BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini akan membahas bagaimana krisis moneter di Eropa pada tahun 2009 atau yang lebih dikenal dengan great recession mempengaruhi jumlah wisatawan internasional baik di level global, regional Eropa, dan di Italia khususnya. Bab ini juga membahas beberapa konsep yang diterapkan Italia sehingga Italia berhasil menghadapi great recession dengan menjaga kenaikan jumlah wisatawan internasional pada tahun 2009. A. Latar Belakang Beberapa dekade belakangan industri pariwisata mulai dilihat sebagai industri strategis. Industri ini mampu berdampak besar tidak hanya dalam sektor ekonomi namun juga hubungan people to people antar negara, budaya, dll. Lebih dari 5% dari gross domestic product (GDP) dunia berasal dari sektor pariwisata dengan 30% layanan eksport global yang menghasilkan lebih dari satu triliun US Dollar.1 Besarnya keuntungan yang diperoleh membuat banyak negara berlomba-lomba baik itu negara maju maupun negara berkembang dalam mempromosikan wisata disamping terus memperbaiki infrastruktur penunjang. Terus meningkatnya jumlah wisatawan baik wisatawan domestik terutama wisatawan internasional tentu menjadi daya tarik utama dalam industri ini. Dalam kurun 20 tahun belakang trend positif dalam pertambahan jumlah wisatawan internasional hanya mengalami kendala pada tahun 2003 dan 2009. Secara global pada tahun 2003 jumlah wisatawan internasional turun sebesar dua juta wisatawan, sementara pada tahun 2009 jumlah wisatawaan internasional berkurang 35 juta wisatawan dibanindingkan dengan jumlah wisatawan internaisonal pada tahun 2008. Hal ini dikarenakan pada tahun 2009 Eropa terkena krisis moneter atau great recession. Bahkan beberapa negara Eropa bahkan masih menunjukkan instabilitas performa hingga tahun 2012.2 Krisis tahun 2009 memberikan dampak negatif terhadap faktor ekonomi tidak terkecuali sektor pariwisata. Dampak great recession mengakibatkan penurunan GDP Italia sebesar 8%, 1
United Nation World Toursim Organization, UNWTO Annual Report 2010, UNWTO, 2010 ,p.11. Program Manager, Tourism Trend and Marketing Strategies, 2012 International Tourism Result and Prospect for 2013, UNWTO News Conference HQ, Madrid, Spanyol, 2013, p.1 2
1
angka produksi industry turun 20% pada tahun 2009. Pada pertengahan tahun 2009 setidaknya terjadi penurunan jumlah pegawai 380.000 (-1,6% dari tahun sebelumnya) sedangkan jumlah pengangguran meningkat 7,8% (+1% dari tahun sebelumnnya).3 Berdasarkan dari survey yang dilakukan oleh Bank Italia (Banca d’Italia) bahwa krisis ini sangat membebani usaha kecil menengah terutama usaha kecil. Hal serupa juga terjadi dalam industri pariwisata internasional. Pada tahun 2009 penurunan jumlah wisatawan internasional hingga 3,8% atau lebih dari 35 juta wisatawan. Sedangkan pendapatan dari sektor pariwisata diperkirakan turun sebesar 9,4% (UNWTO, 2011). Penurunan wisatawan internasional sebesar 6% terjadi di daerah Eropa bagian tengah, Eropa bagian timur, dan Eropa bagian utara. Hal yang serupa juga dialami oleh beberapa negara Asia Pasifik yang mengalami penurunan jumlah wisatawan internsional sebesar 2%, kawasan Amerika mengelami penurunan sebesar 5%, kawasan Timur Tengah mengalami penurunan 6% namun Afrika mampu menunjukkan performa yang baik dengan naik 5% ditengah penurunan jumlah wisatawan global.4 Table 1.1: Jumlah Wisatawan Internasional pada Tahun 2008-2009
Italia
2008
2009
42.734.000
43.239.000
Perancis
79.218.000
76.764.000
Spanyol
57.192.000
52.178.000
Inggris
30.142.000
28.199.000
Jerman
24.884.000
24.220.000
Source:
Sektor pariwisata memberikan pendapatan yang cukup penting terhadap negara-negara di Eropa baik itu dari ekonomi maupun politik. Pariwisata memberikan darata-rata pemasukan 4% terhadap GDP negara Eropa sekaligus meningkatkan bargaining position diantara negara
3
Colletro.Diego, ‘Effect of economic crises on Italian economy’, Eurofound (online), 31 Mei 2010, diakses pada 15 Maret 2015, 18.00 WIB. 4 Ibid.
