Bab 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Dewasa ini komik tampaknya merupakan salah satu bacaan yang paling digemari bukan saja oleh pembaca anak-anak, tetapi juga orang dewasa. Di toko-toko buku, di tempat persewaan bacaan, komik dengan mudah ditemukan dan termasuk yang laris manis dibeli dan dipinjam. Selain itu, di berbagai majalah anak dan sejumlah surat kabar edisi Minggu juga terdapat komik. Keadaan itu menunjukkan keberterimaan komik oleh para pembaca sebagai salah satu bacaan yang dibutuhkan. Sebagai sebuah bacaan komik hadir dengan keunikannya sendiri, tampil dengan deretan gambar dalam panel-panel (kotak) gambar dengan sedikit tulisan tangan yang ditempatkan dalam balon-balon. Bahkan, gambar-gambar yang ditampilkan juga bermacam-macam yang diusahakan semenarik mungkin sehingga mampu mengikat pembaca. Genre sastra anak dalam berbagai hal berbeda dengan sastra dewasa, dan salah satunya adalah masih dominannya unsur gambar dalam sastra anak. Mengingat buku-buku yang “penuh” gambar tersebut pada umumnya bertujuan untuk merangsang membaca, mengembangkan daya imajinasi, dan mengembangkan rasa keindahan, sedang hal yang kurang lebih sama juga terjadi pada komik, maka komik pun dapat dikategorikan sebagai salah satu genre sastra anak (Nurgiyantoro, 2005:408). Komik dapat dikategorikan sebagai kesusastraan anak populer yang memiliki keunikan tersendiri karena adanya gambar-gambar.
Komik pada mulanya berkaitan dengan segala sesuatu yang lucu, dan boleh jadi, ia berasal dari kata bahasa Belanda “komiek” yang berarti pelawak. Atau, kalau dirunut dari bahasa Yunani kuno, istilah komik berasal dari kata “komikos”, yang merupakan kata bentukan dari “kosmos”, yang berarti bersuka ria atau bercanda. Jadi, dalam kaitan ini, komik sering dikonotasi dengan hal-hal yang lucu, dan unsur kelucuan itu antara lain dilihat dari segi gambar-gambarnya yang sering tidak proposional tapi mengena. Komik adalah cerita yang bertekanan pada gerak dan tindakan yang ditampilkan lewat urutan gambar yang dibuat secara khas dengan paduan kata-kata. Sebagaimana halnya genre sastra anak yang lain, komik pun dapat dijadikan sebagai sarana komunikasi, sarana untuk menyampaikan sesuatu pada pembaca. Komik merupakan bacaaan populer yang dapat dijadikan sebagai penyangga warisan kebudayaan. Sementara itu di Asia, komik mulai marak setelah perang dunia kedua. Dunia komik Asia diwakili oleh Jepang, produsen komik terbesar di Asia. Di Jepang, komik disebut dengan manga. Asal-usul istilah manga tidak berkaitan secara spesifik dengan pengertian manga sebagaimana yang dikenal dewasa ini untuk sebutan komik Jepang (Nurgiyantoro, 2005:411). Tokoh yang menggeneralisasi penggunaan istilah manga untuk pengertian kartun dan komik Jepang adalah Rakuten Kitazawa melalui suplemen dalam sebuah harian di Jepang (Jiji Shinpou). Kitazawa adalah seorang pionir komik strip Jepang. Tokoh komik Jepang lainnya adalah Osamu Tezuka yang dijuluki sebagai “The God of Manga” yang mengembangkan karakter tokoh individunya ke dalam manga yang berpengaruh terhadap generasi berikut hingga kini.
