1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Setiap negara pasti membutuhkan pemerintahan yang baik atau yang sering disebut dengan Good Governance. Pemerintahan yang baik merupakan suatu bentuk keberhasilan dalam menjalankan tugas untuk membangun negara sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan. Dalam mencapai tujuan tersebut, pemerintah Indonesia telah menyiapkan pengelolaan keuangan negara dengan menetapkan peraturan yang menuntut pemerintah pusat juga pemerintah daerah untuk meningkatkan akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan daerah. Berbagai usaha terus dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara yang mencakup bidang peraturan perundang-undangan, kelembagaan sistem, dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Standar Akuntansi Pemerintahan sangat penting untuk transparansi dan akuntabilitas suatu organisasi publik (Yulianingtyas, 2010). Transparansi dan akuntabilitas pada era otonomi daerah sekarang ini telah menjadi tujuan terpenting dari reformasi sektor publik di Indonesia. Salah satu wujud nyata dalam mewujudkan tranparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, pemerintah telah melakukan reformasi pada pengelolaan keuangan dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang mensyaratkan bentuk dan isi laporan
1
2
pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) disusun dan disajikan dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang selanjutnya ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah (PP). Berdasarkan Undang-Undang tersebut, pemerintah mengeluarkan PP Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan yang memiliki tujuan sebagai pedoman untuk menyajikan laporan keuangan yang berkualitas pada pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Basis akuntansi yang digunakan pada PP Nomor 24 Tahun 2005 adalah basis kas menuju akrual atau dikenal dengan cash toward accrual basic. Basis kas untuk pendapatan, belanja, dan pembiayaan sedangkan basis akrual untuk aset, kewajiban, dan ekuitas. Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, peraturan pemerintah dilaksanakan paling lambat lima tahun. Oleh karena itu, PP Nomor 24 Tahun 2005 yang menerapakan Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis kas menuju akrual perlu diganti. Pada tahun 2010, Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) berbasis akrual telah selesai disusun Komite Akuntansi Pemerintahan (KSAP) dan ditetapkan sebagai Peraturan Pemerintah dalam PP Nomor 71 Tahun 2010. Peraturan tersebut mensyaratkan
penyusunan
dan
penyajian
laporan
pertanggungjawaban
pengelolaan keuangan pemerintah secara beratahap didorong untuk menerapkan akuntansi berbasis akrual dan paling lambat tahun akhir 2015 seluruh laporan keuangan pemerintah sudah harus menerapkan SAP berbasis akrual. Kelebihan basis akrual adalah mencerminkan pengeluaran yang aktual, rill, dan objektif sehingga dapat menjelaskan kinerja yang sesungguhnya karena dengan basis
3
akrual dapat diukur tingkat efesiensi dan efektivitas suatu kegiatan, program atau kebijakan dengan baik. Teknik akuntansi bebrbais akrual dinilai dapat menghasilkan laporan keuangan pemerintah daerah yang lebih dapat dipercaya, lebih akurat, komprehensif dan relevan untuk pengambilan keputusan ekonomi, sosial dan politik. Selain itu keefektifan dalam penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual sangat diperlukan pemerintah yang memiliki tata kelola keuangan yang baik sehingga menghasilkan laporan keuangan jelas dan dapat
dipertanggungjawaban
serta
lengkap
sesuai
Standar
Akuntansi
Pemerintahan. Adanya hal tersebut menimbulkan banyak permasalahan yaitu penyiapan infrastruktur sistem administrasi (sistem akuntansi, sistem administrasi aset, dan sistem teknologi informasi) dan penyiapan aparat yang berkualitas (qualified) untuk menjalankan regulasi baru dalam pengelolaan laporan keuangan pemerintah daerah. Bentuk laporan pertanggungjawaban atas penegelolaan keuangan daerah selama satu tahun anggaran pemerintah daerah adalah dalam betuk Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). LKPD tersebut harus mengikuti SAP sesuai dengan PP Nomor 71 Tahun 2010 dengan tujuan agar lebih accountable dan kualitas laporan keuangan tersebut semakin berkualitas. Laporan keuangan yang berkualitas menunjukan bahwa Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) bertanggung jawab sesuai dengan wewenang yang dilimpahkan kepadanya dalam pelaksanaan tanggung jawab mengelola organisasi (Azlim et al, 2012).
