BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Anak Indonesia merupakan generasi penerus untuk melanjutkan kegiatan pembangunan bangsa. Sudah seharusnya generasi penerus bangsa mendapatkan pembinaan dan peningkatan taraf kesehatan, agar kelangsungan hidup dan tumbuh kembangnya dapat berlangsung secara optimal. Generasi penerus yang sehat menunjukkan gejala dan tanda pertumbuhan dan perkembangan yang memuaskan, yaitu dapat mencapai potensi akademik secara optimal. Hal ini akan dapat dicapai jika diberikan lingkungan psikososial yang adekuat. Salah satu faktor lingkungan fisik yang amat penting agar tumbuh kembang anak berlangsung optimal adalah zat gizi yang harus dicukupi oleh makanan anak sehari-hari. Generasi
penerus
tersebut
termasuklah
para
remaja.
Berdasarkan
perkembangan psikologis, remaja dibagi menjadi dua. Remaja awal dan remaja akhir. Remaja awal memiliki rentang usia 12-16. Sedangkan remaja akhir 17-21 tahun (Adriani dan Wirjatmadi, 2013). Remaja awal umumnya duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Kebutuhan gizi remaja relative besar, kerena pada usia tersebut terjadi pertumbuhan yang pesat. Selain itu remaja umumnya melakukan aktifitas fisik lebih tinggi dibanding dengan usia lainnya, sehingga
diperlukan zat gizi yang lebih banyak. Remaja membutuhkan lebih banyak protein, vitamin, dan mineral per unit dari setiap energi yang mereka konsumsi dibanding dengan anak yang belum mengalami pubertas. Ketidakseimbangan antara makanan yang dikonsumsi dengan kebutuhan pada remaja akan menimbulkan gizi kurang maupun masalah gizi lebih, sedangkan kekurangan gizi pada remaja akan mengakibatkan penurunan daya tahan tubuh terhadap penyakit, meningkatkan angka penyakit (morbiditas), mengalami pertumbuhan tidak normal (pendek), tingkat kecerdasan rendah, produktivitas rendah dan terhambatnya organ reproduksi (Safitri, 2011). Hasil Riskesdas 2013 menunjukkan prevalensi pendek pada remaja umur 13-15 tahun secara nasional adalah 35,1%, terdiri dari 13,8% sangat pendek dan 21,3% pendek. Prevalensi kurus pada remaja umur 13-15 tahun adalah 11,1%, terdiri dari 3,3% sangat kurus dan 7,8% kurus. Prevalensi gemuk pada remaja umur 13-15 tahun di Indonesia sebesar 10.8 %, terdiri dari 8,3 % gemuk dan 2,5 % sangat gemuk. Provinsi Sumatera Utara sendiri remaja umur 13-15 tahun yang tergolong sangat pendek sebanyak 18,2 %, pendek 22,2% dan normal 59,6%. Yang tergolong sangat kurus 2,6%, kurus 6,4 %, normal 77,3 %, BB lebih 10,9%, dan obesitas 2,7% (Riskesdas, 2013). Hal ini menunjukkan masih ada remaja yang mengalami masalah gizi dan tentu ini akan berefek pada masa depannya kelak. Saat ini banyak remaja di kota Medan yang mengenyam pendidikannya di sekolah dengan sistem Fullday School. Fullday School merupakan program pendidikan yang seluruh aktivitas berada di sekolah (sekolah sepanjang hari) dengan
ciri integrated activity dan integrated curriculum. Dengan pendekatan ini maka seluruh program dan aktivitas anak di sekolah mulai dari belajar, bermain, makan dan ibadah dikemas dalam suatu sistem pendidikan (Zuliana, 2014). Waktu yang banyak di sekolah pastilah diisi dengan aktivitas yang padat. Agar aktivitas yang padat tersebut bisa terlaksana dengan baik tentunya butuh asupan gizi yang baik. Untuk itu sekolah dengan sistem fullday pada umumnya menyediakan makan siang bagi para siswanya. Tujuannya adalah agar siswa dapat terkontrol makan siangnya sehingga memiliki tenaga untuk melanjutkan pelajaran hingga sore hari. Makan siang berfungsi meningkatkan produktivitas belajar dan konsentrasi setelah lelah beberapa jam menerima pelajaran. Saat makan siang, otak dibiarkan berhenti sejenak dari aktivitas belajar. Hasil survei pendahuluan yang dilakukan pada 8 murid SMP yang mendapat makan siang dari sekolah dan 8 murid SMP yang tidak mendapat makan siang dari sekolah, menunjukkan bahwa murid SMP yang mendapat makan siang dari sekolah memiliki tingkat konsentrasi yang lebih tinggi dari pada murid SMP yang tidak mendapat makan siang dari sekolah. Hal ini bisa terjadi karena perbedaan asupan makan siang dikonsumsi para murid. Selain itu, pemberian makanan di sekolah ini juga bisa menjadi salah satu upaya kesehatan di sekolah yaitu perbaikan gizi di sekolah yang merupakan amanat dari
UU No. 23 tahun 1992, Pasal 11 : upaya kesehatan dilaksanakan melalui
berbagai kegiatan, salah satunya adalah perbaikan gizi di sekolah.
