indonesia?
b.
Bagaimana kedudukan nominee agreement di dalam aturan hukum Indonesia?
c.
Bagaimana pertanggung-jawaban notaris terkait dengan nominee agreement kepemilikan saham perseroan terbatas di Indonesia?
Hasil Penelitian: Nominee agreement telah tumbuh dan berkembang di masyarakat, dikarenakan kebutuhan masyrakat. Pembentukan nominee agreement dalam prakteknya dapat dikategorikan menjadi pembentukan perjanjian nominee langsung (direct nominee) yakni dengan secara langsung membuat perjanjian antara yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain dan pembentukan nominee tidak langsung (indirect nominee) yakni dengan cara membuat beberapa perjanjian yang berlapis-lapis dengan tujuan agar beneficiary dapat mengendalikan, menerima manfaat dan secara tidak langsung memiliki dari saham tersebut. Kedudukan nominee agreement dalam aturan hukum di Indonesia sebenarnya telah dilarang eksistensinya dalam Pasal 33 Ayat (1) dan (2) UUPM. Tidak adanya pelarangan yang tegas dalam UUPT tentang pelarangan nominee shareholder membuat praktek nominee agreement berkembang dengan pembentukan nominee dengan nominee tidak langsung atau perjanjian simulasi yang menyebabkan nominee tersebut sulit untuk diketahui dan dibuktikan. Tanggung jawab dan akibat hukum notaris terkait nominee agreement
14
baik yang dibentuk secara langsung maupun tidak langsung yang mengandung unsur penyelundupan hukum adalah tindakan tersebut dapat dikenakan dengan pertanggung jawabkan secara administratif dan perdata. Akibat hukumnya, Notaris tersebut akan dikenai sanksi administratif sebagaimana yang diatur dalam Pasal 16 Ayat (11) UUJN dan Pasal 3 Angka 4 Kode Etik, dan dapat pula dituntut sanksi perdata Pasal 1365 KUHPerdata karena merupakan perbuatan melawan hukum. 4.
Yosia Hetharie, 2015, Perjanjian Nominee Sebagai Sarana Penguasaan Hak Milik Atas Tanah Oleh Warga Negara Asing (WNA) Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Tesis Magister Ilmu Hukum, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.11 Rumusan Masalah: a.
Bagaimana keabsahan perjanjian nominee menurut Kitab UndangUndang Hukum Perdata?
b.
Bagaimana
kekuatan
mengikat
perjanjian
nominee
dalam
penguasaan hak milik atas tanah oleh warga negara asing? c.
Bagaimana akibat hukum penguasaan hak milik atas tanah yang dilakukan oleh warga negara asing melalui perjanjian nominee?
d.
Bagaimana peran dan tanggung jawab Notaris/PPAT dalam mengeluarkan akta-akta melalui perjanjian nominee?
Hasil Penelitian
11
Yosia Hetharie, 2015, Perjanjian Nominee Sebagai Sarana Penguasaan Hak Milik Atas Tanah Oleh Warga Negara Asing (WNA) Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Tesis, Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta.