2
lainnya.5 Industri pariwisata a secara langsung menyumbang lebih dari 5% dan secara tidak langsung yang artinya seluruh indsutri yang tidak terkait secara langusung seperti pendidikan, pelatihan, menyumbang 10% dari total GDP Italia. Dengan lebih dari 11% karyawan yang bekerja di industry pariwisata (Istat, 2014).6 Hal ini menunjukkan bagaimana strategisnya peran industri pariwisata di level nasional. Oleh karena itu dibutuhkan upaya yang lebih untuk menjaga stabilitas industri ini mengingat besarnya peran industry pariwasata bahkan dalam kondisi krisis sekalipun. Tabel di atas menggambarkan bagaimana great recession dalam mempengaruhi jumlah wisatawan internasional di Eropa khususnya Italia, Perancia, Spanyol, Inggris, dan Jerman. Secara umum kawasan Eropa mengalami penurunan wisatawan internasional sebesar 6% hal ini tergambar jelas pada penurunan angka wisatawan internasional yang berkunjung ke Perancis, Spanyol, Inggris, dan Jerman. Bahkan Jerman masih mengalami instabilitas angka pertumbuhan jumlah wisatawan internasional ingga tahun 2012 dengan adanya trend menurun pada tahun 2012 setelah naik pada tahun 2010 dan 2011. Hal yang menarik adalah Italia merupakan satu-satunya negara di Eropa yang mampu tetap stabil dalam menjaga pertumbuhan jumlah wisatawan internasional pada masa great recession pada tahun 2009 hingga masa recovery pasca krisis pada tahun 2012. Walaupun pada masa great recession perekonomian Italia secara keseluruhan mengalami penurunan. Sepanjang tahun 2009 terjadi peningkatan jumlah wisatawan sebanyak 505.000 wisatawan internaisonal dibanding tahun 2008. Dan pada tahun 2009-2012 kunjugan wisatawn internasional masih menunjukkan peningkatan yang stabil. Menurut data dari United Nation World Tourism Organization (UNWTO) tahun 2013, 10 negara dengan jumlah kunjungan wisatawan internasional terbanyak adalah Perancis, Amerika Serikat, Spanyol, Cina, Italia, Turki, Jerman, United Kingdom, Rusia, dan Thailand.7 7 dari 10 negara destinasi wisata favorit adalah negara Eropa, dengan 5 negara merupakan anggota Euro Zone dan European Council. Secara umum setelah Great Recession tahun 2009 negara di dunia masih sulit untuk kembali stabil dalam industri pariwisata domestik. Italia yang menurut peringkat dari beberapa organisasi internasional seperti UNTWO, World Economic Forum masih 5
Chellini.Roberto&Cuccia.Tiziana, the Tourism Industry in Italy During the Great Recession (2008-2012) what data show and suggest, University of Catania Press, Catania, 2014, p.5 6 Chellini.Roberto&Cuccia.Tiziana, the Tourism Industry in Italy During the Great Recession (2008-2012) what data show and suggest, University of Catania Press, Catania, 2014, p.3. 7 United Nation World Toursim Organization, UNWTO Annual Report 2012, UNWTO, 2012 ,p.15
3
dibawah Perancis dan Spanyol, namun Italia mampu menunjukkan performa yang lebih baik menghadapi great recession. Tabel diatas juga menyampaikan bagaimana negara seperti Perancis dan Jerman lebih cepat dalam merepon krisis atau resilence, dengan kembali menunjukkan performa yang positif dibandingkan dengan negara Eropa lainnya. