1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Ada tiga sifat bahasa yang harus diutamakan yaitu bahasa sebagai sistem tanda atau sistem lambang, sebagai alat komunikasi, dan digunakan oleh kelompok manusia atau masyarakat.Selain itu, bahasa juga merupakan bunyi suara, bersifat arbitrer, manusiawi, berhubungan dengan suara dan pendengaran, konvensional dan bersistem(Sibarani, R1992:3). Pendapat Sibarani tentang bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi tentu memiliki beragam penafsiran, salah satunya adalah komunikasi yang baik antara penutur dengan petutur.Hal yang diperlukan ketika proses percakapan berjalan dengan lancar adalah sikap sopan dan santun antar sesama mitra tutur. Selain itu bahasa juga memiliki norma sosiokultural yang menghendaki agar manusia bersikap santun
dalam
berinteraksi
dengan
sesamanya.(Ismari
dalam
Lutfiyatin,
http://kesantunanberbahasa.wordpress.com/) mengatakan bahwa hal penting yang berkenaan dengan keberhasilan pengaturan interaksi sosial melalui bahasa adalah strategi-strategi yang mempertimbangkan status penutur dan mitra tutur.Keberhasilan penggunaan
strategi-strategi
ini
menciptakan
suasana
kesantunan
yang
memungkinkan transaksi sosial berlangsung tanpa mempermalukan penutur dan mitra tutur.
1
2
Sebagaimana juga diungkapkan oleh Keith Allan dalam Rahardi (2005:52) bahwa agar proses komunikasi penutur dan petutur dapat berjalan dengan baik dan lancar, mereka haruslah dapat saling bekerja sama. Ia berpendapat bahwa bekerja sama yang baik di dalam proses bertutur itu, salah satunya dapat dilakukan dengan berprilaku sopan kepada pihak lain. Sehubungan dengan itu, ia menyatakan bahwa berperilaku sopan itu dapat dilakukan dengan cara memperhitungkan “muka” si penutur di dalam kegiatan bertutur. Ketika sesorang mengujarkan imperatif, memperhitungkan muka petutur juga sangat penting dilakukan, di samping juga muka penutur sendiri.Disebutkan bahwa dalam
komunikasi
interpersonal,
muka
seseorang
selalu
dalam
keadaan
terancam.Untuk itulah digunakan sopan dan santun ketika berbahasa. Imperatif adalah bentuk perintah untuk kalimat atau verba yang menyatakan larangan atau keharusan melaksanakan perbuatan (KBBI, 2005:427). Dalam bahasa Indonesia, deskripsi satuan lingual imperatif dengan ancangan struktural telah banyak dilakukan linguis. Berkaitan dengan imperatif, Slamet Muljana, Poedja Wijatna, dan Ramlan menggunakan istilah “kalimat suruh” sementara Mees.Keraf, Alisjahbana, Fokker, dan Moeliono menggunakan istilah “kalimat perintah” (Rahardi, 2005:1). Berhubungan dengan kesantunan dalam pemakaian tuturan imperatif, menurut Rahardi (2005:6) ditentukan oleh dua faktor utama yaitu penentu-penentu linguistik dan penentu-penentu ekstralinguistik.Penentu-penentu yang bersifat linguistik di antaranya ditentukan berbagai macam aspek, seperti panjang pendek tuturan, pemakaian kata, dan atau frasa penanda kesantunan yang berpengaruh terhadap persepsi kesantunan dalam pemakaian tuturan imperatif bahasa Indonesia.Sedangkan
3
penentu yang bersifat ekstralingustik menunjuk kepada berbagai aspek luar bahasa yang kemunculannya bersama tuturan berpengaruh terhadap persepsi kesantunan pemakaian tuturan imperatif.Aspek-aspek tersebut, misalnya maksud tuturan, waktu dan tempat munculnya tuturan, peserta tutur, dan sebagainya.Aspek-aspek itu membentuk sebuah informasi indeksal yang lazim disebut dengan konteks situasi ujar. Penelitian yang mengambil kesantunan berbahasa sebelumnya pernah dilakukan oleh Ratna Juwita (2010) berjudul “Kesantunan Imperatif Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Unja Angkatan 2006 dalam Berbahasa Indonesia”, Maryana (2006) berjudul “Nilai Kesantunan dalam Seloko Adat Upacara Perkawinan di Kabupaten Muaro Jambi”, dan Fitriani (2006) berjudul “Persepsi Kesantunan Direktif Mahasiswa S1 FKIP Unja Angkatan 2004 dalam Berbahasa Indonesia”. Meskipun penelitian yang berkenaan dengan kesantunan dan kesantunan imperatif sudah pernah dilakukan, namun sepengetahuan peneliti belum ada penelitian kesantunan imperatif yang datanya adalah bahasa daerah. Padahal Bangsa Indonesia sangat kaya akan bahasa daerah serta kebudayaannya. Setelah mengetahui ketentuan-ketentuan dari kesantunan dalam praktik berbahasa Indonesia, khususnya bahasa Melayu Jambi Dusun Pauh Agung Kabupaten Bungo, penulis berasumsi bahwa anggota masyarakat pengguna bahasa itu akan lebih mudah membina relasi dan menjalin kerja sama di dalam membangun komunikasi dan interaksi dengan sesamanya jika memiliki kesantunan saat proses pertuturan sedang berlangsung.
4
Alasan mengapa peneliti memilih Dusun Pauh Agung karena masyarakat Dusun Pauh Agung Kabupaten Bungo merupakan bagian dari anggota masyarakat yang sebagian besar tidak memahami kesantunan dalam berkomunikasi, khususnya dalam mengujarkan tuturan imperatif. Selain itu, Dusun Pauh Agung juga merupakan dusun penulis yang juga putra daerah asli dusun tersebut. Sebagai masyarakat yang sebagian besar proses komunikasi terjadi di lingkungan dusun, tentu perlu menggunakan bahasa yang sopan supaya tidak terjadi benturan dan perselisihan antar sesama anggota dusun, yang tentu sudah seperti keluarga. Dengan kesopanan akanada suatu anggapan positif dan perasaan bahwa penutur (n) dan petutur (t) sebenarnya sama atau sederajat, sehingga secara langsung petutur yang dalam hal ini masyarakat Dusun Pauh Agung akan merasa lebih dihargai dan lebih tertarik jika masyarakat lainnya mengujarkan kalimat imperatif yang santun. Jadi, sangat tepat jika penulis mencoba meneliti bentuk kesantunan imperatif masyarakat Melayu Dusun Pauh Agung jika dilihat dari proses bertutur dan komunikasi sehari-hari. Proses tersebut seperti antara Suami dengan istri, ibu dengan anak, ayah dengan anak, anak dengan anak, ataupun orang dewasa dengan orang dewasa. Dalam hal ini khususnya daerah pedesaan yang bernama Dusun Pauh Agung. Dusun yang dihuni oleh mayoritas penduduk suku melayu Jambi ini dalam setiap proses komunikasi selalu menggunakan bahasa daerah dan bahkan kebanyakan dari mereka kesulitan untuk memahami atau menafsiran dalam bahasa Indonesia. Berdasarkan uraian di atas, sebagai upaya untuk memperhatikan banyaknya bentuk kalimat kesantunan imperatif dalam proses komunikasi masyarakat Melayu Jambi di dusun Pauh Agung, maka peneliti mencoba mengembangkan dan
5
memaparkan hal-hal atau bentuk-bentuk komunikasi masyarakatMelayu Jambi yang dianggap termasuk ke dalam bentuk kesantunan linguistik tuturan imperatif bahasa Melayu Jambi Dusun Pauh Agung Kabupaten Bungo dan kesantunan pragmatik tuturan imperatif bahasa Melayu Jambi dusun Pauh Agung Kabupaten Bungo didalam tuturan kesantunan imperatif masyarakat Melayu Jambi. Selain itu informasi mengenai kesantunan imperatif di lingkungan tertentu dirasa perlu karena (1) Bangsa Indonesia adalah bangsa Timur yang mempunyai ciri kesopanan melebihi bangsa barat; terutama dari ramah-tamah bahasanya, (2) kebakuannya, (3) dengan asumsi bahwa bahasa itu bersifat dinamis, terus menerus berubah
maka
gejala-gejala
kebahasaan
yang
ada
sekarang
bila
tidak
didokumentasikan akan menyebabkan kehilangan “jejak” salah satu unsur bahasa Dilihat dari betapa pentingnya informasi mengenai kesantunan, maka upaya pendokumentasian hal tersebut mutlak dilakukan.Pendokumentasian itu dapat dilakukan antara lain dengan penulisan laporan penelitian, penulisan buku, dan literatur tentang kesantunan imperatif, penulisan karya ilmiah seperti skripsi, tesis, disertasi, dan sebagainya. Oleh karena itu diharapkan dengan dilakukan penelitian ini setidaknya dapat mendeskripsikan kesantunan imperatif masyarakat Dusun Pauh Agung Kabupaten Bungo. Kenyataan itulah yang mendorong penulis tertarik untuk mengangkat judul “Kesantunan Imperatif dalam Bahasa Melayu Jambi Dusun Pauh Agung Kabupaten Bungo”.
6
1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakahkesantunan linguistik tuturan
imperatifBahasaMelayu Jambi
DusunPauh AgungKabupaten Bungo? 2. Bagaimanakah kesantunan pragmatik tuturan imperatif BahasaMelayu Jambi Dusun Pauh Agung Kabupaten Bungo?
1.3
Tujuan Penelitian 1. Mendeskripsikan kesantunan linguistik tuturan imperatifBahasaMelayuJambi DusunPauh Agung Kabupaten Bungo? 2. Mendeskripsikan kesantunan pragmatik tuturan imperatif BahasaMelayu Jambi Dusun Pauh Agung Kabupaten Bungo?
1.4
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, baik secara teoritis maupun
praktis 1.4.1 Manfaat Teoretis Secara teoritis hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dalam kajian pragmatik, khususnya mengenai kesantunan Imperatif dalam masyarakat saat proses komunikasi kehidupan sehari-hari dan pelanggaran PK maupun PS didalam kegiatanbertutur.
7
1.4.2 Manfaat Praktis Penelitian ini selain memberikan manfaat teoretis yang telah diuraikan, penelitian ini juga dapat memberikan manfaat praktis sebagai berikut: 1. Memberikan masukan praktis tentang kesantunan imperatif bagi pendidik untuk memperhatikan bahasa anak disekolah. 2. Sebagai masukan bagi pemerhati bahasa, bahwa bahasa yang beraneka ragam di Indonesia mempunyai perbedaan penafsiran, dan kesantunan saat proses komunikasi berlangsung. 3. Sebagai masukan bagi mahasiswa FKIP Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra yang berminat meneliti tentang bahasa dan tingkat kesantunannya.
8
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Hakikat dan Fungsi Bahasa Semua orang mempunyai dan menggunakan bahasa. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Karena, berbahasa adalahsuatu kegiatan yang kita lakukan selama kita hidup. Hal ini harus disadari benar-benar. Jika kita tidak melakukan tindakan berbahasa, maka identitas kita sebagai manusia akan hilang.Bahasa mempunyai ciri-ciri utama yang melekat pada diri manusia sebagai pemakainya. Subyakto dan Nababan (1992: 1) “Adanya bahasa membuat kita menjadi makhluk yang bermasyarakat (atau makhluk sosial). Kemasyarakatan kita tercipta dengan bahasa, dibina dan dikembangkan dengan bahasa”.Dari pernyataan tersebut, sedikit simpulan bahwa kemasyarakatan akan tercipta dengan baik apabila setiap makhluk mempunyai modal utama yaitu bahasa. Jika bahasa bisa diasumsikan demikian, maka setiap pengguna bahasa akan menjadi seorang manusia yang dapat berbaur dan berinteraksi dengan sesama. Pada hakikatnya bahasa telah mendapat perhatian besar dari para ahli bahasa sejak dahulu. Jawaban atas pertanyaan, “apa yang disebut dengan bahasa?” pada dasarnya merupakan upaya untuk mengetahui serta memahami hakikat bahasa.
8
9
Dipandang sekilas pintas pertanyaan itu mudah sekali, tetapi kalau direnungi dalamdalam ternyata jawabannya tidak semudah yang disangka orang (Tarigan 1986:2). Fungsi bahasa adalah suatu kenyataan bahwa manusia mempergunakan bahasa sebagai sarana komunikasi vital dalam hidup ini. Bahasa adalah milik manusia. Bahasa adalah satu ciri pembeda utama kita umat manusia dengan makhluk hidup lainnya di dunia ini (Tarigan 1986:3). Setiap masyarakat terlibat dalam komunikasi linguistik, di satu pihak dia bertindak sebagai pembicara dan di pihak lain sebagai penyimak. Dalam komunikasi yang lancar, proses perubahan dari pembicara menjadi penyimak, dari penyimak menjadi pembicara, begitu cepat terasa sebagai suatu peristiwa biasa dan wajar, yang bagi sebagian besar orang tidak perlu dipermasalahkan apalagi dianalisis dan ditelaah. Bahasa mempunyai fungsi-fungsi yang amat penting bagi manusia, terutama fungsi komunikatif. Wadlaugh (Abdul Chaer 2009:33) memaparkan beberapa fungsi bahasa sebagai alat komunikasi seperti yang dijelaskannya berikut ini. Fungsi bahasa adalah alat komunikasi manusia, baik lisan maupun tulisan. Namun fungsi ini sudah mencakup lima fungsi dasar yang menurut Kinneavy disebut fungsi ekspresif, informasi, eksplorasi, persuasi, dan entertainmen. Fungsi bahasa sebagai sarana informasi adalah untuk menyampaikan pesan atau amanat kepada orang lain. Eksplorasi berguna untuk menjelaskan suatu hal, perkara, dan keadaan. Persuasi merupakan penggunaan bahasa yang bersifat mempengaruhi atau mengajak orang lain. Entertainmen adalah penggunaan bahasa dengan maksud menghibur, menyenangkan atau memuaskan perasaan orang lain.
2.2 Kesantunan Berbahasa Dalam penilaian kesantunan berbahasa adalah bagaimana kita bertutur dan dengan siapa kita bertutur. Hakikatnya kesantunan berbahasa adalah etika kita dalam bersosialisasi dimasyarakat dengan penggunaan, pemelihan kata yang baik serta memperhatikan di mana, kapan, kepada siapa, dengan tujuan apa kita berbicara secara
10
santun. Budaya kita menilai berbicara dengan menggunakan bahasa yang santun akan memperlihatkan sejatinya kita sebagai manusia yang beretika, berpendidikan, dan berbudaya sehingga mendapatkan penghargaan sebagai manusia yang baik. Bersikap atau berbahasa santun dan beretika juga bersifat relatif, tergantung pada jarak sosial penutur dan mitra tutur. Selain itu, makna kesantunan dan kesopanan juga dipahami sama secara umum; sementara itu, kedua hal tersebut sebenarnya berbeda. Istilah sopan merujuk pada susunan gramatikal tuturan berbasis kesadaran bahwa setiap orang berhak untuk dilayani dengan hormat, sementara santun itu berarti kesadaran mengenai jarak sosial (Thomas, 1995:7). Selain pendapat di atas, Brown dan Levinson juga memiliki pandangan sendiri mengenai kesantunan. Pandangan kesantunan Brown dan Levinson yang dikenal dengan pandangan “penyelamatan muka” (face-saving), telah banyak dijadikan ancangan penelitian. Pandangan ini mendasarkan asumsi pokoknya pada aliran Weber (Weberian School) yang juga diilhami dari konsep muka seorang antropolog Cina bernama Hsien Chin Hu.Selain itu, pandangan kesantunan ini juga didasari oleh konsep muka yang dikembangkan oleh Erving Goffman, yakni bahwa kesantunan atau penyelamatan muka itu merupakan manifestasi penghargaan terhadap suatu masyarakat.Menurut Erving Goffman, anggota masyarakat sosial, lazimnya memiliki dua macam jenis muka, yaitu muka negative (negative face) dan muka positif (positif face) (dalam Rahardi, 2005:39). Muka negatif mengacu ke citra diri setiap orang (yang rasional) yang berkeinginan agar dihargai dengan jalan membiarkannya bebas melakukan tindankannya atau membiarkan bebas dari keharusan mengerjakan sesuatu.
11
Sedangkan muka positif mengacu ke citra diri setiap orang (yang rasional) yang berkeinginan agar apa yang dilakukannya, apa yang dimilikinya, atau apa yang merupakan nilai-nilai yang ia yakini (sebagai akibat dari apa yang dilakukan atau dimilkinya itu) diakui orang lain sebagai suatu hal yang baik, yang menyenangkan, yang patut dihargai, dan seterusnya. Dalam komunikasi interpersonal, muka seseorang selalu dalam keadaan terancam (face-treathened). Brown dan Levinson menyebutnya dengan istilah FaceTreatining (FTA). Untuk mengurangi atau jika dapat menghilangkan ancaman itulah di dalam komunikasi kita tidak mesti selalu mematuhi maksim-maksim Grice, dan kita jadi perlu menggunakan prinsip sopan santun atau sopan santun berbahasa. Prinsip kesantunan adalah peraturan dalam percakapan yang mengatur penutur dan petutur untuk memperhatikan sopan santun dalam bertutur.Menurut Leech (1993) prinsip kesantunan menyangkut hubungan antara peserta komunikasi, yaitu penutur dan pendengar.Oleh sebab itu mereka menggunakan strategi dalam mengujarkan suatu tuturan dengan tujuan agar kalimat yang dituturkan santun tanpa menyinggung pendengar. Terdapat tiga macam parameter atau skala pengukur peringkat kesantunan yang sampai saat ini banyak digunakan sebagai dasar acuan dalam penelitian kesantunan.Ketiga macam skala itu adalah (1) skala kesantunan menurut Leech, (2) skala kesantunan menurut Brown dan Levinson, dan (3) skala kesantunan menurut Robin Lakoff. 1. Skala Kesantunan Leech
12
a)
Cost-benefit scale atau skala kerugian dan keuntungan, menunjuk kepada besar kecilnya kerugian dan keuntungan yang diakibatkan oleh sebuah tindak tutur pada sebuah pertuturan. Semakintuturan tersebut merugikan diri penutur, akan dianggap santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin tuturan itu menguntungkan diri penutur akan dianggap semakin tidak santunlah tuturan itu. Apabila hal demikian dilihat dari kacamata si mitra tutur dapat dikatakan bahwa semakin menguntungkan diri mitra tutur, akan dipandang semakin tidak santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin tuturan itu merugikan diri si mitra tutur akan dianggap semakin santunlan tuturan itu.
b) Optioniality scale atau skala pilihan, menunjuk kepada banyak atau sedikitnya pilihan (option) yang disampaikan penutur si penutur kepada si mitra tutur di dalam kegiatan bertutur. Semakin pertuturan itu memungkinkan penutur atau mitra tutur menentukan pilihan yang banyak dan leluasa, akan dianggap semakin santunlah tuturan itu. Sebaliknya, apabila pertuturan itu sama sekali tidak memberikan kemungkinkan memilih bagi si penutur dan si mitra tutur, tuturan tersebut dianggap tidak santun. Berkaitan dengan pemakaian tuturan imperatif di Dusun Pauh Agung, dapat dikatakan bahwa apabila tuturan itu menyajikan banyak pilihan tuturan akan menjadi semakin santunlah pemakaian tuturan imperatif itu. c)
Indirectness scale atau skala ketidaklangsungan menunjuk kepada peringkat langsung atau tidak langsungnya maksud sebuah tuturan. Semakin tuturan itu bersifat langsung akan dianggap semakin tidak santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin tidak langsung maksud sebuah tuturan, akan dianggap semakin santunlah tuturan itu.
d) Authority scale atau skala keotoritasan menunjuk kepada hubungan status sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Semakin jauh jarak peringkat sosial antara penutur dan mitra tutur, tuturan yang digunakan akan cenderung menjadi semakin santun. Sebaliknya, semakin dekat jarak peringkat status sosial di antara keduanya, akan cenderung berkuranglah peringkat kesantunan tuturan yang digunakan dalam bertutur itu. e)
Social distance scale atau skala jarak sosial menunjuk kepada peringkat hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam sebuah pertuturan. Ada kecenderungan bahwa semakin dekat jarak peringkat sosial di antara keduanya, akan menjadi semakin kurang santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin jauh jarak peringkat sosial antara penutur dengan mitra tutur, akan menjadi semakin santunlah tuturan yang digunakan itu. Dengan perkataan lain, tingkat keakraban hubungan antara penutur dengan mitra tutur sangat menentukan peringkat kesantunan tuturan yang digunakan dalam bertutur. (Rahardi, 2005:6668).
2. Skala Kesantunan Brown dan Levinson a)
Skala peringkat jarak sosial antara penutur dan mitra tutur (social distance between speaker and hearer) banyak ditentukan oleh parameter perbedaan umur, jenis kelamin, dan latar belakang sosiokultural. Berkenaan dengan perbedaan umur antara penutur dan mitra tutur, lazimnya didapatkan bahwa semakin tua umur seseorang, peringkat kesantunan dalam bertuturnya akan menjadi semakin tinggi. Orang yang berjenis kelamin wanita, lazimnya memiliki peringkat kesantunan lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang berjenis kelamin pria. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa kaum wanita cenderung lebih banyak berkenaan dengan sesuatu yang bernilai estetika dalam keseharian hidupnya. Latar belakang sosiokultural seseorang memiliki peran sangat besar dalam menentukan peringkat kesantunan bertutur yang dimilikinya. orang yang memiliki jabatan tertentu di dalam masyarakat, cenderung memiliki peringkat kesantunan lebih tinggi dibandingkan dengan kebanyakan orang, seperti misalnya petani, pedagang, kuli perusahaan, buruh bangunan, dan pembantu rumah tangga.
13
b) Skala peringkat status sosial antara penutur dan mitra tutur (the speaker and hearer relative power) atau seringkali disebut dengan peringkat kekuasaan (power rating) didasarkan pada kedudukan asimetrik antara penutur dan mitra tutur. Sebagai contoh, dapat disampaikan bahwa di ruang periksa sebuah rumah sakit, seorang dokter memiliki peringkat kekuasaan lebih tinggi dibandingkan dengan seorang pasien. Sejalan dengan itu, di sebuah jalan raya seorang polisi lalu lintas dianggap memiliki peringkat kekuasaan lebih besar dibandingkan dengan seorang dokter rumah sakit yang pada saat itu kebetulan melanggar peraturan lalu lintas. Sebaliknya, polisi yang sama akan jauh di bawah seorang dokter rumah sakit dalam hal peringkat kekuasaannya apabila sedang berada di sebuah ruang periksa rumah sakit. c)
Skala peringkat tindak tutur atau sering disebut rank rating atau lengkapnya thedegree of imposition associated with the required expenditure of goods of service didasarkan atas kedudukan relatif tindak tutur yang satu dengan tindak tutur lainnya. Sebagai contoh, dalam situasi yang sangat khusus, bertamu di rumah seorang wanita dengan melewati batas waktu bertemu yang wajarakan sebagai tidak tahu sopan santun dan bahkan melanggar norma kesantunan yang berlaku pada masyarakat tutur. Namun demikian, hal yang sama akan dianggap sangat wajar dalam situasi yang berbeda. Misalnya, pada saat di suatu kota terjadi kerusuhan dan pembakaran gedung-gedung dan perumahan, orang berada di rumah orang lain atau rumah tetangganya bahkan sampai pada waktu yang tidak ditentukan, tidak akan dianggap melanggar norma kesopanan. (Rahardi, 2005:68-70).