Salah satu sekolah fullday di kota Medan yang menyediakan makan siang bagi para siswanya adalah Siti Hajar Fullday School. Sekolah ini terletak di Jalan Jamin Ginting Km 11 gang Paya Bundung Simpang Selayang, Medan Tuntungan. Selain menyediakan makan siang, sekolah Siti Hajar juga memberikan snack bagi para siswanya. Snack diberikan pukul 10.00 dan makan siang diberikan pukul 13.00. Sekolah Siti Hajar memiliki dapur sendiri, sehingga makan siang yang disediakan berasal dari sekolah tersebut.Siti Hajar tidak memiliki siklus menu yang tetap. Menu ditentukan oleh para guru dan di ganti setiap hari jumatnya dan variasi menunya sangat beragam sehingga murid tidak bosan dengan menu yang disediakan. Namun ada juga sekolah fullday yang tidak menyediakan makan siang bagi siswanya. Salah satu sekolah fullday di kota Medan yang tidak menyediakan makan siang bagi siswanya adalah Al-Ulum Terpadu Islamic School yang terletak di Jalan Tuasan no. 35 Medan.Siswa disekolah ini biasanya memperoleh makan siang dari bekal yang dibawa dari rumah atau membeli makan siang di kantin sekolah. Makan siang yang di jual di kantin diantaranya nasi goreng, mie goreng, nasi sayur dll. Tidak ada waktu dan tempat khusus untuk makan siang di sekolah ini. Sekolah hanya memberi waktu istirahat pada pukul 10.30 dan 12.00. Sekolah juga tidak melakukan pengontrolan terhadap makan siang para siswanya sehingga berpotensi siswa tidak makan siang atau hanya makan cemilan saja. Kedua sekolah tersebut memiliki alasan yang kuat untuk menyediakan atau tidak menyediakan makan siang bagi siswanya. Sekolah Siti Hajar menyediakan makan siang dengan alasan agar makan siang para siswanya terkontrol sehingga tidak
ada yang tidak makan siang dan agar bisa tetap fokus belajar sampai sore hari. Sekolah Al-ulum tidak menyediakan makan siang bagi para siswanya karena sekolah berasumsi bahwa para siswa memiliki selera yang berbeda-beda sehingga dikhawatirkan para siswa mudah bosan terhadap menu yang diberikan sehingga lebih senang jajan dari pada harus mengkonsumsi makan siang yang diberikan sekolah. Kedua alasan tersebut adalah alasan yang bisa diterima. Namun bagi siswa yang tidak disediakan makan siang dari sekolah dikhawatirkan tidak terpenuhi zat gizinya. Sehingga berpotensi terhadap tumbuh kembangnya kelak. Atas dasar ini penulis berasumsi bahwa anak sekolah dengan sistem Fullday School yang mendapat makan siang dari sekolah, kecukupan energi dan kecukupan protein serta status gizinya lebih baik dari pada siswa yang tidak mendapat makan siang dari sekolah. Membuktikan hal tersebut, penulis akan melakukan penelitian dengan melihat perbedaan kecukupan energi dan protein serta status gizi siswa yang sekolah di Fullday School yang mendapat makan siang dengan yang tidak mendapat makan siang dari sekolah. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : Apakah kecukupan energi, kecukupan protein serta status gizi siswa yang sekolah di Fullday School yang mendapat makan siang dari sekolah lebih baik dari pada yang tidak mendapat makan siang dari sekolah. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Membandingkan kecukupan energi, kecukupan protein serta status gizi siswa yang sekolah di Fullday School yang mendapat makan siang dan yang tidak mendapat makan siang dari sekolah.
1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui jumlah energi dan protein yang terdapat dalam makan siang yang disediakan sekolah Fullday School yang menyediakan makan siang. 2. Mengetahui sumbangan makan siang yang disediakan sekolah fullday terhadap pemenuhan kecukupan energi dan protein anak SMP. 1.4 Hipotesis 1. Kecukupan energi siswa SMP Fullday School yang mendapat makan siang dari sekolah lebih baik dari pada siswa SMP Fullday School yang tidak mendapat makan siang dari sekolah. 2. Kecukupan protein siswa SMP Fullday School yang mendapat makan siang dari sekolah lebih baik dari pada siswa SMP Fullday School yang tidak mendapat makan siang dari sekolah. 3. Status gizi siswa SMP Fullday School yang mendapat makan siang dari sekolah lebih baik dari pada siswa SMP Fullday School yang tidak mendapat makan siang. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Dapat memberikan informasi kepada sekolah fullday yang memberi makan siang tentang tingkat kecukupan energi, protein serta status gizi siswa-siswinya. Sehingga dapat menyesuaikan hidangan sesuai dengan kebutuhan siswa dan siswi.
2. Dapat menjadi masukan bagi sekolah fullday yang tidak menyediakan makan siang pada siswanya, agar menyediakan makan siang yang berkualitas pada siswanya. 3. Dapat menjadi masukan bagi Dinas Kesehatan tentang sekolah yang merupakan aset bangsa.
permasalahan gizi anak