BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kesehatan bukanlah suatu nilai akhir melainkan lebih merupakan nilai “instrumental”. Orang menghargai kesehatan karena kesehatan ikut mendasari tercapainya tujuan yang lain yaitu kualitas hidup yang sempurna. Penyakit, ketidakmampuan, dan ketidaknyamanan merupakan kondisi kualitas hidup yang memperlihatkan adanya masalah pribadi, ekonomi dan sosial. Sedangkan kebahagiaan, kepuasan dan kesejahteraan merupakan kualitas hidup yang diinginkan pada setiap perkembangan umat manusia termasuk pada masa usia remaja (Hamdy dkk, 2002).
Masa remaja adalah masa yang khusus dan penting, karena merupakan periode pematangan organ reproduksi manusia. Masa remaja disebut juga masa pubertas, yaitu masa transisi yang unik ditandai dengan berbagai perubahan fisik, emosi dan psikis. Remaja sangat peka terhadap pengaruh nilai baru, terutama bagi mereka yang tidak mempunyai daya tangkal. Masalah yang paling menonjol di kalangan remaja khususnya remaja putri saat ini berkaitan dengan kesehatan reproduksi, dimana masalah seksualitas, infeksi penyakit menular seksual (IMS), HIV/AIDS, aborsi, hamil di luar nikah, kehamilan yang tidak diinginkan dan menikah usia dini merupakan permasalahan yang sering dialami remaja (Aisyaroh, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Survei yang dilakukan di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, mempunyai angka kehamilan remaja yang masih tinggi yaitu remaja hamil usia 1519 tahun sebesar 95/1000. Angka ini sangat tinggi jika dibandingkan dengan Inggris (45/1000), Kanada (45/1000), Perancis (44/1000), Swedia (35/1000) dan Belanda (15/1000). Tingginya angka kehamilan pada remaja mengindikasikan bahwa remaja putri rentan mengalami gangguan kehamilan dan permasalahan lain, yang berhubungan dengan kehamilan di usia yang masih muda (Sarwono, 2011). Data UNICEF (2000) menyatakan angka pernikahan dini (menikah sebelum berusia 16 tahun) hampir dijumpai di seluruh propinsi di Indonesia. Sekitar 10% remaja putri melahirkan anak pertamanya pada usia 15-19 tahun dan lebih dari 50% remaja putri yang hamil mengalami anemia. Kehamilan pada masa remaja akan meningkatkan risiko kematian 2-4 kali lipat lebih tinggi dibandingkan perempuan yang hamil pada usia 20-30 tahun. Demikian juga dengan risiko kematian bayi akan mencapai 30% lebih tinggi pada ibu yang hamil di usia remaja dibandingkan pada ibu hamil usia 20-30 tahun atau masa reproduksi sehat (Widyastuti, 2009). Wanita hamil yang anemia di negara berkembang penyebab dominannya adalah defisiensi besi (Muhammad, 2006). Laporan berbagai studi di Indonesia memperlihatkan masih tingginya prevalensi anemia gizi pada remaja putri yang berkisar antara 20-50%. Survei yang dilakukan oleh Gross et al (2003) di Jakarta dan Yogyakarta melaporkan prevalensi anemia pada remaja sebesar 21,1%. Penelitian Budiman (2002) menyebutkan dari sejumlah 545 siswi SLTA di Kabupaten dan Kotamadya Sukabumi, Cirebon dan
Universitas Sumatera Utara