3. Skala Kesantunan Robin Lakoff a)
Skala formalitas (formality scale), dinyatakan bahwa agar peserta tutur dapat merasa nyaman dan betah dalam kegiatan bertutur, tuturan yang digunakan tidak boleh bernada memaksa atau tidak boleh berkesan angkuh.
b) Skala ketidaktegasan (hesytanci scale) atau sering disebut skala pilihan (optionality scale) menunjukkan bahwa agar penutur dan mitra tutur dapat saling merasa nyaman dalam bertutur, pilihan-pilihan dalam bertutur harus diberikan oleh kedua belah pihak. Orang tidak diperbolehkan bersikap terlalu tegang dan terlalu kaku di dalam kegiatan bertutur karena akan dianggap tidak santun. c)
Skala kesamaan atau kesekawanan menunjukkan bahwa agar dapat bersikap santun, orang haruslah bersikap ramah dan selalu mempertahankan persahabatan antara pihak yang satu dengan pihak lain. (Rahardi, 2005:70).
Berdasarkan uraian beberapa ahli di atas, dapat memberikan gambaran terkait pengukuran skala kesantunan dalam kegiatan bertutur.Jika norma-norma dalam tradisi lokal menanamkan kesantunan dalam berbahasa, mungkin belum terjadi pemilahan antara kesopanan (deference) dan kesantunan (politeness). Leech (1983) membagi Prinsip Kesantunan menjadi 6, seperti yang ditulisnya berikut ini.
14
(1) Maksim Kebijaksanaan Kurangi kerugian orang lain. Tambahi keuntungan orang lain. (2) Maksim Kedermawanan Kurangi keuntungan diri sendiri. Tambahi pengorbanan diri sendiri. (3) Maksim Penghargaan Kurangi cacian pada orang lain. Tambahi pujian pada orang lain. (4) Maksim Kesederhanaan Kurangi pujian pada diri sendiri. Tambahi cacian pada diri sendiri. (5) Maksim Pemufakatan Kurangi ketidaksesuaian antara diri sendiri dengan orang lain. Tingkatkan persesuaian antara diri sendiri dengan orang lain. (6) Maksim Simpati Kurangi antipati antara diri sendiri dengan orang lain. Perbesar simpati antara diri sendiri dengan orang lain.
2.3 Imperatif Beberapa ahli tata bahasa menggunakan istilah lain yang pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan istilah kalimat imperatif, diantaranya Alisjahbana dan Gorys
15
Keraf yang menggunakan istilah kalimat perintah. Alisjahbana (Rista Noermala sari, 1978:1)
mengartikan kalimat perintah sebagai ucapan yang isinya memerintah,
memaksa, menyuruh, mengajak, meminta, agar orang yang diperintah itu melakukan apa yang dimaksudkan di dalam perintah. Gorys Keraf (1991) banyak menjelaskan kalimat perintah bahasa Indonesia dalam karya ketatabahasaannya. Ia mendefinisikan kalimat perintah sebagai kalimat yang mengandung perintah atau permintaan agar orang lain melakukan sesuatu seperti yang diinginkan orang yang memerintah itu. Rahardi (2005:71) menyatakan bahwa kalimat imperatif mengandung maksud memerintah atau meminta agar mitra tutur melakukan sesuatu sebagaimana diinginkan si penutur. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kalimat imperatif dalam bahasa Indonesia itu kompleks dan bervariasi. Rahardi (2005:87) mengatakan wujud kesantunan imperatif mencakup dua macam hal, yaitu (1) wujud formal imperatif atau struktural dan (2) wujud pragmatik imperatif atau nonstruktural. Wujud pragmatif imperatif adalah realisasi maksud imperatif menurut makna pragmatiknya. Makna tersebut dekat hubungannya dengan konteks situasi tutur yang melatarbelakangi munculnya tuturan imperatif itu. Konteks mencakup banyak hal, seperti lingkungan tutur, nada tutur , peserta tutur, dan aspek-aspek konteks situasi tutur lain. Menurut Rahardi (2005:118) terdapat dua hal pokok berkaitan dengan pemakaian tuturan imperatif dalam bahasa Indonesia.Kedua hal pokok tersebut adalah kesantunan linguistik tuturan imperatif dan kesantunan pragmatik tuturan imperatif.
16
2.3.1
Kesantunan Linguistik Tuturan Imperatif Kesantunan linguistik tuturan imperatif merupakan kesantunan dalam
mengujarkan ujaran imperatif yang dapat dilihat atau diperhatikan dari segi bahasa atau lingual yang digunakannya.Adapun bentuk kesantunan linguistik tuturan imperatif adalah dalam bentuk pemakaian kata, frasa, dan kalimat. Rahardi (2005:118) mengatakan bahwa kesantunan lingustik tuturan imperatif dalam bahasa Indonesia mencakup empat hal, yaitu panjang-pendek tuturan, urutan tutur, intonasi dan isyarat-isyarat kinesik, dan pemakaian penanda kesantunan. 2.3.1.1 Panjang-Pendek Tuturan sebagai Penentu Kesantunan Linguistik Tuturan Terdapat semacam ketentuan tidak tertulis bahwa pada saatmenyampaikan maksud tertentu dalam bertutur, orang tidak diperbolehkan secara langsung mengungkapkan
maksud
tuturannya.
Orang
yang
terlalu
langsung
dalam
menyampaikan maksud tuturannya akan dianggap sebagai orang yang tidak santun dalam bertutur. Secara umum, semakin panjang sebuah tuturan, akan semakin santunlah tuturan itu. Sebaliknya, semakin pendek sebuah tuturan, akan cenderung semakin tidak santunlah tuturan itu. Karena panjang-pendeknya tuturan berhubungan sangat erat
dengan
masalah
kelangsungan
dan
ketidaklangsungan
dalam
bertutur.Selanjutnya, kelangsungan dan ketidaklangsungan tuturan itu berkaitan
17
dengan masalah kesantunan (Rahardi, 2005:119).Berkenaan dengan itu, contohcontoh tuturan berikut dapat dipertimbangkan sebagai ilustrasi. (1) “Arsip surat kontrak itu!” (2) “Ambil arsip surat kontrak itu!” (3) “Ambilkan arsip surat kontrak itu!” (4) “Tolong ambilkan arsip surat kontrak itu!” Situasi Ujar: Tuturan 1,2,3, dan 4 dituturkan oleh seorang direktur kepada sekretarisnya dalam situasi yang berbeda-beda pada saat mereka bersama-sama bekerja di ruang direktur. Tuturan di atas masing-masing memiliki jumlah kata dan ukuran panjangpendek yang tidak sama. Tuturan (1) terdiri dari empat kata, tuturtan (2) terdiri dari lima kata, tuturan (3) terdiri dari lima kata, namun kata ambil pada tuturan (2) berubah menjadi ambilkan yang lebih panjang wujudnya daripada bentuk ambil. Tuturan (4) terdiri dari enam kata dan merupakan tuturan yang terpanjang dari tuturan-tuturan imperatif yang disebutkan di atas. Tuturan (1) secara linguistik berkadar kesantunan paling rendah, sedangkan tuturan (4) berkadar kesantunan paling tinggi. Tuturan (1) memiliki konotasi makna keras, tegas, dan kasar karena ciri kelangsungan yang melekat di dalamnya sangat tinggi.Konotasi makna yang keras, kasar, dan langsung itu berangsur-angsur semakin mengecil pada tuturan (2), (3), dan tuturan (4).Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa semakin panjang sebuah tuturan menjadi semakin santunlah sebuah tuturan itu.
18
Dari uraian yang disampaikan, dapat dikatakan bahwa penanda kesantunan dalam pemakaian tuturan imperatifbahasa Indonesia dapat diidentifikasi dari panjangpendeknya
wujud
tuturan
imperatif
itu.
Apabila
seorang
penutur
dapat
memperpanjang tuturannya dalam bertutur, tentu saja dengan makna dasar yang tidak berubah dari makna sebelumnya, penutur itu akan dikatakan sebagai orang yang santun.
2.3.1.2 Urutan Tutur sebagai Penentu Kesantunan Linguistik Tuturan Pada kegiatan bertutur yang sesungguhnya, orang selalu mempertimbangkan apakah tuturan yang digunakan itu tergolong sebagai tuturan santun ataukah tuturan tidak santun.Ada kalanya tuturan yang digunakan itu kurang santun dan dapat menjadi jauh lebih santun ketika tuturan itu ditata kembali urutannya. Dalam wacana panjang, urutan tutur sebuah tuturan itu relatif lebih mudah diidentifikasi dibandingkan dengan urutan tutur pada urutan pendek.Dalam tuturan pendek, urutan tutur itu dapat diidentifikasi keberadaanya walaupun memang tidak semudah pada wacana panjang. Berkenaan urutan tutur sebagai penentu kesantunan linguistik tuturan imperatif seperti telah diuraikan di depan, contoh tuturan berikut dapat dicermati. (5) “Ruangan ini akan digunakan untuk pertemuan pukul 09.00 tepat. Bersihkan dulu meja itu!” (6) “Cepat! Bersihkan dulu meja itu! Ruangan ini akan digunakan untuk pertemuan pukul 09.00 tepat” Situasi ujar:
19
Tuturan (5) dan tuturan (6) dituturkan oleh seorang direktur kepada sekretarisnya di dalam sebuah ruangan yang segera akan digunakan untuk rapat. Kedua tuturan itu berbeda dalam urutan tuturannya. Tuturan (5) dan tuturan (6) mengandung maksud yang sama. Namun demikian, kedua tuturan itu berbeda dalam hal peringkat kesantunannya.Tuturan (5) lebih santun dibandingakan dengan tuturan (6) karena untuk menyatakan maksud imperatifnya, tuturan itu diawali terlebih dahulu dengan informasi lain yang melatarbelakingi imperatif yang dinyatakan selanjutnya. Kemunculan tuturan yang berbunyi “ruangan ini akan digunakan untuk pertemuan pukul 09.00 tepat” mendahului tuturan imperatif yang berbunyi “Bersihkan dulu meja itu! Cepat!” dapat merendahkan kadar imperatif tuturan itu secara keseluruhan. Urutan tutur yang demikian berkaitan erat dengan masalah kelangsungan dan ketidaklangsungan tuturan.Tuturan yang langsung itu berkadar kesantunan rendah, sedangkan tuturan yang tidak langsung berkadar kesantunan tinggi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tuturan imperatif yang diawali dengan informasi nonimperatif di depannya memiliki kadar kesantunan lebih tinggi dibandingkan dengan tuturan imperatif yang tanpa diawali informasi nonimperatif. (Rahardi,2005:122).
2.3.1.3 Intonasi dan Isyarat-isyarat Kinesik sebagai Penentu Kesantunan Linguistik Tuturan Apabiladicermati dengan lebih seksama, tuturan yang disampaikan penutur kepada mitra tutur dalam kegiatan bertutur itu terdengar seperti bergelombang. Hal demikian disebabkan oleh alunan gelombang bunyi yang dituturkan itu tidak sama
20
kadar kejelasan tuturannya pada saat diucapkan. Pada suatu saat, ada seperti yang dipanjangkan, ada yang diberhentikan sementara, dan ada pula yang diberhentikan lama.Semua dapat berbeda-beda tergantung dari konteks situasi tuturnya (Rahardi, 2005:122). Intonasi adalah tinggi-rendahnya suara, panjang-pendek suara, keras lemah suara, jeda, irama, dan timbre yang menyertai tuturan.Intonasi dapat dibedakan menjadi dua, yakni intonasi yang menandai berakhirnya suatu kalimat atau intonasi final, dan intonasi yang berada ditengah kalimat atau intonasi nonfinal.Intonasi berfungsi untuk memperjelas maksud tuturan.Oleh karena itu, intonasi dapat dibedakan lagi menjadi intonasi berita, intonasi Tanya, dan intonasi seruan.Intonasi seruan itu sendiri masih dapat diperinci menjadi intonasi perintah, ajakan, permintaan, permohonan, dan sebagainya (Sunaryati, 1998 dalam Rahardi, 2005:123). Disamping intonasi, kesantunan penggunaan tuturan imperatif dalam bahasa Indonesia juga dipengaruhi oleh isyarat-isyarat kinesik yang dimunculkan lewat bagian-bagian tubuh penutur. Sistem paralinguistik yang bersifat kinesik itu dapat disebutkan diantaranya sebagai berikut: (1) ekspresi wajah, (2) sikap tubuh, (3) gerakan jari-jemari, (4) gerakan tangan, (5) ayunan lengan, (6) gerakan pundak, (7) goyangan pinggul, (8) gelengan kepala. Isyarat-isyarat kinesik memiliki fungsi sama dalam menuturkan imperatif, yakni sama-sama berfungsi sebagai pemertegas maksud tuturan (Rahardi, 2005:123). (7) “Kirim surat ini!” 233331#
21
Situasi Ujar: Tuturan di atas dituturkan dengan intonasi yang halus, dengan wajah tersenyum, muka ramah, sambil tangan memberikan surat tersebut. (8) “Kirim surat ini secepatnya dan jangan sampai terlambat lagi!” 2333332333//2333333331# Situasi Ujar: Tuturan di atas diucapkan dengan intonasi keras, wajah sangat tidak bersahabat, sambil melemparkan surat itu. (9) “Dikirim saja surat ini secepatnya dan jangan sampai terlambat lagi!” 2333333333333//2333333331# Situasi Ujar: Tuturan itu diucapkan dengan intonasi sangat keras, kasar, muka marah, sambil menunjuk surat tersebut dengan sikap yang menakutkan dan sangat tidak bersahabat. Dari ketiga contoh tuturan di atas dapat dilihat denga jelas bahwa jika dilihat dari jumlah konstituen katanya, tuturan (7) berjumlah paling sedikit. Jika mengabaikan aspek intonasi dan tidak memperhitungkan sistem paralinguistik kinesik yang digunakan dalam bertutur, tuturan (7) akan dianggap sebagai tuturan paling tidak santun. Sebaliknya, tuturan (9) akan dikatakan tuturan yang sangat santun karena disamping tuturan tersebut panjang, tuturan itu juga diungkapkan dalam bentuk pasif. Namun demikian, karena tuturan-tuturan itu dituturkan dengan intonasi keras dan tegas, tuturan yang panjang itu dapat berubah menjadi tuturan yang bermakna sangat keras, sangat tegas, dan sangat tidak santun.Jadi, dapat dikatakan bahwa intonasi dan sistem paralinguistik yang sifatnya kinesik memegang peranan
22
sangat penting di dalam menentukan tinggi rendahnya tingkat kesantunan pemakaian tuturan imperatif bahasa Indonesia. 2.3.1.4 Penanda Kesantunan sebagai Penentu Kesantunan Linguistik Secara linguistik, kesantunan dalam pemakaian tuturan imperatif bahasa Indonesia sangat ditentukan oleh muncul atau tidak munculnya ungkapan-ungkapan penanda kesantunan. Dari bermacam-macam penanda kesantunan itu dapat disebutkan beberapa sebagai berikut: tolong, mohon, silakan, mari, ayo, biar, coba, harap, hendaknya, hendaklah, -lah, sudi kiranya, sudi apalah kiranya (Rahardi, 2005:125).
1) Penanda kesantunan Tolong sebagai Penentu Kesantunan Linguistik Tuturan Imperatif Penggunaan penanda kesantunan Tolong dapat memperhalus maksud tuturan imperatif yang dituturkan oleh seseorang dengan mitra tutur.Secara maksud dan tujuan penyampaian, penanda kesantunan tolong semata-mata tidak hanya dianggap sebagai imperatif yang bermakna perintah saja tetapi juga dapat dianggap imperatif bermakna permintaan. Perhatikan contoh berikut. (10a) “Susun acara pertemuan dengan Romo Bono nanti siang!” (10b) “Tolong susun acara pertemuan dengan Romo Bono nanti siang!” Dapat dilihat bahwa tuturan (10b) memiliki kadar kesantunan lebih tinggi jika dibandingkan dengan tuturan (10a). Namun, apabila tuturan (10b) dibandingkan
23
dengan tuturan yang berdietesis pasif seperti tuturan (10c) dan (10d) berikut, tututan itu memiliki kadar kesantunan yang lebih rendah. (10c) “Tolong disusun acara pertemuan dengan Romo Bono nanti siang!” (10d) “Tolong disusun saja acara pertemuan dengan Romo Bono nanti siang!”
2) Penanda Kesantunan Mohon sebagai Penanda Kesantunan Linguistik Tuturan Imperatif Tuturan imperatif yang dilekati penanda kesantunan Mohon pada bagian awalnya akan dapat menjadi lebih santun. Seringkali juga didapatkan bahwa pemakaian penanda kesantunan mohon itu digunakan bersama unsur lain, misalnya kiranya atau sekiranya. Perhatikan contoh berikut. (11a) “Terima hadiah buku ini!” (11b) “Mohon diterima hadiah buku ini!” (11c) “Mohon (se)kiranya dapat diterima hadiah buku ini!” Secara berurutan, ketiga tuturan di atas memiliki peringkat kesantunan berbedabeda.Tuturan
(11a)
memiliki
peringkat
kesantunan
paling
rendah
apabila
dibandingkan dengan tuturan-tuturan yang lainnya.Perlu dicatat bahwa kata mohon sebagai penanda kesantunan, seringkali digunakan dalam bentuk pasif dimohon pada ragam formal.Dengan demikian, bentuk yang digunakan adalah konstruksi imperatif pasif seperti tampak pada contoh tuturan (12), (13), dan tuturan (14) berikut ini. (12) “Dimohon bapak Direktur Akademik berkenan membuka rapat bulanan pada kesempatan ini!”
24
(13) “kepada Bapak Direktur Akademik dimohon berkenan membuka rapat bulanan pada kesempatan ini!” (14) “Sebentar lagi para wisudawan akan segera memasuki ruang wisuda. Hadirin dimohon berdiri!”
3) Penanda Kesantunan Silakan sebagai Penentu Kesantunan Linguistik Tuturan Imperatif Tuturan imperatif yang bagian awalnya dilekati penanda kesantunan silakanakan dapat menjadi lebih santun dibandingkan dengan tuturan yang tanpa menggunakan penanda kesantunan. Dengan digunakannya penanda kesantunan silakan, tuturan imperatif itu akan dapat memiliki makna persilaan. Perhatikan contoh berikut. (15) “Tutup jendela dekat tempat tidur itu!” (15a) “Silakan tutup jendela dekat tempat tidur itu!” (15b) “Silakan ditutup jendela dekat tempat tidur itu!” Situasi Ujar: Tuturan (15), (15a), dan (15b) dituturkan oleh seorang ayah kepada anaknya saat senja sudah mulai tiba di dalam situasi tuturan yang berbeda-beda. Dari ketiga tuturan di atas, dapat dilihat bahwa tuturan (15) merupakan tuturan yang paling rendah tingkat kesantunannya.Bentuk yang lebih santun dapat dilihat pada tuturan (15a) dan tuturan (15b).
4) Penanda Kesantunan mari sebagai Penentu Kesantunan Linguistik Tuturan Imperatif
25
Bentuk marimemiliki peringkat keformalan lebih tinggi daripada ayo atau yo. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tuturan imperatif yang dilekati penanda kesantunan marimemiliki peringkat kesantunan lebih tinggi daripada tuturan imperatif yang dilekati penanda kesantunan ayoatau yo. Perhatikan contoh berikut. (16) “Makan!” (16a) “Mari makan!” (16b) “Ayo makan!” (16c) “Yo, makan!” atau “Makan yuk!” Situasi Ujar: Tuturan di atas diungkapkan oleh seorang Ibu kepada anaknya dalam situasi tuturan yang berbeda-beda. Sebagai imperatif yang bermakna ajakan, tuturan seperti pada (16) dapat dikatakan lebih jarang tingkat kemunculannya dalam pertuturan.Biasanya, tuturan itu muncul apabila yang dimaksud adalah imperatif suruh dan imperatif perintah.Dengan demikian, bentuk seperti pada tuturan (16) berkadar kesantunan lebih rendah daripada tuturan-tuturan yang lainnya.Tuturan (16a) lebih santun dibandingkan dengan tuturan (16c) dan (16d).Dalam situasi yang tidak formal, tuturan seperti pada (16c) dan (16d) cenderung lebih sering muncul dan dengan mudah ditemukan dalam praktik keseharian bertutur.
26
5) Penanda Kesantunan Biar sebagai Penentu Kesantunan Linguistik Tuturan Imperatif Penanda kesantunan biar, biasanya digunakan untuk menyatakan makna imperatif permintaan izin.Perhatikan contoh berikut. (17) “Biarkan aku saja yang membukakan pintu itu!” (17a) “Aku meminta kepadamu supaya kamu mengizinkan aku membukakan pintu itu!” (18) “Aku saja yang membukakan pintu itu!” Situasi Ujar: Dituturkan oleh seorang anak kepada ibunya pada saat tengah malam ada orang yang mengetuk pintu di rumahnya.Pada saat itu, tidak ada yang berani membukakan pintu karena semua merasa takut dan curiga. Sebagai anak laki-laki yang tertua, ia minta izin untuk membukakan pintu si pengetuk pintu tersebut. Untuk membuktikan bahwa tuturan (17) pada contoh di atas memiliki makna permintaan izin, tuturan itu dapat diubahujudkan sehingga menjadi tuturan (17a).Sama-sama mengandung makna permintaan izin, tetapi tuturan (17) jauh lebih santun dibandingkan dengan tuturan (18).Dikatakan demikian karena tuturan (18) itu mengandung makna pemaksaan kehendak kepada mitra tutur.
6) Penanda Kesantunan Ayo sebagai Penentu Kesantunan Linguistik Tuturan Imperatif Dengan digunakannya kata ayo di awal tuturan, makna imperatif yang dikandung di dalam tuturan itu akan dapat berubah menjadi imperatif ajakan. Sama-
27
sama berfungsi menuntut tindakan yang sama, namun makna imperatif mengajak jauh lebih santun. Perhatikan contoh berikut. (19) “Ayo, minum dulu!” Situasi Ujar: Dituturkan oleh seorang ibu kepada anaknya yang menolak untuk minum susu. Dengan mengucapkan tuturan sambil melakukan tindakan, yakni minum susu, diharapkan sang anak mau minum susu seperti ibunya. (20) “minum dulu!” Situasi Ujar: Dituturkan oleh seorang Ibu yang sedang marah kepada anaknya yang selalu menolak minum obat pada saat ia sedang sakit. Pada tuturan (19) terkandung makna bahwa tindakan minum itu tidak dilakukan sendiri oleh si mitra tutur, melainkan dilakukan bersama-sama oleh penutur dan mitra tutur. Kegiatan yang sama, yakni minum pada tuturan (20) tidak dilakukan bersama dengan si penutur, melainkan dilakukan sendiri oleh si mitra tutur. Tuturan (19) dapat dikatakan lebih santun dibandingkan dengan tuturan (20) karena pada tuturan (19) terkandung maksud penyelamatan muka. Tindakan penyelamatan itu dilakukan dengan cara menghindari unsur paksaan, seperti yang terdapat di dalam tuturan (20).