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas maka dapat ditarik rumusan masalah yang diajukan yaitu “Bagaimana strategi Pemerintah Italia dalam meningkatkan jumlah wisatawan internasional pada masa great recession di Eropa pada tahun 2009”? Pada tahun 2009 pariwisata internasional sedang menunjukkan performa negatif dengan menurunnya jumlah wisatawan internasional khususnya di Eropa. Terlebih kawasan Eropa merupakan pusat dari great recession dan Italia termasuk negara yang terkena dampak krisis tersebut. Italia merupakan satu-satunya negara yang pariwisata nasionalnya mampu menjaga angka kenaikan jumlah wisatawan internasional pada tahun 2009. C. Landasan Konseptual Untuk menjawab rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, penulis akan menggunakan landasan konseptual sebagai berikut: 1. Public Sector Management (PSM) Menurut James Elliot dalam bukunya Tourism Politic and Public Sector Management menjelaskan bahwa bagaimana peran pemerintah dalam mensinergikan kerjasama serta koordinasi untuk meningkatkan angka produksi industri pariwisata (Elliot, 2002).8 Elliot juga melihat bagaimana peran penting pemerintah terhadap perkembangan industri pariwisata. Pemerintah sebagai aktor utama untuk melakukan promosi wisata domestik di pasar global yang salah satunya dapat ditempuh dengan kerjsama internasional dalam pariwisata. Pemerintah juga ditunutut untuk memberikan pelayanan kepada wisatawan domestik dan internasional serta membangun infrastruktur penunjuang industri pariwisata seperti akses jalan yang baik, penerangan, tempat penginapan, dll. Wisatawan internasional memiliki sedikit perbedaan 8
James Elliott, Tourism politic and public sector management, Taylor & Francis, 2002, p.5
4
pendekatan sehingga membutuhkan beberapa fasilitas khusus seperti petunjuk, himbauan, dan instruksi dalam bahasa Inggris, money changer, automatic teller machine (ATM), dll. Pemerintah juga bisa bernegosiasi dan membuat perjanjian dengan pemerintahan negara lain seperti prosedur keimigrasian atau kerjasama dalam mengembangkan sektor pariwisata tertentu. Keberhasilan pemerintah dalam mengatur sektor public dan private bergantung pada banyak hal seperti budaya politik, kekuatan ekonomi dan politik. Negara maju dengan pendanaan yang lebih baik tentu mampu membuat akomodasi dan hospitality yang lebih baik dari pada di negara berkembang. Persepsi masyarakat dan negara terhadap industri pariwisata turut mempengaruhi kemajuan pariwisata di suatu daerah karena persepsi tersebut akan mendorong mereka untuk ikut dalam industri pariwisata baik secara langsung maupun tidak langsung. Konsep Private Sector Management (PSM) merupakan mekanisme pemerintah dalam menjalankan fungsinya mengatur koordinasi dan kerjasama dalam industri pariwisata. Instrumen utama dalam PSM termasuk semua manajer dalam semua level pemerintahan mencakup Kementerian Pariwisata, Organisasi Pariwisata Nasional
hingga unit pariwisata kecil yang
dikelola oleh pemerintah lokal, dan organisasi public yang memilki dampak pada pariwisata.9 Namun praktik nyata dilapangan, hubungan diantara sektor publik dan sektor swasta tidak selalu sinergis dan jelas, melatarbelakangi lahirnya kebijakan yang tidak efesien dan tidak tepat sasaran, pembengkakan dana, dll. Sehingga pemerintah berperan untuk menyinergikan sektor public dan swasta untuk mencapai efesiensi dalam industri pariwisata. James Elliot juga menekankan bahwa proses pengaturan dianalisa mulai dari formulasi kebijakan oleh pemimpi politik dan dampaknya kepada komunitas lokal. Pemerintah merupakan pemegang power yang tidak hanya melibatkan industri tapi juga edukasi dan pengalaman kebudayaan kepada wisatawan dan juga komunitas setempat. Peran pemerintah semakin penting dengan mengeluarkan himbauan kebijakan, menciptakan lingkungan yang kondusif, membangun infrastruktur penunjang, dan menejemen yang dibutuhkan dalam lingkup ekonomi dan non ekonomi.