Tangerang Propinsi Jawa Barat sebanyak 40,4% remaja yang hamil menderita anemia. Penelitian Hamid (2003) di Padang, Sumatera Barat mendapatkan angka prevalensi anemia pada siswi SLTA sebesar 29,2%. Penelitian Februhartanty et al. (2003) yang dilakukan terhadap 137 siswi SLTP di Kupang Nusa Tenggara Timur mendapatkan angka prevalensi anemia sebesar 49,6% (Fikawati, 2004). Hoo Swie Tjiong (1998) menemukan anemia pada kehamilan trimester I adalah 3,8%, pada Trimester II sebesar 13,6% dan 24,8% pada trimester III. Akrib Sukarman (2002) menemukan sebesar 40,1% wanita hamil di Bogor menderita anemia (Manuaba, 2010). Berdasarkan data BKKBN Propinsi Sumatera Utara pada tahun 2007 rata-rata usia kawin pertama adalah 19,8 tahun dan diharapkan pada tahun 2014 rata-rata usia kawin pertama menjadi 20 tahun. Dengan rata-rata usia perkawinan di bawah usia 20 tahun maka akan berdampak pada kehamilan karena organ reproduksi belum matang sehingga dapat menimbulkan risiko anemia pada kehamilan remaja (BKKBN Propinsi Sumatera Utara, 2011). Data Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010 menunjukkan bahwa melalui survei di 4 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara yaitu Kota Medan, Kota Binjai, Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Langkat, jumlah ibu hamil yang mengalami anemia sebesar 40,50% (Dinkes Propsu, 2011). Berdasarkan informasi dan data Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat bahwa jumlah ibu hamil pada tahun 2011 sebanyak 22.304 orang, ibu hamil pada usia ≤20
Universitas Sumatera Utara
tahun sebanyak 1.053 orang, dan ibu hamil yang mengalami anemia sebanyak 2.944 orang (12,2%) (Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat, 2012). Kehamilan pada masa remaja mempunyai risiko medis yang cukup tinggi, karena pada masa remaja alat reproduksi belum cukup matang untuk melakukan fungsinya. Rahim (uterus) akan siap melakukan fungsinya setelah wanita berumur 20 tahun, karena pada usia ini fungsi hormonal akan bekerja maksimal. Pada usia 15-19 tahun, sistem hormonal belum stabil. Dengan sistem hormonal yang belum stabil maka proses kehamilan menjadi tidak stabil, mudah terjadi anemia, perdarahan, abortus atau kematian janin (Kusmiran, 2011). Menurut Manuaba (2010), pengaruh anemia kehamilan khususnya pada usia remaja dapat menyebabkan bahaya selama hamil seperti terjadi abortus, persalinan prematuritas, hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim, mudah terjadi infeksi, perdarahan, hiperemesis, ketuban pecah dini dan bahaya saat persalinan yaitu gangguan his (kekuatan mengejan), kala pertama berlangsung lama, terjadi partus terlantar, perdarahan post partum, atonia uteri. Bahaya pada masa nifas yaitu terjadi subinvolusi uteri, menimbulkan perdarahan postpartum, memudahkan infeksi postpartum, pengeluaran ASI berkurang. Sedangkan bahaya anemia terhadap janin yaitu dapat terjadi abortus, kematian intrauterine, persalinan prematuritas tinggi, BBLR, kelahiran dengan anemia, dapat terjadi cacat bawaan, intelegensia rendah. Wanita hamil khususnya hamil di usia remaja, sangat penting melakukan pemeriksaan kehamilan (ANC) secara dini ke petugas kesehatan untuk mendeteksi risiko kehamilan atau komplikasi kehamilan (Proverawati, 2011).
