1
BAB 1 PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan yang merupakan satu kesatuan dan harus
dijaga keamanan dan dimanfaatkan untuk kemakmuran Indonesia. Wilayah negara Indonesia yang terdiri dari wilayah laut yang berada di bawah kedaulatannya seluas 3,1 juta km2, wilayah laut dimana negara memiliki hak-hak berdaulat seluas 2,7 juta km2, wilayah darat seluas 1,9 juta km2 terdiri dari 17.508 pulau besar dan kecil dengan panjang pantai 81.900 km.1 Luasan laut yang begitu luas semakin disadaribahwa laut selain berfungsi sebagai penghubung wilayah satu dengan wilayah lainnya juga mengandung kekayaan alam. Hal tersebut menjadikanIndonesia akan lebih ekstra dalam hal penjagaan kedaulatannya untuk mengurangi dimasuki wilayahnya oleh kapal asing mencuri informasi dan sumber daya alam lautnya.2Menjaga kekayaan alam di wilayah kedaulatan dalam laut teritrorial dan hak berdaulat merupakan kewenangan suatu negara terhadap wilayah tertentu dimana pelaksanaan harus tunduk pada hukum masyarakat internasional.3Sumber daya alam perikanan Indonesia sebagai sebagai penerimaan ekonomi bagi bangsa terusik dengan adanya illegal fishing. Tindakan illegal fishing merupakan tindakan pemalsuan dokumen, menangkap ikan dengan jaring terlarang, menggunakan bahan peledak, menggunakan ABK asing 1
Tommy Hendra Purwaka, “Tinjauan Hukum Laut Terhadap Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia”, Mimbar Hukum, volume 26, Nomor 3, Oktober 2014. 2 Maria Maya Lestari, “Negara Kepulauan dalam konteks zonasi hukum laut (Studi negara Indonesia)”, Jurnal hukum Yustisia, volume 19, Nomor 2, Juli-Desember 2012. 3 Ferry Junigwan Murdiansyah, “Kelautan Indonesia: Kisah Klasik untuk masa depan”, Opini Juris, volume 02, Desember 2009
2
tidak berizin. Permasalahan yang menjadikan illegal fishingsulit untuk dihentikan adalah ketidakpastian hukum, pemahaman hukum yang berbeda, inkonsistensi, diskriminasi terhadap pelaksanaan hukuman, persengkokolan antara pihak terkait. Pencurian ikan yang dilakukan oleh armada kapal ikan asing dari wilayah laut Indonesia diperkirakan merugikan sebesar 1 juta ton/tahun (Rp 30 Triliun/tahun). Kapal-kapal tersebut berasal dari Thailand, Vietnam, Malaysia, RRT, Flipina, Taiwan, Korea Selatan.4Dalam penentuan aturan sudah diperhitungkan kapasitas dan kualitas lingkungan laut, sehingga pelanggaran terhadap persyaratan akan merusak atau menghancurkan lingkungan laut.5 Salah satu daerah yang menjadi tempat terjadinya illegal fishing adalah Provinsi Kepulauan Riau. Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2002 tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau, pada Pasal 3 Provinsi Kepulauan Riau berasal dari sebagian wilayah Provinsi Riau yang terdiri atas: 1. Kabupaten Kepulauan Riau; 2. Kabupaten Karimun; 3. Kabupaten Natuna; 4. Kota Batam; 5. Kota Tanjung Pinang, Provinsi Kepulauan Riau mempunyai batas wilayah sebelah utara dengan Laut Cina Selatan, sebelah timur dengan Negara Malaysia dan Provinsi Kalimantan Barat, sebelah selatan dengan Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Jambi dan sebelah barat dengan Negara Singapura, Malaysia, dan Provinsi Riau. Pada publikasi Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Riau tahun 2013 luas wilayah 251.810,71 Km2, luas daratan 10.595 Km2 (4%), luas lautan 241.215 Km2 (96%), jumlah pulau 2.408 buah, panjang garis pantai 2.368 km dengan visi Dinas Kelautan 4
Usmawadi Amir, “Penegakan Hukum IUU Fishing Menurut UNCLOS 1982 (Studi kasus: Volga Case)”, Opini Juris, volume 12, Januari-April 2013 5 Joko subagyo, 2013, Hukum Laut Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 8
3
dan Perikanan Kepulauan Riau terwujudnya Provinsi Kepulauan Riau sebagai salah satu pengahasil produk kelautan dan perikanan unggulan di Indonesia dengan misi meningkatkan produksi untuk kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan. Dalam Kelautan dan Perikanan dalam angka tahun 2013 Provinsi Kepulaun Riau memiliki potensi perikanan sebesar 1.059.000 ton/tahun Potensi perikanan yang dimiliki Provinsi Kepulauan Riau menjadikan tempat yang menggiurkan bagi pelaku illegal fishing untuk melindungi dari tindakan pencurian ikan di Indonesia dibentuk Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 yang kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, undang-undang inisebagai payung hukum menjaga sumber daya perikanan dan ekploitasi perikanan.