28
7) Penanda Kesantunan Coba sebagai Penentu Kesantunan Linguistik Tuturan Imperatif Dengan digunakannya kata coba pada tuturan imperatif akan menjadikan tuturan tuturan tersebut bermakna lebih halus dan lebih santun dari pada tuturan imperatif yang tanpa menggunakan kata coba. (21) “Coba bersihkan dulu!” Situasi ujar: Dituturkan oleh seorang ayah kepada anaknya yang baru saja menjatuhkan sesuatu dan mengotori lantai rumahnya. Sebagai ayah yang sungguh bijaksana, ia sama sekali tidak memerahi anaknya yang masih kecil itu, tetapi menyuruhnya utuk membersihkan kotoran itu. (22) “Bersihkan dulu!” Situasi Ujar: Dituturkan oleh seorang ayah yang sedang marah kepada anaknya yang berkali-kali menumpahkan dan memecahkan sesuatu di lantai rumahnya.Tuturan itu dituturkan dengan penuh nuansa kejengkelan. Makna imperatif yang terkandung dalam tuturan (21) lebih halus dan santun daripada makna imperatif pada tuturan (22).
8) Penanda Kesantunan Harap Sebagai Penentu Kesantunan Linguistik Tuturan Imperatif Penenda kesantunan harap yang diletakkan pada bagian awal tuturan imperatif akan dapat memperhalus tuturan itu.
29
(23) “ Datang tepat waktu!” Situasi Ujar: Dituturkan oleh seorang pimpinan kepada bawahannya yang biasa datang terlambat kalau menghadir undangan rapat.Tutran ini disampaikan dengan nuansa kejengkelan karena hal itu sudah sangat sering terjadi. (24) “Harap para dosen datang tepat waktu!” Situasi Ujar: Dituturkan oleh seorang direktur kepada para dosen dalam suatu rapat dosen di sebuah perguruan tinggi.Tuturan itu ditujukan kepada banyak orang dengan tidak menunjuk orang tertentu. Tuturan (23) merupakan perintah atau suruhan yang sangat tegas dan keras apabila ditunjukkan kepada orang tertentu.Tuturan (24) tidak lagi bermakna imperatif perintah atau suruhan karena di bagian awalnya telah diletakan penanda kesantunan harap.
9) Penanda Kesantunan Hendak (lah/nya) sebagai Penentu Kesantunan Linguistik Tuturan Imperatif Tuturan yang mengandung penanda kesantunan hendaknya atau hendaklah dapat memperhalus makna tuturan imperati.Perhatikan contoh berikut. (25) “Datang tepat waktu!” (26) “Hendaknya datang tepat waktu!” (27) “Hendaklah datang tepat waktu!” Situasi Ujar:
30
Tuturan-tturan di atas disampaikan oleh seorang pimpinan kepada bawahannya dalam situasi tutur yang berbeda-beda. Tuturan (25) memiliki kadar tuntutan yang sangat tinggi. Karena memiliki kadartuntutan sangat tinggi, dengan senidirinya kadar kesantunan tuturan itu menjadi rendah.Pada tuturan (26) dan (27) dengan ditambahkannya penanda kesantunan hendaknya dan hendaklah, tuturan tersebut dapat menjadi lebih halus dari pada tuturan (25).
10) Penanda Kesantunan Sudi Kiranya/Sudilah kiranya/Sudi apalah kiranya sebagai Penentu Kesantunan Linguistik Tuturan Imperatif Pemakaian penanda kesantunan sudi kiranya, sudilah kiranya atau sudi apalah kiranya, sebuah tuturan imperatifyang bermakna perintah itu akan menjadi lebih halus konotasi maknanya. (28) “Sudilah kiranya, Bapak datang untuk membicarakan rencana pertunangan anakanak kita yang sudah terlanjur saling mencintai.” (29) “Sudi apalah kiranya Ibu berkenan datang menyelesaikan urusan perselisihan Antik dengan pacar Antik yang tidak pernah mau mengerti kesulitanku ini.” (30) “Mohon Bapak sudi kiranya berkenan membantu mengusahakan biaya penelitian untuk penyusunan disertasi ini.” Penanda kesantunan sudi apalah kiranyapada tuturan (29) memiliki ciri arkais.Bentuk itu lebih santun dibandingkan dengan bentuk sudi kiranya pada tuturan (30) dan sudilah kiranya pada tuturan (28).Penanda-penanda kesantunan dalam
31
tuturan-tuturan di atas, semuanya berfungsi sebagai penentu kesantunan tuturan imperatif yang bermakna permohonan.
2.3.2 Kesantunan Pragmatik Tuturan Imperatif Kesantunan pragmatik tuturan imperatif merupakan kesantunan dalam mengujarkan ujaran imperatif secara pragmatik.Pragmatik sebagaimana kita tahu, mengkaji maksud penutur dalam menuturkan sebuah satuan lingual tertentu pada sebuah bahasa dengan mempertimbangkan komponen situasi ujar untuk dapat memahami makna yang disampaikannya. Menurut Rahardi (2005:134) makna pragmatik imperatifdapat diungkapkan dalam
tuturan
deklaratif
dan
dapat
juga
diungkapkan
dalam
tuturan
interogatif.Adapun bentuk kesantunan pragmatik tuturan imparatif adalah dalam bentuk kata, frasa, dan kalimat.
2.3.2.1 Kesantunan Pragmatik dalam Tuturan Deklaratif Digunakannya tuturan deklaratif untuk menyatakan makna pragmatik imperative, dapat mengandung makna ketidaklangsungan yang cukup besar.Rahardi mengatakan bahwa semakin tidak langsung maksud sebuah tuturan, maka tuturan itu menjadi semakin santun.Kesantunan pragmatik imperatif pada tuturan deklaratif dapat dibedakan menj di beberapa macam yang satu persatu diuraikan sebagai beikut.
1) Tuturan Deklaratif yang Menyatakan Makna Pragmatik Imperatif Suruhan Di dalam kegiatan bertutur yang sesungguhnya, penutur cenderung menggunakan
tuturan
non-imperatif
untuk
menyatakan
makna
pragmatik
32
imperatif.Demikian pula untuk menyatakan makna pragmatik imperatif suruhan, penutur dapat menggunakan tuturan yang berkonstruksi deklratif.Tuturan dengan konstruksi deklaratif banyak digunakan untuk menyatakan makna pragmatik imperatif suruhan karena dengan tuturan itu muka si mitra tutur dapat terselamatkan.Perhatikan contoh berikut. (31) Dosen
:”Tugas menterjemahkan surat-surat bisnis sekarang ini tidak dapat dikerjakan tanpa menggunakan kamus.”
Situasi Ujar: Tututran ini disampaikan oleh seorang dosen bahasa Inggris kepada para mahasiswanya di dalam kelas pada saat mengajar penerjemahan. (32) Direktur
:”Surat peringatan untuk membuat kesalahan itu harus secepatnya disampaikan kepada yang bersangkutan.”
Sekretaris
:”Baik, Pak.”
Situasi Ujar: Tuturan itu disampaikan oleh seorang direktur kepada sekretarisnya di dalam ruang kerja direktur.
2) Tuturan Deklaratif yang Menyatakan Makna Pragmatik Imperatif Ajakan Makna imperatif ajakan sering dituturkan dengan menggunakan tuturan inperatif dengan penanda kesantunan mari dan ayo. Namun dalam kegiatan bertutur yang sesungguhnya, makna pragmatic imperatif ajakan ternyata banyak diwujudkan dengan menggunakan tuturan yang berkontruksi deklaratif.Pemakaian tuturan yang demikian, lazimnya memiliki ciri ketidaklangsungan sangat tinggi.Adapun wujud
33
kesantunan pragmatik imperatif ajakan dalam tuturan deklaratif itu dapat dilihat pada contoh sebagai berikut. (33) Istri
: “Mas, nanti sore tidak usah jadi pergi ke tempat teman Mas, ya. Dalam arisan nanti sore itu, semua akan berangkat dengan suaminya.”
Suami
: “Ya…nanti aku bias juga.”
Situasi Ujar: Tuturan itu disampaikan oleh seorang istri kepada suaminya pada waktu akan berangkat arisan bersama ke rumah temannya. (34) Anak (berumur sekitar 6 tahun) :”Bapak,…bapak…kampanye PPP bagus lho. Tapi aku takut kalau lihat sendiri.” Bapak
:”Waduh,..Bapak baru banyak pekerjaan.Nanti sebentar lagi, ya.”
Situasi Ujar: Tuturan ini merupakan percakapan antara seorang anak dengan bapaknya pada saatsaat kampanye menjelang pemilihan umum. (36) Dosen A :“Pak, nanti aku jadi mau ke Gramedia. Jadi, mau beli bukunya Romo Mangun, ya, nanti.” Dosen B : “O, ya, nanti kita ketemu di sana saja.” Situasi Ujar: Tuturan ini disampaikan oleh seorang dosen kepada teman dosennya pada sebuah kampus perguruan tinggi. Pada mulanya mereka berencana akan pergi ke toko buku Gramedia bersama-sama.
34
3) Tuturan Deklaratif yang Menyatakan Makna Pragmatik Imperatif Permohonan Makna tuturan imperative permohonan secara linguistik, dapat diidentifikasi dari munculnya penanda kesantunan mohon. Selain itu, makna imperatif permohonan dapat
pula
diungkapkan
dengan
menggunakan
bentuk
pasif
dimohon.
Penggunaanbentuk pasif itu lazimnya digunakan dalam kesempatan-kesempatan formal dan seremonial. Di dalam komunikasi keseharian yang sesungguhnya, seringkali makna imperatif memohon diungkapkan dalam bentuk deklaratif, maksud imperatif memohon menjadi tidak terlalu kentara dan dapat dipandang lebih santun. (36) Seorang guru
:“Bapak Kepala, nanti siang banyak Bapak dan Ibu guru yang akan pergi melayat ke Solo.”
Kepala Sekolah :“Baik, rapatnya kita tunda saja dulu.” Situasi Ujar: Tuturan ini disampaikan di dalam ruang guru pada sebuah sekolah oleh salah seorang guru kepada kepala sekolah.Saat ini, ada salah seorang family dari guru sekolah tersebut yang meninggal dunia.” (37) Seorang siswa
: “Pak, dengan permohonan maaf kami terpaksa mengatakan bahwa untuk bulan ini Bapak dan Ibu kami belum dapat melunasi uang sekolah.”
Bapak Guru
:“Baik, katakana pada Bapak dan Ibu bahwa mereka tidak usah terlalu memikirkan uang sekolahmu dulu.”
35
Situasi Ujar: Tuturan itu meupakan cuplikan percakapan antara seorang siswa yang cukup pandai dan pemberani dengan seorang guru wali di sekolahnya. Saat itu, ia dan keleuarganya sedang menghadapi masalah finasial yang cukup berat sehingga tidak dapat membayar kewajiban keuangannya.
4) Tuturan Deklaratif yang Menyatakan Makna Pragmatik Imperatif Persilaan Tuturan imperative yang menyatakan makna persilaan, biasannya ditandai oleh penanda kesantunansilakan.Untuk maksud-maksud tertentu yang lebih formal dan seremonial, sering digunakan bentuk pasif dipersilakan.Namun, di dalam komunikasi keseharian, seringkali ditemukan bahwa makna pragmatik imperatif persilaan diungkapkan dengan menggunakan tuturan yang berkonstruksi deklaratif. (38) Seorang Murid SLTA Kepala Sekolah
:“Permisi,..permisi pak,..permisi.” :“Ya.”
Situasi Ujar: Tuturan itu terjadi pada saat seorang siswa datang menghadap Bapak kepala sekolah. (39) Mahasiswa
:“Maaf Pak, apakah kami dapat datang kerumah untuk menyerakan bab I dan bab II sekaligus?”
Dosen Pembimbing
:“Baik. Jam lima saya ada di rumah.”
Situasi Ujar: Tuturan itu merupakan cuplikan percakapan antara seorang mahasiswa dengan dosen pembimbing di sebuah perguruan tinggi.
36
5) Tuturan Deklaratif yang Menyatakan Makna Pragmatik Imperatif Larangan Imperatifyang bermakna larangan dapat ditemukan pada tuturan imperatif yang berpenanda kesantunan jangan.Selain itu, imperatif larangan juga ditandai oleh pemkaian bentuk pasif dilarang, tidak diperkenankan, dan tidak diperbolehkan pada tuturan.Namun, secara pragmatic, makna imperatif larangan seringkali diungkapkan tidak dengan menggunakan penanda sebagaimana disebutkan di atas.Perhatikan contoh berikut. (40) Dosen
: “Yang meletakkan buku catatan di atas meja dianggap pecontek.”
Situasi Ujar: Tuturan itu disampaikan oleh seorang pengawas ujian pada saat ujian akhir semester berlangsung. (41) “Untuk sementara pasien tidak menerima tamu.” Situasi Ujar: Bunyi sebuah peringatan pada sebuah pintu kamar pasien di rumah sakit.
2.3.2.2 Kesantunan Pragmatik Imperatif dalam Tuturan Interogatif Makna pragmatik imperatif ternyata juga banyak ditemukan pula pada tuturan-tuturan yang berkonstruksi interogatif.Digunakannya tuturan interogatif untuk menyatakan
makna
pragmatic
imperatif
itu
dapat
ketidaklangsungan yang cukup besar (Rahardi, 2005:142).
mengandung
makna
37
1) Tuturan Interogatif yang Menyatakan Makna Pragmatik Imperatif Perintah Dalam kegiatan bertutur yang sebenarnya, tuturan interogatif dapat pula digunakan untk menyatakan maksud atau makna pragmatik imperatif.Perhatikan contoh berikut. (42)
Pimpinan
: “Selesaikan urusan telpon itu sekarang juga.”
Bawahan
: “Baik, Pak. Kami akan segera berangkat ke kantor TELKOM sekarang juga.”
(42a) Pimpinan
: “Apakah dapat urusan telpon itu diselesaikan sekarang juga?”
Bawahan
: “Baik, Pak. Kami akan segera berangkat ke kantor TELKOM sekarang juga.”
Dari contoh di atas, dapat dilihat bahwa maksud imperatif perintah tidak saja dapat diungkapkan dengan tuan imperatif,
melainkan juga dimungkinkan
diungkapkan dengan tuturan interogatif.
2) Tuturan Interogatif yang Menyatakan Makna Pragmatik Imperatif Ajakan Makna pragmatik imperatif ajakan di dalam bahasa Indonesia dapat diungkapkan dengan bentuk tuturan yang diungkapkan dengan tuturan interogatif. Maksud imperatif ajakan yang diungkapkan dengan tuturan interogatif akan lebih santun daripada diungkapkan dengan tuturan imperatif. Perhatikan contoh berikut. (43) Anak kecil
: “ Buk…aku takut sendiri di sini. Ibu sudah selesai belum kerjanya?”
38
Situasi Ujaran: Tuturan itu disampaikan oleh seorang anak kecil kepada ibunya yang sedang sibuk mengerjakan pekerjaan kantornya yang dibawa ke rumah.Anak kecil tersebut minta kepada ibunya untuk menemani di ruang belajarnya.
3) Tuturan
Interogatif
yang
Menyatakan
Makna
Pragmatik
Impertif
Permohonan Imperatif yang bermakna memohon sangat lazim dinyatakan dengan bentuk tuturan imperatif permohonan yang ditandai oleh penanda kesantunan mohon atau dimohon dalam pengungkapannya. Dalam kegiatan bertutur yang sesungguhnya, ternyata banyak ditemukan bahwa tuturan interogatif dapat menyatakan maksud imperatif permohonan.Konotasi makna kesantunan yang dimunculkan dari tuturan itu lebih tinggi daripada tuturan imperatif.Perhatikan contoh berikut. (44)
“Dokter apakah saya akan diberi obat antibiotik lagi? Tahun lalu saya alergi obat karena obat itu, lho, Dok.”
Situasi Ujar: Tuturan itu merupakan cuplikan percakapan yang terjadi di dalam ruang periksa sebuah rumah sakit antara seorang dokter dengan pasiennya.
4) Tuturan Interogatif
yang Menyatakan Makna Pragmatik Imperatif
Persilaan Seperti yang terdapat pada maksud-maksud tuturan imperatif lain, makna imperatif persilaan dapat pula dinyatakan baik dengan tuturan imperatif maupun tuturan nonimperatif. Bentuk persilaan dengan tuturan nonimperatif lazimnya
39
digunakan dalam situasi formal yang penuh dengan muatan dan pemakaian unsur basa-basi.Situasi yang dimaksud dapat ditemukan, misalnya dalam kegiatan-kegiatan resmi dan dalam perayaan-perayaan tertentu, seperti dapat diungkapkan pada contoh tuturan berikut. (45) Seorang petugas penerima tamu : “Bapak Bupati sudah datang dan duduk di dalam. Apakah tidak sebaiknya Bapak duduk Saja bersama Bapak Bupati?” Pembantu Bupati
:“Terima kasih. Bapak-bapak yang lain apakah juga sudah datang semua di dalam ?”
Situasi Ujar: Tuturan itu merupakan cuplikan percakapan antara penerima tamu dengan seorang pejabat pemerintah pada saat berlangsung pertemuan formal di instansi tertentu.
5) Tuturan Interogatif yang Menyatakan Makna Pragmatik Imperatif Larangan Di dalam berkomunikasi keseharian, sangat lazim ditemukan bahwa maksud imperatif larangan itu diungkapkan dengan bentuk tuturan imperatif. Tuturan yang demikian banyak dapat ditemukan di tempat-tempat wisata, tempat umum, ruang tunggu sebuah hotel, ruang tamu sebuah kantor, dan tempat-tempat umum lainnya. Tuturan-tuturan yang bermakna imperatif larangan sangat jarang ditemukan dengan bentuk nonimperatif.Perhatikan contoh berikut. (46)
“Apakah Anda mau dianggap sebagai perusak lingkungan?”
40
Situasi Ujar: Bunyi sebuah tutran peringatan pada sebuah tama di kota Yogyakarta. Tuturan tersebut ditempatkan di setiap bidang tanah yang terdapat tanamannya.
2.4 Tindak Tutur Wijuna (Rahardi, 2009:19) menguraikan adanya dua macam jenis tindak tutur di dalam praktik bahasa, yakni (1) tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung, (2) tindak tutur litereal dan tindak tutur tidak litereal. Pembahasan mengenai kedua jenis tindak tutur tersebut, akan dijelaskan sebagai berikut. Tindak tutur langsung adalah tindak tutur yang dinyatakan sesuai dengan modus kalimatnya. Artinya, tindak tutur langsung itu merefleksikan fungsi konvensional dari sebuah kalimat. Adapun yang dimaksud dengan tindak tutur tidak langsung adalah tindakan yang tidak dinyatakan langsung oleh modus kalimatnya. Selanjutnya, tindak tutur litereal dapat dimaknai sebagai tindak tutur yang maksudnya sama persis dengan makna kata-kata yang menyusunnya. Tindak tutur nonlitereal adalah tindak tutur yang maksudnya tidak sama, atau bahkan berlawanan dengan makna yang menyusunnya itu. Jadi, dari empat macam jenis tindak tutur yang disampaikan di atas itu, masing-masing kemudian bisa diin teraksikan antara satu dengan lainnya. Dari interaksi keempatnya itu dapat dihasilkan empat jenis tindak tutur yang berikutnya yakni (1) tindak tutur langsung litereal, (2) tindak tutur tidak langsung litereal, (3) tindak tutur langsung tidak litereal, (4) tindak tutur tidak langsung tidak litereal.
41
Jika dilihat dari sudut pembicara atau percakapan yang terjadi,tuturan imperatif erat hubungannya dengan jenis-jenis tindak-tindak tutur.Tindak tutur yang dimaksud adalah (1) tindak lokusioner, (2) tindak ilokusioner, (3) tindak perlokusioner.Berikut penjelasan mengenai ke tiga tindak tutur di atas. (1) Lokusioner (lokusi) adalah tindakan bertutur yang mengatakan sesuatu dalam arti “berkata”. Searle (1969) menamakan tindak bahasa ini dengan istilah proposisi (propositional act). Untuk memudahkan dalam pengertian, maka digunakanlah istilah proposisi. (2) Ilokusioner (ilokusi) adalah tindak bahasa yang diidentifikasi dengan kalimat pelaku yang eksplisit. (3) Pelokusioner (perlokusi) adalah tindak bahasa yang dilakukan sebagai akibat atau efek dari sesuatu ucapan orang lain. Di bawah ini dicantumkan beberapa contoh dari no (1), (2), dan (3). (1) Tindak tutur proposisi: Ayah mengatakan kepada saya untuk mengawini Aminah. (2) Tindak tutur ilokusi: Ayah menyuruh (memaksa, mendikte kepada) saya untuk mengawini Aminah. Perhatikan bahwa di sini, tindak bahasa ilokusi itu merupakan suatu tekanan atau kekuatan kehendak orang lain yang terungkap dengan kata-kata kerja: meyuruh, mamaksa, mendikte kepada. Hal ini disebut nilai ilokusi (illocutionary force). (3) Tindak tutur perlokusi: Ayah memaksa saya untuk mengawini Aminah. (perlokusi: sikap dan perilaku non-linguistik ayah mengakibatkan saya merasa terpanggil untuk mengadakan tindakan selanjutnya; yakni salah satu dari dua
42
tindakan: menurut perintah atau tidak menurut perintah ayah. (Nababan, 1992:31)
43
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Pendekatan kualitatif
merupakan prosedur yang mengahasilkan data deskriptif berupa data
tertulis atau lisan di masyarakat bahasa (Djajasudarma, 1993:10).Penggunaan metode ini bertujuan membuat deskriptif yang sistematis dan akurat mengenai data, sifat-sifat serta hubungan fenomena yang diteliti (Djajasudarma, 1993:8). Bodgar dan Taylor dalam (Moleong, 2006:4) menyatakan bahwa pendekatan kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa katakata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati.
Sedangkan jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Menurut Moleong (2010:11) data yang sudah dikumpulkan dari proses pendekatan kualitatif akan mengahasilkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Penelitian deskriptif adalah cara peneliti yang mencoba menggambarkan kegiatan penelitian yang dilakukan pada objek tertentu secara jelas dan sistematis.Penelitian deskriptif ini juga penelitian pra-eksperimen. Karena, dalam penelitian ini mereka melakukan eksplorasi, menggambarkan, dengan tujuan untuk dapat menerangkan dan memprediksi terhadap suatu gejala yang berlaku atas dasar data yang diperoleh dilapangan.