Di Indonesia sendiri perkembangan komik bisa dibilang bukan barang baru. Komik diperkenalkan di Indonesia sudah cukup lama. Banyak komik-komik asing yang masuk ke Indonesia dan mendapatkan sambutan yang baik dari para pembacanya. Saat ini komik Jepang atau manga merupakan komik yang paling digemari di Indonesia. Salah satu contohnya adalah manga Crayon Shinchan. Crayon Shinchan merupakan komik yang terkenal baik di Jepang ataupun di negara lain, termasuk di Indonesia. Komik ini bercerita tentang kehidupan seorang anak dari keluarga Jepang. Beberapa ciri khas yang merupakan nilai lokal Jepang tetap dipertahankan dalam komik ini, seperti tampak pada nama setiap tokoh, makanan khas seperti nato, yakiniku, tempura, serta beberapa kebiasaan tertentu seperti mandi bersama, tidur dengan futon di lantai. Shinchan merupakan seorang anak TK berumur lima tahun yang memiliki tingkat kenakalan melebihi anak-anak pada seusianya. Ia termasuk anak yang hiperaktif dan sulit untuk memusatkan perhatiannya. Setiap perintah dan nasehat yang dikatakan oleh orang tua dan guru-gurunya tidak pernah dihiraukan olehnya. Sehingga ia dianggap sebagai anak nakal yang selalu melawan orang tua dan gurugurunya. Kenakalannya juga sering menimbulkan masalah bagi orang-orang sekitarnya. Tidak hanya orang tua dan guru-gurunya, teman-temannya pun juga merasa terganggu dengan sikap nakalnya itu.
1.1.1 Kenakalan pada Anak, Sebagai Salah Satu Ciri Penderita ADHD Kenakalan, sebenarnya adalah hal yang normal bagi anak-anak dalam tahap perkembangan kanak-kanak. Mereka sedang belajar untuk mengontrol tubuh mereka sendiri, memahami lingkungan sekitarnya, serta belajar nilai-nilai dalam keluarga dan masyarakat. Mereka banyak melakukan percobaan (eksperimen) terhadap
sesuatu yang menarik perhatian dan belum mereka ketahui: bagian tubuh, hewanhewan, perkakas di rumah, tumbuh-tumbuhan dan obyek-obyek lainnya. Sayangnya, dalam bereksperimen mereka sering lalai dan ceroboh, hasilnya, eksperimen mereka sering kali membuat orang tua dan orang di sekitarnya menjadi jengah dengan ulah mereka: kotoran berserakan, perkakas berantakan, baju belepotan, perabot pecah, jatuh saat berlari, sampai konflik sesama anak-anak. Anak yang terlihat aktif sebenarnya merupakan hal yang wajar. Karena inilah usia dimana anak sedang giat-giatnya mengeksplorasi lingkungannya. Dalam rentang usia ini, anak berada dalam fase otonomi atau mencari rasa puas melalui aktivitas geraknya. Tapi, kalau ia terlalu aktif atau malah hiperaktif, tentu saja ini tidak wajar. Menurut Andita (2010), nakal adalah ciri dari anak yang menderita Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD) atau Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas
(GPPH).
Sehingga
hubungan
sosial
si
penderita
dengan
lingkungannya menjadi terganggu. Anak yang menderita ADHD ini adalah anak yang luar biasa banyak gerak dan sering kali tidak dapat dikendalikan, tidak tenang, dan tidak dapat berkonsentrasi. Perilakunya yang kacau itu justru mengundang kejengkelan bagi orang-orang di sekitarnya. Kondisi seperti ini dapat membawanya pada masalah-masalah emosional dan agresif. ADHD sering juga disebut sebagai resiko tumbuh kembang. Pada jangka panjang, ADHD yang tidak ditangani akan membawa anak pada konsep diri yang negatif. Bagi anak ADHD, prestasi belajar mereka di sekolah tidak dapat sebaik anak tanpa ADHD. Mereka sering kali mengalami tidak naik kelas bahkan meninggalkan sekolah tanpa ijazah. Beberapa penelitian menunjukkan raihan prestasi mereka
kurang baik jika dibandingkan dengan anak-anak lain dalam tingkat inteligensia yang sama tinggi (Patternotte & Buitelaar, 2010:170).