Pada tahun 2003 melalui Kep. Menkopolkam Nomor
Kep.05/Menko/Polkam/2/2003 dibentuk Kelompok Kerja Perencanaan Pembangunan Keamanan dan Penegakan Hukum di Laut. Akhirnya pada tanggal 29 Desember 2005, ditetapkan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2005 tentang Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) yang menjadi dasar hukum organisasi tersebut.Pembentukan aturan dan badan kordinasi diharapkan dapat menghentikan tindakan pencurian ikan di laut. Data penanganan kasus tindak pidana kelautan dan perikanan tahun 2014 di wilayah perikanan Provinsi Kepulauan Riau oleh kapal pengawas kementerian kelautan dan perikananyang ditangani oleh pengawas perikanan/PPNS perikanan Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan(PSDKP) melalui data ekspose sampai dengan 31 desember 2014 pada tanggal 30 Oktober 2014 ditangkap kapal ikan asing dengan nama kapal KM. Laut Natuna 28 (+80 GT)
4
asal Thailand diduga menggunakan melakukan kegiatan penangkapan diwilayah perairan Laut Natuna tanpa dokumen dan menggunakan alat tangkap terlarang. Perkara tindak pidana perikanan yang disidik oleh PPNS perikanan data ekspose sampai dengan 28 november 2014 terdapat 7 kapal asing asal Vietnam di satuan kerja PSDKP Natuna yang diduga melakukan tindakan illegal fishing diwilayah perairan Laut Natuna.Para pelaku illegal fishing yang merupakan bukan warga negara Indonesia dengan menggunakan kapal berbendera asing.Maraknya tindakan illlegal fishing yang menguras sumber perikanan di Provinsi Kepulauan Riau menjadikan masyarakat merugi karena tidak mendapatkan manfaat untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Dalam kegiatan penangkapan terdapat pula nelayan tradisional yang melakukan penangkapan ikan tanpa adanya izin untuk melakukan penangkapan. Nelayan tradisional secara turun temurun dan berlangsung lama pada suatu wilayah tertentu dengan menggunakan alat tradisional untuk jenis ikan tertentu. Para nelayan tradisional hidup sepanjang waktu berada di laut. Sebuah ironi bagi nelayan tradional yang menjadikan laut yang telah menjadi tempat mereka hidup, apakah harus meminta izin kepada pemerintah sebelum mereka menangkap ikan. Hal ini merupakan tanggung jawab dan perlindungan negara kepada mereka yang hidup dan menetap di laut. Dengan maraknya tindakan illegal fishing di wilayah Provinsi Kepulauan Riau yang dikenal kaya akan sumber daya perikanan yang tidak terselesaikan maka penulis tertarik menulis tesis dengan judul “Relevansi Hukum Internasional Terhadap Tindakan Pencegahan Illegal Fishing Di Indonesia (studi kasus di provinsi Kepulauan Riau).
5
B.
Rumusan Masalah 1.
Bagaimana ketentuan hukum internasional dan legislasi nasional dalam upaya pencegahan illegal fishing di Provinsi Kepulauan Riau?
2.
Bagaimana implementasi ketentuan hukum internasional dan legislasi nasional dalam upaya pencegahan illegal fishing di Provinsi Kepulauan Riau?
C.
Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan dan rumusan masalah tersebut
maka penulisan bertujuan untuk: 1.
Untuk mengetahui ketentuan hukum internasional dan legislasi nasional dalam upaya pencegahan illegal fishing di Provinsi Kepulauan Riau. ketentuan internasional yang dimaksud adalah yang telah diakui dan diatur dalam
aturan
internasional
terkait
pencegahan,
penegakan
dan
pemberantasan praktek illegal fishing. Begitu pula dengan ketentuan hukum nasional dalam melakukan tindakan pencegahan, penegakan dan pemberantasan praktek illegal fishing di Provinsi Kepulauan Riau. 2.
Untuk menjelaskan implementasi dari hukum internasional dan nasional dalam upaya pencegahan illegal fishing di Provinsi Kepulauan Riau.Dalam mengatur pencegahan, penegakan, pemberantasan praktek illegal fishing di Provinsi Kepulauan Riau.
3.
Penelitian ini secara subyektif dilaksanakan dalam rangka penyusunan tesis sebagai syarat akademis untuk memperoleh gelar Master Hukum
6
(M.H) pada Program Magister Ilmu Hukum, Klaster Hukum Internasional, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. D.
Manfaat Penelitian Ada beberapa manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini, antara lain
sebagai berikut: 1.
Dalam lingkup akademis
hasil
penelitian ini
diharapkan dapat
memberikan kontribusi bagi pengembangan dan kemajuan ilmu hukum khususnya dalam bidang hukum laut internasional dalam mengumpulkan informasi dan data yang selengkap-lengkapnya. Sehingga dari informasi tersebut dapat dirumuskan suatu kesimpulan yang tetap sesuai dengan ketentuan yang menjadi dasar dalam menjawab permasalahan diatas. 2.
Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pemerintah khususnya pemecahan masalah tentang praktek negara terhadap pencegahan, penegakan, pemberantasan praktek illegal fishing di Indonesia.