42 43
44
3.2 Data dan Sumber Data Data dalam penelitian ini adalah berupa kalimat percakapan atau dialog masyarakat suku Melayu Jambi dalam bahasa Melayu, yang penafsirannya akandiartikan oleh peneliti kedalam bahasa Indonesia. Percakapan yang dilakukan oleh masyarakat Melayu Jambi dalam ragam santai sehingga di dalamnya terkandung kesantunan imperatif dan pelanggaran kesantunan imperatif saat berkomunikasi.Data yang diambil dalam penelitian ini terdiri dari dua macam.Pertama, data tentang kesantunan linguistik tuturan imperatif dalam bahasaMelayu Jambi Dusun Pauh Agung Kabupaten Bungo.Kedua, data tentang kesantunan pragmatik tuturan mperatif dalam bahasa Melayu
Jambi Dusun Pauh Agung Kabupaten
Bungosaat
berkomunikasi.Sudaryanto(Wiryotinoyo, 2010:48) mengemukakan tentang kesahihan dan keterandalan data.Data yang berkualitas sahih adalah data yang berkaitan secara alamiah dengan sampel. Sedangkan sumber data dalam penelitian ini adalah masyarakat Dusun Pauh Agung itu sendiri sebagai informan utama dan informan kedua adalah sebagai penafsiran dari bahasa Melayu Jambi ke bahasa Indonesia. Masyarakat melayu yang tinggal di dusun Pauh Agung berpenghuni ± 500 kepala keluarga, dan peneliti tidak akan meneliti keseluruhan dari kepala keluarga, tapi peneliti hanya akan meneliti secara acak atas data temuan yang diperoleh dilapangan. Peneliti dapat memperoleh data dari proses komunikasi atau dialog yang dilakukan oleh masyarakat dalam kehidupan keseharian,baik itu anak-anak ataupun orang dewasa.
45
3.3 Lokasi Penelitian Penelitian inidilakukan di Kabupaten Bungo, tepatnya di Dusun Pauh Agung. Peneliti memilih lokasi ini karena kesadaran masyarakat melayu tentang pentingnya memahami bahasa Indonesia dan kesantunan saat memberikan perintah masih rendah. Penelitian ini banyak dilakukan di lingkungan dusun. Misalnya di pos ronda pada malam hari, di pelataran rumah pada saat berkumpul sambil menyeduh kopi, di rumah peneliti, di area lapangan bola pada sore hari, di area sungai (ketika selesai bermain bola biasanya pemuda Dusun Pauh Agung Kabupaten Bungo akan duduk santai menejelang magrib tiba dan setelah itu mereka akan mandi bersama dengan cara menceburkan diri ke sungai), di area langgar, masjid, pemakaman, ladang dan lain sebagainya. Penelitian ini banyak dilakukan di tempat-tempat tersebutkarena sebagian besar kegiatan masyarakat Dusun Pauh Agung Kabupaten Bungo hanya berada di lingkungan dusun.Mengenai waktu, penelitian ini dilakukan pada jam-jam dimulainya kegiatan dan berakhirnya kegiatan.
3.4 Kehadiran Peneliti Instrumen utama penelitian ini adalah peneliti itu sendiri (human instrument).Dalam upaya memperoleh data penelitian ini, peneliti sebagai pengamat peran serta.Djajasudarma (1993:12) mengatakan bahwa pengamat peran serta adalah melakukan dua peran sekaligus, yaitu sebagai pengamat sekaligus menjadi anggota resmi dari kelompok yang diamatinya.
46
Untuk memperoleh data penelitian yang sah dan mewakili, dalam penelitian ini peneliti berperan penuh sebagai pengumpul data di lapangan.Kehadiran peneliti dalam aspek kerja yakni sebagai perencana, pengumpulan data, penafsiran data, dan laporan hasil penelitian.Sehingga keterlibatan peneliti secara penuh mutlak diperlukan dalam upaya memperoleh data yang sempurna dan lengkap.
3.5 Teknik Pengumpulan Data Teknik Pengumpulan data adalah tata cara yang ditempuh seorang peneliti untuk memperoleh data yang diperlukan. Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak.Metode ini memiliki teknik dasar yang berwujud teknik sadap.Mahsun (2005:90) mengatakan, teknik sadap disebut sebagai teknik dasar dalam metode simak karena pada hakikatnya penyimakan diwujudkan dengan penyadapan.Dalam arti, peneliti dalam upaya mendapatkan data dilakukan dengan menyadap penggunaan bahasa seseorang atau beberapa orang yang menjadi informan. Teknik sadap ini diikuti dengan empat teknik lanjutan yang berupa teknik simak libat cakap, teknik simak bebas libat cakap, teknik catat, dan teknik rekam. Teknik simak libat cakap maksudnya peneliti melakukan penyadapan dengan cara berpartisipasi sambil menyimak, dalam arti peneliti terlibat langsung dalam dialog. Sementara teknik simak bebas libat cakap, maksudnya peneliti hanya berperan sebagai pengamat penggunaan bahasa oleh informannya.Selanjutnya teknik catat rekam adalah teknik lanjutan yang dilakukan ketika menerapkan metode simak dengan kedua teknik lanjutan.
47
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak.Mahsun (setiowati, 2010:42) mengatakan, teknik sadap disebut teknik dasar dalam metode simak karena pada hakikatnya penyimakan diwujudkan dengan penyadapan.Dalam arti, peneliti dalam upaya mendapatkan datanya dilakukan dengan menyadap penggunaan bahasa seseorang atau beberapa orang yang menjadi informan.
3.6 Teknik Analisis Data Analisis data dalam penelitian menggunakaan analisis pragmatik.Analisis pragmatik ini digunakan untuk menjawab masalah-masalah penelitian mengenai kesantunan
pragmatik
imperatif.Wiryotinoyo
(2006:153) mengatakan
bahwa
persyaratan untuk melakukan analisis pragmatik terhadap tuturan (T) adalah situasi ujar.Jadi, dalam menganalisis data penelitian ini, peneliti melibatkan aspek situasi ujar yang melatari terjadinya sebuah T. Aspek situasi ujar meliputi penutur (n) dan petutur (t), konteks, tujuan tuturan, tindak tutur, tuturan, waktu dan tempat.Sementara untuk menaganalisis bentuk kesantunan imperatif dalam bahasa Melayu Jambi Dusun Pauh Agung, digunakan teori kesantunan Rahardi.Adapun rincian pengolahan data yang peneliti lakukan adalah sebagai berikut. 1) Mentranskripsikan data yang diperoleh Setelah peneliti
memperoleh data tuturan dari masyarakat Dusun Pauh Agung
Kabupaten Bungo, selanjutnya peneliti mentranskripsikan, memindahkan data tersebut dengan cara menuliskan kembali semua hasil tuturan yang diperoleh. 2) Mengidentifikasi dan mengklarifikasi data
48
Data tertulis yang diperoleh dari hasil transkripsi kemudian diidentifikasi untuk mengenali/menandai data mana yang dibutuhkan dan data mana yang tidak dibutuhkan. 3) Menyalin ke dalam kartu data Setelah data terkumpul, selanjutnya adalah menyalin data yang telah dikumpulkan dalam kartu data guna memeudahkan peneliti dalam mengelompokkan tuturan. 4) Menganalisis kartu data dengan menggunakan teori kesantunan dan analisis pragmatik Hasil data yang telah didapatkan kemudian dianalisis berdasarkan teori analisis pragmatik dan teori kesantunan. 5) Menyimpulkan Tahap akhir adalah menghasilkan simpulan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan. Analisis pragmatik juga digunakan untuk menjawab masalah selanjutnya, yaitu bagaimana suatu pragmatis, implikasi pragmatis, alur implikasi, dan latar terjadinya IP. Data dianalisis dengan menggunakan prinsip-prinsip pragmatik dan piranti pragmatik untuk sampai pada interpretasi makna yang sama atau sangat dekat dengan makna yang dimaksud oleh n. Kartomihardjo (Wiryotinoyo 2010: 54) mengatakan prinsip pragmatik meliputi prinsip kerja sama (PK) dan prinsip sopan santun (PS), sedangkan piranti pragmatik meliputi tindak tutur, praanggapan. Pengetahuan tentang dunia, interpretasi lokal, analogi, dan konteks situasional.
49
3.7 Pengecekan Keabsahan Data Pengecekkan keabsahan data dalam penelitian dilakukan dengan tujuan agar diperoleh kemantapan, kebenaran, simpulan yang meyakinkan sehingga hasil yang diperoleh benar-benar dapat dipertanggungjawabkan.Untuk memperoleh kemantapan dan kebenaran data sehingga diperoleh kesimpulan yang meyakinkan, diusahakan peningkatan kepercayaan data.Peningkatan derajat kepercayaan data dalam penelitian ini dilakukan dengan perpanjangan keikutsertaan, ketekunan/keajegan pengamatan, dan pemeriksaan teman sejawat melalui diskusi. Perpanjangan keikutsertaan dimaksudkan untuk memungkinkan peneliti terbuka terhadap pengaruh ganda, yaitu faktor-faktor kontekstual dan pengaruh bersama pada peneliti dan subjek yang akhirnya mempengaruhi fenomena yang diteliti.Sementara ketekunan/keajegan pengamatan bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci. Pemeriksaan teman sejawat melalui diskusi dilakukan dengan cara mengekspos hasil sementara atau hasil akhir dalam bentuk diskusi dengan rekan-rekan sejawat yang memilki pengetahuan
tentang penelitian yang sedang diteliti, sehingga bersama
mereka peneliti dapat me-review persepsi, pandangan, dan analisis yang sedang dilakukan (Moeloeng, 2008:329-334).
50
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian 4.1.1
Kesantunan Linguistik Tuturan Imperatif Kesantunan linguistik tuturan imperatifbahasa Indonesia mencakup empat hal,
yaitu panjang-pendek tuturan, urutan tuturan, intonasi tuturan dan isyarat-isyarat kinesik, dan pemakaian penanda kesantunan (Rahardi, 2005:118). Berikut adalah beberapa contoh tuturan yang telah penulis dapatkan dalam penelitian berkenaan kesantunan linguistik tuturan imperatif. 4.1.1.1
Panjang
Pendek-Pendek
Tuturan
sebagai
Penentu
Kesantunan
Linguistik Rahardi (2005:120) mengatakan bahwa kesantunan linguistik dalam tuturan imperatif dapat diidentifikasi dari panjang-pendeknya tuturan imperatif itu. Dari contoh-contoh yang telah disebutkan Rahardi, untuk panjang-pendek tuturan sebagai penentu kesantunan linguistic itu dapat dilihat digunakannya penanda kesantunan tolongyang sekaligus memperpanjang kata-kata dari tuturan itu. Sehingga untuk hasil penelitian berkenaan dengan panjang-pendek tuturan secara langsung juga termasuk dan dapat di lihat dalam hasil penelitian untuk penggunaan penanda kesantunan tolong.
50
51
4.1.1.2 Urutan Tutur sebagai Penentu Kesantunan Linguistik Tuturan Urutan tutur sebuah tuturan sangat berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kadar sebuah kesantunan. Berkaitan dengan urutan tutur, tuturan imperatif yang diawali tuturan nonimperatif di depannya memiliki tingkat kesantunan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan tuturan imperatif yang tanpa diawali dengan informasi nonimperatif.Berikut adalah beberapa tuturan imperatif yang diawali dengan informasi nonimperatif. T 1)
MT ZK MT ZK MT
: “Kamanao kuan nah?” “Ke mana kamu?” : “Tar, ngan nak balek. Bawo kamakhi pakhang na tadi!” “Tar, aku mau pulang. Bawa ke sini parang yang tadi!” : “Ko ha pakhang kuan.” “Ini parang kamu.” : “Yo lah, ngan dululah balek.” “Aku duluan pulang ya.” : “Baek-baek di jalon.” “Hati-hati di jalan.”
Dari bentuk lingualnya terlihat bahwa tuturan ZK pada contoh di atas merupakan sebuah imperatif.Tuturan 1 di atas terjadi pada Jum’at 21 November 2014 pukul 16.35 WIB di ladang sawah milik MT. Saat itu terlihat ZK pergi ke pinggiran sawah
dan menghampiri MT yang sudah lebih dulu istirahat dari pekerjaan
menebang pohon dengan menggunakan parang MT. Tuturan “Tar, ngan nak balek” yang disampaikan ZK merupakan informasi nonimperatif untuk mengawali tuturan imperatif “Bawo kamakhi pakhang na tadi.”. Tuturan imperatif yang disampaikan ZK menunjukkan kesantunan karena tuturan tersebut diawali dengan informasi nonimperatif terlebih dahulu sebelum menyampaikan tuturan imperatifnya. T 2)
RF
: “Kalau Nektan tibao tulong bageih tau pik. Ngan nak nelpon” “Jika Kakek datang tolong beri kabar kak. Aku mau nelpon”
52
LN RF
: “Cik, Nektan lah tibao. Bakhanti nelpon lu!” “Cik, Kakek sudah datang. Berhenti nelpon dulu!” : “Yao pik.” : “Iya kak.”
Dari bentuk lingualnya terlihat bahwa tuturan LN pada contoh di atas merupakan sebuah imperatif.Tuturan 2 di atas terjadi pada Jum’at 21 November 2014 pukul 20.00 WIB di ruang tamu rumah penulis. Penulis meminta izin kepada LN bahwa HP nektan akan digunakan penulis untuk menelepon teman penulis yang ada di kota Jambi.Sebelum menelepon, LN berpesan kepada penulis agar pulsanya disisakan untuk nektan karena pulsa HP tersebut akan digunakan nanti oleh nektan untuk menelepon temannya. Beberapa menit kemudian, LN memanggil-manggil penulis dari dapur.Setelah penulis menoleh, LN menyuruh penulis untuk berhenti menelepon karena nektan baru saja pulang dari acara yasinan di rumah warga. Dalam menyampaikan
perintahnya,
LN
mengawali
tuturannya
dengan
informasi
nonimperatif “Cik, Nektan lah balek.” kemudian setelah itu baru ia menuturkan “Bakhanti nelpon lu!”.Tuturan imperatif yang diproduksi LN tersebut menunjukkan kesantunan, karena digunakannya informasi nonimperatif di awal tuturan imperatifnya. T 3)
ZT WR ZT
: “Adao bunyai mubil.” “Ada suara mobil.” : “iyao mubil pak camat du. Imak undoa ngan mentoa yah!” “Iya, itu mobil bapak Camat. Jaga motor saya sebentar ya!” : (mengangguk)
Dari bentuk lingualnya terlihat bahwa tuturan WR pada contoh di atas merupakan sebuah imperatif.Tuturan 3 di atas terjadi pada sabtu 22 November 2014 di komplek perkantoran kecamatan. Saat itu WR, ZT dan penulis sedang berbincang-
53
bincang di beranda kantor Pendidikan dan Kebudayaan yang bersebelahan dengan kantor camat. Tiba-tiba WR melihat Pak Camat yang baru saja datang menuju kantor bersama beberapa staff di belakangnya. WR pun segera beranjak dan meminta ZT untuk menjaga motornya, karena di komplek itu sering terjadi maling motor. Tuturan “Zet, adao Pak Camat.” yang dituturkan WR merupakan informasi nonimperatif untuk mengawali tuturan imperatif “Imak undoa ngan mentoa!”.Tuturan imperatif yang diproduksi WR tersebut menunjukkan kesantunan karena dalam menyampaikan perintahnya, WR memberikan informasi nonimperatif di awal tuturan imperatifnya. 4.1.1.3 Intonasi dan Isyarat-isyarat Kinesik sebagai Penentu Kesantunan Linguistik Tuturan Intonasi tuturan memiliki peranan yang besar dalam menentukan tinggi rendahnya peringkat kesantunan.Di samping intonasi, kesantunan penggunaan tuturan imperatif juga dipengaruhi oleh isyarat-isyarat kinesik. Sistem paralinguistik yang bersifat kinesik di antaranya ekspresi wajah, sikap tubuh, gerakan jari-jemari, gerakan tangan, ayunan lengan, gerakan pundak, goyangan pinggul, dan gelengan kepala (Rahardi, 2005:123) Berikut adalah contoh tuturannya. T 4)
HB SP HB
: “Bang, nak kamanao?” “Bang, mau ke mana? : “Ke talang ngadang dakhayan.” “Ke kebun, nunggu (durian jatuh).” : “Nantek ngan!” “Tunggu aku!”
Dari bentuk lingualnya terlihat bahwa tuturan HB pada contoh di atas merupakan sebuah imperatif.Tuturan 4 di atas terjadi pada sabtu 22 November 2014
54
pukul 14.00 WIB di halam rumah HB.Dari jauh HB melihat SP sedang mengendarai sepeda motornya dengan kecepatan tinggi serta membawa perlengkapan kebun seperti parang, ambung, karung, dan beberapa terpal untuk berteduh.Melihat hal demikian, HB pun penasaran dan berteriak memanggil-manggil SP dengan suara keras serta menanyakan kemana tujuan SP. Mengetahui bahwa SP hendak ke kebun durian, HB pun meminta SP untuk menunggunya. Tuturan “Nantek ngan!” yang dituturkan HB tersebut dituturkan dengan suara keras tapi tidak kasar, dengan wajah tersenyum sambil tangannya melambai. Tuturan itu menunjukkan kesantunan meskipun tidak menggunakan ungkapan penanda kesantunan karena tuturan tersebut disertai dengan intonasi dan juga isyarat-isyarat kinesik yang mendukung tuturan imperatif tersebut sehingga terkesan menjadi santun. T 5)
MY PT MY
: “Sakhampuak ngan doak?” “Bersama aku atau tidak? : “Bawo bol bae , kuan pakai undoa nah!” “Bawa bola saja, kamukan memakai motor!” : “Iyau” “Iya”
Dari bentuk lingualnya terlihat bahwa tuturan PT pada contoh di atas merupakan sebuah imperatif.Tuturan 5 di atas terjadi pada sabtu 22 November 2014 pukul 16.48 WIB di jalanan menuju lapangan bola kaki. Saat itu PT mengetahui kalau MY pergi ke lapangan dengan menggunakan sepeda motor, sedangkan MY dan penulis serta pemuda lainnya berjalan kaki. PT bermaksud minta tolong kepada MY untuk membawa bola ke lapangan agar teman-teman yang sudah berada lebih dulu di lapangan dapat bermain.Tuturan imperatif “Bawo bol bae, kuan pakai undoa nah!” dituturkan dengan nada rendah, pundak di gerakkan dan pada kalimat akhir ejaannya
55
agak dipanjangkan disertai dengan senyuman.Tuturan itu menunjukkan kesantunan meskipun tidak menggunakan ungkapan penanda kesantunan karena tuturan di atas tersebut disertai dengan intonasi dan juga isyarat-isyarat kinesik yang mendukung. T 6)
SF RH
: “Hul, makhi mentoa!” “Hul, ke mari sebentar!” : “Iyau yah” “Iya yah (ayah)”
Dari bentuk lingualnya terlihat bahwa tuturan SF pada contoh di atas merupakan sebuah imperatif. Tuturan 6 di atas terjadi pada Minggu 23 November 2014 pukul 11.00 WIB di pekarangan rumah SF. Kebetulan rumah SF tepat di depan rumah penulis.Ketika itu, RH sedang asik bermain bola bersama dengan teman-teman sebayanya. SF datang dengan mengendarai sepeda motor, setelah turun SF pun ingin mengabarkan sesuatu kepada RH.Tuturan “Hul, makhi mentoa!” itu dituturkan dengan wajah terseyum dan juga dengan tangan melambai kemudian disertai dengan membunyikan klakson sepeda motornya yang mengisyaratkan agar RH cepat menemuinya.Tuturan itu menunjukkan kesantunan meskipun tidak menggunakan ungkapan penanda kesantunan karena tuturan di atas tersebut disertai dengan intonasi dan juga isyarat-isyarat kinesik yang mendukung. T 7)
TR YZ
: “Imbau Kar!” “Panggil Kar!” : (Memanggil Karnadi)
Dari bentuk lingualnya terlihat bahwa tuturan TR pada contoh di atas merupakan sebuah imperatif. Tuturan 7 di atas terjadi pada Kamis 27 November 2014 di rumah warga.Saat itu sedang berlangsung acara yasinan di salah satu rumah warga.Tiba-tiba TR seperti hendak memanggil Karnadi karena mungkin sedang
56
memiliki keperluan dengan Karnadi.Namun TR melihat Karnadi berada di dekat pintu keluar rumah tersebut.Karena tidak ingin menimbulkan keributan sementara acara yasinan sedang berlangsung, TR pun menyuruh YZ yang kebetulan berada ditengah-tengah antara TR dan Karnadi.Tuturan “Imbau Kar!” yang dituturkan TR tersebut disampaikan dengan suara sedang, nada sopan, dan disertai dengan senyuman.Tuturan yang disampaikan TR tersebut menunjukkan kesantunan meskipun tidak menggunakan ungkapan penanda kesantunan karena tuturan di atas tersebut disertai dengan intonasi dan juga isyarat-isyarat kinesik yang mendukung bahwa tuturan tersebut memenuhi kriteria kesantunan dalam memberikan perintah. T 8)
YR SR
: “Paik, ambaik pinggoan tu mentoa!” “Kak, ambil piring itu sebentar!” : (Mengambil piring yang dimaksud)
Dari bentuk lingulanya terlihat bahwa tuturan YR pada contoh di atas merupakan sebuah imperatif.Tuturan 8 di atas terjadi pada Kamis 27 November 2014 di rumah warga.SR sedang megumpulkan piring-piring kotor sehabis acara yasinan. Sambil memasukkan piring kotor ke dalam ember, sepertinya YR melihat ada satu lagi piring kotor yang tergeletak tepat disebalah kanan SR. Karena jarak piring lebih dekat dengan SR, YR pun meminta SR untuk mengantarkan piring kotor tersebut kepadanya. Tuturan “Paik, ambaik pinggoan tu mentoa” yang dituturkan YR diungkapkan dengan nada rendah yang disertai dengan senyuman.Tuturan yang disampaikan YR tersebut menunjukkan kesantunan meskipun tidak menggunakan ungkapan penanda kesantunan karena tuturan di atas disertai dengan intonasi dan juga isyarat-isyarat kinesik yang mendukung bahwa tuturan tersebut memenuhi kriteria kesantunan dalam memberikan perintah.
57
T 9)
SN ER SN ER
: “Paik,…paik,…” (Berteriak memanggil ER) “Kak,…kak,…” : “Iyao, nak kamanao kau du?” “Iya, mau kemana kamu?” : “Nak ke talang. Adao amabaong kamu nah, minjoam.” “Mau ke kebun. Adakah ambung kamu(kakak), pinjam.” : “Adao, tunggu yah ngan ngambaik dulu. (Pergi ke dapur mencari barang yang dimaksud SN). “Ada, tunggu ya aku ambil dulu.