15
Perjanjian Nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas tanah yang dilakukan oleh WNA dengan jalan meminjam nama WNI untuk dicantumkan namanya pada sertifikat hak milik atas tanah bertentangan dengan asas itikad baik, tidak sesuai dengan asas kebebasan berkontrak karena bertentangan dengan undang-undang yaitu Pasal 9, Pasal 21 ayat (1), dan dipertegas dengan Pasal 26 ayat (1) UUPA, disamping itu juga tidak memenuhi syarat-syarat objektif sahnya suatu perjanjian sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1320 KUHPerdata yaitu suatu hal tertentu (menyangkut objek perjanjian) dan syarat cuasa yang halal (syarat obyektif). Oleh karena itu perjanjian nominee dalam hal penguasaan hak milik atas tanah oleh WNA ini secara yuridis tidak sah. Perjanjian Nominee dalam hal penguasaan hak milik atas tanah oleh WNA secara yuridis tidak sah, maka perjanjian ini tidak memiliki kekuatan mengikat. Perjanjian nominee yang tidak memenuhi syarat obyektif menimbulkan akibat hukum yaitu perjanjian nominee tersebut batal demi hukum, dan dianggap dari awal tidak pernah ada perjanjian tersebut. hal yang sama juga tertuang di dalam Pasal 26 ayat (2) UUPA juga memberikan akibat hukum jika penguasaan hak milik atas tanah dikuasai oleh WNA maka perbuatan hukum tersebut batal demi hukum dan tanahnya jatuh kepada negara. Akta yang dikeluarkan oleh Notaris/PPAT haruslah memperhatikan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku sehingga isi dari akta tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, seorang Notaris/PPAT
dalam mengeluarkan
akta,
perlu
memperhatikan
16
kebenaran materiil dari isi akta tersebut. Notaris/PPAT dalam hal mengeluarkan akta dan selanjutnya mengakibatkan kerugian kepada salah satu pihak terkait dengan akta tersebut, maka pihak yang dirugikan tersebut dapat meminta pertanggungjawaban dari Notaris/PPAT yang bersangkutan. Dalam hal penguasaan hak milik atas tanah oleh WNA, ketika terjadi sengketa maka ada salah satu pihak yang dirugikan. Oleh karena
itu,
pihak
yang
merasa
dirugikan,
dapat
meminta
pertanggungjawaban dari Notaris/PPAT yang mengeluarkan akta. 5.
Pramudian Putra, 2012, Tinjauan Hukum Tentang Perjanjian Pinjam Nama Antara Warga Negara Indonesia (WNI) Dengan Warga Negara Asing (WNA) Untuk Kepentingan Investasi, Skripsi Fakultas Hukum, Universitas Mataram, Nusa Tenggara Barat.12 Rumusan Masalah: a.
Bagaimanakah bentuk perjanjian pinjam nama antara Warga Negara Asing (WNA) dengan Warga Negara Indonesia (WNI) dalam pembelian tanah untuk kepentingan investasi?
b.
Bagaimanakah tanggung jawab para pihak dalam perjanjian pinjam nama antara Warga Negara Asing (WNA) dengan Warga Negara Indonesia (WNI) dalam pembelian tanah untuk kepentingan investasi?
Hasil Penelitian
12
Pramudian Putra, 2012, Tinjauan Hukum Tentang Perjanjian Pinjam Nama Antara Warga Negara Indonesia (WNI) Dengan Warga Negara Asing (WNA) Untuk Kepentingan Investasi, Skripsi, Program Studi S1 Fakultas Hukum Universitas Mataram, Nusa Tenggara Barat.
17
Perjanjian pinjam nama untuk kepentingan investasi yang dilakukan oleh Warga Negara Asing dan Warga Negara Indonesia merupakan perjanjian semu dan tidak memiliki dasar hukum yang mengikat para pihak seperti perjanjian pada umumnya. Perjanjian ini hanya berdasarkan rasa saling percaya antara para pihak yang melakukan perjanjian karena kedua belah pihak memiliki kepentingan, di satu sisi pihak Warga Negara Asing ingin menguasai tanah untuk investasi di Indonesia dan di sisi lain Warga Negara Indonesia membutuhkan modal atau imbalan dari pinjam nama tersebut. Tanggung jawab para pihak dalam Perjanjian pinjam nama timbul dengan adanya kesepakatan yang terjadi antara para pihak yang melakukan perjanjian tersebut. Oleh karena itu kesepakatan yang terjadi antara para pihak tersebut harus di laksanakan sebagaimana yang telah di perjanjikan.
Penelitian di atas memiliki perbedaan dengan penelitian yang penulis lakukan sebab penelitian yang akan dilakukan penulis lebih menekankan kepada akibat hukum yang timbul dari Hak Milik atas tanah yang diperoleh Perseroan Terbatas melalui perjanjian peminjaman nama serta apakah Hak Milik atas tanah tersebut termasuk dalam kategori kekayaan budel pailit perseroan. Apabila dikemudian hari ditemukan bahwa permasalahan dalam penelitian ini pernah diteliti oleh penulis lain sebelumnya, maka diharapkan penelitian ini dapat saling melengkapi dalam mengembangkan ilmu hukum.