BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis, hidrologis, dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tahun 2011 menjelaskan bahwa bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Berdasarkan data Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan (PPKK), dalam kurun waktu (2006-2009) tercatat 1.074 kejadian bencana yang mengakibatkan permasalahan kesehatan di Indonesia. Kejadian tersebut menimbulkan berbagai permasalahan kesehatan yaitu korban meninggal dunia sebanyak 10.106 orang, korban luka-luka/dirawat sebanyak 775.993 orang, selain itu juga terdapat pengungsi sebanyak 4.101.610 orang serta ratusan sarana pelayanan kesehatan yang mengalami kerusakan. Hal ini merupakan masalah yang cukup serius, apalagi mengingat negara kita merupakan negara yang masih berkembang dan pembangunan menjadi terhambat akibat tingginya permasalahan yang ditimbulkan akibat bencana termasuk masalah kesehatan (Imran, 2012).
Universitas Sumatera Utara
Salah satu jenis bencana di Indonesia yang sering terjadi akibat faktor alam adalah terjadinya letusan gunung berapi. Letusan gunung api adalah merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang dikenal dengan istilah "erupsi". Bencana erupsi cukup sering terjadi akhir-akhir ini karena pada dasarnya Indonesia memiliki 129 gunung api aktif atau (sekitar 10% dari jumlah gunung api di seluruh dunia) yang tersebar dari ujung utara Sumatra, Jawa, Nusa Tenggara, Maluku dan Sulawesi Utara (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2010). Letusan atau erupsi gunung api yang berbahaya akan berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap kehidupan penduduk di sekitarnya. Bahaya langsungnya adalah bahaya yang diakibatkan oleh material yang keluar dari letusan gunung api seperti aliran lava, batu kerikil, awan panas, lontaran batu pijar dan hujan panas yang jika terkena akan mematikan kehidupan di sekitarnya termasuk penduduk. Bahaya tidak langsungnya adalah aliran lahar atau banjir lahar akibat bertumpuknya materi vulkanik di bagian lereng (Setiawan, 2010). Salah satu gunung api aktif yang terdapat di Sumatera Utara yaitu Gunung Sinabung yang berada pada level IV yaitu “Awas”. Gunung Sinabung yang terletak di Kabupaten Karo mengalami erupsi yang cukup mengejutkan pada tanggal 29 Agustus 2010. Sejak itu status Gunung Sinabung berubah dari status tipe B menjadi tipe A. Berdasarkan data Media Center di Posko Pendampingan Erupsi Gunung Sinabung 2013, pada tanggal 1 dan 2 November 2013 terjadi peningkatan aktivitas sehingga statusnya ditingkatkan dari waspada (level II) menjadi siaga (level III). Pada tanggal 3 November 2013 tepatnya pukul 03.00 WIB statusnya kembali ditingkatkan
Universitas Sumatera Utara
menjadi awas (level IV) dan sejak tanggal 3 November 2013 ditetapkan mulai masa tanggap darurat. Dampak dari kejadian erupsi Gunung Sinabung adalah adanya pengungsi yang berasal dari daerah terdampak di sekitar Gunung Sinabung. Jumlah pengungsian berfluktuatif dari bulan September 2013 hingga Februari 2014. Pada tanggal 24 Februari 2014, jumlah pengungsi sebanyak 15.996 jiwa atau sebanyak 5.021 KK, yang terdiri lansia sebanyak 1.414 orang, ibu hamil sebanyak 142 orang, bayi sebanyak 899 orang, tersebar di 33 titik pengungsian (Data Posko Tanggap Darurat Gunung Sinabung tahun 2014). Erupsi Gunung Sinabung mempengaruhi status kesehatan pengungsi. Angka kesakitan meningkat, berdasarkan data pada tanggal 3 November 2013 hingga 7 Februari 2014, jumlah kunjungan di pos kesehatan sebanyak 121.731 orang, dengan rincian penyakit gastritis sebanyak 22.591 orang, ISPA sebanyak 77.000 orang, conjunctivitis sebanyak 3.248 orang, diare sebanyak 3.448 orang, hipertensi sebanyak 3573 orang, anxietas sebanyak 1.415 orang dan penyakit lainnya 9.966 orang. Penyakit itu muncul akibat debu vulkanik yang keluar setiap terjadi erupsi, serta minimnya fasilitas kebutuhan dasar bagi pengungsi seperti mandi, cuci dan kakus (MCK) yang tidak sesuai dengan jumlah pengungsi. Untuk menekan dan mencegah jatuhnya korban pasca erupsi, perlu dilakukan berbagai upaya dari semua sektor termasuk sektor kesehatan. Upaya–upaya kesehatan dilaksanakan baik oleh pemerintah maupun non pemerintah. Namun demikian, upaya yang bertujuan memberikan pelayanan bagi masyarakat korban bencana dapat
Universitas Sumatera Utara
terhambat bila berjalan sendiri dan tidak ada hubungan saling keterkaitan. Oleh karena itu semua upaya yang dilakukan harus dikoordinasikan agar berjalan sinergi dan memberi dampak yang lebih maksimal bagi korban bencana. Bencana erupsi Gunung Berapi telah mengakibatkan jatuhnya korban jiwa dan pengungsi serta kerusakan
fasilitas
umum.