Dari bentuk lingualnya terlihat bahwa tuturan yang diungkapkan SN pada contoh di atas merupakan sebuah imperatif.Tuturan 9 di atas terjadi pada Senin 24 November 2014 sekitar pukul 09.15 WIB di rumah kakak dari Ibu kandung penulis.Saat itu SN hendak pergi ke ladang.Sementara itu ambung milik SN sedang dalam keadaan tidak layak untuk digunakan.SN pun pergi ke rumah ER untuk meminjam ambung.Pada saat meminjam ambung, SN berada diluar rumah ER dan memanggil-manggil ER. ER pun keluar dari rumah. Karena SN terburu-buru hendak pergi, SN pun memberi perintah kepada ER untuk meminjamkan ambungnya. Tuturan “Nak ke talang. Adao ambaong kamu nah, minjoam!”yang disampaikan SN tersebut diungkapkan dengan senyuman dan disertai dengan raut wajah yang agak menghiba. Tuturan yang disampaikan SN tersebut menunjukkan kesantunan meskipun tidak menggunakan ungkapan penanda kesantunan karena tuturan di atas disertai dengan intonasi dan juga isyarat-isyarat kinesik yang mendukung bahwa tuturan tersebut memenuhi kriteria kesantunan dalam memberikan peritah. 4.1.1.4 Penanda Kesantunan sebagai Penentu Kesantunan Linguistik Sama halnya dengan tuturan imperatif dalam Bahasa Indonesia.Tuturantuturan imperatif dalam bahasa Melayu Jambi juga ditentukan oleh muncul atau tidak
58
munculnya ungkapan-ungkapan penanda kesantunan. Jika dalam kesantunan imperatif
bahasa Indonesia ada beberapa penanda kesantunan, dapat disebutkan
sebagai berikut: tolong, mohon, silakan, mari, ayo, biar, coba, harap, hendaknya, hendaklah, sudi kiranya, sudilah kiranya, sudi apalah kiranya (Rahardi, 2005:125). Maka dalam Bahasa Melayu Jambi
Dusun Pauh Agung, penanda kesantunan
imperatif meliputi: Makhasau (menurut saya), Mbuh (Mau), Maohlah (Ayolah), Tulong (tolong), Mangayau (Mohon dengan sangat), Makhi (Mari), Bio (Biar), Cubo (Coba). Berdasarkan penelitian yang telah peneliti lakukan, ternyata didapatkan bahwa dari beberpa penanda kesantunan yang disebutkan di atas, tidak seluruhnya digunakan oleh masyarakat Dusun Pauh Agung dalam proses komunikasi. Dari beberapa yang telah disebutkan di atas, beberapa yang digunakan oleh masyarakat Dusun Pauh Agung di antaranya makhasau (pendapat seseorang), mbuh (mau), maohlah (ayolah), tulong (tolong), mangayau (mohon dengan sangat), bio (biar), dan cubo (coba). 1) Penanda Kesantunan Tulong (Tolong) sebagai Penentu Kesantunan Linguistik Tuturan Imperatif Rahardi mengatakan bahwa dengan menggunakan penanda kesantunan tolong, seseorang penutur dapat memperhalus maksud tuturan imperatifnya.Beberapa ujaran/tuturan masyarakat Dusun Pauh Agung yang menggunakan penanda kesantunan tolong di antaranya sebagai berikut. T 10)
YZ ID
: “Jang, tulong tebong kayu tu!” “Jang (bujang), tolong tebang kayu itu!” : “Nu manao cik?”
59
YZ ID YZ
“Yang mana cik? : “Nu agaok bingkeuk tu ha.” : “Itu yang agak bengkok.” : “O, yao cik.” : “O, iya cik : “Baek-baek jang.” “Hati-hati Jang.”
Dari bentuk lingualnya, contoh tuturan di atas merupakan sebuah tuturan imperatif. Tuturan 10 di atas terjadi pada Senin 24 November 2014 sekitar pukul 12.45 di hutan.Saat itu YZ terlihat sedang mencari sebatang kayu yang diperlukannya.Dari kejauhan, YZ sudah melihat kayu yang dicarinya tepat dua meter di sebelah ID dan penulis. Karena jarak kayu dari YZ terlalu jauh, maka YZ menyuruh ID menebang kayu yang tidak terlalu jauh dari ID. Tuturan “Jang, tulong tebong kayu tu!” menunjukkan kesantunan YZ dalam menyampaikan perintah yang ditujukan kepada ID untuk menebang kayu yang dimaksud YZ.Digunakannya penanda kesantunan tolong pada tuturan imperatif yang disampaikan YZ, membuat sebuah tuturan menjadi lebih halus dan sopan. T 11)
IH UL IH UL
IH
: “Ngan nak ke Bungo.” “Aku mau ke Bungo.” : “Cagit, kalau lah sampai tulong bagaih gaok kaboa!” “Nanti, kalau sudah sampai tolong beri juga kabar!” : “Sua duh?” “Kenapa memang?” : “Adao yang nak ngan titip?” “Ada yang ingin dititipkan?” : “Cagit ngan telpon.” “Nanti saya telepon.”
Dari bentuk lingualnya sudah jelas bahwa tuturan pada contoh di atas merupakan tuturan imperatif.Tuturan 11 di atas terjadi pada Selasa 25 November 2014 pukul 08.18 WIB di halaman rumah penulis. Pagi itu IH akan pergi ke kota
60
Bungo karena ada suatu urusan mendadak. IH mengabarkan kepada penulis bahwa ia akan menginap di rumah saudara penulis yang ada di kota Bungo. Tiba-tiba dari depan pintu rumah penulis, muncul UL yang hendak menitipkan sesuatu untuk dibelikan di kota Bungo. Tetapi sebelum UL sempat berbicara, IH sudah mengabarkan ke UL bahwa ia hendak ke bungo.Tuturan “Cagit, kalau lah sampai tulong bagaih gaok kaboa!” menunjukkan kesantunan UL dalam menyampaikan perintah kepada IH untuk mengabarkan melalui telepon seluler jika sudah sampai di kota Bungo. Digunakannya penanda kesantunan tolong pada tuturan UL membuat tuturan imperatif yang disampaikan menjadi lebih halus dan santun. T 12)
RF LN RF LN
: “Paik, tulong gusok bajau ngan mentoa!” “Kak, tolong setrika baju aku sebentar!” : “Banyoak doak?” “Banyak tidak?” : “Dikit cuman paik.” “Hanya sedikit kak.” : “Yaowlah, letak sanaok!” “Okelah, letakan saja di sana!”
Dari bentuk lingualnya sudah jelas bahwa tuturan pada contoh di atas merupakan tuturan imperatif. Tuturan 12 di atas terjadi pada Selasa 25 November 2014 pukul 20.13 WIB di rumah penulis.Pada saat itu, LN sedang menyetrika beberapa baju untuk digunakan besok.Melihat LN yang hendak selesai mengerjakan setrikaannya, dengan cepat penulis mengambil beberapa baju yang baru saja di cuci dan masih kusut untuk diberikan kepada LN, dengan maksud LN mau menyetrika baju penulis.Tuturan “Paik, tulong gusok bajau ngan mentoa!” menunjukkan kesantunan dalam menyampaikan periintah kepada LN agar bersedia menyetrika baju
61
penulis.Digunakannya penanda kesantunan tolong pada tuturan di atas membuat percakapan di atas terasa semakin santun.Selain itu, LN merasa tidak dipaksakan. 2)
Penanda Kesantunan Mangayau (mohon dengan sangat) sebagai penentu Kesantunan Linguistik Tuturan Imperatif Tuturan imperatif Mangayauatau mohon dengan sangat, merupakan sebuah
penanda kesantunan imperatif masyarakat Melayu Jambi Dusun Pauh Agung. Tuturan imperatif ini akan menjadi imperatif yang bermakna permohonan. Berikut contoh tuturan imperatif mangayau yang bermakna permohonan. T 13)
DN KH HS KH
: “Cubo tenang kit bikieou gah, imak ketualah gusuoa!” “Coba kalian tenang sedikit saja. Lihat ketua sudah marah!” : “Tie bajueng, ngan mangayau nian!” “Jangan bercanda, aku mohon sekali!” : “iyaow pak. Tu kamanao kamau nah?” “Iya pak. Kamu mau ke mana?” : “Kayek mentoa nyuci muko” “Ke sungai sebentar mencuci muka.”
Dari bentuk lingualnya jelas bahwa tuturan pada contoh di atas merupakan sebuah imperatif.Tuturan 13 di atas terjadi pada Rabu 26 November 2014 sekitar pukul 13.10 WIB di balai desa.Pada hari itu sedang diadakan rapat karang taruna mengenai pembelian alat pengeras suara untuk hiburan rakyat.Saat itu rapat berjalan dalam tensi yang tinggi. Karena berdasarkan musyawarah, suara bujang dan gadis masih terpecah mengenai dana pembelian alat pengeras suara tersebut.
KH selaku
pemimpin rapat, memohon izin kepada HS yang berada di sebalahnya untuk tidak ribut dan meredam situasi yang sempat memanas.Tuturan “Tie bajueng, ngan mangayau nian!”yang disampaikan KH kepada HS merupakan kalimat yang
62
santun.Karena perintah yang diujarkan oleh KH menggunakan penanda kesantunan mangayauatau mohon dengan sangat. 3)
Penanda Kesantunan Bio atau (biar) sebagai Penanda Kesantunan
Linguistik Tuturan Imperatif T 14)
SD IY RF
: “Mbuh nganti ngan doak?” “Mau tidak menemani aku?” : “ngaok” “Tidak” : “Bio ngan bae ngati kuan!” “Biar aku saja yang menemani kamu!”
Dari bentuk lingualnya jelas bahwa tuturan pada contoh di atas merupakan sebuah imperatif. Tuturan 14di atas terjadi pada Rabu 26 November 2014 pukul 19.05 di jalan depan rumah IY. Malam itu, SD hendak pergi keluar membeli minyak solar untuk keperluan mesin diesel rumahnya, namun karena SD merasa kurang berani sendirian pergi maka SD mengajak IY untuk ikut bersamanya. Pada saat di ajak, IY sedang memperbaiki jala ikan sehingga iamenolak ketika diajak SD. Dengan penerangan seadanya IY terus memperbaiki jala ikan miliknya. Penulis yang ketika itu menemani IY memperbaiki jala ikan mendengar percakapan antara SD dengan IY. Tuturan “Bio ngan bae nganti kuan!” merupakan bentuk kesantunan penulis dengan cara meminta izin kepada SD agar mau mengizinkan penulis untuk ikut bersamanya membeli minyak solar. 4)
Penanda Kesantunan Maoh (ayo) sebagai Penentu Kesantunan Linguistik
Tuturan Imperatif T 15)
IH SP
: “Maohlah awak macao yasin git hae!” “Ayolah kita baca yasin nanti!” : “Jadi gaok lah” “Boleh juga tuh”
63
SB
: “Yao kuan, lah lamao doak macao yasin.” “Betul tuh, sudah lama tidak baca yasin.”
Dari bentuk lingualnya jelas bahwa tuturan pada contoh di atas merupakan sebuah imperatif. Tuturan 15 di atas terjadi pada Kamis 27 November 2014 sekitar pukul 14 WIB di pelataran pos ronda. Pada siang itu, tidak seperti biasa ronda sepi sekali. Kami hanya berempat di pos ronda. Penulis, SB, IH, dan SP. Kebetulan malamnya akan di adakan acara yasinan di rumah penulis. IH berniat mengajak SP dan SB untuk turut serta dalam acara yasinan di rumah penulis.Tuturan “Maohlah awak macao yasin git hae!” merupakan tuturan yang santun.Digunakannya kata maohdi awal tuturan maka makna imperatif yang terkandung di dalam tuturan itu dapat berubah menjadi imperatif ajakan. Kedua penanda imperatif ini maoh dan ajakan, sama-sama berfungsi menuntut tindakan yang sama. Namun, makna imperatif ajakan jauh lebih sopan daripada makna imperatif memerintah atau menyuruh. T 16)
LA RF KR LA RF
: “Kamanao kamu bang? “Kemana kamu bang? : “Maoh, kanti abong mli gas!” “Ayo, temenin abang beli gas! : “Dak payah gie, ngan bae nganti abang.” “Tak perlu lagi, aku saja yang nemenin abang.” : “Ngan nak nukhut gaok.” “Aku mau ikut juga.” : “Tielah, khantiang mat git du.” “jangan, rumit sekali nanti.”
Dari bentuk lingualnya jelas bahwa tuturan pada contoh di atas merupakan sebuah imperatif.Tuturan 16 di atas pada Jum’at 28 November 2014 sekitar pukul 07.31 WIB di halaman rumah penulis.Pagi itu, penulis hendak pergi ke warung untuk membeli gas elpiji.Jika penulis pergi sendiri, maka tidak memungkinkan penulis membawa gas elpiji yang ukurannya lumayan besar dan berat. Penulis pun
64
memanggil KR dari depan rumah penulis untuk membantu membawakan gas elpiji tersebut. Kebetulan rumah KR tepat berada di sebelah rumah penulis.Tetapi, secara tidak terduga muncul LA yang juga ingin pergi, KR melarang LA untuk ikut. Tuturan “Maoh, kanti abong mli gas!” yang dituturkan penulis kepada KR merupakan sebuah tuturan yang santun. Digunakannya kata maohdi awal tuturan, makna imperatif yang terkandung di dalam tuturan itu akan dapat berubah menjadi imperatif ajakan. Samasama berfungsi menuntut tindakan yang sama. Namun makna imperatif mengajak jauh lebih santun daripada makna imperatif memrintah atau menyuruh. 5)
Penanda Kesantunan Cubo (coba) sebagai Penentu Kesantunan Linguistik
Tuturan Imperatif T 17)
QM RF QM RF
: “Manaon mesin?” “Bagaimana mesin?” : “Payah nyan bong.” “Susah sekali bang.” : “Bisoh du, cubo ingkol agi!” “Bisa itu, coba diengkol lagi!” : “Ngan cubo agi.” “Aku coba lagi.”
Dari bentuk lingualnya jelas bahwa tuturan pada contoh di atas merupakan sebuah imperatif. Tuturan 17 di atas terjadi pada Jum’at 28 November 2014 sekitar pukul 21.30 di ruangan mesin diesel rumah penulis.Malam itu, penulis dan QM sedang menonton televisi di rumah penulis.Tiba-tiba kami dikejutkan dengan matinya lampu diesel yang menjadi satu-satunya alat penerangan di rumah. Penulis pun pergi memeriksa keadaan mesin diesel tersebut. Tidak lama berselang, QM pun menyusul penulis di ruangan mesin diesel. QM menanyakan keadaan mesin kepada penulis. Penulis terus mencoba mengengkol mesin diesel tersebut, tetapi tetap saja mesinnya
65
masih belum mau hidup.Tuturan “Bisoh du, cobo ingkaol agi!” merupakan sebuah bentuk perintah QM kepada penulis untuk mencoba sekali lagi mengengkol mesin dieselnya.Kata cubo (coba) yang ada dalam tuturan itu berfungsi untuk memperhalus tuturan sehingga ketika QM memerintahpenulis, penulis merasa tidak tersinggung. T 18)
WR RF WR
: “Jang, cubo kuan imbau agi niniek Saumul!” “Bujang, coba kamu panggil lagi kakek Saumul!” : “Dakdo bong, lah tigo kali ngan manggiel.” “Tidak ada bang, sudah tiga kali aku panggil.” : “Tunggu baelah nyo lu!” “Tunggu saja dia dulu!”
Dari bentuk lingualnya jelas bahwa tuturan pada contoh di atas merupakan sebuah imperatif.Tuturan 18 di atas terjadi pada Sabtu 29 November 2014 sekitar pukul 19.45 WIB di halaman rumah WR.Sehabis isya, di rumah WR akan di adakan acara selamatan sekaligus syukuran. Rencananya acara tersebut akan di mulai, tetapi masih ada satu orang yang ditunggu. Penulis pun di tugaskan oleh WR untuk memanggil orang tersebut. Tuturan “Jang, cubo kuan imbau agi niniek Saumul!” merupakan bentuk perintah WR terhadap penulis untuk segera memanggil orang yang dimaksud WR.Kata cubo (coba) yang ada dalam tuturan itu berfungsi untuk memperhalus tuturan sehingga ketika WR memerintah penulis, penulis merasa tidak tersinggung. 6)
Penanda Kesantunan Makhasao (Menurut saya/Pendapat) sebagai
Penentu Kesantunan Linguistik Tuturan Imperatif T 19)
DD HR DD
: “Manaon ajum tiang tu bong? “Bagaimana dengan tiang yang itu bang? : “Makhasao ngan, tiang tu ilaok pindaoh ka siko!” “Menurut aku, tiang itu lebih bagus pindah ke sini!” : (Langsung mengankat serta memindahkan tiang yang dimaksud)
66
Dari bentuk lingualnya jelas bahwa tuturan pada contoh di atas merupakan sebuah imperatif.Tuturan 19 di atas terjadi pada Rabu 26 November 2014 sekitar pukul 15.45 WIB di lapangan sepakbola.Penulis yang baru saja sampai di tempat lapangan sepakbola, langsung membantu pemuda memperbaiki tiang gawang yang sudah patah akibat sering dijadikan mainan oleh anak-anak sekolah. HR yang ketika itu sedang memotong batang pinang untuk dijadikan tiang gawang sementara, dipanggil oleh DD untuk minta pendapatnya tentang letak yang bagus untuk posisi tiang gawang. Tuturan “Makhasao ngan, tiang tu ilaok tanam di sanaok!” merupakan bentuk perintah HR terhadap DD agar segera memindahkan tiang ke tempat yang dimaksudkan HR. Kata makhasao yang ada dalam tuturan itu berfungsi untuk memperhalus tuturan sehingga ketika HR memberi perintah kepada DD, DD merasa tidak tersinggung. 4.1.2
Kesantunan Pragmatik Tuturan Imperatif Makna pragmatik imperatif dalam bahasa Melayu Jambi Dusun Pauh Agung
dapat diungkapkan dengan tuturan yang bermacam-macam.Makna pragmatik imperatif dapat diungkapkan dengan tuturan deklaratif dan juga dalam tuturan interogatif. 4.1.2.1
Kesantunan Pragmatik Imperatif dalam Tuturan Deklaratif Berikut adalah contoh-contoh kesantunan pragmatik imperatif dalam
deklaratif yang digunakan oleh masyarakat dusun Pauh Agung Kabupaten Bungo. 1)
Tuturan Deklaratif yang Menyatakan Makna Pragmatik Imperatif
Suruhan
67
T 20) MT RB MT
: “Lah ngantaok kuan bi?” “Sudah ngantuk kamu bi?” : “Iyaow, Ngan yaow doak tau kalau tidua doak pakai slimut.” “Iya, aku tidak bias tidur jika tak memakai selimut.” : “Nantek yah, ngan balek ngambiek lu.” “Tunggu ya, aku pulang dulu ambil (selimut).”
Agar diperoleh gambaran yang lebih konkrit, dilakukan analisis makna pragmatis dengan melibatkan aspek situasi ujar.Situasi ujar terjadi harus berdasarkan pada sebuah tuturan mengandung kesantunan imperatif yang diproduksi pada tuturan tersebut. Bentuk lingual tuturan pada contoh di atas merupakan tuturan deklaratif. Tuturan 20 di atas terjadi pada Rabu 26 November 2014 sekitar pukul 23.00 WIB di pos ronda Dusun Pauh Agung. Malam itu, pos ronda ramai sekali. Banyak pemuda menghabiskan waktu di pos ronda hanya untuk sekedar main domino dan catur serta berkumpul dengan teman-teman sejawat. Malam semakin larut, satu persatu yang ada di pos ronda pulang ke rumah masing-masing. Kami yang tinggal hanya beberapa orang saja diantaranya penulis, RB, dan MT. pada saat itu, RB hendak tidur lebih dulu dari kami. Sesuai perjanjian kami, RB akan berjaga pada pukul 03.00 WIB, sedangkan pada saat itu baru jam 23.00 WIB. Sedangkan penulis dan MT akan berjaga dari pukul 23.00 WIB-02.45. Tuturan “Ngan yao doak tau tidua kalau doak pakai slimut.”merupakan sebuah tuturan deklaratif. Namun sebenarnya tuturan itu adalah sebuah perintah agar MT bersedia mengambil kain selimut di rumahnya yang kebetulan bersebelahan dengan pos ronda. Ketidaklangsungan tuturan yang diucapkan RB menunjukkan kesantunan. T 21)
YZ : “Telaok doak?” “Kuat tidak?
68
FJ
: “Bekhot nyan ambung ngan Cik.” “Berat sekali ambung aku Cik.” YZ : “Yao, cik bantu kuan mawo sengah.” “Iya, Cik bantu kamu membawanya setengah.”
Agar diperoleh gambaran yang lebih konkrit, dilakukan analisis makna pragmatis dengan melibatkan aspek situasi ujar.Situasi ujar terjadi harus berdasarkan pada sebuah tuturan mengandung kesantunan imperatif yang diproduksi pada tuturan tersebut. Bentuk
lingual
tuturan
pada
contoh
di
atas
merupakan
tuturan
deklaratif.Tuturan 21 di atas terjadi pada Selasa 25 November 2014 sekitar pukul 15.05 WIB di kebun durian milik YZ.YZ, FJ dan penulis siang itu pergi kebun durian milik YZ.Sesampainya di kebun, kami mendapatkan banyak sekali durian yang jatuh dari pohonnya.Kamipun cukup lelah mengumpulkan buah durian tersebut.Setelah setengah jam, akhirnya buah durian terkumpul.Mungkin kira-kira 40 buah durian.Kamipun
mengikat
buah
durian
dengan
menggunakan
akar
dan
memasukkannya ke dalam ambung.Masing-masing kami membawa ambung, dan semuanya terisi penuh.Kebetulan ambung FJ paling besar dan banyak muatnya dibandingkan dengan punya penulis dan YZ.Tuturan “Bekhot nyan ambung ngan Cik” merupakan tuturan deklaratif yang menyatakan bahwa FJ tidak kuat membawa semua durian yang ada di ambung miliknya.Namun, dibalik tuturan itu sebenarnya YZ
ingin
supaya
miliknya.Tuturan
YZ
yang
mau
membantunya
digunakan
itu
menjadi
ketidaklangsungan dalam menyampaikan perintah. T 22)
RD
: “Ful, tuo Juhan lah balek.” “Ful, tuo Juhan sudah pulang.”
membawakan santun
setengah
karena
ada
dari unsur
69
RF
: “Manao?” : “Mana?” RD : “Tu ha!” “Itu!” Agar diperoleh gambaran yang lebih konkrit, dilakukan analisis makna pragmatis dengan melibatkan aspek situasi ujar.Situasi ujar terjadi harus berdasarkan pada sebuah tuturan mengandung kesantunan imperatif yang diproduksi pada tuturan tersebut. Bentuk lingual tuturan pada contoh di atas merupakan tuturan deklaratif. Tuturan 22 di atas terjadi pada Minggu 30 November 2014 sekitar pukul 13.00 WIB di depan warung milik warga. Siang itu, penulis berniat menemui seseorang yang bernama Juhan.Sambil menunggu orang yang dimaksud, penulis berbincang-bincang dengan beberapa orang yang tengah asyik bermain domino di warung milik warga.Sebelumnya, RD sempat bertanya kepada penulis hendak mencari siapa di warung. Penulispun menjawab, mencari nama yang disebutkan di atas. Beberapa menit setelah itu, RD melihat orang yang penulis cari baru pulang dari kebun karet.Tuturan “Ful, tuo Juhan lah balek.” merupakan bentuk perintah yang disampaikan RD kepada penulis untuk segera menemui orang yang dimaksud. Tuturan tersebut menunjukkan kesantunan dalam bertutur karena tuturan berupa perintah tersebut dituturkan dengan cara tidak langsung, yaitu dalam bentuk tuturan deklaratif. T 23) BB RK YD MM
: “Manao megein Mamar tadai du? “Ke mana perginya Mamar tadi? : “Nyo di luo, imbau du!” “Dia di luar, panggilkan!” : “Main bol lah mulai.” “Main bola sudah mulai.” : “Oke.”