1.1.2 Biografi Singkat Pengarang Crayon Shinchan Yoshito Usui merupakan komikus yang terkenal di Jepang. Usui lahir di Jepang, tepatnya Prefektur Shizuoka pada tanggal 21 April 1958. Pada tahun 1977, Usui lulus dari sekolah tinggi County di Prefektur Saitama. Tahun 1979, setelah lulus dari sekolah desain, Usui bekerja di sebuah supermarket dan menjadi pekerja sementara di sebuah agen periklanan. Tahun 1985, Usui mengikuti kontes perekrutan Action Comic dan akhirnya Usui memenangkan penghargaan. Tahun 1987 adalah debutnya di Kartun Aksi dan pekerjaannya dimulai pada tahun 1990 di komik serial OL Gumi dengan judul Crayon Shinchan. Crayon Shinchan merupakan komik karangan Yoshito Usui yang sangat terkenal di seluruh dunia dan digemari oleh setiap kalangan usia. Tidak hanya itu, komik ini juga mendapat beberapa penghargaan dari berbagai negara, seperti Jepang, Korea dan Spanyol. Yoshito Usui meninggal di usia 51 tahun karena terjatuh dalam pendakian gunung di Prefektur Gunma pada tanggal 11 September 2009.
1.2 Rumusan Permasalahan Dalam penelitian ini peneliti ingin meneliti perilaku gejala ADHD pada tokoh Shinchan dalam komik Crayon Shinchan.
1.3 Ruang Lingkup Permasalahan Ruang lingkup permasalahan dalam penelitian ini adalah meneliti perilaku gejala ADHD pada tokoh utama yaitu Shinchan dalam komik Crayon Shinchan vol. 5, 18, dan 20.
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk meneliti perilaku gejala ADHD pada tokoh Shinchan. Manfaat yang ingin dicapai adalah agar pembaca, khususnya mahasiswa jurusan sastra Jepang Universitas Bina Nusantara dapat mengetahui lebih jelas tentang jenis-jenis dan kriteria-kriteria gejala ADHD yang dapat ditemukan dalam komik Crayon Shinchan.
1.5 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan peneliti dalam menyusun skripsi ini adalah metode kajian kepustakaan yakni mengumpulkan dan menggunakan sumber data yang berasal dari novel, buku dan internet yang diambil dari perpustakaan Bina Nusantara dan Japan Foundation, selain itu peneliti menggunakan metode deskriptif analitis, yaitu metode memecahkan masalah untuk meningkatkan pembelajaran. Peneliti menganalisis menggunakan teori psikologi anak tentang ADHD menurut Perhimpunan Psikiater Anak di Amerika Serikat, yakni Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM).
1.6 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan yang digunakan peneliti dalam penyusunan skripsi ini adalah Bab 1 Pendahuluan, berisi latar belakang permasalahan, rumusan permasalahan, ruang lingkup permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab 2 Landasan Teori, berisi teori-teori yang digunakan sebagai acuan dalam membahas permasalahan tentang tokoh Shinchan yang memiliki ciri-ciri anak yang menderita gejala ADHD. Bab 3 Analisis Data, berisi analisis tentang tokoh Shinchan yang memiliki ciri-ciri anak yang menderita gejala ADHD. Bab 4 Simpulan dan Saran, berisi simpulan sebagai hasil analisis penelitian dan saran tentang permasalahan yang dapat dibahas oleh peneliti selanjutnya. Bab 5 Ringkasan, membahas secara singkat isi dari skripsi ini secara keseluruhan yaitu mulai dari latar belakang, rumusan permasalahan, tujuan penelitian, metode penelitian, landasan teori, analisis data hingga simpulan dan saran sebagai hasil jawaban dari permasalahan yang dibahas peneliti.