BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Tantangan dalam dunia pendidikan semakin besar di era globalisasi saat ini. Tantangan tersebut mendorong pemerintah dan guru untuk memperbaiki kualitas pendidikan sehingga dapat membentuk generasi-generasi yang dapat bersaing di masa depan. Untuk menghadapi tantangan masa depan, peserta didik akan membutuhkan
pengetahuan,
keterampilan,
sikap
dan
nilai.
Salah
satu
keterampilan yang harus dimiliki peserta didik adalah keterampilan berpikir kritis. Hal tersebut diperkuat dengan pendapat Wowo Sunaryo (2013: 23) bahwa keterampilan berpikir kritis mempengaruhi peningkatan mutu pendidikan. Keterampilan berpikir kritis merupakan aspek strategis dalam meningkatkan kualitas pembelajaran yang berorientasi pada tercapainya tujuan pembelajaran. Keterampilan berpikir kritis dapat muncul jika peserta didik mendapatkan fasilitas dan kesempatan untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritisnya. Pembelajaran dengan pendekatan yang berpusat pada peserta didik akan memberikan
kesempatan
kepada
peserta
didik
untuk
mengembangkan
keterampilan berpikir kritisnya. Pada pembelajaran dengan pendekatan yang berpusat pada peserta didik tugas seorang guru bukanlah mentransfer pengetahuan namun memfasilitasi peserta didik untuk membangun sendiri pengetahuannya. Berdasarkan observasi yang telah dilakukan selama 1 bulan di SMP N 2 Kalasan menunjukkan bahwa pada pembelajaran IPA guru masih menerapkan pendekatan yang berpusat pada guru, peran guru di kelas masih sangat dominan,
1
yaitu mentransfer pengetahuan kepada peserta didik, sehingga peserta didik kurang aktif dalam pembelajaran dan belum terfasilitasi untuk mengembangkan pemikirannya sehingga keterampilan berpikir kritis peserta didik belum muncul dalam pembelajaran. Pembelajaran yang dapat memunculkan keterampilan berpikir kritis peserta didik merujuk pada strategi dan metode khusus. Pembelajaran yang dilakukan hendaknya dapat memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis mereka. Tugas seorang guru adalah memberikan fasilitas belajar kepada peserta didik sehingga keterampilan berpikir kritis peserta didik dapat tertuang dalam bentuk tulisan ataupun lisan. Keterampilan berpikir kritis peserta didik dapat muncul jika peserta didik tersebut dihadapkan pada suatu permasalahan, sehingga dapat memancing rasa ingin tahu peserta didik untuk berpikir dan meneliti lebih dalam lagi. Model
pembelajaran
berbasis
masalah
dipandang
cocok
untuk
memfasilitasi keterampilan berpikir kritis peserta didik. Pernyataan ini didukung oleh pendapat Arends (2008: 52) bahwa pembelajaran berbasis masalah memperkenalkan murid-murid dengan situasi permasalahan yang asli dan penuh arti. Pembelajaran berbasis masalah dapat dijadikan sebagai batu loncatan untuk penyelidikan dan investigasi. Model pembelajaran berbasis masalah dirancang untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir kritisnya. Pembelajaran berbasis masalah akan lebih baik jika peserta didik dihadapkan dengan situasi yang autentik, hal ini berarti bahwa masalahnya harus dikaitkan pada kehidupan riil peserta didik; masalah tersebut bermakna bagi
2
peserta didik dan sesuai dengan tingkat perkembangan intelektualnya; masalah tersebut luas, sehingga dapat memenuhi tujuan instruksionalnya namun tetap dalam batas yang fisibel (waktu, ruang, dan keterbatasan sumber daya); masalah yang dapat mengembangkan usaha kelompok; dan masalah tersebut dapat menciptakan misteri, sehingga permasalahan yang muncul dapat menumbuhkan motivasi belajar peserta didik, sehingga rasa ingin tahu peserta didik muncul untuk berpikir dan melakukan investigasi lebih dalam lagi mengenai permasalahan yang mereka temukan. Menurut Eggen (2012: 67) motivasi merupakan perubahan energi pada diri tiap individu, munculnya motivasi dapat diidentifikasi dengan munculnya rasa, sehingga motivasi menyangkut dengan keadaan psikis yang dapat menentukan tingkah laku seseorang. Motivasi belajar peserta didik dapat berubah-ubah, motivasi belajar dapat muncul dari diri peserta didik (motivasi intrinsik) dan dapat muncul karena adanya motivasi dari luar (motivasi ekstrinsik). Faktor yang mempengaruhi motivasi intrinsik diantaranya adalah pemberian tantangan sehingga membangkitkan rasa ingin tahu peserta didik.