9
James Elliott, Tourism politic and public sector management, Taylor & Francis, 2002, p.8
5
Departement for the Development and Competitiveness of Tourism (DDCT) selaku Kementrian Pariwisata Italia dibawah Presidency of the Council of Minister memiliki tanggung jawab penuh untuk meningkatkan pariwisata Italia, terutama pada masa great recession. Dalam menghadapi kondisi krisis semacam ini pemerintah dituntut tanggap dalam menghadapi krisis dengan mengeluarkan kebijakan, himbauan guidlines, strategi khusus terkait krisis. DDCT Italia dibawah kepemimpinan Michela Vittoria Brambillia mengeluarkan himbauan terkait peningkatan pariwisata pada Mei 2008 yang kemudian menjadi himbauan resmi dari Kementerian Pariwisata terhadap situasi krisis 2009. Pemerintah juga mengeluarkan kebijakan lain seperti penghematan anggaran, voucher liburan, meningkatkan pengawasan, kerjasama antar stakeholder dalam menghadapi great recession. DDCT sebagai puncak dari struktur Kementerian Pariwisata mampu mensinergikan semua badan terkait dalam industri pariwisata mulai dari badan pemerintah 2. Travel & Tourism Competitiveness Index (TTCI) Tingkat kompetisi negara dalam industri pariwisata merupakan menjadi objek pengamatan utama oleh pembuat kebijakan dan sekaligus tantangan yang besar kepada para professional atau swasta dalam memberikan bukti untuk mempengaruhi kebijakan.10 Negara yang memangkan persaingan global akan mampu mendatangkan wisatawan internasional yang lebih banyak. Sejak tahun 2007 World Economic Forum (WEF) telah menganalisa 130 negara dengan menggunakan TTCI. Index ini bertujuan untuk mengukur faktor dan kebijakan yang berkaitan dengan daya saing dalam industri pariwisata global. Artinya semakin tingginya skala penilaian dan peringkat sebuah negara dalam TTCI semakin baik pula level persaingan industri pariwisata tersebut dalam industri pariwisata global sehingga mampu mendatangkan wisatawan yang lebih banyak. Konsep TTCI secara umum membagi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal yang mempengaruhi tingkat kompetisi dalam industri pariwisata untuk meningkatkan pertumbuhan inbound tourism ke suatu negara. Faktor internal terdiri dari 14 pilar yaitu:11 Affinity for Travel 10
Blanke.Jennjifer& Chiesa.Thea (ed), The Travel & Tourism Competitiveness Report 2013 reducing barrier to economic growth and job creation, World Economic Forum, 2013, p.10 11 Blanke.Jennjifer& Chiesa.Thea (ed), how to Succeed as a Tourism Destination in a Volatile World, World Economic Forum, 2013, p.43-47
6
& Tourism, policy rules and regulation, price competitiveness in the Travel & Tourims industry, tourism infrastructure, safety and security, environmental sustainability, ground Transport Infrastructure, air transport infrastructure, human resource, health and hygiene, ICT infrastructure, prioritization of Travel and Tourism, cultural resource, natural resource. Dalam praktiknya negara maju cenderung memfokuskan pada beberapa pilar yaitu: Affinity for Travel & Tourism, Price Competitiveness, Policy rules and regulation (Jurgen Ringbeck&Timm Pitesch, 2013). Hal ini akan sedikit berbeda dengan negara berkembang yang cenderung fokus pada environmental sustainability, safety and security. Konsep ini akan dijadikan landsan untuk melihat bagaimana negara sebagai aktor utama dalam menyikapi permasalahan krisis moneter berupaya semaksimal mungkin menekan dampak negatif great recession dengan mengeluarkan berbagai kebijakan atau action plan. Table 1.2: Tabel Strategi TTCI di negara maju DIFFERENTIATOR
Policy rules and regulation
Price competitiveness in the T&T industry
Affinity for Travel & Tourism
Environmental sustainability
Safety and security
BEST PRACTICE CAPABILITIES
Private/public sector cooperation Sector Liberalization Low entry barriers Affordable touristic offering & hotel Taxation levels Purchasing power/exchange rates Costumer orientation Involvement local stakeholder Openness to foreign visitor
Sustainability policies and regulation Private-Sector innovation Nature conservation Protection of touristic areas/facilities Reliability of authority Trust-building campaign
Sumber: Blanke.Jennjifer& Chiesa.Thea (ed), how to Succeed as a Tourism Destination in a Volatile World, World Economic Forum, 2013