4
Laporan keuangan yang telah dihasilkan oleh pemerintah daerah akan digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Pemerintah daerah wajib memperhatikan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan untuk keperluan perencanaan, pengendalian, dan pengambilan keputusan. Melihat hal tersebut, pemerintah daerah wajib memiliki sumber daya manusia yang berkompeten di bidang keuangan daerah dan sistem akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan pemerintah yang berkualitas. Menurut Arfianti (2011) sumber daya manusia merupakan salah satu elemen organisasi yang sangat penting, oleh karena itu harus dipastikan bahwa pengelolaan sumber daya manusia dilakukan sebaik mungkin agar mampu memberikan kontribusi secara optimal dalam upaya pencapaian tujuan organisasi. Informasi akuntansi yang terdapat di dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah harus mempunyai beberapa karakteristik kualitatif yang disyaratkan. Karakteristik kualitatif laporan keuangan adalah ukuran-ukuran normatif yang perlu diwujudkan dalam informasi akuntansi sehingga dapat memenuhi tujuannya. Berdasarkan PP Nomor 71 Tahun 2010 penyusunan dan penyajian laporan keuangan harus memenuhi empat unsur atau karakterisrik kualitatif agar dapat memenuhi kualitas yang diinginkan, yaitu relevan, andal, dapat dibandingkan, dapat dipahami. Meskipun seperangkat perundangan dan peraturan mengenai pengelolaan keuangan telah memadai, pelaksanaan pengelolaan keuangan negara tersebut masih rentan terhadap penyimpangan dan penyalahgunaan uang publik. Penerapan sistem keuangan pada praktiknya tidak terlepas dari persepsi, wawasan, dan
5
profesionalisme dari aparatur pemerintahnya itu sendiri (Jannaini, 2012). Hal ini berimplikasi terhadap kualitas laporan keuangan yang dibuat oleh setiap satuan kerja pemerintah. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara yang mensyaratkan bahwa laporan pertanguungjawaban pemerintah atau laporan keuangan pemerintah pada gilirannya harus diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Tanjung (2008: 31) menyatakan bahwa laporan keuangan tersebut akan diaudit terlebih dahulu oleh BPK untuk diberikan opini dalam rangka meningkatkan kredibilitas laporan sebelum disampaikan kepada para stakeholder antara lain: pemerintah (eksekutif), DPR/DPRD (legislatif), investor, kreditor, dan masyarakat pada umumnya dalam rangka transparansi dan akuntabilitas keuangan negara. Pemeriksaan atas laporan keuangan yang berupa opini, merupakan profesional pemeriksaan tentang kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada kriteria, kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan, kecukupan pengungkapan (adequate disclousure), kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan efektivitas sistem pengendalian intern. Terdapat 4 macam opini yang diberikan oleh BPK, yaitu: Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), Wajar Dengan Pengecualian (WDP), Tidak Wajar (TW), dan Tidak Memberikan Pendapat (TMP). Apabila dari hasil pemeriksaan BPK memeberikan opini WTP dan WDP pada laporan keuangan daerah, hal itu menunjukan bahwa pengendalian intern telah memadai. Sedangkan pada opini TW dan TMP yang diberikan BPK menunjukan rendahnya kualitas laporan
6
keuangan. Maka hal tersebut menunjukan bahwa sistem pengendalian internal sangat diperlukan karena dapat memberikan keyakinan yang memadai mengenai pencapaian tujuan pemerintah daerah yang tercermin dari kualitas laporan keuangan, efisiensi dan efektivitas dalam pelaksanaan Standar Akuntansi Pemerintah (Permendagri Nomor 13 Tahun 2006). Pengendalian internal merupakan suatu cara untuk mengarahkan, mengawasi, dan mengukur sumber daya suatu organisasi, dan juga memiliki peran penting dalam pencegahan dan pendeteksian penggelapan (fraud) dan melindungi sumber daya organisasi. Perubahan pada PP Nomor 24 Tahun 2005 menjadi PP Nomor 71 Tahun 2010 yang menerapkan Standar Akuntansi Pemerintahan menjadi berbasis akrual sanagt dibutuhkan ketersedian sarana dan prasarana sebagai pendukung keberhasilan penerapan
peraturan
tersebut.