70
“Oke.” Agar diperoleh gambaran yang lebih konkrit, dilakukan analisis makna pragmatis dengan melibatkan aspek situasi ujar.Situasi ujar terjadi harus berdasarkan pada sebuah tuturan mengandung kesantunan imperatif yang diproduksi pada tuturan tersebut. Bentuk
lingual
tuturan
pada
contoh
di
atas
merupakan
tuturan
deklaratif.Tuturan 23 di atas terjadi pada Senin 1 Desember 2014 sekitar pukul 1.45 WIB di rumah kakak penulis.Malam itu, sambil menunggu pertandingan bola kaki, MM bersama beberapa orang warga berkumpul di depan rumah kakak penulis. sebelumnya, MM sempat berpesan kepada YD untuk memanggilnya jika pertandingan bola sudah mulai. Kebetulan YD memang juga sedang menunggu pertandingan bola.Tuturan “Main bol lah mulai.” merupakan bentuk perintah dari YD agar MM segera menonton pertandingan bola di televisi. Tuturan tersebut menunjukkan kesantunan dalam bertutur karena tuturan berupa perintah tersebut dituturkan dengan cara tidak langsung, yaitu dalam bentuk tuturan deklaratif atau mengabarkan informasi. T 24)
ZN RF
: “Bang, Paujang lah tibao.” “Bang, Paujang sudah datang.” : “Iyaow lah.” (Siap-siap menjemput orang yang dimaksudkan ZN) “Oke lah.”
Agar diperoleh gambaran yang lebih konkrit, dilakukan analisis makna pragmatis dengan melibatkan aspek situasi ujar.Situasi ujar terjadi harus berdasarkan pada sebuah tuturan mengandung kesantunan imperatif yang diproduksi pada tuturan tersebut.
71
Bentuk lingual tuturan pada contoh di atas merupakan tuturan deklaratif. Tuturan 24 di atas terjadi pada Senin 1 Desember 2014 sekitar pukul 16.11 WIB di bawah rumah panggung warga. Sore itu, ZN yang sedang duduk di bawah rumah panggung warga, melihat bahwa orantua (Ayah) penulis baru saja pulang dari kota Bungo. Tuturan “Bong, Paujang lah tibo.” dituturkan pada saat penulis sedang mencuci motor di depan rumah panggung tersebut, yang kebetulan ada air keran milik Negara PNPM. Tuturan tersebut berupa tuturan yang berbentuk deklaratif tetapi memerintah penulis untuk segera menghentikan aktifitasnya dan segera menjemput orang yang dimaksud ZN. Tuturan tersebut menunjukkan kesantunan dalam bertutur karena tuturan berupa perintah tersebut dituturkan dengan cara tidak langsung, yaitu dalam bentuk tuturan deklaratif atau mengabarkan informasi. 2) Tuturan Dekalratif yang Menayatakan Makna Pragmatik Imperatif Ajakan T 25)
IH RF SP RF
: “Organ lah babunyi.” “Organ sudah berbunyi.” : “Dululah biko!” “Duluan saja kalian!” : “Agaok lamoa yah.” “Jangan terlalu lama ya.” : “Amanlah nah.” “Amanlah itu.”
Agar diperoleh gambaran yang lebih konkrit, dilakukan analisis makna pragmatis dengan melibatkan aspek situasi ujar.Situasi ujar terjadi harus berdasarkan pada sebuah tuturan mengandung kesantunan imperatif yang diproduksi pada tuturan tersebut. Bentuk lingual tuturan pada contoh di atas merupakan tuturan deklaratif. Tuturan 25 di atas terjadi pada Selasa 2 Desember 2014 sekitar pukul 20.45 WIB di
72
rumah IH. Saat itu, penulis dan beberapa teman lainnya menyusul ke rumah IH, karena tepat malam di malam tersebut akan diadakan acara lelang pemuda. Beberapa menit setelah penulis sampai di rumah IH, sayup-sayup suara organ berbunyi yang menandakan bahwa acaranya tersebut akan segera dimulai. Tuturan “Organ lah babunyi” yang disampaikan IH merupakan tuturan deklaratif.Dengan memperhatikan konteks terjadinya tuturan tersebut dapat dilihat bahwa tuturan deklaratif yang disampaikan IH mengisyaratkan ajakan kepada penulis bersama-sama pergi melihat acara hiburan rakyat yang baru saja berbunyi.Tuturan yang disampaikan IH tersebut memiliki nilai kesantunan karena unsur ketidaklangsungannya dalam menyampaikan ajakan. T 26)
SP UL
: “Rumbong awak dipanggil nyanyi ke pentas.” “Rombongan kita dipanggil ke panggung untuk nyayi.” : “Bikolah, ngan yaow doak bakhanai!” “Kalian sajalah, aku tidak berani!”
Agar diperoleh gambaran yang lebih konkrit, dilakukan analisis makna pragmatis dengan melibatkan aspek situasi ujar.Situasi ujar terjadi harus berdasarkan pada sebuah tuturan mengandung kesantunan imperatif yang diproduksi pada tuturan tersebut. Bentuk lingual tuturan pada contoh di atas merupakan tuturan deklaratif. Tuturan 26 di atas terjadi pada Selasa 2 Desember 2014 sekitar pukul 22.40 WIB di depan panggung acara hiburan organ tunggal. Setelah kami sampai di tempat hiburan organ tunggal, kamipun disuguhkan dengan musik dan nyayian khas daerah Bungo.Contohnya lagu “Baseng kadak” yang populer itu.Penulis dan beberapa teman lainnya berkumpul di satu tempat khusus yang telah disediakan panitia.Orang dusun
73
tersebut menyebutnya, Tempat Bujang Tanggung.Kami pun menikmati acara tersebut.Ditengah-tengah acara, kelompok kami dipanggil oleh pembawa acara untuk menyumbangkan beberapa buah lagu.Tuturan “Rumbong awak dipanggil naek pentas.” merupakan bentuk ajakan yang dituturkan secara deklaratif oleh SP kepada kami.Saat itu, UL sedang dalam kurang sehat, maka dia menolak ketika diajak SP untuk naik ke atas panggung.Tuturan yang disampaikan SP tersebut memiliki nilai kesantunan karena unsur ketidaklangsungannya dalam menyampaikan ajakan. T 27)
IH ZT
: “Ayek lah neng kuan.” “Air sudah jerih tuh.” : “Abih zuhor bae awak nimboak.” “Habis zhuhur saja kita nembak.”
Agar diperoleh gambaran yang lebih konkrit, dilakukan analisis makna pragmatis dengan melibatkan aspek situasi ujar.Situasi ujar terjadi harus berdasarkan pada sebuah tuturan mengandung kesantunan imperatif yang diproduksi pada tuturan tersebut. Bentuk lingual tuturan pada contoh di atas merupakan tuturan deklaratif.Tuturan 27 di atas terjadi pada Rabu 3 Desember 2014 sekitar pukul 10.00 WIB di beranda rumah IH.Pagi itu, penulis sengaja berkunjung ke rumah IH untuk mengambil sesuatu. Setelah sampai, penulis bertemu ZT yang kebetulan juga berkunjung ke rumah IH.Ketika penulis dan ZT masuk ke dalam rumahnya,IH sedang memperbaiki senjata untuk menangkap ikan karena rusak.Tuturan “Ayek lah neng kuan.” merupakan bentuk ajakan IH kepada ZT yang dituturkan secara deklaratif.IH bermaksud mengajak ZT mau pergi bersamanya mencari ikan nanti. ZT pun menjawab bahwa dia akan pergi jika waktu zuhur sudah lewat. Tuturan yang
74
disampaikan
IH
tersebut
memiliki
nilai
kesantunan
karena
unsur
ketidaklangsungannya dalam menyampaikan ajakan. T 28)
LN RF
: “Nasi lah masak cik.” “Nasi sudah matang cik.” : “Iyaow paek.” “Iya kak.”
Agar diperoleh gambaran yang lebih konkrit, dilakukan analisis makna pragmatis dengan melibatkan aspek situasi ujar.Situasi ujar terjadi harus berdasarkan pada sebuah tuturan mengandung kesantunan imperatif yang diproduksi pada tuturan tersebut. Bentuk lingual tuturan pada contoh di atas merupakan tuturan deklaratif.Tuturan 28 di atas terjadi pada Kamis 4 Desember 2014 sekitar pukul 09.15 WIB di rumah penulis.pagi hari itu, sambil menunggu LN mempersiapkan sarapan, penulis masuk ke gudang untuk mencari beberapa barang lama yang mungkin masih bias digunakan. Tuturan “Nasi lah masak Cik.” yang disampaikan LN kepada penulis merupakan bentuk perintah ajakan yang dituturkan secara deklaratif agar penulis segera memenuhi ajakan tersebut dan sarapan pagi tentunya.Tuturan yang disampaikan
LN
tersebut
memiliki
nilai
kesantunan
karena
unsur
ketidaklangsungannya dalam menyampaikan ajakan. 3) Tuturan Delaratif yang Menyatakan Makna Pragmatik Imperatif Persilaan T 29)
AZ MT
: “Kuan bae lah maco du’oa Mut!” “Kamu sajalah baca do’a Mut!” : “Gilie bae awak tuo.” “Gantian saja nanti kita tuo.”
Agar diperoleh gambaran yang lebih konkrit, dilakukan analisis makna pragmatis dengan melibatkan aspek situasi ujar.Situasi ujar terjadi harus berdasarkan
75
pada sebuah tuturan mengandung kesantunan imperatif yang diproduksi pada tuturan tersebut. Bentuk lingual tuturan pada contoh di atas merupakan tuturan deklaratif. Tuturan 29 di atas terjadi pada Kamis 4 Desember 2014 sekitar pukul 18.35 WIB di Masjid Al- Istiqomah Dusun Pauh Agung. MT adalah guru madrasah yang merupakan putra asli Dusun Pauh Agung.MT selalu dipercaya oleh para tetua kampong untuk memimpin pembacaan do’a.Sore itu, magrib waktu setempat.Masjid ramai sekali dikunjungi oleh masyarakat.Yang hadirpun adalah orang-orang penting di kampung.Ketika selesai memimpin sholat magrib, karena sudah percaya, AZ pun mempersilakan MT untuk membaca do’a.Tuturan “Kuan bae maco du’oa Mut” yang dituturkan AZ mengisyaratkan agar MT saja yang memimpin do’a.Tuturan deklaratif yang persilaan tersebut menunjukkan kesantunan karena ketidaklangsungannya dalam memberi perintah persilaan. 4) Tuturan
Deklaratif
yang
Menyatakan
Makna
Pragmatik
ImperatifPermohonan T 30)
QM TN
: “ Lah lamo nyan ngan ikhie dengan laptop, Mak.” “Sudah lama sekali aku menginginkan laptop, Bu.” : “ Nantek gaji lu.” “Tunggu gajian ya.”
Agar diperoleh gambaran yang lebih konkrit, dilakukan analisis makna pragmatis dengan melibatkan aspek situasi ujar.Situasi ujar terjadi harus berdasarkan pada sebuah tuturan mengandung kesantunan imperatif yang diproduksi pada tuturan tersebut.
76
Bentuk lingual tuturan pada contoh di atas merupakan tuturan deklaratif. Tuturan 30 di atas terjadi Jum’at 5 Desember 2014 sekitar pukul 08.10 WIB di rumah QM. QM sudah lama sekali ingin membeli laptop, tetapi selalu kekurangan uang untuk membelikannya.Kebetulan malamnya penulis tidur di rumah QM. Pagi itu,TN yang sekaligus mertua QM datang ke rumah dia. Dengan wajah malu-malu, QM pun mengutarakan keinginannya memiliki laptop untuk keperluan pekerjaannya. Tuturan “Lah lamo nyan ngan ikhie dengan laptop, Mak” merupakan bentuk permohonan QM kepada TN agar bersedia meminjamkan uang kepada TN. Tuturan di atas menunjukkan kesantunan QM dalam bertutur, karena ketidaklangsungannya dalam menyampaikan permohonan sudah membuat hati TN tergerak memberikan pinjaman uang kepada QM. 4.1.2.2 Kesantunan Pragmatik Imperatif dalam Tuturan Interogatif Berikut adalah beberapa contoh komunikasi kesantunan pragmatik imperatif dalam tuturan interogatif yang digunakan oleh masyarakat Dusun Pauh Agung Kabupaten Bungo. 1)
Tuturan Interogatif yang menyatakan Makna Pragmatik Imperatif
Perintah T 31)
KR SN KR SN
: “Doak adao gai laok poh mak?” “Tidak ada lagi lauk-pauk mak?” : “Mentoa gie mak buot.” “Sebentar lagi ibu bikinkan.” : “Agaok lamoa mak, lapa.” “Jangan terlalu lama bu, lapar.” : “Mentoa gie.” “Sebentar lagi.”
77
Agar diperoleh gambaran yang lebih konkrit, dilakukan analisis makna pragmatis dengan melibatkan aspek situasi ujar.Situasi ujar terjadi harus berdasarkan pada sebuah tuturan mengandung kesantunan imperatif yang diproduksi pada tuturan tersebut. Bentuk lingual tuturan pada contoh di atas merupakan tuturan interogatif. Tuturan 31 di atas terjadi pada Jum’at 5 Desember 2014 sekitar pukul 10.10 WIB di rumah KR. Pada saat itu WR merasa lapar. Sedangkan sarapan pagi belum ada di atas meja makan.KR bertanya kepada SN kenapa sambal tidak tersedia lagi.Bentuk tuturan“Doak adao gai laok poh Mak?” merupakan interogatif.Namun, tuturan yang berbentuk interogatif tersebut mengisyaratkan perintah. Tuturan yang digunakan KR tersebut menunjukkan kesantunan dalam memberi perintah kepada SN karena dituturkan dengan cara bertanya sehingga SN merasa tidak tersinggung. T 32)
AZ SH
: “Agi bisyohlah kuan boang dak?” “Masih bisa lah kamu adzan kan?” : “Insya Allah” (Mengambil microphone) “Insya Allah”
Agar diperoleh gambaran yang lebih konkrit, dilakukan analisis makna pragmatis dengan melibatkan aspek situasi ujar.Situasi ujar terjadi harus berdasarkan pada sebuah tuturan mengandung kesantunan imperatif yang diproduksi pada tuturan tersebut. Bentuk lingual tuturan pada contoh di atas merupakan tuturan interogatif. Tuturan 32 di atas terjadi pada Jum’at 5 Desember 2014 sekitar pukul 12.15 WIB di Masjid Al-Istiqomah. AZ terlihat kebingungan siang itu karena bilal yang biasanya menjadi petugas adzan tidak dapat hadir karena sedang dalam keadaan sakit. AZ pun
78
menghampiri beberapa orang lulusan pondok pesantren di pojok kanan depan masjid. Kebetulan pada saat itu, SH paling senior diantara yang lain. Bentuk tuturan“Agi Bisyohlah kuan boang dak?” merupakan bentuk tuturan interogatif yang dituturkan oleh AZ kepada SH, yang secara tidak langsung mengisyaratkan perintah agarbersedia untuk jadi bilal sementara menggantikan posisi bilal tetap. Tuturan yang disampaikan AZ tersebut menunjukkan kesantunan dalam memberi perintah kepada SN karena dituturkan dengan cara bertanya sehingga SH merasa tidak tersinggung. T 33)
IH WU IH WU
: “Agi adao minyak undoa kuan nah?” “Masih ada bensin motor kamu?” : “Yao, pakai undoa ngan bae.” “Iya, pakai motor aku saja.” : “Ilok ambaik kinik bae dak.” : “Ngan ngambaik kinik.”
Agar diperoleh gambaran yang lebih konkrit, dilakukan analisis makna pragmatis dengan melibatkan aspek situasi ujar.Situasi ujar terjadi harus berdasarkan pada sebuah tuturan mengandung kesantunan imperatif yang diproduksi pada tuturan tersebut. Bentuk lingual tuturan pada contoh di atas merupakan tuturan Interogatif. Tuturan 33 di atas terjadi pada Sabtu 6 Desember 2014 sekitar pukul 19.00 WIB di rumah IH. Pada saat, penulis dan beberapa teman penulis lainnya berencana pergi ke kampung tetangga untuk melihat acara hiburan organ tunggal.Sebelum pergi kami berkumpul di rumah IH.Kebetulan pada saat itu motor IH sedang tidak punya bensin.Tuturan “Agi adao minyak undoa kuan nah?” disampaikan oleh IH kepada WR dalam bentuk kalimat interogatif agar WR bersedia memakai sepeda motornya untuk pergi ke acara hiburan tersebut.Namun tuturan yang berbentuk interogatif
79
tersebut mengisyaratkan perintah.Tuturan yang digunakan IH menunjukkan kesantunan karena unsurketidaklangsungan dari tuturan tersebut. T 34)
AG WU
: “Adao alat kuncaii di bawah jaok undoa kuan?” “Ada peralatan kunci di bawah jok motor kamu?” : “Adao, tunggu ngan ambaik mentoa!” “Ada, tunggu akau ambilkan sebentar!”
Agar diperoleh gambaran yang lebih konkrit, dilakukan analisis makna pragmatis dengan melibatkan aspek situasi ujar.Situasi ujar terjadi harus berdasarkan pada sebuah tuturan mengandung kesantunan imperatif yang diproduksi pada tuturan tersebut. Bentuk lingual tuturan pada contoh di atas merupakan tuturan interogatif. Tuturan 34 di atas terjadi pada Minggu 7 Desember 2014 sekitar pukul 02.00 WIB di tempat acara hiburan organ kampung tetangga. Pada saat itu, acara hiburan organ telah selesai. Salah satu motor teman penulis tidak mau menyala. AG sang pemilik motor berusaha mencari kerusakan apa yang terjadi pada motornya. Tuturan “Adao alat kuncaii di bawoh jaok undoa kuan?” disampaikan AG secara interogatif kepada WR.WR pun segera memeriksa bagian bawah jok motornya untuk mencari kunci yang dimaksud AG.Terlihat jelas bahwa tuturan interogatif yang disampaikan AG mengisyaratkan perintah kepada WR untuk mencari kunci yang AG maksud.Tuturan yang digunakan AG menunjukkan kesantunan karena unsur ketidaklangsungan dari tuturan tersebut. 2)
Tuturan Interogatif yang Menyatakan Makna Pragmatik Imperatif Ajakan
T 35)
SB JP
: “Pegi ke talang awak gah?” “Pergi ke kebunkah kita?” : “Payoh, tapi ngan lom makan.” “Ayo, tapi aku belum makan.”
80
SB JP
: “Gampoanglah nah.” “Gampanglah itu.” : “Oke lah.”
Agar diperoleh gambaran yang lebih konkrit, dilakukan analisis makna pragmatis dengan melibatkan aspek situasi ujar.Situasi ujar terjadi harus berdasarkan pada sebuah tuturan mengandung kesantunan imperatif yang diproduksi pada tuturan tersebut. Bentuk lingual tuturan pada contoh di atas merupakan tuturan interogatif. Tuturan 35 di atas terjadi pada Senin 8 Desember 2014 sekitar pukul 16.00 WIB di jembatan. Sore itu, penulis dan beberapa orang lainnya termasuk JP sedang duduk santai di pinggiran jembatan sambil menikmati alunan air mengalir dibawah jembata. Tiba-tiba dari arah utara dusun, datang SB memakai sepeda motor lalu berhenti di hadapan JP. Tuturan “Pegi ke talang awak gah?” disampaikan SB kepada JP melalui tuturan yang berbentuk interogatif. Tuturan tersebut berisi ajakan kepada JP agar mau pergi bersama SB. Tuturan yang disampaikan SB sebenarnya memberikan perintah kepada JP agar JP bersedia menaiki kendaraan motor milik SB dan menemaninya pergi ke ladang. T 36)
BB MZ
: “Lah siap lom?” “Sudah siap belum?” : “Ngan agi ngantaok gah.” “Aku masih ngantuk.”
Agar diperoleh gambaran yang lebih konkrit, dilakukan analisis makna pragmatis dengan melibatkan aspek situasi ujar.Situasi ujar terjadi harus berdasarkan pada sebuah tuturan mengandung kesantunan imperatif yang diproduksi pada tuturan tersebut.
81
Bentuk lingual tuturan pada contoh di atas merupakan tuturan interogatif. Tuturan 36 di atas terjadi pada Selasa 9 Desember 2014 sekitar pukul 03.45 WIB di pos ronda. BB yang hendak pulang ke rumah, menunggu MZ yang masih terlihat menikmati tidurnya di dalam pos ronda. Penulis dan beberapa teman lainnya masih bermain kartu remi menjelang subuh tiba.Mungkin karena terlalu lama menunggu, akhirnya BB menhampiri MZ yang ketika itu masih antara sadar dan tidak dari tidurnya.Tuturan “Lah siap laom?” merupakan bentuk kalimat interogatif yang berisi imperatif ajakan agar MZ segera bangun dari tidurnya dan pergi pulang ke rumah masing-masing.Tuturan yang disampaikan BB tersebut menunjukkan kesantunan karena unsur ketidaklangsungannya dalam menyampaikan ajakan kepada MZ. T 37)
FJ KH
: “Kuan pelak doak?” “Kamu berkeringat tidak?” : “Yao, baju lah basoh wot pelauh. Maoh awak kayak!” “Iya, baju sudah basah oleh keringat. Ayo kita ke sungai!
Agar diperoleh gambaran yang lebih konkrit, dilakukan analisis makna pragmatis dengan melibatkan aspek situasi ujar.Situasi ujar terjadi harus berdasarkan pada sebuah tuturan mengandung kesantunan imperatif yang diproduksi pada tuturan tersebut. Bentuk lingual tuturan pada contoh di atas merupakan tuturan interogatif. Tuturan 37 di atas terjadi pada Selasa 9 Desember 2014 sekitar pukul 15.00 WIB di kebun sawit milik KH.Siang itu, pada saat KH dan FJ memanen sawit cuaca terasa sangat terik, sehingga keringat mereka bercucuran dari tubuhnya.Penulis tidak turutserta dalam pekerjaan mereka, karena pada saat itu penulis hanya mencari sinyal telepon seluler.Walaupun demikian, penulis mendengar percakapan antara KH
82
dengan FJ.Tuturan “Kuan pelak doak?” yang dituturkan oleh KH kepada FJ merupakan interogatif ajakan.KH mengajak FJ pergi ke sungai terdekat untuk sekedar mencuci muka dan membersihkan tangan serta kaki mereka.KH mengiyakan ajakan tersebut. Tuturan yang disampaikan KH semakin jelas berisi perintah santun yang dituturkan secara interogatif, sehingga secara tidak langsung FJ akan merasa tidak diperintah, melainkan diberi pertanyaan perintah ajakan. T 38)
YZ RF YZ RF
: “Kamanao kuan isyeok. Adao gawe doak?” “Ke mana kamu besok. Ada pekerjaan tidak?” : “Di khamuah lah cik, sua du?” “Di rumah saja cik, memangnya kenapa?” : “Jang, mbaoh ngantaii Cik ke Bungo isyeok?” “Jang, mau nemenin cik ke bungo besok?” : “Mbaoh cik.” “Mau cik.”
