BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia pernah memiliki masalah konflik dan situasi atau kejadian yang tidak menyenangkan terkait dengan diri sendiri, orang lain atau lingkungan siswa. Makin tinggi dan pesatnya perkembangan berbagai ilmu pengetahuan manusia di dunia ini, makin bertambah kompleks masalah-masalah kehidupan manusia dan tata-susunan masyarakat (Slameto,1998). Hal ini merupakan hal yang wajar sebagai suatu tahapan dari pengalaman hidup dan perkembangan diri seseorang. Oleh karena itu, siswa semua pasti mengalami saat-saat dimana diri siswa merasa sedih, kecewa, tidak bersemangat, stres, depresi, dan lain-lain. Ada kalanya siswa dapat mengatasi masalah yang sedang terjadi tersebut namun, ada kalannya siswa merasa bingung dan cemas, tidak tahu harus mengadu kemana. Konseling merupakan salah satu upaya untuk membantu mengatasi konflik, hambatan dan kesulitan dalam memenuhi kehidupan siswa, sekaligus sebagai upaya pengkatan kesehatan mental. Sebagai pekerja profesional, konseling tentu memiliki fungsi dan cara kerja yang khas sesuai dengan bidang keilmuannya. Salah satu bidang keilmuan konseling adalah pendidikan. Salah satu elemen penting yang ada di lingkup sistem pendidikan sekolah adalah keberadaan layanan bimbingan dan konseling. Karena untuk menjadi manusia yang bermutu tidak hanya menyangkut aspek akademis, tetapi juga menyangkut aspek perkembangan pribadi sosial, kematangan intelektual, dan sistem nilai. Oleh karena itu, pendidikan yang bermutu merupakan pendidikan yang seimbang, tidak hanya mampu menghantarkan peserta didik pada pencapaian
standar
kemampuan
akademis,
tetapi
juga
mampu
membuat
perkembangan diri yang sehat dan produktif. Para peserta didik adalah orang-orang
yang sedang mengalami proses perkembangan yang memiliki karakteristik, kebutuhan dan tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhinya. Pencapaian standar kemampuan akademis dan tugas-tugas perkembangan peserta didik, memerlukan kerja sama yang harmonis antara para pengelola atau manajemen pendidikan, pengajaran, dan bimbingan, sebab ketiganya merupakan bidang-bidang utama dalam pencapaian tujuan pendidikan (Yusuf & Nurihsan, 2008). Dalam rambu-rambu penyelenggaraan bimbingan dan konseling 2008 tercantum pengertian bimbingan dan konseling (BK) merupakan pelayanan bantuan untuk peserta didik secara perseorangan maupun kelompok agar mandiri dan berkembang secara optimal dalam bidang pribadi, sosial, belajar dan karier melalui berbagai layanan dan kegiatan pendukung berdasarkan norma-norma yang berlaku (Wangid, 2010). Bimbingan dalam pendidikan di sekolah ialah proses pemberian bantuan kepada siswa agar siswa menjadi pribadi yang memiliki pemahaman yang benar akan diri pribadinya dan akan dunia disiswarnya, mengambil keputusan untuk melangkah maju secara optimal dalam perkembangannya dan dapat menolong dirinya sendiri menghadapi serta memecahkan masalah-masalahnya. Semuanya demi tercapainya penyesuaian
yang
sehat
dan
demi
memajukan
kesejahteraan
mentalnya
(Slameto,1998). Menurut Yusuf dan Nurihsan (2008) ada beberapa aspek psikologis dan faktorfaktor yang mempengaruhi perkembangan pribadi yang perlu dipahami konselor atau pembimbing untuk dapat memberikan layanan BK secara akurat dan bijaksanan yaitu motif, konflik dan frustasi, sikap, faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan individu, masalah perkembangan individu, masalah perbedaan individu, masalah kebutuhan individu, masalah penyesuaian diri dan kesehatan mental, masalah belajar,