Universitas Sumatera Utara
Ante natal care (ANC) merupakan kegiatan pengawasan wanita hamil untuk menyiapkan
ibu
hamil
sebaik-baiknya
baik
fisik
maupun
mental,
serta
menyelamatkan ibu dan bayi dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas (Depkes RI, 2009). Pentingnya pemeriksaan kehamilan melalui ANC (Antenatal Care) karena pada umumnya kehamilan berjalan normal tetapi dengan bertambahnya usia kehamilan cenderung berkembang menjadi komplikasi yang berisiko. Ibu hamil yang tidak melakukan deteksi dini (ANC) rentan mengalami gangguan kehamilan seperti anemia karena salah satu kegiatan ANC adalah pemberian tablet besi (fe) sebanyak 90 tablet yang dapat mencegah anemia dalam kehamilan (Rukiyah, 2011). Pelayanan antenatal dapat dibedakan antara kuantitas dan kualitasnya. Kuantitas antenatal dapat dilihat dari jumlah ibu hamil yang memeriksakan diri dengan jumlah kunjungan pemeriksaan hamil selama satu kurun kehamilan minimal 4 kali yaitu satu kali kunjungan pada trimester I (<14 minggu), satu kali kunjungan pada trimester dua (14-28 minggu) dan pada trimester III (28-36 minggu dan sesudah minggu ke-36) dua kali kunjungan. Sedangkan kualitas antenatal merupakan mutu atau jenis layanan yang diberikan kepada ibu hamil sesuai standar pelayanan ANC yaitu 10 layanan (Salmah, 2006). Kegiatan dalam ANC dikenal dengan 10 T yaitu timbang berat badan dan ukur tinggi badan, ukur tekanan darah, nilai status gizi, ukur tinggi fundus uteri, tentukan presentasi dan denyut jantung janin (DJJ), imunisasi tetanus toksoid, pemberian tablet zat besi, tes laboratorium, tata laksana kasus dan temu wicara (konseling) (Depkes RI, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Kajian yang telah dilakukan oleh WHO mengenai efektivitas antenatal care telah mulai dipublikasikan tahun 1992. Pengujian percobaan secara acak model asuhan antenatal care difokuskan pada efektivitas, jumlah kunjungan, waktu kunjungan dan jenis layanan yang diberikan (Kusmiyati, 2009). Hal ini mengindikasikan bahwa setiap kehamilan mempunyai risiko khususnya pada kehamilan remaja, maka dengan pemanfaatan ANC secara teratur, akan efektif untuk mencegah terjadinya anemia pada kehamilan remaja. Penelitian yang dilakukan oleh Syarief (2004) di Kabupaten Serang dan Tangerang menunjukkan bahwa proporsi ibu hamil yang menderita anemia pada kelompok ibu yang tidak melakukan pemeriksaan kehamilan lebih tinggi 2,5 kali dibandingkan pada ibu yang pernah melakukan 1 kali, 2 kali, 3 kali atau 4 kali pemeriksaan atau lebih. Penelitian lainnya yang dilakukan Nell dalam Istiarti (2000) menunjukkan adanya hubungan antara jumlah kunjungan pelayanan antenatal dengan kejadian BBLR. Didapatkan data bahwa kejadian BBLR 1,5 hingga 5 kali lebih tinggi pada ibu yang jarang atau tidak pernah melakukan pelayanan antenatal atau memulai pelayanan antenatal lebih lambat dibandingkan dengan mereka yang sering melakukan, memulainya lebih awal dan dilakukan secara teratur. Hasil Penelitian Yulfar (2003) di Puskesmas Sei Panas Kota Batam menyatakan bahwa faktor–faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan yaitu keikutsertaan askes atau asuransi kesehatan lainnya, sistem birokrasi, persepsi terhadap petugas maupun pelayanan kesehatan serta jarak antara rumah
Universitas Sumatera Utara
dengan Puskesmas, sedangkan faktor pendidikan, umur, biaya pelayanan dan ada tidaknya pelayanan kesehatan lain selain puskesmas di Sei Panas tidak terdapat hubungan yang bermakna dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Pada
kehamilan
remaja,
kunjungan
kehamilan
difokuskan
untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan baik pemeriksaan fisik maupun konseling. Pada pemeriksaan fisik, pemeriksaan dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi kehamilan seperti anemia khususnya defisiensi besi dan konseling diberikan agar remaja baik yang hamil sebelum menikah maupun hamil setelah menikah tetapi di usia remaja tetap memeriksakan kehamilannya dan dapat memanfaatkan pelayanan ANC di sarana kesehatan, sehingga kemungkinan terjadi komplikasi kehamilan akibat dari organ reproduksi yang belum matang dapat diatasi (Wiknjosastro, 2005). Upaya pencegahan dan penanggulangan anemia yang telah dilakukan selama ini ditujukan pada ibu hamil, sedangkan remaja putri yang mengalami kehamilan secara dini belum terlalu diperhatikan. Agar anemia bisa dicegah atau diatasi maka remaja putri harus mengkonsumsi makanan yang bergizi tinggi dan kaya zat besi. Kebutuhan gizi pada masa remaja dan masa kehamilan merupakan fisiologi dari pertumbuhan dan perkembangan tubuh remaja dan ibu hamil. Selain itu penanggulangan anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan pemberian tablet besi (Fe) (Masrizal, 2007). Pada Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat tahun 2011 tercatat sebanyak 524 perkawinan. Dari jumlah tersebut, yang melakukan perkawinan muda atau di bawah
Universitas Sumatera Utara
usia 20 tahun, perempuan sebanyak 193 orang (36,4%), sedangkan laki-laki sebanyak 28 orang (5,3%). Dari jumlah perempuan yang melakukan pernikahan muda tersebut sebanyak 60-65% sudah hamil di luar nikah yang berpotensi untuk mengalami anemia (BP4 Kecamatan Hinai, 2011). Survei pendahuluan yang penulis lakukan di Puskesmas Hinai dan beberapa Klinik Bersalin Swasta di Kecamatan Hinai bahwa remaja putri yang hamil di luar nikah atau menikah usia dini jarang memeriksakan kehamilan mereka (Antenatal Care / ANC). Jumlah remaja putri yang hamil pada usia ≤20 tahun diasumsikan sebesar 36,4% berdasarkan jumlah remaja putri yang menikah di bawah usia ≤20 tahun dan angka pemanfaatan ANC hanya 28,3%. Beberapa kendala yang menjadi penghambat remaja putri tidak memanfaatkan pelayanan ANC adalah kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan kehamilan, tidak mempunyai pengalaman hamil sebelumnya, serta rasa malu karena hamil di luar nikah. Faktor pengetahuan yang minim tentang pemeriksaan kehamilan, tidak mempunyai pengalaman dan rasa malu menyebabkan remaja putri tersebut rentan mengalami risiko anemia atau komplikasi lainnya selama kehamilan. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti apakah ada pengaruh pemanfaatan pelayanan antenatal care (ANC) terhadap kejadian anemia pada kehamilan usia remaja (≤ 20 tahun) di Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat tahun 2012.”
Universitas Sumatera Utara
1.2. Permasalahan Permasalahan dalam penelitian ini bertolak dari tingginya usia perkawinan muda (remaja putri menikah usia dini) dan hamil di luar nikah serta tidak dimanfaatkannya pelayanan ANC, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu apakah ada pengaruh pemanfaatan pelayanan Antenatal Care (ANC) terhadap kejadian anemia pada kehamilan usia remaja ≤ 20 ( tahun) di Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat tahun 2012. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini yaitu untuk menganalisis pengaruh pemanfaatan pelayanan Antenatal Care (ANC) terhadap kejadian anemia pada kehamilan usia remaja (≤ 20 tahun) di Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat tahun 2012. 1.4. Hipotesis Ada pengaruh pemanfaatan pelayanan Antenatal Care (ANC) terhadap kejadian anemia pada kehamilan usia remaja (≤ 20 tahun) di Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat tahun 2012. 1.5. Manfaat Penelitian 1. Bagi pengambil kebijakan agar dapat membuat kebijakan-kebijakan yang mendukung kesehatan reproduksi untuk meningkatkan partisipasi dan pengetahuan remaja tentang ANC, anemia dan bahaya kehamilan remaja.
Universitas Sumatera Utara
2. Dengan diketahuinya gambaran pemanfaatan pelayanan ANC dan kejadian anemia pada remaja usia ≤20 tahun dapat dijadikan sebagai dasar perbaikan penatalaksanaan pelayanan ANC pada kehamilan usia muda di tingkat bidan dan puskesmas.
Universitas Sumatera Utara