Agar diperoleh gambaran yang lebih konkret, dilakukan analisis makna pragmatis dengan melibatkan aspek situasi ujar.Situasi ujar terjadi harus berdasarkan pada sebuah tuturan mengandung kesantunan imperatif yang diproduksi pada tuturan tersebut. Bentuk lingual tuturan pada contoh di atas merupakan tuturan interogatif. Tuturan 38 di atas terjadi pada Minggu 9 Desember 2014 sekitar pukul 20.30 WIB di rumah YZ. Malam itu, YZ baru saja selesai membongkar karet yang dibelinya dari kampung tetangga.Sambil mencuci tangannya, YZ mengungkapkan bahwa ia akan ke kota Bungo besok untuk menjual karet. Tuturan “Jang, mbaoh ngantaii Cik ke Bungo isyeok?” yang merupakan kalimat ajakan yang ditujukan kepada penulis agar bersedia menemaninya menjual karet di kota Bungo. Secara tidak langsung, ajakan
83
tersebut berisi perintah yang secara tidak langsung dituturkan melalui tuturan interogatif sehingga terkesan lebih santun. 3)
Tuturan Interogatif
yang Menyatakan Makna Pragmatik Imperatif
Persilaan T 39)
SM ZK SM ZK
: “Sua kuan lom balek?” “Kenapa kamu belum pulang?” : “Cagit bae, khakok lom abih.” “Nanti saja, rokok belum habis.” : “Oke lah. Agai adao khakok kuan? : “Baiklah. Masih ada rokok kamu? : “Koh.” (Memberikan rokok yang dimaksud) “Ini.”
Agar diperoleh gambaran yang lebih konkrit, dilakukan analisis makna pragmatis dengan melibatkan aspek situasi ujar.Situasi ujar terjadi harus berdasarkan pada sebuah tuturan mengandung kesantunan imperatif yang diproduksi pada tuturan tersebut. Bentuk lingual tuturan pada contoh di atas merupakan tuturan interogatif. Tuturan 39 di atas terjadi pada Minggu 13 Desember 2014 sekitar pukul 13.35 WIB di tepian sungai. SM dan ZK siang itu baru saja selesai menjala ikan di sungai. Penulis tidak sengaja mendengar percakapan mereka ketika penulis sedang mencuci sepeda motor di tepian sungai tersebut. SM berniat menjala ikan kembali dengan jaringnya, karena ZK belum pulang maka niat tersebut urung dilakukan.Tuturan “Sua kuan lom balek?” merupakan sebuah tuturan yang berbentuk perintah interogatif.SM sengaja
mempersilakan
ZK
pulang
lebih
dulu
dengan
bertanya
secara
interogatif.Tuturan persilaan yang disampaikan dalam bentuk interogatif tersebut menunjukkan kesantunan karena unsur ketidaklangsungannya.
84
4)
Tuturan Interogatif yang Menyatakan Makna Pragmatik Imperatif
Permohonan T 40)
QM AW QM AW
: “Malam git bisyoh ka khumah ngan ngah?” “Malam nanti bisa kamu ke rumah ngan ngah?” : “Yao, kalao dok halangan.” “Iya, kalau tidak ada halangan.” : “Sudoh Isya bae ngah.” “Habis isya saja ngah.” : (Mengangguk)
Agar diperoleh gambaran yang lebih konkrit, dilakukan analisis makna pragmatis dengan melibatkan aspek situasi ujar.Situasi ujar terjadi harus berdasarkan pada sebuah tuturan mengandung kesantunan imperatif yang diproduksi pada tuturan tersebut. Bentuk lingual tuturan pada contoh di atas merupakan tuturan interogatif. Tuturan 40 di atas terjadi pada Selasa 15 Desember 2014 sekitar pukul 10.00 WIB di area pemakaman. Pagi itu, QM dan penulis sengaja memilih jalan pintas melewati area pemakaman umum untuk pergi ke sungai.Di tengah jalan, kami bertemu dengan AW yang kebetulan juga baru pulang dari sungai.QM berniat menyampaikan permohonan kepada AW agar bersedia datang ke rumahnya malam itu. Tuturan “Malam git mboh kamau ka khumah ngan ngah?” yang disampaikan QM pagi itu dituturkandengan nada seperti memohon. Tuturan yang dituturkan QM tersebut menunjukkan kesantunan.
85
4.2 Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, diketahui bahwa teori Rahardi tentang kesantunan imperatif dalam bahasa Indonesia tidak berlaku seluruhnya dalam praktek kesantunan imperatif yang ada di Dusun Pauh Agung. Pada kenyataannya dibuktikan oleh banyaknya isyarat-isyarat kinesik dan penanda kesantunan yang hanya dimiliki oleh penutur masyarakat Dusun Pauh Agung, tetapi tidak berlaku secara universal dalam penggunaan kesantunan imperatif bahasa Indonesia. Kesantunan linguistik tuturan imperatif yang digunakan oleh masyarakat Dusun Pauh Agung Kabupaten Bungo mencakup diantaranya panjang-pendek tuturan, urutan tutur, intonasi tuturan dan isyarat-isyarat kinesik, dan penggunaan penanda kesantunan. Khusus untuk penggunaan penanda kesantunan, penelitian yang dilakukan oleh penulis menunjukkan bahwa dari beberapa penanda kesantunan yang disebutkan oleh Rahardi, tidak seluruhnya digunakan oleh masyarakat Melayu Jambi Dusun Pauh Agung dalam komunikasi sehari-hari, terutama dalam mengujarkan tuturan imperatif. Dari beberapa yang telah disebutkan Rahardi, beberapa digunakan oleh masyarakat Dusun Pauh Agung, di antaranya tolong (tulong), biar (bio), ayo (maohlah), coba (cubo), mangayau (mohon). Bahkan ada penambahan satu kata yang tidak dimiliki oleh penanda kesatunan imperatif bahasa Indonesia yang tidak disebutkan Rahardi, yakni makhasau (pendapatseseorang). Sementara penanda kesantunan yang tidak digunakan masyarakat Dusun Pauh Agung di antaranya silakan, hendaknya, hendaklah, sudi kiranya, sudilah kiranya, mari, harap, dan sudi apalah kiranya.
86
Selanjutnya untuk kesantunan pragmatik tuturan imperatif, berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penulis mendapatkan bahwa kelima bentuk kesantunan pragmatik tuturan deklaratif yang disebutkan Rahardi semuanya digunakan oleh masyarakat Dusun Pauh Agung. Tuturan yang dimaksudkan Rahardi adalah tuturan deklaratif yang menyatakan makna pragmatik imperatif suruhan, tuturan deklaratif yang menyatakan makna pragmatik imperatif ajakan, tuturan deklaratif yang menyatakan makna pragmatik imperatif persilaan, tuturan deklaratif yang menyatakan makna pragmatik imperatif permohonan. Berbeda dengan kesantunan pragmatik tuturan deklaratif, kesantunan pragmatik tuturan interogatif tidak seluruhnya digunakan oleh masyarakat Dusun Pauh Agung dalam mengujarkan imperatif. Dari beberapa yang telah disebutkan Rahardi, yang digunakan oleh masyarakat Dusun Pauh Agung di antaranya tuturan interogatif yang menyatakan makna pragmatik imperatif perintah, tuturan interogatif yang menyatakan makna pragmatik imperatif ajakan, tuturan interogatif yang menyatakan makna pragmatik imperatif persilaan, dan tuturan interogatif yang menyatakan makna pragmatik imperatif permohonan. Adapun yang tidak digunakan oleh masyarakat Dusun Pauh Agung dalam komunikasi adalah tuturan interogatif yang menyatakan makna pragmatik imperatif larangan. Dari penelitian ini juga diketahui bahwa antara laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan dalam hal penggunaan kesantunan.Adanya pernyataan bahwa perempuan biasanya memiliki tingkat kesantunan yang lebih baik jika dibandingkan dengan laki-laki memang benar adanya.Dari penelitian mengenain kesantunan imperatif ini diketahui bahwa perempuan lebih banyak memperhatikan penggunaan
87
bahasanya terutama kesantunan dalam mengujarkan tuturan imperatif jika dibandingkan dengan laki-laki.
88
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikaji terhadap kesantunan imperatif masyarakat Melayu Jambi Dusun Pauh Agung Kabupaten Bungo dalam berbahasa daerah Melayu Jambi, dapat dirumuskan beberapa simpulan sebagai berikut. 1) Kesantunan linguistik tuturan imperatif yang digunakan masyarakat Melayu Jambi Dusun Pauh Agung dalam berbahasa Melayu Jambi meliputi panjangpendek tuturan, urutan tutur, intonasi dan isyarat-isyarat kinesik, dan penggunaan
penanda
kesantunan
di
antaranya
makhasau
(pendapat
seseorang), maoh-lah (ayo), tulong (tolong), mangayau (mohon dengan sangat), bio (biar), cubo (coba). 2) Penanda kesantunan makhasau (pendapat seseorang), maoh-lah (ayo), tulong (tolong), mangayau (mohon dengan sangat), bio (biar), cubo (coba)digunakan untuk mengujarkan tuturan imperatif kepada semua masyarakat yang berhubungan dengan penulis. 3) Kesantunan linguistik tuturan imperatif, yang dominan atau yang paling banyak
digunakan
masyarakat
dusun
Pauh
Agung
dalam
proses
komunikasituturan imperatif adalah penggunaan intonasi tuturan dan isyaratisyarat kinesik.
88
89
4) Kesantunan pragmatik tuturan imperatif dalam tuturan deklaratif yang digunakan masyarakat Dusun Pauh Agung Kabupaten Bungo dalam berbahasa Melayu Jambi di antaranya tuturan deklaratif yang menyatakan makna pragmatik imperatif suruhan, tuturan deklaratif yang menyatakan makna pragmatik imperatif larangan, tuturan deklaratif yang menyatakan makna pragmatik imperatif ajakan, tuturan deklaratif yang menyatakan makna pragmatik imperatif persilaan, tuturan deklaratif yang menyatakan makna pragmatik imperatif permohonan. 5) Kesantunan pragmatik tuturan imperatif dalam tuturan interogatif yang digunakan masyarakat Dusun Pauh Agung Kabupaten Bungo dalam berbahasa Melayu Jambi di antaranya tuturan interogatif yang menyatakan makna pragmatik imperatif suruhan, tuturan interogatif yang menyatakan makna pragmatik imperatif ajakan, tuturan interogatif yang menyatakan makna pragmatik imperatif persilaan, tuturan interogatiftif yang menyatakan makna pragmatik imperatif permohonan. 6) Perempuan cenderung memiliki tingkat kesantunan yang lebih baik jika dibandingkan dengan laki-laki, khususnya dalam mengujarkan ujaran imperatif. 5.2 Saran Selama proses peneltian berlangsung, banyak sekali permasalahan mengenai kebahasaan yang penulis temui, seperti pelanggaran prinsip sopan santun, prinsip kerja sama, sapaan terhadap orang yang lebih tua dan lain sebagainya. Permasalahan
90
tersebut erat sekali kaitannya dengan kesantunan imperatif yang belum mampu penulis jangkau dan kaji secara ilmiah. Sehubungan dengan hal tersebut, penulis menyarankan agar penelitian terhadap kesantunan imperatif terus dilakukan serta dikembangkan. Mengingat, Indonesia diwarnai oleh beragam bahasa dan tata cara kesopanan berdasarkan daerah masing-masing. Alangkah membanggakan jika suatu saat penggunaan bahasa bangsa Indonesia, khususnya bahasa daerah dapat dikembagkan serta diikuti norma kesantunan imperatif.Jika hal ini sudah diterapkan maka budaya santun yang sudah mendarah daging pada diri seseorang berpengaruh terhadap pola berbahasanya termasuk juga dalam kaitannya dengan penggunaan kesantunan.
91
DAFTAR RUJUKAN
Chaer, A. 2009. Psikolinguistik Kajian Teoretik. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Djajasudarma, T.F. 1993. Metode Linguistik Ancangan Metode Penelitian dan Kajian. Bandung: Eresco. Halliday, M.A.K., Hasan, R. 1985. Bahasa, Konteks, dan Teks. Terjemahan Asruddin Barori Tou.1992. Yogyakarta: GADJAH MADA UNIVERSITY PRESS. Keraf, G. 1991. Tatabahasa Rujukan Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Grasindo. Leech, G. 1989. Prinsip-prinsip Pragmatik. TerjemahanM. D. D. Oka. 1993. Jakarta: UI Press. Moleong, L. 2005. Rosdakarya.
Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Mahsun, M.S. 2005. Metode Peneltian Bahasa. Jakarta: Rajawali Pers Nababan, S.U.S. 1992. Psikolinguistik: Suatu Pengantar. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Rahardi, K. 2005. Pragmatik Yogyakarta: Erlangga.
Kesantunan
Imperatif
Bahasa
Indonesia.
Sibarani, R. 1992. Hakikat Bahasa. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Tarigan, H.G. 1986. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa. Thomas, J. 1995. Meaning in Interaction: An Introduction to Pragmatics. London: Longman. Tim Penyusun. 2008. Pedoman Penulisan Skripsi. Jambi: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jambi. Sudaryanto. 1988. Metode LinguistikBagian Pertama Ke Arah Memahami Metode Lingustik.Yogyakarta: GADJAH MADA UNIVERSITY PRESS. Wiryotinoyo, M. 2006. Analisis Pragmatik dalam Penelitian Penggunaan Bahasa. Jurnal Bahasa, Sastra, Seni, dan Pengajarannya. FKIP Universitas Jambi Wiryotinoyo, M. 2010. Implikatur Percakapan Anak Usia Sekolah Dasar. Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang (UM PRESS). http://adheliana92.blogspot.com/2013/10/kalimat-deklaratif-kalimat imperatif.html, diunduh 11 September 2014.
92
http://Ismari dalam Lutfiyatin.//kesantunanberbahasa.wordpress.com/) http://renireretwin.blogspot.com/2013/01/maksim-kesantunan.html, 89 September 2014.
diunduh
http://rista-arie.blogspot.com/2013/07/analisis-kesantunan-imperatifceramah.html, diunduh 11 September 2014 pukul 20.00 WIB. http://zainurrahmans.wordpress.com/2011/02/27/teori-kesantunan-berbahasa/, diunduh 11 September 2014.
11
93
LAMPIRAN FORMAT CATATAN LAPANGAN KESANTUNAN IMPERATIF PERCAKAPAN I.
KONTEKS
Hari/Tanggal
:
Waktu
:
Tempat
:
II.
WACANA KOMUNIKASI
………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… …………………………………………… III.
KESANTUNAN IMPERATIF
………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… ……………………………………………. IV.
KETERANGAN
………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… …………………………………………….
94
LAMPIRAN FORMAT CATATAN LAPANGAN KESANTUNAN IMPERATIF PERCAKAPAN 1 I.
KONTEKS
Hari/Tanggal
: Jum’at/21 November 2014
Waktu
: 16.35 WIB
Tempat
: Ladang sawah MT
II.
WACANA KOMUNIKASI
MT : “Kamanao kuan nah?” “Ke mana kamu?” ZK : “Tar, ngan nak balek. Bawo kamakhi pakhang na tadi!” “Tar, aku mau pulang. Bawa ke sini parangyang tadi!” MT : “Ko ha pakhang kuan.” “Ini parang kamu.” ZK : “Yo lah, ngan dululah balek.” “Aku duluan pulang ya.” MT : “Baek-baek di jalon.” “Hati-hati di jalan.”
III. KESANTUNAN IMPERATIF Tar, ngan nak baleklah. Bawo kamakhi pakhang na tadi! Tar, aku mau pulang. Bawa ke sini parang yang tadi! IV. KETERANGAN Informasi non imperatif yang berada di awal sebuah tuturan imperatif menunjukkan kesantunan. PERCAKAPAN 2 I.
KONTEKS
Hari/Tanggal
: Jum’at/21 November 2014
Waktu
: 20.00 WIB
95
Tempat II.
: Ruang tamu di rumah penulis
WACANA KOMUNIKASI
RF
: “Kalau Nektan tibao tulong bageih tau pik. Ngan nak nelpon” “Jika Kakek datang tolong beri kabar kak. Aku mau nelpon” LN : “Cik, Nektan lah tibao. Bakhanti nelpon lu!” “Cik, Kakek sudah datang. Berhenti nelpon dulu!” RF : “Yao pik.” : “Iya kak.”
III. KESANTUNAN IMPERATIF Cik, Nektan lah tibao. Bakhanti nelpon lu! Cik, Kakek sudah pulang. Berhenti dulu nelpon! IV. KETERANGAN Informasi nonimperatif yang berada di awal sebuah tuturan imperatif menunjukkan kesantunan. PERCAKAPAN 3 I.
KONTEKS
Hari/Tanggal
: Sabtu/22 November 2014
Waktu
: 09.00 WIB
Tempat
: Komplek perkantoran kecamatan
II.
WACANA KOMUNIKASI
ZT
: “Adao bunyai mubil.” “Ada suara mobil.” WR :“iyao mubil pak camat du. Imak undoa ngan mentoa yah!” “Iya, itu mobil bapak Camat. Jaga motor saya sebentar ya!” ZT : (mengangguk) III. KESANTUNAN IMPERATIF
iyao mubil pak camat du. Imak undoa ngan mentoa yah! Iya, itu mobil bapak Camat. Jaga motor saya sebentar ya! IV. KETERANGAN
96
Informasi nonimperatif yang berada di awal sebuah tuturan imperatif menunjukkan kesantunan. PERCAKAPAN 4 I.
KONTEKS
Hari/Tanggal
: Sabtu/22 November 2014
Waktu
: 14.00 WIB
Tempat
: Halam rumah HB
II.
WACANA KOMUNIKASI
HB : “Bang, nak kamanao?” “Bang, mau ke mana? SP : “Ke talang ngadang dakhayan.” “Ke kebun, nunggu (durian jatuh).” HB : “Nantek ngan!” “Tunggu aku!” III. KESANTUNAN IMPERATIF Nantek ngan! (Dituturkan sambil tersenyum dan tangan melambai) Tunggu aku! IV. KETERANGAN Informasi nonimperatif yang berada di awal sebuah tuturan imperatif menunjukkan kesantunan. PERCAKAPAN 5 I.
KONTEKS
Hari/Tanggal
: Sabtu/22 November 2014
Waktu
: 16.48 WIB
Tempat
: Di Jalan menuju lapangan sepak bola
II.
WACANA KOMUNIKASI
MY : “Sakhampuak ngan doak?” “Bersama aku atau tidak? PT : “Bawo bol bae , kuan pakai undoa nah!” “Bawa bola saja, kamukan memakai motor!” MY : “Iyau”
97
“Iya” III.
KESANTUNAN IMPERATIF
Bawo bol bae , kuan pakai undoa nah! Bawa bola saja, kamukan memakai motor! IV.
KETERANGAN Tuturan yang menggunakan intonasi dan isyarat-isyarat kinesik yang mendukung menunjukkan kesantunan.
PERCAKAPAN 6 I.
KONTEKS
Hari/Tanggal
: Minggu/23 November 2014
Waktu
: 10.00 WIB
Tempat
: Di halaman rumah SF
II.
WACANA KOMUNIKASI
SF
: “Hul, makhi mentoa!” “Hul, ke mari sebentar!” RH : “Iyau yah” “Iya yah (ayah)” III.
KESANTUNAN IMPERATIF Hul, makhi mentoa! (dituturkan oleh seorang ayah kepada anaknya dengan wajah tersenyum dan juga dengan tangan melambai)
IV.
KETERANGAN Tuturan yang menggunakan intonasi dan isyarat-isyarat kinesik yang mendukung menunjukkan kesantunan.
PERCAKAPAN 7 I.
KONTEKS
Hari/Tanggal
: Kamis/27 November 2014
Waktu
: 20.00 WIB
Tempat
: Di rumah salah satu warga (acara yasinan)
II.
WACANA KOMUNIKASI
98
TR
: “Imbau Kar!” “Panggil Kar!”
YZ
: (Memanggil Karnadi)
III.
KESANTUNAN IMPERATIF Imbau Kar! (disampaikan dengan suara sedang, nada sopan, dan disertai dengan senyuman)
IV.
KETERANGAN Tuturan yang menggunakan intonasi dan isyarat-isyarat kinesik yang mendukung menunjukkan kesantunan.
PERCAKAPAN 8 I.
KONTEKS
Hari/Tanggal
: Kamis/27 November 2014
Waktu
: 21.30 WIB
Tempat
: Di rumah salah satu warga (acara yasinan)
II.
WACANA KOMUNIKASI
YR
: “Paik, ambaik pinggan tu mentoa” (menunjuk piring).
SR
: (Mengambil piring yang dimaksud)
III.
KESANTUNAN IMPERATIF Paik, ambaik pinggan tu mentoa (menunjuk piring) (diungkapkan dengan nada rendah yang disertai dengan senyuman).
IV.
KETERANGAN Tuturan yang menggunakan intonasi dan isyarat-isyarat kinesik yang mendukung menunjukkan kesantunan.
PERCAKAPAN 9 I.
KONTEKS
Hari/Tanggal
: Senin/24 November 2014
Waktu
: 09.00 WIB
Tempat
: Di rumah penulis
II.
WACANA KOMUNIKASI
99
SN : “Paik,…paik,…” (Berteriak memanggil ER) “Kak,…kak,…” ER : “Iyao, nak kamanao kau du?” “Iya, mau kemana kamu?” SN : “Nak ke talang. Adao amabaong kamu nah, minjoam.” “Mau ke kebun. Adakah ambung kamu(kakak), pinjam.” ER : “Adao, tunggu yah ngan ngambaik dulu. (Pergi ke dapur mencari barang yang dimaksud SN). “Ada,tunggu ya aku ambil dulu! III.
KESANTUNAN IMPERATIF
Nak ke talang. Adao amabaong kamu nah, minjoam. Mau ke kebun. Adakah ambung kamu(kakak), pinjam. IV.
KETERANGAN Tuturan yang menggunakan intonasi dan isyarat-isyarat kinesik yang mendukung menunjukkan kesantunan.
PERCAKAPAN 10 I.
KONTEKS
Hari/Tanggal
: Senin/24 November 2014
Waktu
: 12.45 WIB
Tempat
: Di hutan
II.
WACANA KOMUNIKASI
YZ ID YZ ID YZ
III.
: “Jang, tulong tebong kayu tu!” “Jang (bujang), tolong tebang kayu itu!” : “Nu manao cik?” “Yang mana cik? : “Nu agaok bingkeuk tu ha.” “Itu yang agak bengkok.” : “O, yao cik.” “O, iya cik : “Baek-baek jang.” “Hati-hati Jang.” KESANTUNAN IMPERATIF Jang, tulong tebong kayu tu! (disampaikan dengan nada suara rendah disertai dengan senyuman)
100
IV.
KETERANGAN Digunakannya penanda kesantunan tolong pada tuturan imperatif menunjukkan kesantunan.
PERCAKAPAN 11 I.
KONTEKS
Hari/Tanggal
: Selasa/25 November 2014
Waktu
: 08.18 WIB
Tempat
: Di halaman rumah penulis
II.
WACANA KOMUNIKASI
IH
: “Ngan nak ke Bungo.” “Aku mau ke Bungo.” : “Cagit, kalau lah sampai tulong bagaih gaok kaboa!” “Nanti, kalau sudah sampai tolong beri juga kabar!” : “Sua duh?” “Kenapa memang?” : “Adao yang nak ngan titip?” “Ada yang ingin dititipkan?” : “Cagit ngan telpon.” “Nanti saya telepon.”
UL
IH UL IH
III.
KESANTUNAN IMPERATIF Cagit, kalau lah sampai tolong bageh kaboa! Nanti, kalau sudah sampai tolong beri juga kabar!
IV.
KETERANGAN Digunakannya penanda kesantunan tolong pada tuturan imperatif menunjukkan kesantunan.