kecerdasan majemuk, kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual, kreativitas, serta stres dan pengelolaannya. Fenomena yang ada mengatakan bahwa peran konselor dengan lembaga bimbingan konseling atau yang biasa disebut dengan BK direduksi sekedar sebagai polisi sekolah. Bimbingan dan konseling yang sebenarnya paling potensial menggarap pemeliharaan pribadi-pribadi, ditempatkan dalam konteks tindakan-tindakan yang menyangkut disipliner siswa. Memanggil, memahami,menghukum adalah proses klasik yang menjadi label BK di banyak sekolah. Dengan kata lain BK diposisikan sebagai musuh bagi siswa bermasalah atau nakal (Utami, 2007). Konselor perlu memahami konsep sikap, karena sikap sangat mewarnai perilaku individu, atau dapat dikatakan bahwa perilaku individu merupakan perwujudan dari sikapnya (Yusuf & Nurihsan, 2008). Sikap merupakan faktor yang ada dalam diri manusia yang dapat mendorong atau menimbulkan perilaku tertentu. Sikap terbentuk dalam perkembangan individu, karena faktor pengalaman individu mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka pembentukan sikap individu (Walgito, 2003). Hasil penelitian Faridatul (2008) dengan judul Perbedaan Persepsi dan Sikap Antara Siswa Jurusan IPA dan IPS terhadap Pemanfaatan Layanan Bimbingan dan Konseling di SMA 1 Garum dengan populasi siswa kelas XII jurusan IPA dan IPS di SMA1 Garum tahun ajaran 2008/2009 yang berjumlah 240 siswa dan sampel penelitian 40 siswa jurusan IPA dan 39 siswa IPS berdasarkan analiasis Uji_t perbedaan sikap siswa jurusan IPA danIPS diperoleh t tabel dengan df=77 taraf signifikansi (sig)=0,05 adalah sebesar 1,99. Dari analisis data diketahui nilai t hitung dengan df=77 dan taraf signifikansi (sig)=0,05 sebesar 57,458. Karena nilai t
(57,485)> t tabel (1,99) maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan sikap antara siswa jurusan IPA dan IPS terhadap pemanfaatan layanan bimbingan dan konseling. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Johan (2003) dengan judul Persepsi Siswa terhadap Pemanfaatan Layanan Bimbingan dan Konseling di SMP Santo Kristoforus 1 Jakarta, diperoleh t- hitung sebesar 0,125.Hasil analiss memperlihatkan bahwa nilai t hitung tidak signifikan dengan taraf kepercayaan 95%.Hal ini menunjukkan tidak adanya perbedaan persepsi siswa dan siswinya terhadap layanan bimbingan dan konseling dengan pemanfaatan layanan Bimbingan dan Konseling. Berdasarkan hasil penelitian yang berbeda dari Faridatul (2008) dan Johan (2003) dengan judul Persepsi siswa terhadap Pemanfaatan Layanan Bimbingan dan Konseling di SLTP Santo Kristoforus I Jakarta, diperoleh t-hitung sebesar 0,125.Hasil analisis memperlihatkan bahwa nilai t hitung tidak signifikan dengan taraf kepercayaan 95%.Hal ini tidak menunjukkan adanya perbedaan persepsi antara siswa dan siswinya terhadap layanan Bimbingan dan Konseling dengan Pemanfaatan layanan Bimbingan dan Konseling. Berdasarkan hasil penelitian yang berbeda dari Faridatul (2008) dan Johan (2003) mengenai sikap siswa tentang layanan bimbingan dan konseling dan pemanfaatan layanan bimbingan dan konseling yang diteliti pada subjek penelitian yang berbeda, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian kembali dan melakukan pengkajian lebih lanjut untuk mengetahui adakah perbedaan yang signifikan pemanfaatan layanan bimbingan dan konseling ditinjau dari sikap siswa terhadap layanan bimbingan dan konseling siswa SMA Muhammadiyah (Plus) Salatiag. Karena sebelumnya belum pernah ada peneliti yang meneliti di sekolah SMA Muhammadiyah (Plus) Salatiga dengan judul perbedaan pemanfaatan layanan
bimbingan dan konseling ditinjau dari sikap siswa terhadap layanan bimbingan dan konseling siswa kelas XI SMA Muhammadiyah (Plus) Salatiga. Pada saat observasi peneliti juga menemukan berbagai macam masalah yang berhubungan dengan pemanfaatan layanan bimbingan dan konseling. Salah satunya siswa kurang memanfaatkan layanan informasi yang ada di sekolah. Mereka lebih sering mencari informasi di internet. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: Adakah perbedaan secara signifikan pemanfaatan layanan bimbingan dan konseling ditinjau dari sikap siswa terhadap layanan bimbingan dan konseling oleh siswa kelas XI SMA Muhammadiyah (Plus) Salatiga. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui signifikansi perbedaaan pemanfaatan layanan bimbingan dan konseling ditinjau dari sikap siswa terhadap layanan dan konseling pada siswa kelas XI SMA Muhammadiyah (Plus) Salatiga.