Pemerintah
daerah
berkewajiban
untuk
mengembangkan dan memanfaatkan sarana dan prasarana untuk meningkatkan kemampuan mengelola keuangan daerah, dan menyalurkan Informasi Keuangan Daerah (IKD) kepada pelayanan publik. Dengan sarana dan prasarana
serta
potensi pemanfaatannya secara luas, maka dapat membuka peluang bagi berbagai pihak untuk mengakses, mengelola, dan mendayagunakan informasi keuangan daerah secara cepat dan akurat. Zetra (2009) menunjukkan bahwa kesiapan sarana dan prasarana pendukung seperti komputer, baik hardware maupun software, bagi aparatur di daerah dalam menyampaikan LKPD masih kurang. Banyak SKPD yang hanya memiliki satu unit komputer untuk semua urusan. Padahal untuk dapat menjalankan sistem informasi keuangan secara efektif setiap SKPD perlu memiliki komputer khusus
7
untuk penatausahaan keuangan. Kendala ini yang mungkin menyebabkan ketersediaan sarana dan praarana di instansi pemerintah belum disediakan secara optimal, sehingga hal tersebut mungkin memiliki pengaruh terhadap efektivitas penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual pada laporan keuangan pemerintah daerah. Dalam penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual, komitmen pemerintah daerah sangat diperlukan agar peraturan pemerintah yang sudah ditetapkan berjalan dengan efektif. Pemerintah daerah yang memiliki komitmen organisasi tinggi akan menyusun dan menjakina laporan keuangan secara tepat waktu dan menggunakan informasi yang dimiliki untuk membuat laporan keuangan pemerintah lebih tranparan dan memiliki akuntabilitas. Komitmen yang kuat dalam susunan atau struktur sebuah pemerintahan akan mampu menciptakan keyakinan dan dukungan serta loyalitas seseorang terhadap nilai dan sasaran yang ingin dicapai organisasi serta menyebabkan individu berusaha mencapai tujuan dari penerapan peraturan pemerintah yang telah dibuat.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan, maka rumusan masalah ini adalah: 1.
Apakah kualitas sumber daya manusia berpengaruh terhadap efektivitas penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual?
2.
Apakah sistem pengendalian internal pemerintah berpengaruh terhadap efektivitas penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual?
8
3.
Apakah ketersediaan sarana dan prasarana berpengaruh terhadap efektivitas penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual?
4.
Apakah komitmen organisasi berpengaruh terhadap efektivitas penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual?
1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini berdasarkan latar belakang penelitian yang diuraikan diatas, yaitu: 1.
Untuk menguji secara empiris pengaruh kualitas sumber daya manusia terhadap efektivitas penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual.
2.
Untuk menguji secara empiris pengaruh sistem pengendalian internal pemerintah terhadap efektivitas penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual.
3.
Untuk menguji secara empiris pengaruh ketersediaan sarana dan prasarana terhadap efektivitas penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual.
4.
Untuk menguji secara empiris pengaruh komitmen organisasi terhadap efektivitas penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual.
1.4 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat baik dari segi akademis maupun segi praktis. Dari segi akademis penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu akuntansi, khususnya yang berkaitan dengan akuntansi
9
sektor publik dan penelitian ini dapat memberikan referensi bagi penelitian selanjutnya guna mengembangkan dan mengkaji lebih dalam lagi mengenai berbagai faktor yang mempengaruhi efektivitas penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) berbasis akrual . Sedangkan kegunaan praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi atau bahan pertimbangan bagi pihak yang berkepentingan yaitu Pemerintah Kabupaten Sidoarjo dalam rangka mampu menerapkan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) berbasis akrual dengan efektif dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah yang lebih berkualitas.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian merupakan pembatasan atas suatu pembahasan. Hal ini dimaksudkan agar arah pembatasan dalam penulisan penelitian ini tidak meluas serta menghindari adanya kesalahpahaman sehingga tidak menyimpang dari materi pokok. Agar penulisan penelitian dapat mudah dipahami oleh pembaca, penulis hanya meneliti tentang empat faktor yang mempengaruhi efektivitas penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) berbasis akrual. Maka ruang lingkup objek penelitian ini dibatasi hanya pada SKPD di lingkungan Kabupaten Sidoarjo.