Motivasi
intrinsik peserta didik dapat ditumbuhkan dengan perlakuan maupun upaya yang diberikan kepada peserta didik tersebut. Upaya yang dilakukan untuk menumbuhkan motivasi belajar peserta didik yaitu dengan membuat pembelajaran IPA menjadi menarik. Pembelajaran yang menarik yaitu pembalajaran yang membuat peserta didik termotivasi untuk belajar sehingga rasa ingin tahu untuk berpikir dan meneliti lebih dalam lagi dapat muncul. Pembelajaran tersebut bisa dilakukan dengan pembelajaran yang menyuguhkan permasalahan kepada peserta
3
didik untuk dipecahkan dengan melakukan investigasi. Investigasi yang dilakukan siswa bisa melalui metode pengamatan langsung di alam (outdoor learning) dan bisa melalui suatu video sehingga peserta didik tidak perlu melakukan pengamatan langsung (indoor learning). Kedua metode tersebut sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan metode outdoor learning adalah peserta didik bisa melihat dan menyelidiki langsung objek yang akan diamati sehingga pembelajaran IPA dapat bermakna, tetapi dalam pelaksanaan pembelajaran outdoor learning perlu melakukan persiapan yang matang sebelum pembelajaran. Persiapan tersebut diantaranya adalah memperhatikan materi yang akan dipelajari apakah benarbenar sesuai dengan pembelajaran yang akan dilakukan, membutuhkkan tempat yang sesuai, dan yang paling penting adalah memperhatikan keselamatan kerja peserta didik jika berada di luar ruangan. Berdasarkan observasi yang dilakukan di SMP N 2 Kalasan, sekolah memiliki fasilitas yaitu kebun biologi, halaman yang luas, dan apotik hidup, tetapi fasilitas tersebut belum dimanfaatkan secara optimal pada pembelajaran IPA. Metode indoor learning merupakan metode pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas, peserta didik tidak perlu keluar ruangan untuk melakukan investigasi, peserta didik disuguhkan objek yang dikemas dalam bentuk video untuk diamati dan diselidiki. Penerapan metode indoor learning memudahkan guru karena pada metode indoor learning peserta didik lebih mudah dikondisikan dan guru tidak perlu terlalu mengkhawatirkan keselamatan kerja peserta didik.
4
Model pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang baik dalam menumbuhkan keterampilan berpikir kritis dan motivasi belajar peserta didik. Pembelajaran berbasis masalah dapat dilakukan dengan metode indoor learning maupun outdoor learning, sehingga menghasilkan motivasi belajar dan keterampilan berpikir kritis peserta didik yang berbeda, oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan motivasi belajar dan keterampilan berpikir kritis peserta didik antara kelas indoor learning dan outdoor learning dan untuk mengetahui perbedaan peningkatan motivasi dan keterampilan berpikir kritis antara kelas indoor learning dan outdoor learning pada materi fotosintesis kelas VIII semester 2 di SMP N 2 Kalasan. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan, terdapat beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi, yaitu : 1.
Tantangan dalam dunia pendidikan semakin tinggi untuk memperbaiki kualitas pendidikan di era globalisasi.
2.
Pembelajaran IPA masih menggunakan pendekatan yang berpusat pada guru sehingga peran peserta didik kurang aktif.
3.
Belum digunakan model pembelajaran yang sesuai sehingga keterampilan berpikir kritis peserta didik belum berkembang.
4.
Sumber belajar alam dan lingkungan peserta didik belum dimanfaatkan secara optimal.
5
C. Batasan Masalah Mengacu pada hasil identifikasi masalah, maka penelitian ini dibatasi pada permasalahan nomor 2, 3, dan 4, yaitu : 2.
Pembelajaran IPA masih menggunakan pendekatan yang terpusat pada guru sehingga peran peserta didik dalam pembelajaran kurang aktif.
3.
Belum digunakan model pembelajaran yang sesuai sehingga keterampilan berpikir kritis peserta didik belum berkembang.
4.
Sumber belajar alam dan lingkungan peserta didik belum dimanfaatkan secara optimal.
D. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah, peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut 1.
Apakah terdapat perbedaan motivasi dan keterampilan berpikir kritis peserta didik antara kelas yang menggunakan metode outdoor learning dan indoor learning pada pembelajaran IPA berbasis masalah?
2.
Apakah terdapat perbedaan peningkatan motivasi dan keterampilan berpikir kritis peserta didik antara kelas yang menggunakan metode outdoor learning dan indoor learning pada pembelajaran IPA berbasis masalah?
6
E. Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah : 1.
Untuk mengetahui perbedaan motivasi dan keterampilan berpikir kritis peserta didik antara kelas yang menggunakan metode outdoor learning dan indoor learning pada pembelajaran IPA berbasis masalah.
2.
Untuk mengetahui perbedaan peningkatan motivasi dan keterampilan berpikir kritis peserta didik antara kelas yang menggunakan metode outdoor learning dan indoor learning pada pembelajaran IPA berbasis masalah.
F. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan peneliti setelah dilakukannya penelitian ini adalah : 1.
Bagi peneliti Sebagai sarana yang dapat melatih keprofesionalan peneliti sebagai calon guru dan sebagai kajian untuk menambah wawasan sehingga diharapkan kelak lebih inovatif dalam mengajar.
2.
Bagi peserta didik Diharapkan peserta dapat mengerti bahwa guru bukanlah satu-satunya pusat informasi, peserta didik dapat membangun sendiri pengetahuannya, peserta didik dapat mengerti bahwa belajar dapat dilakukan dimana saja, dan seluruh benda yang berada di lingkungan peserta didik bisa digunakan sebagai objek belajar.
7
3.
Bagi guru Sebagai referensi mapun inovasi guru dalam melakukan pembelajaran IPA dan memahami peran seorang guru adalah bagaimana membelajarkan peserta didik sehingga peserta didik lebih aktif dalam membangun pengetahuan mereka sendiri.
4.
Bagi sekolah Sebagai referensi untuk mengembangkan sekolah dengan melahirkan peserta didik yang memiliki keterampilan berpikir kritis sehingga siap untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
5.
Bagi pemerintah Sebagai referensi maupun inovasi untuk membantu pemerintah memperbaiki sistem pembalajaran di Indonesia.
8