Dampak
tersebut
membutuhkan
upaya
yang
terkoordinasi dari semua sektor, termasuk koordinasi di sektor kesehatan (Imran, 2012). Banyak sektor yang terlibat dalam penanggulangan bencana Gunung Sinabung termasuk yang berhubungan dengan kesehatan korban bencana. Oleh karenanya penanganan kesehatan pada saat bencana haruslah memperhatikan koordinasi lintas sektoral yang terkait. Sektor tersebut diantaranya Dinas Kesehatan Kabupaten Karo, Dinas Kesehatan Propinsi, Kementerian Kesehatan melalui Pusat Penanggulangan Krisis dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) sebagai komando tanggap darurat. Ketika melakukan survey awal, peneliti mengikuti rapat koordinasi di Pos Pendampingan pada tanggal 26 Desember 2013. Dinas Kesehatan tidak turut dalam rapat tersebut sehingga informasi mengenai kesehatan tidak ada. Pos kesehatan juga tidak terlihat ada didirikan di Pos pendampingan. Menurut relawan dan staf BPBD, sementara ini pos kesehatan dipusatkan di Dinas Kesehatan. Hal itu akan mempengaruhi koordinasi pelayanan kesehatan akibat kurangnya informasi. Siswanto (2012) mengatakan informasi kesehatan sangat diperlukan untuk mengambil keputusan penting dalam penanggulangan bencana bidang kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Kepmenkes Nomor 145 Tahun 2007, Dinas Kesehatan berperan untuk
melayani, mendampingi dan mengawasi setiap kegiatan yang melibatkan
permasalahan kesehatan pada pengungsi. Maka, setiap instansi, lembaga swadaya masyarakat (LSM), organisasi maupun relawan yang ingin melakukan kegiatan yang berkenaan dengan pelayanan kesehatan seharusnya berkoordinasi atau melaporkan kegiatan pada Dinas Kesehatan sebagai koordinator bidang kesehatan. Namun, ada pelayanan kesehatan dari organisasi atau lembaga swadaya masyarakat yang melakukan secara langsung tanpa berkoordinasi dengan satuan tugas tim kesehatan seperti pengobatan gratis yang dilakukan oleh instansi lain secara langsung di Pos Pengungsi Losd Tigabinanga tanpa melibatkan Dinas Kesehatan. Kegiatan pengobatan gratis memang sangat diperlukan pengungsi, namun koordinasi kepada Dinas Kesehatan sebaiknya dilakukan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Pada tanggal 11 Februari 2014 pukul 10.30 Wib, terjadi erupsi dengan tinggi kolom erupsi mencapai 2 Km, dengan jangkauan awan panas ke arah tenggara selatan sejauh 4,5 Km. Erupsi kali ini menyebabkan jatuhnya korban jiwa sebanyak 18 orang. Hal ini menimbulkan kepanikan karena masyarakat sebelumnya menduga bahwa Gunung Sinabung sedang mengalami penurunan aktivitas. Pada saat kejadian erupsi tersebut, korban jiwa yang meninggal dan luka–luka diangkut dengan menggunakan ambulans dan kendaraan roda dua karena akses masuk ke lokasi yang sulit akibat debu vulkanik yang cukup tebal. Pelaksanaan evakuasi dilakukan oleh Basarnas (Badan Search And Rescue Nasional), Palang Merah Indonesia (PMI) dibantu oleh masyarakat dan relawan untuk dibawa ke fasilitas kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
Pengalaman akan kejadian tersebut telah menyadarkan semua tim penanggulangan bencana akan pentingnya kerjasama dan koordinasi antar tim penanggulangan bencana. Koordinasi yang baik akan memberi dampak maksimalnya hasil upaya kesehatan yang dilakukan saat bencana. Penanganan pengungsi pada masa tanggap darurat akibat erupsi Gunung Sinabung telah dilakukan sejak tanggal 3 November 2013 sampai saat ini. Pemerintah Kabupaten Karo telah memperpanjang masa tanggap darurat hingga 15 Februari 2014. Surat Keputusan Bupati Karo Nomor 361/032/Bakesbang/2014 berisi tentang Tim Penanggulangan Bencana Erupsi Gunung Sinabung pada masa tanggap darurat. Belum terbentuknya BPBD di Kabupaten Karo menyebabkan masih sulit penanganan pengungsi Gunung Sinabung dikarenakan kurangnya koordinasi dengan dinas-dinas ataupun badan lain yang ada hubungannya dengan masalah bencana. Sampai saat ini penanganan pengungsi masih dilakukan oleh BPBD Provinsi Sumatera Utara dengan Satuan Komando Tanggap Darurat Penanggulangan Bencana Kabupaten Karo (karena sampai saat ini Rancangan Peraturan Daerah Pembentukan BPBD Karo masih diproses), dimana Dandim 0205/TK selaku Komandan Tanggap Darurat dan Operasi. Setiap organisasi apapun bentuknya pasti memiliki sumber daya, proses manajemen dan tujuan. Agar dapat melaksanakan proses manajemen yang baik dan sumber daya dapat dimanfaatkan secara optimal, diperlukan sebuah integrasi. Proses integrasi inilah yang sesungguhnya disebut koordinasi. Koordinasi adalah kegiatan mengarahkan, mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan unsur-unsur