Pilar Afffinity for Travel& Tourism menggambarkan betapa pentingnya membina gaya gabung atau keterhubungan antar travel dan kepariwisataan. Hal ini kemudian akan memudahkan 7
pembuat kebijakan untuk menghasilkan sebuah iklim yang positif untuk pariwisata dan mengikat bisnis kepariwisataaan lebih dekat dengan perekonomian secara lebih luas. Lebih jauh lagi dukungan penuh dari komunitas lokal, usaha kecil, dan pengusaha individu menjadi kunci dalam mengubah keterbukaan terhadap wisatawan internasional kemudian bisa menjadi ciri khas dari wisata dari sebuah lokasi wisata. Contohnya pemerintah memfasilitasi sebuah festival kuliner tradisional tahunan di sebuah daerah tertentu. Hal ini tidak hanya melibatkan pemerintah daerah dari sektor regulasi adanya festival kuliner tradisional secara tahunan tentu juga melibatkan juru masak profesional, asosasi terkait wisata, masyarakat lokal, wisatawan, dll. Pilar Policy Rules and Regulation, berfokus pada pendekatan jangka panjang yang dikombinasikan dengan kecepatan serta ketepatan pembuat kebijakan dalam beraksi terhadap perubahan dalam jangka pendek . Pilar ini diaplikasikan dengan merendahkan tingkat keketatan dalam pembuatan visa, mendorong sektor private untuk lebih terbuka, memperkuat sektor lokal untuk berpartisipasi dalam rantai kepariwisataan, disamping pemerintah terus meningkatakan infrastruktur penunjang industri pariwisata. Dalam hal
ini tujuan jangka panjangnya tentu menjaga stabilitas
pertumbuhan wisatawan internasional yang berkunjung ke Italia, dan tujuan jangka pendeknya bagaimana strategi menjaga pertumbuhan ini dalam masa krisis dan setelahnya. Pada masa awal krisis Mei 2008, Kementerian Pariwisata Italia langsung mengeluarkan himbauan terkait memajukan sektor pariwisata Italia. Pilar Price Competitiveness merupakan poin utama yang menjadi pembeda. Dalam level makro fluktuasi nilai tukar mata uang akan sangat mempengaruhi disamping adanya perubahan keinginan atau trend dari wisatawan. Fluktuasi ini, nilai tukar dan sikap keinginan para wisatawan memiliki beberapa dampak terutama kepada “budget wisatawan” yang kurang loyal terhadap satu destinasi wisata dan lebih cenderung ingin mencari objek wisata dengan harga terjangkau. Selain melakukan penurunan tarif hotel, Kementerian Pariwisata Italia juga memberikan voucher liburan sepanjang tahun 2009. D. Argument Utama Sektor pariwisata merupakan industri yang penting bagi Italia. Sektor pariwisata mampu menyumbang pendapatan yang cukup besar dan meningkatkan bargaining position Italia dalam ekonomi politik regional Uni Eropa. Terbutkti dengan keberhasilan Italia dalam meningkatkan 8
jumlah wisatawan internasional dalam masa great recession
pada tahun 2009, dimana
penurunan hampir terjadi disemua level ekonomi baik di regional Eropa maupun di Italia. Performa yang ditunjukkan industri pariwisata Italia bahkan lebih baik ketimbang Perancis dan Spanyol. Keberhasilan tersebut tidak lepas dari keberhasilan pemerintah dengan menerapkan strategi menghadapi great recession dibawah DDCT sebagai badan yang bertanggung jawab terhadap perkembanga industri pariwisata domestik. Strategi pemerintah Italia berfokus pada meningkatkan daya saing dan kompetisi dengan memaksimalkan peran pemerintah sebagai aktor utama dalam mensinergikan seluruh instrumen pariwisata dengan menjalankan pilar dari TTCI. Instrumen yang meliputi Kementerian Pariwisata, Organisasi Pariwisata Nasional hingga unit pariwisata kecil yang dikelola oleh pemerintah lokal, dan organisasi public yang memilki dampak pada pariwisata. Respon yang cepat dari Kementerian Pariwisata Italia dibawah Departement for Development and Competitiveness Tourism mampu mencegah penyebaran dampak yang lebih besar yang mungkin ditimbulkan oleh krisis. Kecepatan respon berupa kebijakan yang tepat tentu menjadi kondisi ideal bagi aplikasi strategi pemerintah dalam menghadapi great recession. Menurut James Elliot dalam konsep Private Sector Management pemerintah memegang peranan penting dalam mensinergikan sektor private dan sektor publik melalui kebijakan, himbauan, bantuan dana, pendidikan, pelatihan, dll. Pemerintah harus mampu memformulasikan kebijakan atau strategi