PERCAKAPAN 12 I.
KONTEKS
Hari/Tanggal
: Selasa/25 November 2014
Waktu
: 20.13 WIB
Tempat
: Di rumah penulis
101
II.
WACANA KOMUNIKASI
RF
: “Paik, tulong gusok bajau ngan mentoa!” “Kak, tolong setrika baju aku sebentar!” : “Banyoak doak?” “Banyak tidak?” : “Dikit cuman paik.” “Hanya sedikit kak.” : “Yaowlah, letak sanaok!” “Okelah, letakan saja di sana!”
LN RF LN
III.
KESANTUNAN IMPERATIF Paik, tulong gosok baju ngan mentoa! Kak, tolong setrika baju aku sebentar!
IV.
KETERANGAN Digunakannya penanda kesantunan tolong pada tuturan imperatif menunjukkan kesantunan.
PERCAKAPAN 13 I.
KONTEKS
Hari/Tanggal
: Rabu/26 November 2014
Waktu
: 13.10 WIB
Tempat
: Kantor balai desa
II.
WACANA KOMUNIKASI
DN
KH HS KH
III.
: “Cubo tenang kit bikieou gah, imak ketualah gusuoa!” “Coba kalian tenang sedikit saja. Lihat ketua sudah marah!” : “Tie bajueng, ngan mangayau nian!” “Jangan bercanda, aku mohon sekali!” : “iyaow pak. Tu kamanao kamau nah?” “Iya pak. Kamu mau ke mana?” : “Kayek mentoa nyuci muko” “Ke sungai sebentar mencuci muka.” KESANTUNAN IMPERATIF
Tie bajueng, ngan mangayau nian!
102
Jangan bercanda, aku mohon sekali! IV.
KETERANGAN Digunakannya penanda kesantunan mangayau pada tuturan imperatif menunjukkan kesantunan.
PERCAKAPAN 14 I.
KONTEKS
Hari/Tanggal
: Rabu/26 November 2014
Waktu
: 19.05 WIB
Tempat
: Di jalan depan rumah warga
II.
WACANA KOMUNIKASI
SD : “Mbuh nganti ngan doak?” “Mau tidak menemani aku?” IY : “ngaok” “Tidak” RF : “Bio ngan bae ngati kuan!” “Biar aku saja yang menemani kamu!” III.
KESANTUNAN IMPERATIF
Bio ngan bae ngati kuan! Biar aku saja yang menemani kamu! IV.
KETERANGAN Digunakan penanda kesantunan bio (biar) pada tuturan imperatif menunjukkan kesantunan.
PERCAKAPAN 15 I.
KONTEKS
Hari/Tanggal
: Kamis/27 November 2014
Waktu
: 14.00 WIB
Tempat
: Di pelataran pos ronda
II.
WACANA KOMUNIKASI
IH : “Maohlah awak macao yasin git hae!” “Ayolah kita baca yasin nanti!”
103
SP : “Jadi gaok lah” “Boleh juga tuh” SB : “Yao kuan, lah lamao doak macao yasin.” “Betul tuh, sudah lama tidak baca yasin.” III.
KESANTUNAN IMPERATIF
Maohlah awak macao yasin git hae! Ayolah kita baca yasin nanti! IV.
KETERANGAN Digunakan penanda kesantunan maohlah (ayolah) pada tuturan imperatif menunjukkan kesantunan.
PERCAKAPAN 16 I.
KONTEKS
Hari/Tanggal
: Jum’at/28 November 2014
Waktu
: 07.31 WIB
Tempat
: Di halaman rumah penulis
II.
WACANA KOMUNIKASI
LA : “Kamanao kamu bang? “Kemana kamu bang? RF : “Maoh, kanti abong mli gas!” “Ayo, temenin abang beli gas!” KR : “Dak payah gie, ngan bae nganti abang.” “Tak perlu lagi, aku saja yang nemenin abang.” LA : “Ngan nak nukhut gaok.” “Aku mau ikut juga.” RF : “Tielah, khantiang mat git du.” “jangan, rumit sekali nanti.” III.
KESANTUNAN IMPERATIF
Maoh, kanti abong mli gas! Ayo, temenin abang beli gas! IV.
KETERANGAN Digunakannya penanda kesantunan maohlah (Ayolah) pada tuturan imperatif menunjukkan kesantunan.
104
PERCAKAPAN 17 I.
KONTEKS
II.
Hari/Tanggal
: Jum’at/28 November 2014
Waktu
: 21.30 WIB
Tempat
: Di ruangan mesin generator rumah penulis
WACANA KOMUNIKASI
QM RF QM RF
III.
: “Manaon mesin?” “Bagaimana mesin?” : “Payah nyan bong.” “Susah sekali bang.” : “Bisoh du, cubo ingkol agi!” “Bisa itu, coba diengkol lagi!” : “Ngan cubo agi.” “Aku coba lagi.”
KESANTUNAN IMPERATIF
Bisoh du, cubo ingkol agi! Bisa itu, coba diengkol lagi! IV.
KETERANGAN Digunakannya penanda kesantunan cubo (coba) pada tuturan imperatif menunjukkan kesantunan.
PERCAKAPAN 18 I.
KONTEKS
II.
Hari/Tanggal
: Sabtu/29 November 2014
Waktu
: 19.45 WIB
Tempat
: Di halaman rumah WR
WACANA KOMUNIKASI
WR RF
: “Jang, cubo kuan imbau agi niniek Saumul!” “Bujang, coba kamu panggil lagi kakek Saumul!” : “Dakdo bong, lah tigo kali ngan manggiel.” “Tidak ada bang, sudah tiga kali aku panggil.”
105
WR
III.
: “Tunggu baelah nyo lu!” “Tunggu saja dia dulu!” KESANTUNAN IMPERATIF
Jang, cubo kuan imbau agi niniek Saumul! Bujang, coba kamu panggil lagi kakek Saumul! IV.
KETERANGAN Digunakannya penanda kesantunan cubo (coba) pada tuturan imperatif menunjukkan kesantunan.
PERCAKAPAN 19 I.
KONTEKS
II.
Hari/Tanggal
: Rabu/26 November 2014
Waktu
: 15.45 WIB
Tempat
: Di lapangan sepakbola
WACANA KOMUNIKASI
DD HR DD
III.
: “Manaon ajum tiang tu bong? “Bagaimana dengan tiang yang itu bang? : “Makhasao ngan, tiang tu ilaok pindaoh ka siko!” “Menurut aku, tiang itu lebih bagus pindah ke sini!” : (Langsung mengankat serta memindahkan tiang yang dimaksud) KESANTUNAN IMPERATIF
Makhasao ngan, tiang tu ilaok pindaoh ka siko! Menurut aku, tiang itu lebih bagus pindah ke sini! IV.
KETERANGAN Digunakannya penanda kesantunan makhasao (menurut pendapat saya) pada tuturan imperatif menunjukkan kesantunan.
PERCAKAPAN 20 I.
KONTEKS Hari/Tanggal
: Rabu/26 November 2014
Waktu
: 23.00 WIB
106
Tempat II.
WACANA KOMUNIKASI
MT RB MT
III.
: Di pos ronda Dusun Pauh Agung
: “Lah ngantaok kuan bi?” “Sudah ngantuk kamu bi?” : “Iyaow, Ngan yaow doak tau kalau tidua doak pakai slimut.” “Iya, aku tidak bias tidur jika tak memakai selimut.” : “Nantek yah, ngan balek ngambiek lu.” “Tunggu ya, aku pulang dulu ambil (selimut).”
KESANTUNAN IMPERATIF
Iyaow, Ngan yaow doak tau kalau tidua doak pakai slimut. Iya, aku tidak bias tidur jika tak memakai selimut. IV.
KETERANGAN Tuturan imperatif yang dituturkan dengan cara tidak langsung (deklaratif) menunjukkan kesantunan.
PERCAKAPAN 21 I.
II.
KONTEKS Hari/Tanggal
: Selasa/25 November 2014
Waktu
: 15.05 WIB
Tempat
: Di kebun durian milik YZ
WACANA KOMUNIKASI
YZ FJ YZ
III.
: “Telaok doak?” “Kuat tidak? : “Bekhot nyan ambung ngan Cik.” “Berat sekali ambung aku Cik.” : “Yao, cik bantu kuan mawo sengah.” “Iya, Cik bantu kamu membawanya setengah.”
KESANTUNAN IMPERATIF
Bekhot nyan ambung ngan Cik. Berat sekali ambung aku Cik. IV.
KETERANGAN Tuturan imperatif yang dituturkan dengan cara tidak langsung (deklaratif) menunjukkan kesantunan.
107
PERCAKAPAN 22 I.
II.
KONTEKS Hari/Tanggal
: Minggu/30 November 2014
Waktu
: 13.05 WIB
Tempat
: Di halaman rumah warga
WACANA KOMUNIKASI
RD RF RD
III.
: “Ful, tuo Juhan lah balek.” “Ful, tuo Juhan sudah pulang.” : “Manao?” : “Mana?” : “Tu ha!” “Itu!”
KESANTUNAN IMPERATIF
Ful, tuo Juhan lah balek. Ful, tuo Juhan sudah pulang. IV.
KETERANGAN Tuturan imperatif yang dituturkan dengan cara tidak langsung (deklaratif) menunjukkan kesantunan.
PERCAKAPAN 23 I.
II.
KONTEKS Hari/Tanggal
: Minggu/30 November 2014
Waktu
: 13.05 WIB
Tempat
: Di halaman rumah warga
WACANA KOMUNIKASI
BB RK YD MM
: “Manao megein Mamar tadai du? “Ke mana perginya Mamar tadi? : “Nyo di luo, imbau du!” “Dia di luar, panggilkan!” : “Main bol lah mulai.” “Main bola sudah mulai.” : “Oke.”
108
“Oke.” III.
KESANTUNAN IMPERATIF
Main bol lah mulai. Main bola sudah mulai. IV.
KETERANGAN Tuturan imperatif yang dituturkan dengan cara tidak langsung (deklaratif) menunjukkan kesantunan.
PERCAKAPAN 24 I.
II.
KONTEKS Hari/Tanggal
: Senin/1 Desember 2014
Waktu
: 16.11 WIB
Tempat
: Di rumah panggung warga
WACANA KOMUNIKASI
ZN RF
III.
: “Bang, Paujang lah tibao.” “Bang, Paujang sudah datang.” :“Iyaow lah.” (Siap-siap menjemput orang yang dimaksudkan ZN) “Oke lah.”
KESANTUNAN IMPERATIF
Bang, Paujang lah tibao. Bang, Paujang sudah datang. IV.
KETERANGAN Tuturan imperatif yang dituturkan dengan cara tidak langsung (deklaratif) menunjukkan kesantunan.
PERCAKAPAN 25 I.
KONTEKS Hari/Tanggal
: Selasa/2 Desember 2014
Waktu
: 20.45 WIB
Tempat
: Rumah IH
109
II.
WACANA KOMUNIKASI
IH RF SP RF
III.
: “Organ lah babunyi.” “Organ sudah berbunyi.” : “Dululah biko!” “Duluan saja kalian!” : “Agaok lamoa yah.” “Jangan terlalu lama ya.” : “Amanlah nah.” “Amanlah itu.”
KESANTUNAN IMPERATIF
Organ lah babunyi. Organ sudah berbunyi. IV.
KETERANGAN Tuturan imperatif yang dituturkan dengan cara tidak langsung (deklaratif) menunjukkan kesantunan.
PERCAKAPAN 26 I.
II.
KONTEKS Hari/Tanggal
: Selasa/2 Desember 2014
Waktu
: 22.40 WIB
Tempat
: di acara organan pemuda
WACANA KOMUNIKASI
SP UL
III.
: “Rumbong awak dipanggil nyanyi ke pentas.” “Rombongan kita dipanggil ke panggung untuk nyayi.” : “Bikolah, ngan yaow doak bakhanai!” “Kalian sajalah, aku tidak berani!”
KESANTUNAN IMPERATIF
Rumbong awak dipanggil nyanyi ke pentas. Rombongan kita dipanggil ke panggung untuk nyanyi. IV.
KETERANGAN Tuturan imperatif yang dituturkan dengan cara tidak langsung (deklaratif) menunjukkan kesantunan dalam menyampaikan perintah ajakan.
110
PERCAKAPAN 27 I.
II.
KONTEKS Hari/Tanggal
: Rabu/3 Desember 2014
Waktu
: 10.00 WIB
Tempat
: di beranda rumah IH
WACANA KOMUNIKASI
IH ZT
III.
: “Ayek lah neng kuan.” “Air sudah jerih tuh.” : “Abih zuhor bae awak nimboak.” “Habis zhuhur saja kita nembak.”
KESANTUNAN IMPERATIF
Ayek lah neng kuan. Air sudah jerih tuh. IV.
KETERANGAN Tuturan imperatif yang dituturkan dengan cara tidak langsung (deklaratif) menunjukkan kesantunan dalam menyampaikan perintah ajakan.
PERCAKAPAN 28 I.
II.
KONTEKS Hari/Tanggal
: Kamis/4 Desember 2014
Waktu
: 09.15 WIB
Tempat
: di rumah penulis
WACANA KOMUNIKASI
LN RF
III.
: “Nasi lah masak cik.” “Nasi sudah matang cik.” : “Iyaow paek.” “Iya kak.”
KESANTUNAN IMPERATIF
Nasi lah masak cik. Nasi sudah matang cik.
111
IV.
KETERANGAN Tuturan imperatif yang dituturkan dengan cara tidak langsung (deklaratif) menunjukkan kesantunan dalam menyampaikan perintah ajakan.
PERCAKAPAN 29 I.
II.
KONTEKS Hari/Tanggal
: Kamis/4 Desember 2014
Waktu
: 18.35 WIB
Tempat
: di Masjid Al-Istoqomah Dusun Pauh Agung
WACANA KOMUNIKASI
AZ MT
III.
: “Kuan bae lah maco du’oa Mut!” “Kamu sajalah baca do’a Mut!” : “Gilie bae awak tuo.” “Gantian saja nanti kita tuo.”
KESANTUNAN IMPERATIF
Kuan bae lah maco du’oa Mut! Kamu sajalah baca do’a Mut! IV.
KETERANGAN Tuturan imperatif yang dituturkan dengan cara tidak langsung (deklaratif) menunjukkan kesantunan dalam menyampaikan perintah persilaan.
PERCAKAPAN 30 I.
II.
KONTEKS Hari/Tanggal
: Kamis/4 Desember 2014
Waktu
: 18.35 WIB
Tempat
: di Masjid Al-Istoqomah Dusun Pauh Agung
WACANA KOMUNIKASI
QM TN
: “ Lah lamo nyan ngan ikhie dengan laptop, Mak.” “Sudah lama sekali aku menginginkan laptop, Bu.” : “ Nantek gaji lu.” “Tunggu gajian ya.”
112
III.
KESANTUNAN IMPERATIF
Lah lamo nyan ngan ikhie dengan laptop, Mak. Sudah lama sekali aku menginginkan laptop, Bu. IV.
KETERANGAN Tuturan imperatif yang dituturkan dengan cara tidak langsung (deklaratif) menunjukkan kesantunan dalam menyampaikan perintah persilaan.
PERCAKAPAN 31 I.
KONTEKS
II.
Hari/Tanggal
: Jum’at/5 Desember 2014
Waktu
: 10.00 WIB
Tempat
: di rumah KR
WACANA KOMUNIKASI
KR SN KR SN
III.
: “Doak adao gai laok poh mak?” “Tidak ada lagi lauk-pauk mak?” : “Mentoa gie mak buot.” “Sebentar lagi ibu bikinkan.” : “Agaok lamoa mak, lapa.” “Jangan terlalu lama bu, lapar.” : “Mentoa gie.” “Sebentar lagi.”
KESANTUNAN IMPERATIF
Doak adao gai laok poh mak? Tidak ada lagi lauk-pauk mak? IV.
KETERANGAN Tuturan imperatif yang dituturkan dengan cara tidak langsung (interogatif) menunjukkan kesantunan dalam menyampaikan perintah.
PERCAKAPAN 32 I.
KONTEKS Hari/Tanggal
: Jum’at/5 Desember 2014
Waktu
: 12.15 WIB
Tempat
: di Masjid Al-Istoqomah Dusun Pauh Agung
113
II.
WACANA KOMUNIKASI
AZ SH
III.
: “Agi bisyohlah kuan boang dak?” “Masih bisa lah kamu adzan kan?” : “Insya Allah” (Mengambil microphone) “Insya Allah”
KESANTUNAN IMPERATIF
Agi bisyohlah kuan boang dak? Masih bisa lah kamu adzan kan? IV.
KETERANGAN Tuturan imperatif yang dituturkan dengan cara tidak langsung (interogatif) menunjukkan kesantunan dalam menyampaikan perintah.
PERCAKAPAN 33 I.
II.
KONTEKS Hari/Tanggal
: Sabtu/6 Desember 2014
Waktu
: 09.00 WIB
Tempat
: Di rumah IH
WACANA KOMUNIKASI
IH WU IH WU III.
: “Agi adao minyak undoa kuan nah?” “Masih ada bensin motor kamu?” : “Yao, pakai undoa ngan bae.” “Iya, pakai motor aku saja.” : “Ilok ambaik kinik bae dak.” : “Ngan ngambaik kinik.”
KESANTUNAN IMPERATIF
Agi adao minyak undoa kuan nah? Masih ada bensin motor kamu? IV.
KETERANGAN Tuturan imperatif yang dituturkan dengan cara tidak langsung (interogatif) menunjukkan kesantunan dalam menyampaikan perintah.
114
PERCAKAPAN 34 I.
II.
KONTEKS Hari/Tanggal
: Minggu/7 Desember 2014
Waktu
: 02.00 WIB
Tempat
: Di tempat acara organ kampung tetangga
WACANA KOMUNIKASI
AG WU
III.
: “Adao alat kuncaii di bawah jaok undoa kuan?” “Ada peralatan kunci di bawah jok motor kamu?” : “Adao, tunggu ngan ambaik mentoa!” “Ada, tunggu akau ambilkan sebentar!”
KESANTUNAN IMPERATIF
Adao alat kuncaii di bawah jaok undoa kuan? Ada peralatan kunci di bawah jok motor kamu? IV.
KETERANGAN Tuturan imperatif yang dituturkan dengan cara tidak langsung (interogatif) menunjukkan kesantunan dalam menyampaikan perintah.
PERCAKAPAN 35 I.
II.
KONTEKS Hari/Tanggal
: Senin /8 Desember 2014
Waktu
: 16.00 WIB
Tempat
: Di jembatan Dusun Pauh Agung
WACANA KOMUNIKASI
SB JP SB JP
: “Pegi ke talang awak gah?” “Pergi ke kebunkah kita?” : “Payoh, tapi ngan lom makan.” “Ayo, tapi aku belum makan.” : “Gampoanglah nah.” “Gampanglah itu.” : “Oke lah.”
115
III.
KESANTUNAN IMPERATIF
Pegi ke talang awak gah? Pergi ke kebunkah kita? IV.
KETERANGAN Tuturan imperatif yang dituturkan dengan cara tidak langsung (interogatif) menunjukkan kesantunan dalam menyampaikan perintah ajakan.
PERCAKAPAN 36 I.
II.
KONTEKS Hari/Tanggal
: Selasa /9 Desember 2014
Waktu
: 03.45 WIB
Tempat
: Di pos ronda Dusun Pauh Agung
WACANA KOMUNIKASI
BB MZ III.
: “Lah siap lom?” “Sudah siap belum?” : “Ngan agi ngantaok gah.” “Aku masih ngantuk.”
KESANTUNAN IMPERATIF
Lah siap lom? Sudah siap belum? IV.
KETERANGAN Tuturan imperatif yang dituturkan dengan cara tidak langsung (interogatif) menunjukkan kesantunan dalam menyampaikan perintah ajakan.
PERCAKAPAN 37 I.
II.
KONTEKS Hari/Tanggal
: Selasa /9 Desember 2014
Waktu
: 15.00 WIB
Tempat
: Di kebun sawit KH
WACANA KOMUNIKASI
FJ
: “Kuan pelak doak?”
116
KH
III.
“Kamu berkeringat tidak?” : “Yao, baju lah basoh wot pelauh. Maoh awak kayak!” “Iya, baju sudah basah oleh keringat. Ayo kita ke sungai!
KESANTUNAN IMPERATIF
Kuan pelak doak? Kamu berkeringat tidak? IV.
KETERANGAN Tuturan imperatif yang dituturkan dengan cara tidak langsung (interogatif) menunjukkan kesantunan dalam menyampaikan perintah ajakan.
PERCAKAPAN 38 I.
II.
KONTEKS Hari/Tanggal
: Selasa /9 Desember 2014
Waktu
: 20.30 WIB
Tempat
: Di rumah YZ
WACANA KOMUNIKASI
YZ RF YZ RF III.
: “Kamanao kuan isyeok. Adao gawe doak?” “Ke mana kamu besok. Ada pekerjaan tidak?” : “Di khamuah lah cik, sua du?” “Di rumah saja cik, memangnya kenapa?” : “Jang, mbaoh ngantaii Cik ke Bungo isyeok?” “Jang, mau nemenin cik ke bungo besok?” : “Mbaoh Cik.”
KESANTUNAN IMPERATIF
Jang, mbaoh ngantaii Cik ke Bungo isyeok? Jang, mau nemenin cik ke bungo besok? IV.
KETERANGAN Tuturan imperatif yang dituturkan dengan cara tidak langsung (interogatif) menunjukkan kesantunan dalam menyampaikan perintah ajakan.
117
PERCAKAPAN 39 I.
II.
KONTEKS Hari/Tanggal
: Minggu /13 Desember 2014
Waktu
: 13.35 WIB
Tempat
: Di tepian sungai
WACANA KOMUNIKASI
SM ZK SM ZK
III.
: “Sua kuan lom balek?” “Kenapa kamu belum pulang?” : “Cagit bae, khakok lom abih.” “Nanti saja, rokok belum habis.” : “Oke lah. Agai adao khakok kuan? “Baiklah. Masih ada rokok kamu? : “Koh.” (Memberikan rokok yang dimaksud) “Ini.”
KESANTUNAN IMPERATIF
Sua kuan lom balek? Kenapa kamu belum pulang? IV.
KETERANGAN Tuturan imperatif yang dituturkan dengan cara tidak langsung (interogatif) menunjukkan kesantunan dalam menyampaikan perintah persilaan.
PERCAKAPAN 40 V.
VI.
KONTEKS Hari/Tanggal
: Selasa /15 Desember 2014
Waktu
: 10.00 WIB
Tempat
: Di area pemakaman
WACANA KOMUNIKASI
QM AW
: “Malam git bisyoh ka khumah ngan ngah?” “Malam nanti bisa kamu ke rumah ngan ngah?” : “Yao, kalao dok halangan.” “Iya, kalau tidak ada halangan.”
118
QM AW VII.
: “Sudoh Isya bae ngah.” “Habis isya saja ngah.” : (Mengangguk)
KESANTUNAN IMPERATIF
Malam git bisyoh ka khumah ngan ngah? Malam nanti bisa kamu ke rumah ngan ngah? VIII.
KETERANGAN Tuturan imperatif yang dituturkan dengan cara tidak langsung (interogatif) menunjukkan kesantunan dalam menyampaikan perintah permohonan.