E.
Keaslian Penelitian Telah dilakukan penelusuran terhadap penelitian yang pernah dilakukan
sebelumnya yang berkaitan dengan salah satu variabel maupun substansi yang sedang diteliti dalam usulan ini. Adapun beberapa penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan tulisan tentang “Relevansi hukum internasional terhadap tindakan pencegahan illegal fishing yang terjadi di Indonesia (studi kasus di Provinsi Kepulauan Riau)” ini adalah sebagai berikut:
7
1.
Muhammad Azhar, pada tahun 2011 menulis tesis tentang “Prospek Pengakuan Hak Perikanan Tradisional Dalam Penetapan Batas Perairan Wilayah Laut Antara Indonesia Dan Flipina” dengan mengemukakan permasalahan praktek negara terhadap pengakuan hak perikanan tradisional dalam batas wilayah laut dan implementasi pengakuan hak perikanan tradisional pada batas wilayah laut antara Indonesia dan Filipina. Penulisan tesis ini mengambil rumusan masalah bagaimanakah praktek negara terhadap pengakuan hak perikanan tradisional dalam penetapan batas wilayah laut dan bagaimanakah implementasi pengakuan hak perikanan tradisional dalam penetapan batas wilayah laut antara Indonesia dan Flipina. Dari rumusan masalah tersebut terlihat perbedaan dengan penelitian ini dimana hanya melihat hak perikanan tradisional dalam penetapan batas wilayah laut bukan melihat tentang penangkapan ikan secara ilegal
2.
Novianti, pada tahun 2008 menulis tesis tentang “ Penetapan accsess right dan access fee bagi kapal perikanan asing di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia untuk menanggulangi illegal fishing. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti penetapan access right dan access fee bagi kapal perikanan asing di Zona Ekonomi Eksklusif untuk menanggulangi illegal fishing. Menjawab bagaimana penetapan access fee bagi peningkatan devisa dan penetapan access right nelayan asing di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Penulisan tesis ini mengambil rumusan masalah Bagaimana penetapan access right kapal perikanan asing di ZEE
8
Indonesia, Bagimana penetapan access right bagi peningkatan devisa negara dan bagaimana korelasi kedua kebijakan tersebut dalam penanggulangan illegal fishing di ZEE Indonesia. Pada penulisan ini dititik berat pada wilayah ZEE dan access fee bagi devisa negara tidak melihat wilayah kedaulatan diluar wilayah ZEE yang menjadi fokus penulisan tersebut. 3.
Noula Pangemanan, pada tahun 2007, “Implementasi Code of Conduct for Responsible Fisheries
dalam menanggulangi
Illegal,
Unreported,
Unregulated Fishing di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia”. Penulisan tesis ini menekan kepada krisis perikanan global yang menimbulkan masalah salah satunya adalah kegagalan mengatasi over fishing dan degradasi habitat, padahal di sisi lain perikanan memiliki peran penting dalam kehidupan manusia sehingga membutuhkan pengelolaan yang berorientasi pada kepentingan jangka panjang. Dari kegagalan tersebut, FAO melakukan terobosan dengan menghasilkan instrumen Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF). Indonesia mengadopsi CCRF dengan harapan CCRF dapat dijadikan panduan dalam pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab.Penulis mengambil rumusan masalah bagaimana pengawasan pelaksanaan code of conduct for responsible fisheries dalam menanggulangi illegal, unreported,unregulated fishing di zone ekonomi eksklusif Indonesia. Penulisan tersebut hanya berdasarkan pada code of conduct for responsible fisheries untuk menanggulangi illegal, unreported, unregulated fishing. Sedangkan penelitian ini melihat
9
aturan lain yang terkait dengan penangkapan ikan secara ilegal sehingga bisa memberikan masukan terhadap kebijakan hukum negara dalam penanggulangan illegal fishing. Dari penelusuran kepustakaan dapat dikemukakan bahwa penelitian yang menggambarkan atau menyinggung “Relevansi hukum internasional terhadap tindakan pencegahan illegal fishing yang terjadi di indonesia (studi kasus di provinsi kepulauan riau)” secara keseluruhan penulisan sebelumnya belum menyinggung halhal mengenai: pertama, belum ada penelitian yang menyinggung langsung tentang tindakan illegal fishing dalam peraturan hukum internasional dalam kerangka hukum laut internasional 1982. Kedua, penelitian-penelitian terdahulu terfokus pada wilayah laut yang bukan dalam kedaulatan suatu negara. Ketiga, penulisan ilmiah yang dilakukan belum menjelaskan bagaimana hukum laut internasional mengatur tindakan illegal fishing yang melanggar kedaulatan negara. Keempat, penelitian ini mencari peraturan dalam hukum laut internasional yang diperbolehan dan dibenarkan untuk suatu negara dalam melakukan penindakan kegiatanillegal fishing. Walaupun demikian studi-studi terdahulu jelas sangat bermanfaat bagi penelitian ini dan besar kemungkinan pada bagian tertentu penelitianin juga merupakan kelanjutan dari penelitian terdahulu.