Universitas Sumatera Utara
manajemen dan pekerjaan-pekerjaan para bawahan dalam mencapai tujuan organisasi (Hasibuan, 2011). Koordinasi mengimplikasikan bahwa elemen-elemen sebuah organisasi saling berhubungan dan mereka menunjukkan keterkaitan sedemikian rupa, sehingga semua orang melaksanakan tindakan-tindakan tepat, pada waktu tepat dalam rangka upaya mencapai tujuan-tujuan. Banyaknya instansi yang turun dalam penanggulangan bencana erupsi Gunung Sinabung dan masih sedikitnya tenaga kesehatan yang terlatih di lingkungan Dinas Kesehatan, tentu mempengaruhi tindakan Dinas Kesehatan dalam mengatasi masalah kesehatan yang ada. Apalagi masalah kesehatan tidak mungkin dapat diselesaikan sendiri oleh Dinas Kesehatan karena memiliki keterkaitan
dengan
sektor
lain
seperti
yang
diamanatkan
dalam
UU
Penanggulangan bencana nomor 24 tahun 2007. Masalahnya adalah bagaimana Dinas Kesehatan mampu mengemban tanggungjawab sebagai koordinator penanggulangan bencana bidang kesehatan dan melakukan koordinasi dengan berbagai sektor terkait. Oleh karena itu Peneliti merasa perlu melakukan penelitian tentang pelaksanaan fungsi koordinasi Dinas Kesehatan dalam penanggulangan bencana bidang kesehatan pada masa tanggap darurat erupsi Gunung Sinabung.
1.2 Permasalahan Situasi tanggap darurat yang memakan waktu lama pada penanggulangan bencana erupsi Gunung Sinabung tahun 2014 dapat menimbulkan masalah yang
Universitas Sumatera Utara
tidak diinginkan seperti korban awan panas, kekurangan sumber daya, dan kerusakan sarana dan prasarana serta jumlah pengungsi yang banyak, dan ini membutuhkan koordinasi antar sektor untuk mempercepat penanganan pengungsi. Dinas Kesehatan berperan untuk meningkatkan ketahanan kesehatan pengungsi dengan melakukan upaya pengobatan, promosi kesehatan, dan kegiatan preventif sehingga dapat mengurangi angka kesakitan di pengungsian. Tentunya untuk mewujudkannya, semua itu tidak dapat dilakukan oleh Dinas Kesehatan sendiri tanpa bantuan dari sektor lainnya. Dengan demikian dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu: a. Bagaimanakah pelaksanaan fungsi koordinasi internal satgas penanggulangan bencana pada masa tanggap darurat erupsi Gunung Sinabung tahun 2014? b. Bagaimanakah pelaksanaan fungsi koordinasi lintas sektoral Dinas Kesehatan dengan instansi lain pada penanggulangan bencana masa tanggap darurat erupsi Gunung Sinabung tahun 2014? c. Faktor-faktor apa saja yang dapat mempercepat dan menghambat koordinasi penanggulangan bencana bidang kesehatan masa tanggap darurat erupsi Gunung Sinabung tahun 2014?
1.3 Tujuan Penelitian Untuk mengetahui pelaksanaan fungsi koordinasi bidang kesehatan pada masa tanggap darurat erupsi Gunung Sinabung tahun 2014.
Universitas Sumatera Utara
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1
Ilmu Pengetahuan Untuk menambah khasanah ilmu kesehatan masyarakat khususnya tentang analisa pelaksanaan fungsi koordinasi bidang kesehatan pada masa tanggap darurat erupsi Gunung Api.
1.4.2
Dinas Kesehatan Kabupaten Karo Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai bahan masukan atau informasi bagi pengelola program terkait penanggulangan masalah kesehatan akibat letusan Gunung Sinabung di lingkungan Pemerintah Kabupaten Karo, khususnya koordinasi dalam bidang kesehatan.
1.4.3
Bagi Peneliti Menambah wawasan dan pengetahuan tentang pelaksanaan fungsi koordinasi bidang kesehatan pada masa tanggap darurat erupsi Gunung Sinabung.
Universitas Sumatera Utara