untuk meningkatkan pariwisata termasuk pada masa great recession. Strategi tersebut dapat ditinjau dari konsep Travel and Tourism competitiveness Index (TTCI) yang menawarkan 14 pilar yang dapat menopang kenaikan jumlah wisatawan internasional inbound tourism yang berkunjung ke sebuah negara. Dari 14 pilar tersebut ada setidaknya 3 pilar utama yang dominan dan senada dengan strategi pemerintah Italia mengahadapi krisis yaitu Policy rules and regulation, Price Competitiveness, Affinity for Travel & Tourism. Strategi tersebut melingkupi himbauan, kebijakan, voucher dan potongan harga, mensinergikan dan memaksimalkan kerjasama semua instrumen dalam seluruh level di industri pariwisata Italia. Hal ini kemudian didukung dengan industri pariwisata di Italia saling berkaitan dan saling bergantungan satu dengan yang lainnya karena produk yang ditawarkan benar-benar berbeda (Candela and Cellini, 2006). Hal ini tentu 9
memudahkan koordinasi dan pengambilan sikap pihak swasta terhadap great recession tahun 2009. Pemerintah sendiri mampu menahan dampak lebih besar dari great recession, tidak sampai berdampak pada pergolakan politik dan keamanan yang akan berdampak pada penurunan jumlah wisatawan internasional. Pemerintah memberikan voucher serta diskon liburan di Italia untuk merangsang agen&travel untuk menurunkan tariff hotel sehingga wisata ke Italia menjadi kian menarik bagi para wisatawan meskipun dalam masa krisis. Disamping itu pemerintah terus meningkatkan koordinasi, pembinaan serta pendidikan kepada seluruh sektor dalam industri pariwisata. E. Metode Penelitian Metode penelitian yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Motode yang berfokus pada pengamatan hal spesifik dalam setiap studi kasus yang kemudian digeneralisir. Kemudian penengamatan tersebut akan menjadi analisis terhadap sebuah kasus. Penelitian ini akan bersifat desrkriptif dari studi kasus yang diamati yaitu fenomena kenaikan jumlah wisatawan internasional pada masa great recession pada tahun 2009 di Eropa dengan menganalisis strategi yang diterapkan oleh pemerintah Italia. F. Lingkup Waktu Lingkup waktu dalam penelitian mengenai keberhasilan Italia dalam meningkatkan jumlah wisatawan internasional yaitu dari tahun 2008-2012. Tahun 2008 akan menunjukkan bagaimana kondisi pariwisata Italia sebelum krisis. Tahun 2008 juga merupakan gejala awal great recession yang ditunjukkan penurunan angka produksi dan GDP Italia. Nilai atau peringkat Italia dalam lembaga pemerhati pariwisata internansional pada tahun 2008 akan dibandingkan dengan tahun 2012 untuk melihat bagaimana performa industri pariwisata Italia. Pada tahun 2009 Kementerian Italia dibawah Departemen for Develompent and Competitiveness of Tourism mengeluarkan himbauan, sikap resmi terkait krisis, dan langkah-langkah lain seperti membentuk badan-badan yang dinilai akan meningkatkan kinerja industri pariwisata Italia. Tahun 2010-2012 akan melihat bagaimana performa industri pariwisata Italia sehingga mampu meningkatkan jumlah wisatawan intenasional. G. Sistematika Penulisan 10
Penelitian yang berjudul Italia yang bisa tetap tumbuh dalam great recession di Eropa tahun 2009 ini akan dibagi menjadi empat BAB. Pada BAB I yaitu Pendahuluan, penulis akan menyajikan pendahuluan penelitian yang mengulas latar belakang dan gambaran awal permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini. Menjelaskan bagaimana great recession mempengaruhi perkembangan jumlah wisatawan internasional pada tahun 2009 hingga tahun 2012 secara global kemudian di Eropa dan di khususkan di Italia. BAB II akan akan memberikan penjelasan bagaimana kondisi pariwisata Italia secara umum dan bagaimana kondisi pertumbuuhan pariwisata Italia ketika masa krisisi. BAB III, penulis akan menganalisis langkahlangkah pemerintah menghadapi krisis, yang membuat Italia berhasil menjaga trend positif dalam menjaga kenaikan jumlah kedatangan wisatawan Internasional selama periode 2008-2012. Langkah-langkah tersebut berupa penerapan strategi yang merujuk pada pilar utama TTCI. BAB IV merupakan kesimpulan dari seluruh penjelasan BAB I – BAB IV mengenai keberhasilan Italia dalam menjaga peningkatan jumlah kedatangan wisatawan internasional tahun 2009.
11