BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pencemaran air yang terus meningkat telah menurunkan kualitas air di seluruh dunia. Pencemaran air disebabkan oleh jumlah manusia dan kegiatan manusia yang beragam. Pencemaran yang mengakibatkan penurunan kualitas air dapat berasal dari limbah terpusat (point sources), seperti: limbah industri, limbah usaha peternakan, perhotelan, rumah sakit dan limbah tersebar. Sedangkan non point sources, seperti: limbah pertanian, perkebunan dan domestik. Dalam perusahaan/industri yang besar masalah penanggulangan air limbah dapat diatasi karna memiliki modal yang lebih, namun akan berbeda dengan industri yang skalanya masih kecil atau menengah mereka belum mampu untuk mengatasi masalah air limbah (Asmadi dan Suharno, 2012). Menurut Zulkifli (2014), apabila air limbah yang mengandung bahan pencemar langsung dialirkan ke danau, badan air, sungai dan telaga tanpa diolah terlebih dahulu maka air limbah dapat menyebabkan air tidak dapat dikonsumsi secara layak oleh manusia, gangguan terhadap kesehatan, dan mengakibatkan kematian kehidupan air yang ada di dalamnya. Maka dari itu perlu adanya pengolahan limbah terlebih dahulu agar tidak terjadi pencemaran.
1
Industri batik termasuk dalam kelompok industri tekstil di Indonesia yang selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri juga merupakan komoditi ekspor penghasil devisa negara. Meskipun dari segi ekonomi memberikan pendapatan yang besar bagi Negara, namun industri batik memiliki dampak yang besar pula pada limbah hasil produksinya yang dapat mengakibatkan pencemaran bagi lingkungan. Harini, dkk (2001), menyatakan bahwa limbah cair industri batik memiliki sifat dan komposisi yang kompleks, tergantung jenis serat yang diolah, macam proses serta bahan kimia yang digunakan. Secara umum limbah cair industri batik mempunyai karakteristik berwarna, pH tinggi, kadar BOD, COD, suhu, padatan terlarut dan tersuspensi tinggi. Pada umumnya air limbah ini dibuang langsung ke sungai, sehingga potensial menimbulkan pencemaran. Hasil survei yang dilakukan di daerah Klaten tepatnya di Desa Nggemblegan Kecamatan Kalikotes Kabupaten Klaten terdapat industri batik yang mana posisi industri berada di tengah-tengah pemukiman. Industri batik tersebut belum memiliki pengolahan limbah, dimana outlet pembuangan limbah cair langsung menuju selokan air warga sekitar. Pada uji pendahuluan sampel limbah cair industri tersebut, yang dilakukan di Laboratorium Kimia Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarata didapat hasil kadar TSS melebihi baku mutu yang telah ditetapkan oleh peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia no.5 tahun 2014 tentang baku mutu air limbah industri tekstil. Pada sampel uji pertama kadar TSS sebesar 1660
2
mg/l, sedangkan nilai ambang batas pada baku mutu tersebut kadar TSS tidak boleh melebihi 50 mg/l. Salah satu cara untuk menurunkan kadar TSS yaitu dengan teknologi pengolahan air limbah secara kimia. Asmadi dan Suharno (2011), menyatakan pengolahan air limbah secara kimia biasanya dilakukan untuk menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah mengendap (koloid), logam berat, senyawa fosfor, dan zat organik beracun dengan membubuhkan bahan kimia tertentu yang diperlukan (koagulasi-flokulasi). Bahan kimia yang sering digunakan adalah almunium sulphate, ferrous sulphate, lime, ferric chloride, ferric sulphate, tetapi penggunaan koagulan dengan bahan kimia relatif cukup mahal dan tidak semua daerah menjual bahan kimia tersebut. Biji asam jawa (Tamarindus indica) dalam Bahasa Jawa biasa disebut dengan klungsu yang selama ini belum dimanfaatkan secara optimal, dapat dimanfaatkan dalam pengolahan limbah yang ramah lingkungan serta mudah untuk mendapatkannya di pasaran. Dari penelitian yang dilakukan Robin, dkk (2014) dalam menurunkan kadar TSS dengan menggunakan serbuk biji asam jawa pada sampel air limbah cair tahu menunjukkan hasil penurunan TSS, yang semula kadar TSS sebesar 1232 mg/l setelah perlakuan menjadi 151 mg/l. Begitu pula hasil penelitian Irnia, dkk (2007) pada sampel limbah cair tahu menunjukkan konsentrasi biji asam jawa berpengaruh terhadap penurunan TSS.
3
Berdasarkan permasalahan tentang limbah cair batik dan penelitian yang sudah pernah dilakukan, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai keefektifan koagulan biji asam jawa untuk menurunkan kadar TSS pada limbah cair batik di Desa Gemblegan Kecamatan Kalikotes Kabupaten Klaten. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat diambil rumusan masalah yaitu, “Apakah koagulan biji asam jawa efektif dalam menurunkan kadar TSS (Total Suspended Solid) pada limbah cair batik?” C. Tujuan 1. Tujuan Umum Menganalisis keefektifan dosis biji asam jawa menggunakan motode koagulasi dalam menurunkan kadar TSS (Total Suspended Solid) pada limbah cair batik. 2. Tujuan Khusus a. Mengukur kadar TSS (Total Suspended Solid) pada limbah cair batik sebelum dan sesudah perlakuan menggunakan metode koagulasi dengan biji asam jawa sebagai koagulan. b. Mengukur dosis yang efektif/jumlah koagulan biji asam jawa dalam menurunkan kadar TSS (Total Suspended Solid) pada limbah cair batik.
4
D. Manfaat 1. Bagi Pengusaha Batik Sebagai masukan dalam pengolahan limbah cair dengan menggunakan biji asam jawa sebagai koagulan untuk menurunkan kadar TSS (Total Suspended Solid) pada limbah cair batik. 2. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat Untuk menambah kepustakaan yang ada khususnya dalam lingkup pengolahan limbah cair dengan memanfaatkan biji asam jawa sebagai koagulan untuk menurunkan kadar TSS (Total Suspended Solid) pada limbah cair batik. 3. Bagi Peneliti Lain Sebagai referensi dan data dalam penelitian selanjutnya tentang pengolahan limbah cair dengan memanfaatkan biji asam jawa sebagai koagulan untuk menurunkan kadar TSS (Total Suspended Solid) pada limbah cair batik.
5