1.4 Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis Secara teoritik penelitian ini memberikan manfaat bila ditemukan adanya perbedaan secara signifikan pemanfaatan layanan bimbingan dan konseling ditinjau dari sikap siswa terhadap bimbingan dan konseling pada siswa kelas
XI SMA Muhammadiyah Plus, maka sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Faridatul (2003).Bila tidak ditemukan adanya pebedaan secara signifikan pemanfaatan layanan bimbingan dan konseling ditinjau dari sikap siswa terhadap layanan bimbingan dan konseling pada siswa kelas XI SMA Muhammadiyah (Plus) maka sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Johan (2003). b. Manfaat praktis 1. Memberikan masukan gagasan atau ide-ide bagi guru bimbingan dan konseling dalam memperbaiki sikap negatif siswa tentang layanan bimbingan dan konseling serta lebih aktif dalam mengenali karakteristik siswa-siswinya sehingga pemanfaatan layanan bimbingan dan konseling dapat optimal dan kebutuhan siswa akan layanan bimbingan dan konseling di SMA Muhammadiyah (Plus) Salatiga dapat terpenuhi. 2. Memberikan masukan gagasa atau ide-ide bagi para guru bimbingan dan konseling melalui hasil penelitian ini dalam memberiakan layanan bimbingan dan konseling yang baik kepada siswa serta memperdalam pemahaman tentang kedudukan, peran, fungsi serta manfaat layanan bimbingan dan konseling di sekolah.
1.5 Sistematika Penulisan Untuk memperoleh pembahasan yang sistematis, penulis menyusun tulisan ini ke dalam beberapa bab antara lain: Bab 1. Memperkenalkan tentang pendahuluan. Pada bab ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penelitian.
Bab 2. Memaparkan tentang landasan teori. Pada bab ini berisi tentang bimbingan dan konseling, arti bimbingan dan konseling, tujuan bimbingan dan konseling, fungsi bimbingan dan konseling, bidang-bidang bimbingan dan konseling, prinsip-prinsip bimbingan dan konseling, layanan bimbingan dan konseling, pemanfaatan layanan bimbingan dan konseling, macam-macam pemanfaatan layanan bimbingan dan konseling oleh siswa, kebutuhan siswa akan layanan bimbingan dan konseling, faktorfaktor yang mempengaruhi pemanfaatan layanan bimbingan dan konseling, pengertian sikap, komponen sikap, karakter sikap, faktor-faktor yang mempengaruhi sikap, perbedaan pemanfaatan layanan bimbingan dan konseling ditinjau dari sikap siswa tentang layanan bimbingan dan konseling. Bab 3. Memaparkan tentang Metode Penelitian. Padabab ini berisi tentang jenis penelitian, variabel penelitian, populasi dan sampel, metode pengumpulan data, definisi operasional, penyusunan instrumen penelitian, uji coba intrumen pengukuran pemanfaatan layanan bimbingan dan konseling dan pengukuran sikap siswa tentang layanan bimbingan dan konseling, lokasi dan waktu penelitian teknik alalisis data. Bab 4. Memaparkan tentang hasil penelitian dan pembahasan. Pada bab ini berisi tentang gambaran objek penelitian, deskripsi variabel, analisis data, uji hipotesi dan pembahasan. Bab 5. Memaparkan tentang Penutup. Pada bab ini berisi tentang Kesimpulan dan Saran berdasarkan Hasil Penelitian.